ii
Disusun oleh
1. Khotijah Safinaturrohmah (108116040)
2. Nurul Abibah (108116048)
3. Anjas Upi Rachmawati (108116056)
4. Novan Gumregah (108116064)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makaah tentang Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Khusus: Psikotik, Gelandangan Dan Pengguna
NAPZA sesuai dengan waktu yang telah diberikan, dalam penyusunan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan namun demikian penyusun telah berusaha
semaksimal mungkin agar hasil dari tulisan ini tidak menyimpang dari ketentuan-
ketentuan yang ada.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah ini, dan mudah-mudahan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini gangguan jiwa didefinisikan dan ditangani sebagai masalah medis.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan hambatan dalam melaksanakan peran sosial.
Gangguan jiwa atau mental illenes adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh
seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya
tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri (Budiman, 2010).
Sedangkan menurut (Maramis, 2010), gangguan jiwa adalah gangguan alam: cara
berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), tindakan
(psychomotor). Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental.
Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu : gangguan jiwa
(Neurosa)dan sakit jiwa (Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam
gejala yang terpenting diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan
murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria,
rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk. Gangguan
Jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan,
tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau
merusak/menyakiti dirinya sendiri (Yosep, 2009). Gangguan Jiwa sesungguhnya
sama dengan gangguan jasmaniah lainnya, hanya saja gangguan jiwa bersifat lebih
kompleks, mulai dari yang ringan seperti rasa cemas, takut hingga yang tingkat
berat berupa sakit jiwa atau lebih kita kenal sebagai gila (Budiman, 2010).
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah gangguan jiwa akibat NAPZA?
2. Bagaimanakah gangguan jiwa akibat gelandangan?
3. Bagaimanakah gangguan jiwa akibat Psikotik?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui gangguan jiwa akibat NAPZA.
2. Untuk mengetahui gangguan jiwa akibat gelandangan.
3. Untuk mengetahui gangguan jiwa akibat Psikotik
3
BAB II
PENDAHULUAN
A. Pengertian Napza
Zat adiktif atau istilah yang paling dikenal kalangan masyarakat luas dengan
istilah narkoba adalah berasal dari kata narkotik dan bahan adiktif. Istilah tersebut
kemudian berkembang menjadi napza, yang merupakan kependekan dari narkotik,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Narkotik adalah obat-obatan yang
bekerja pada susunan saraf pusat dan digunakan sebagai analgesik (pengurang rasa
sakit) pada bidang kedokteran. Psikotropika adalah obat-obatan yang efek
utamanya pada aktivitas mental dan perilaku, biasanya digunakan untuk
pengobatan gangguan kejiwaan. Bahan adiktif adalah bahan yang apabila
digunakan dapat menimbulkan kecanduan atau ketergantungan. Pemakai dapat
merasa tenang, merasa segar, bersemangat, menimbulkan efek halusinasi, dan
memengaruhi suasana perasaan pemakai. Efek inilah yang sering dimanfaatkan
pemakai saat ia merasa kurang percaya diri, khawatir tidak diakui sebagai kawan,
melarikan diri dari permasalahan, atau bahkan hanya untuk sekedar rekreasi
(bersenang-senang).
Tanpa disadari, narkoba sekali digunakan akan menimbulkan keinginan
mencoba lagi, merasakan lagi, dan mengulang terus sampai merasakan efek dari
obat-obatan yang dikonsumsi, yang akibatnya akan terjadi overdosis. Jika tidak
mengonsumsi, maka tidak tahan untuk memenuhi keinginannya, tetapi jika
mengonsumsi akan khawatir mati akibat overdosis. Hal ini merupakan lingkaran
setan. Oleh karena itu, narkoba sekali dicoba akan membelenggu seumur hidup.
yang bekerja secara selektif terutama pada otak, sehingga dapat menimbulkan
perubahan pada perilaku, emosi, kognitif, persepsi dan kesadaran seseorang. Ada
dua macam zat psikoaktif, yaitu bersifat adiksi dan nonadiksi. Zat psikoaktif yang
bersifat nonadiksi adalah obat neuroleptika untuk kasus gangguan jiwa, psikotik,
dan obat antidepresi.
