Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PSIKOTIK, GELANDANGAN DAN NAPZA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II

Dosen pembimbing : Trimeilia Suprihatiningsih, S.Kep.,M.Kes

Kelompok 3 :

1. Fitrianingsih (108118040)
2. Anggi Novita Sari (108118041)
3. Dwi Agustin (108118042)

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
“Psikotik gelandangan dan NAPZA” tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa 2.

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai
pihak, penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Oleh
karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua elemen yang
turut membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, dan dapat
memberikan tambahan wawasan bagi para pembaca. Meskipun penulis menyadari
bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, karena tak ada satupun yang
sempurna di dunia ini, demikian dengan tulisan ini. Oleh karena itu, kritik yang
membangun kami harapkan dari para pembaca, demi penulisan makalah selanjutnya
yang lebih baik. Terima Kasih.

Cilacap, 29 September 2020

Penulis

Daftar Isi

Contents

ii
ASUHAN KEPERAWATAN PSIKOTIK, GELANDANGAN DAN NAPZA..................i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
Daftar Isi...........................................................................................................................iii
BAB I..................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
PSIKOTIK GELANDANGAN.............................................................................................3
A. Pengertian Psikotik........................................................................................................3
B. Pengertian gelandangan................................................................................................3
C. Pengertian psikotik gelandangan..................................................................................3
D. Layanan Yang Dibutuhkan Oleh Gelandangan Dan Psikotik....................................4
E. Langkah – Langkah Rehabilitasi Sosial Pada Psikotik Dan Gelandangan................4
Asuhan Keperawatan Klien Kelompok Husus : Psikotik dan Gelandangan dengan
Masalah Keperawatn Gangguan Komunikasi Verbal........................................................6
A. Proses Terjadinya Masalah...........................................................................................6
B. Pohon Masalah...............................................................................................................8
C. Diagnosis Keperawatan Yang Sering Ditemukan Pada Klien Gelandangan Dan
Psikotik...................................................................................................................................8
1. Gelandangan...................................................................................................................8
2. Psikotik...........................................................................................................................8
D. Rencana Tindakan Keperawatan..................................................................................9
Gelandangan...........................................................................................................................9
NAPZA..................................................................................................................................11
A. Pengertian.....................................................................................................................11
B. Jenis-Jenis Zat Adiktif.................................................................................................11

iii
C. Akibat Penggunaan Zat Adiktif..................................................................................12
D. Zat Adiktif Yang Disalahgunakan..............................................................................14
E. Permasalahan Yang Sering Timbul............................................................................15
F. Tindakan.......................................................................................................................17
G. Pencegahan Penyalahgunaan Napza.......................................................................17
Asuhan Keperawatan Klien Kelompok Khusus : Penyalagunaan NAPZA.....................20
A. Pengkajian....................................................................................................................20
B. Diagnosa Keperawatan................................................................................................24
C. Intervensi......................................................................................................................24
BAB III.................................................................................................................................26
PENUTUP............................................................................................................................26
Kesimpulan...........................................................................................................................26
Daftar Pustaka.....................................................................................................................27

iv
i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini gangguan jiwa didefinisikan dan ditangani sebagai masalah
medis. Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu perubahan
pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan hambatan dalam melaksanakan
peran sosial. Gangguan jiwa atau mental illenes adalah kesulitan yang harus
dihadapi oleh seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan
karena persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-
sendiri (Budiman, 2010). Sedangkan menurut (Maramis, 2010), gangguan
jiwa adalah gangguan alam: cara berpikir (cognitive), kemauan (volition),
emosi (affective), tindakan (psychomotor). Gangguan jiwa merupakan
kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan
dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam
dua golongan yaitu : gangguan jiwa (Neurosa)dan sakit jiwa (Psikosa).
Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala yang terpenting
diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah,
cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah,
tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk. Gangguan jiwa
menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan,
tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain
atau merusak/menyakiti dirinya sendiri (Yosep, 2009). Gangguan Jiwa
sesungguhnya sama dengan gangguan jasmaniah lainnya, hanya saja
gangguan jiwa bersifat lebih kompleks, mulai dari yang ringan seperti rasa

1
cemas, takut hingga yang tingkat berat berupa sakit jiwa atau lebih kita kenal
sebagai gila (Budiman, 2010).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari psikotik?
2. Apa pengertian dari gelandangan?
3. Apa pengertian dari psikotik gelandangan?
4. Layanan apa yang dibutuhkan oleh psikotik gelandangan?
5. Bagaimana langkah-langkah rehabilitasi untuk psikotik gelandangan?
6. Bagaimana asuhan keperawatan untuk psikotik gelandangan?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian dari psikotik?
2. Menjelaskan pengertian dari gelandangan
3. Menjelaskan pengertian dari psikotik gelandangan
4. Menjelaskan layanan yang dibutuhkan oleh psikotik gelandangan
5. Menjelaskan langkah-langkah rehabilitasi untuk psikotik gelandangan
6. Menjelaskan asuhan keperawatan untuk psikotik gelandangan

2
BAB II
PEMBAHASAN
PSIKOTIK GELANDANGAN

A. Pengertian Psikotik
Menurut Karnadi, 2014. Psikotik (sakit jiwa) adalah bentuk disorder
mental kegalauan jiwa yang dicirikan dengan adanya disintegrasi kepribadian
terputusnya hubungan jiwa dengan realitas. Seseorang dikatakan sakit jiwa
apa tidak mampu lagi berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-harinya,
baik disekolah, di tempat kerja, atau dilingkungan sosialnya. Ciri yang
menonjol sakit jiwa adalah tingkah laku yang menyolok, berlebih-lebihan
pada sese sehingga menimbulkan kesan aneh, janggal dan berbahaya bagi
orang lain. Umumnya apa yang disebut pasien jiwa merupakan
emotionalmaladjustment, yaitu orang-orang yang tidak dapat menyesuaikan
dengan wajar dan tidak sanggup memahami masalah dengan realistis.

B. Pengertian gelandangan
Gelandangan sebagai identitas sosial merupakan orang-orang yang
hidup keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak di
masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan
yang layak di wilayah tertentu dan hidup mengembara ditempat umum.
C. Pengertian psikotik gelandangan
Psikotik gelandangan adalah penderita gangguan jiwa kronis yang
keluyuran jalan-jalan umum, dapat mengganggu ketertiban umum dan
merusak lingkungan. Menurut UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan
Kedokteran Jiwa bahwa munculnya gelandangan psikotik disebabkan oleh
keluarga tidak peduli, keluarga malu, keluarga tidak tahu, obat tidak

3
diberikan, tersesat ataupun karena urbanisasi yang gagal. Ciri-ciri
gelandangan psikokotik ditandai dengan tubuh yang kotor sekali, rambutnya
seperti sapu ijuk, pakaian compang- camping, membawa bungkusan besar
yang berisi macam-macam barang, bertingkah laku aneh seperti tertawa
sendiri serta sukar diajak berkomunikasi.

D. Layanan Yang Dibutuhkan Oleh Gelandangan Dan Psikotik


1. Kebutuhan fisik, meliputi kebutuhan makan, pakaian, perumahan
kesehatan
2. Kebutuhan layanan psikis meliputi terapi medis psikiatris. keperawatan
psikologis
3. Kebutuhan sosial seperti rekreasi, kesenian dan olah raga
4. Layanan kebutuhan ekonomi meliputi ketrampilan usaha, ketrampilan
dan penempatan dalam masyarakat.
5. Kebutuhan rohani

E. Langkah – Langkah Rehabilitasi Sosial Pada Psikotik Dan Gelandangan


1. Tahap identifikasi : Masalah sosial merupakan fenomena yang muncul
kehidupan masyarakat, perwujudannya dapat merupakan masalah lama
mengalami perkembangan ataupun masalah baru yang muncul
perkembangan dan perubahan kehidupan sosial, ekonomi dan kultural
2. Tahap diagnosis : setelah masalah sosial teridentifikasi, mak mendorong
timbulnya respon masyarakat berupa tindakan bersama memecahkan
masalah bersama.
3. Tahap treatment: terdiri dari beberapa tahap yaitu :
a. Pendekatan awal : Razia oleh petugas dan kemitraan dengan l atau
pihak lain rumah sakit dan dinas sosial.

4
b. Penerimaan dan pengasramaan : Pengungkapan masala Pelaksanaan
rehabilitasi sosial, Pelaksanaan rehabilitasi sosia dari: Bimbingan fisik,
Bimbingan mental, Bimbingan social
4. Resosialisasi:Serangkaian bimbingan yang bertujuan untuk
mempersiapkan klien agar dapat berintergrasi penuh dalam kehidupan
masyarakat normatif dan juga mempersiapkan masyarakat untuk dapat
menerima kembali
5. Penyaluran : Serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengem klien
kedalam kehidupan masyarakat secara normative
6. Bimbingan lanjut : Serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
memantapkan klien kembali dalam kehidupan masyarakat
7. Faktor presipitasi: Biologis, Sosial kutural, Psikologis
8. Penilaian terhadap stressor
9. Sumber koping: Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif ), Pencapaian
wawasan, Kognitif yang konstan, Bergerak menuju prestasi kerja
10. Mekanisme koping: Regresi( berhubungan dengan masalah dalam p
informasi dan pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya men
anxietas), Proyeksi ( upaya untuk menjelaskan presepsi yang
membingungkan dengan menetapkan tanggung jawab kepada orang,
menarik diri dan mengingkaran)