Narkotik adalah istilah yang muncul berdasar Undang-Undang Narkotika
Nomor 9 Tahun 1976, yaitu zat adiktif kanabis (ganja), golongan opioida, dan
kokain. Ketiga istilah ini sering disebut sebagai narkoba, yang kemudian
berkembang menjadi istilah napza.
2. Akibat Penggunaan Zat Adiktif
Seseorang yang menggunakan zat adiktif akan dijumpai gejala atau kondisi
yang disebut intoksikasi (teler) yaitu kondisi zat adiktif tersebut bekerja dalam
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan memori, perilaku, kognitif, alam
perasaan, dan kesadaran.
Apabila seseorang menggunakan berulang kali atau sering secara
berkesinambungan, maka akan dicapai suatu kondisi toleransi, yaitu terjadinya
peningkatan jumlah penggunaan zat adiktif untuk mencapai tujuan dari pengguna
(memerlukan dosis lebih tinggi untuk mencapai efek yang diharapkan). Kondisi
toleransi ini akan terus berlangsung sampai mencapai dosis yang optimal
(overdosis).
Pada pemakaian yang terus-menerus tercapai, maka menyebabkan tingkat
dosis toleransi yang tinggi. Pengguna zat adiktif bila menghentikan atau tidak
menggunakan zat adiktif lagi akan menimbulkan gejala-gejala sindroma putus zat
atau pasien dalam kondisi withdrawal.
Gejala-gejala intoksikasi dan putus zat berbeda untuk masing-masing zat,
seperti pada Tabel 17.2.
5
Tahap ini kondisi pasien sudah cukup serius dan kritis, penggunaan
cukup berat, tingkat toleransi yang tinggi, serta cara penggunaan yang
impulsif. Masalah kesehatan yang sering timbul antara lain sebagai berikut.
4. Tindakan
Prinsip tindakan keperawatan pada pasien penyalahgunaan napza disesuaikan
dengan masalah keperawatan yang timbul (seperti yang telah disebutkan di atas).
Misalnya, pada kondisi overdosis maka usahakan pasien tidak mengalami ancaman
kehidupan yang dapat menimbulkan kematian. Pada kondisi intoksikasi usahakan
agar (1) pasien tidak mengalami perilaku amuk, agresif, (2) cemas pasien
9
berkurang, (3) rasa nyaman terpenuhi, dan (4) bawalah pasien ke tempat pelayanan
kesehatan.
5. Pencegahan Penyalahgunaan Napza
Beberapa materi pendidikan kesehatan yang dapat diberikan pada kelompok
risiko tinggi. Orang tua serta masyarakat umum mengetahui hal-hal yang berkaitan
kewaspadaan-kewaspadaan terhadap pengguna dan sikap preventif yang dapat
dilakukan, di antaranya sebagai berikut.
a. Waspadai jika ditemukan benda-benda seperti:
1) jarum suntik,
2) kertas timah,
3) CD bekas atau kartu telepon yang permukaannya bergores,
4) bong,
5) botol dengan pipa yang berbentuk unik,
6) lintingan uang kertas atau balok-balok serupa gelas kubus yang
tengahnya berlubang.
b. Waspadai jika saudara atau teman memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut.
1) Prestasi sekolah menurun secara drastis/anjlok.
2) Pola tidur berubah, misalnya pagi susah dibangunkan dan malam suka
begadang.
3) Selera makan berkurang.
4) Banyak mengurung diri dalam kamar, menghindari bertemu anggota
keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak makan bersama.
5) Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya, dan
mulai suka berbohong.
6) Mabuk, bicara pelo (cadel), dan jalan sempoyongan.
c. Kenali penggunaan bahasa yang sering digunakan di antara bandar dan
pengguna napza
B. Gelandangan
Gangguan mental atau penyakit kejiwaan adalah pola psikologis atau perilaku
yang pada umumnya terkait dengan stress atau kelainan mental yang tidak dianggap
sebagai bagian dari perkembangan normal pada manusia
1. Pengobatan
Untuk gelandangan yang berpenyakit jiwa kronis, terapi pengobatan dapat
digunakan untuk menstabilkan kondisi klien. Meski demikian, banyak klien ini
tidak mampu menggunakan pengobatan seperti yang disarankan karena adanya
gangguan kognitif. Pemantauan pengobatan yang tidak adekuat, terutama efek
samping, dpat menyebabkan klien menghentikan pengobatan.
3. Terapi
TERAPI KELOMPOK.
a. Beri dukungan, dan kuatkan setiap perasaan klien bahwa dirinya
berharga.
b. Kurangi isolasi sosial dan sifat apatis tentang situasi kehidupan saat ini.
c. Ajari praktik perawatan diri, cara-cara ,engkomunikasikan kebutuhan,
dan cara berhungan dengan orang lain.
d. Informasikan kepada klien tentang sumber-sumber komunitas dan
bagaimana memperoleh sumber-sumber tersebut melalui lembaga atau
tempat perlindungan melalui upaya klien sendiri.
13
4. Diagnosis Keperawatan
Kemungkinan Penyebab :
1. Ketidakmampuan kognitif.
2. Kurang sistem pendukung dan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk
perawatan.
3. Riawayat pernah di tempatkan di suatu institusi atau sering dirawat di rumah
sakit.
4. Riwayat skizodrenia atau gangguan alam perasaan.
5. Riwayat gagguan organis karena penggunaan zat.
Batasan Karakteristik.
Tujuan Jangka Pendek #1: Klien membuat sebuah rutinitas untuk memenuhi
kebutuhan dasar fisik
Kemungkinan penyebab :
Batasan karakteristik :
C. PSIKOTIK
1. Definisi
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu
menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku
kacau/ aneh.
Gangguan psikotik singkat/ akut didefinisikan sebagai suatu gangguan kejiwaan
yang terjadi selama 1 hari sampai kurang dari 1 bulan, dengan gejala psikosis, dan
dapat kembali ke tingkat fungsional premorbid.
2. Etiologi
Didalam DSM III faktor psikososial bermakna dianggap menyebabkan psikosis
reaktif akut, tetapi kriteria tersebut telah dihilangkan dari DSM IV. Perubahan
dalam DSM IV menempatkan diagnosis gangguan psikotik singkat/ akut di dalam
kategori yang sama dengan banyak diagnosis psikiatrik utama lainnya yang
penyebabnya tidak diketahui dan diagnosis kemungkinan termasuk gangguan yang
heterogen.
Penyebabnya belum diketahui secara pasti, tapi sebagian besar di jumpai pada
pasien dengan gangguan kepribadian mungkin memiliki kerentanan biologis atau
psikologis terhadap perkembangan gejala psikotik. Satu atau lebih faktor stres
berat, seperti peristiwa traumatis, konflik keluarga, masalah pekerjaan, kecelakaan,
sakit parah, kematian orang yang dicintai, dan status imigrasi tidak pasti, dapat
memicu psikosis reaktif singkat. Beberapa studi mendukung kerentanan genetik
untuk gangguan psikotik akut.
19
3. Manifestasi klinis
Perilaku yang diperlihatkan oleh pasien yaitu :
a. Mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya
b. Keyakinan atau ketakutan yang aneh/ tidak masuk akal
c. Kebingungan atau disorientasi
d. Perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri,
kecurigaan berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau
lingkungan, bicara dan tertawa serta marah-marah atau memukul tanpa
alasan.
Gejala gangguan psikotik akut selalu termasuk sekurang kurangnya satu gejala
psikosis utama, biasanya dengan onset yang tiba-tiba, tetapi tidak selalu
memasukkan keseluruhan pola gejala yang ditemukan pada skizofrenia. Beberapa
klinisi telah mengamati bahwa gejala afektif, konfusi dan gangguan pemusatan
perhatian mungkin lebih sering ditemukan pada gangguan psikotik akut daripada
gangguan psikotik kronis.
Gejala karakteristik untuk gangguan psikotik akut adalah perubahan emosional,
pakaian atau perilaku yang aneh, berteriak teriak atau diam membisu dan gangguan
daya ingat untuk peristiwa yang belum lama terjadi. Beberapa gejala tersebut
ditemukan pada gangguan yang mengarahkan diagnosis delirium dan jelas
memerlukan pemeriksaan organik yang lengkap, walaupun hasilnya mungkin
negatif.