5
Asuhan Keperawatan Klien Kelompok Khusus : Psikotik dan Gelandangan
dengan Masalah Keperawatn Gangguan Komunikasi Verbal

A. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Kerusakan komunikasi verbal merupakan suatu keadaan dimana i mengalami
penurunan, keterlambatan atau ketidakmampuan dalam meneri memproses
komunikasi dalam berinteraksi dengan orang lain
2. Rentang Respons
Respons Adaptif Respons Maladapti

Koheran Tangensial Flight of idea

Inkoheran Asosiasi longgar Blocking

Sirkumtansial Irelevan

3. Faktor Predisposisi
a. Biologis
1) Hambatan perkembangan otak, khususnya frontal, temporal, sehingga
mengakibatkan gangguan dalam belajar, bicara, daya Selain itu
mengakibatkan seseorang menarik diri dari lingkung timbul resiko
perilaku kekerasan.
2) Sosial Budaya
a) Kemiskinan.
b) Konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan)
c) Kehidupan terisolasi dan stressor.

6
4. Faktor Presipitasi
Umumnya sebelum timbul gejala, klien mengalami konflik dengan orang
di sekitarnya. Selain itu ada juga tekanan, isolasi, pengangguran yang
perasaan tidak berguna, putus asa, dan merasa tidak berdaya.
5. Mekanisme koping
Cara individu menghadapi secara emosional respon kognitif yang malah
dipengaruhi oleh perjalanan masa lalunya. Seseorang yang telah
mengembangkan mekanisme koping yang efektif pada masa lalu akan
lebih mampu mengatasi serangan masalah kognitif.
Mekanisme pertahanan ego yang mungkin teramati pada pasien gangguan
k (perubahan proses pikir) :
a. regresi
b. denial
c. kompensasi
6. Tanda dan gejala
a. Tidak mampu berbicara dengan bahasa yang dominan
b. Tidak mau bicara
c. Menolak untuk bicara
d. Kesulitan dalam mengungkapkan maksud atau mengekspresikan
secara (aphasia, dysphasia, apraxia, dyslexia)
e. Kesulitan dalam membuat kata-kata atau kalimat (aphonia, dyslalia,
dysa
f. Berbicara tidak sesuai (inkoheren, asosiasi longgar, flight of idea)
g. Tidak ada kontak mata
h. Disorientasi tempat, waktu dan orang
i. Kesulitan dalam menggali dan memahami pola komunikasi yang
biasany 10. Menggunakan kata-kata yang tidak berhubungan atau
tidak berarti
j. Pengulangan kata-kata yang didengar

7
k. Tidak mampu atau kesulitan dalam menggunakan ekspresi wajah atau
Ungkapan verbal (verbalisasi) yang tidak tepat
l. Defisit visual sebagian atau total

B. Data Yang Perlu Dikaji


1. Perilaku klien
2. Ekspresi wajah klien saat diajak bicara.
3. Respon verbal klien.
4. Perawatan diri klien.
5. Kepribadian klien.
6. Aktivitas klien
7. Intake nutrisi dan cairan sehari-hari.

C. Diagnosis Keperawatan Yang Sering Ditemukan Pada Klien Gelandangan


Dan Psikotik
1. Gelandangan
a. Hambatan komunikasi verbal
b. Defisit perawatan diri : hygine, berhias, makan, atau ke toilet
2. Psikotik
a. Halusinasi (persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan :
misalnya, mendengar suara yang tak ada sumbernya atau melihat
sesuatu yang tidak ada bendanya).
b. Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat
diterima oleh kelompok sosial pasien, misalnya pasien percaya bahwa
mereka diracuni oleh tetangga, menerima pesan dari televisi, atau merasa
diamati/diawasi oleh orang lain).
c. Agitasi atau perilaku aneh (bizar)
d. Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi)
e. Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel)