Pemeriksaan status mental biasanya hadir dengan agitasi psikotik parah yang
mungkin terkait dengan perilaku aneh, tidak kooperatif, agresif fisik atau verbal,
tidak teratur berbicara, berteriak atau kebisuan, suasana hati labil atau depresi,
bunuh diri, membunuh pikiran atau perilaku, kegelisahan , halusinasi, delusi,
disorientasi, perhatian terganggu, konsentrasi terganggu, gangguan memori, dan
wawasan miskin.
Seperti pada pasien psikiatrik akut, riwayat yang diperlukan untuk membuat
diagnosis mungkin tidak dapat diperoleh hanya dari pasien. Walaupun adanya
gejala psikotik mungkin jelas, informasi mengenai gejala prodromal, episode suatu
gangguan mood sebelumnya, dan riwayat ingesti zat psikotomimetik yang belum
20
lama mungkin tidak dapat diperoleh dari wawancara klinis saja. Disamping itu,
klinisi mungkin tidak mampu memperoleh informasi yang akurat tentang ada atau
tidaknya stressor pencetus.
Contoh dari stresos pencetus adalah peristiwa kehidupan yang besar yang dapat
menyebabkan kemarahan emosional yang bermakna pada tiap orang. Peristiwa
tersebut adalah kematian anggota keluarga dekat dan kecelakaan kendaraan yang
berat. Beberapa klinis berpendapat bahwa keparahan peristiwa harus
dipertimbangkan didalam hubungan dengan kehidupan pasien. Walaupun
pandangan tersebut memiliki alasan, tetapi mungkin memperluas definisi stressor
pencetus dengan memasukkan peristiwa yang tidak berhubungan dengan episode
psikotik. Klinisi lain berpendapat bahwa stressor mungkin merupakan urutan
peristiwa yang menimbulkan stress sedang, bukannya peristiwa tunggal yang
menimbulakan stress dengan jelas. Tetapi penjumlahan derajat stress yang
disebabkan oleh urutan peristiwa memerlukan suatu derajat pertimbangan klinis
yang hampir tidak mungkin.
4. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti gangguan psikotik akut adalah
sebagai berikut :
a. Halusinasi (persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan :
misalnya, mendengar suara yang tak ada sumbernya atau melihat
sesuatu yang tidak ada bendanya).
b. Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat
diterima oleh kelompok sosial pasien, misalnya pasien percaya bahwa
mereka diracuni oleh tetangga, menerima pesan dari televisi, atau
merasa diamati/diawasi oleh orang lain).
c. Agitasi atau perilaku aneh (bizar)
d. Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi)
e. Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel)
Berdasarkan DSM-IV diagnosisnya terutama atas lama gejala, untuk gejala
psikotik yang berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang satu bulan dan yang
tidak disertai dengan suatu gangguan mood, gangguan berhubungan dengan zat,
21
atau suatu gangguan psikotik karena kondisi medis umum, diagnosis gangguan
psikotik akut kemungkinan merupakan diagnosis yang tepat. Untuk gejala psikotik
yang berlangsung lebih dari satu hari, diagnosis sesuai yang harus dipertimbangkan
adalah gangguan delusional (jika waham adalah gejala psikotik yang utama),
gangguan skizofreniform (jika gejala berlangsung kurang dari 6 bulan), dan
skizofrenia (jika gejala telah berlangsung lebih dari 6 bulan).
Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Psikotik akut.
a. Adanya satu (atau lebih) gejala berikut :
1) Waham
2) Halusinasi
3) Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau
inkoherensi)
4) Perilaku terdisorganisasi jelas atau katatonik
Catatan: jangan masukan gejala jika pola respon yang diterima
secara kultural.
b. Lama suatu episode gangguan adalah sekurangnya satu hari tetapi
kurang dari satu bulan, akhirnya kembali penuh kepada tingkat funsi
pramorbid.
c. Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh suatu ganggan mood
dengan ciri psikotik, gangguan skizoafektif, atau skizofrenia dan bukan
karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan) atau suatu kondisi umum.
Sebutkan jika:
a. Dengan stresor nyata (psikosis akut reaktif); jika gejala terjadi segera
setelah dan tampak sebagai respon dari suatu kejadian yang sendirian
atau bersama-sama akan menimbulkan stres yang cukup besar bagi
hampir setiap orang dalam keadaan yang sama dalam kultur orang
tersebut.
b. Tanpa stressor nyata: jika gejala psikotik tidak terjadi segera setelah atau
terlihat bukan sebagai respon terhadap kejadian yang terjadi sendirian
atau bersama sama akan menimbulkan stress yang cukup besar bagi
22
hampir setiap orang dalam keadaan yang sama dalam kultur orang
tersebut.
c. Dengan onset pasca persalinan: jika onset dalam waktu empat minggu
setelah persalinan.
Penegakan diagnosis gangguan psikotik akut di Indonesia ditegakkan melalui
Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa Edisi ke III (PPDGJ III).
Berikut kriteria diagnostik gangguan kepribadian histrionik berdasarkan PPDGJ III:
6. Dengan menggunakan urutan diagnosis yang mencerminkan urutan prioritas
yang diberikan untuk ciri-ciri utama terpilih dari gangguan ini. Urutan prioritas
yang dipakai ialah:
a. Onset yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang = jangka waktu
gejala-gejala psikotik menjadi nyata dan mengganggu sedikitnya
beberapa aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari, tidak termasuk
periode prodromal yang gejalanya sering tidak jelas) sebagai ciri khas
yang menentukan seluruh kelompok.
b. Adanya sindrom yang khas ( berupa “polimorfik”= beraneka ragam dan
berubah cepat, atau “schizophrenia-like”= gejala skizofrenik yang
khas).
c. Adanya stres akut yang berkaitan ( tidak selalu ada, sehingga
dispesifikasi dengan karakter tanpa penyerta stres akut, dengan penyerta
stres akut). Kesulitan atau problem yang berkepanjangan tidak boleh
dimasukkan sebagai sumber stres dalam konteks ini.
Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria episode
manik atau episode depresif, walaupun perubahan emosional dan gejala-gejala
afektif individual dapat menonjol dari waktu ke waktu.Tidak ada penyebab organik,
seperti trauma kapitis, delirium dan demensia. Tidak merupakan intoksikasi akibat
penggunaan alkohol atau obat-obatan.
5. Penatalaksanaan
Menjaga keamanan pasien dan individu yang merawatnya, hal yang dapat
dilakukan antara lain:
a. Keluarga atau teman harus mendampingi pasien
23
6. Asuhan Keperawatan
a. Identitas klien. Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan,
tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan utama. Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan
klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga
untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor predisposisi. Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah
mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau
mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya
meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
d. Aspek fisik/biologis. Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi,
Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
3) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
f. Status mental. Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien,
aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara,
persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
konsentrasi, dan berhitung.
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zat adiktif atau istilah yang paling dikenal kalangan masyarakat luas dengan
istilah narkoba adalah berasal dari kata narkotik dan bahan adiktif. Istilah tersebut
kemudian berkembang menjadi napza, yang merupakan kependekan dari narkotik,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Pemakai NAPZA dapat merasa
tenang, merasa segar, bersemangat, menimbulkan efek halusinasi, dan
memengaruhi suasana perasaan pemakai. Efek inilah yang sering dimanfaatkan
pemakai saat ia merasa kurang percaya diri, khawatir tidak diakui sebagai kawan,
melarikan diri dari permasalahan, atau bahkan hanya untuk sekedar rekreasi
(bersenang-senang).
Gangguan mental atau penyakit kejiwaan adalah pola psikologis atau perilaku
yang pada umumnya terkait dengan stress atau kelainan mental yang tidak dianggap
sebagai bagian dari perkembangan normal pada manusia
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu
menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku
kacau/ aneh.
Gangguan psikotik singkat/ akut didefinisikan sebagai suatu gangguan kejiwaan
yang terjadi selama 1 hari sampai kurang dari 1 bulan, dengan gejala psikosis, dan
dapat kembali ke tingkat fungsional premorbid.
27
Yusuf, Risky Fitryaari, Hanik Ending Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehtan
Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.