8
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Gelandangan
1. Hambatan komunikasi verbal
NIC : Peningkatan komunikasi : Kurang Bicara
a. Monitor kecepatan bicara, tekanan, kecepatan, kuantitas, volume, dan
diksi
b. Monitor pasien terkait perasaan terkait perasaan frustasi, kemarahan,
depresi tau respon-respon lain disebabkan karena adanya gangguan
kemampuan berbicara.
c. Kenali emosi dan perilaku fisik (pasien) sebagi bentuk komunikasi
(mereka)
d. sedikan metode alternative untuk berkomunikasi dengan berbicara
(misalnya menulis dimeja, menggunakan kedipan mata, papan
komunikasi dengan gambar dan huruf, tanda dengan tangan tau poster
dengan computer.
e. Ulangi apa yang disampaikan pasien untuk menjamin akurasi
f. Gunakan penerjemah jika perlu
2. Defisit perawatn diri : hygine, berhias, makan, atau ke toilet
a. Minta klien mengidentifikasi dan menggunakan fasilitas untuk
memperoleh makanan dan tempat berlindung. Klien harus membuat
rutinitas yang konsisten dan nyaman untuk memenuhi kebutuhan
dasar.
b. Berikan pakaian yang cukup kepada klien, dan ajarkan cara untuk
merawat
c. Ajari, identifikasi fasilitas, dan bantu klien untuk memenuhi
kebutuhanhigine dan kesehatan. Klien memerlukan banyak sumber dan
bantuan untuk melakukan aktivitas berhias dan mandi.

9
d. Anjurkan klien untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi dasar
dengan rekan sebaya maupun dengan staf.

Psikotik

a. Singkirkan benda- benda yang dapat membahayakan dari lingkungan


sekitar pasien
b. Berikan obat-obatan sesuai program terapi pengobatan. Pantau
keefektifan obat- obatan dan efek sampingnya.
c. Pertahankan agar lingkungan pasien pada tingkat stimulus yang
rendah, tidak banyak orang, dekorasi sederhana, tingkat kebisingan
rendah.
d. Temani pasien untuk memperlihatka dukungan selama aktivitas
kelompok yang mungkin merupakan hal yang menakutkan atau sukar
untuk pasien.
e. Motivasi pasien untuk mengatakan perasaan yang sebenarnya.

10
NAPZA

A. Pengertian
Zat adiktif atau istilah yang paling dikenal kalangan masyarakat luas
dengan istilah narkoba adalah berasal dari kata narkotik dan bahan adiktif.
Istilah tersebut kemudian berkembang menjadi napza, yang merupakan
kependekan dari narkotik, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
Narkotik adalah obat-obatan yang bekerja pada susunan saraf pusat dan
digunakan sebagai analgesik (pengurang rasa sakit) pada bidang kedokteran.
Psikotropika adalah obat-obatan yang efek utamanya pada aktivitas mental
dan perilaku, biasanya digunakan untuk pengobatan gangguan kejiwaan.
Bahan adiktif adalah bahan yang apabila digunakan dapat menimbulkan
kecanduan atau ketergantungan. Pemakai dapat merasa tenang, merasa segar,
bersemangat, menimbulkan efek halusinasi, dan memengaruhi suasana
perasaan pemakai. Efek inilah yang sering dimanfaatkan pemakai saat ia
merasa kurang percaya diri, khawatir tidak diakui sebagai kawan, melarikan
diri dari permasalahan, atau bahkan hanya untuk sekedar rekreasi (bersenang-
senang).
Tanpa disadari, narkoba sekali digunakan akan menimbulkan
keinginan mencoba lagi, merasakan lagi, dan mengulang terus sampai
merasakan efek dari obat-obatan yang dikonsumsi, yang akibatnya akan
terjadi overdosis. Jika tidak mengonsumsi, maka tidak tahan untuk memenuhi
keinginannya, tetapi jika mengonsumsi akan khawatir mati akibat overdosis.
Hal ini merupakan lingkaran setan. Oleh karena itu, narkoba sekali dicoba
akan membelenggu seumur hidup.

11
B. Jenis-Jenis Zat Adiktif
Saat membahas penyalahgunaan zat adiktif, maka akan ditemukan
beberapa istilah seperti zat adiktif, zat psikoaktif, dan narkotik. Zat adiktif
adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat menimbulkan
kecanduan atau ketergantungan. Zat psikoaktif adalah golongan zat yang
bekerja secara selektif terutama pada otak, sehingga dapat menimbulkan
perubahan pada perilaku, emosi, kognitif, persepsi dan kesadaran seseorang.
Ada dua macam zat psikoaktif, yaitu bersifat adiksi dan nonadiksi. Zat
psikoaktif yang bersifat nonadiksi adalah obat neuroleptika untuk kasus
gangguan jiwa, psikotik, dan obat antidepresi.
Narkotik adalah istilah yang muncul berdasar Undang-Undang
Narkotika Nomor 9 Tahun 1976, yaitu zat adiktif kanabis (ganja), golongan
opioida, dan kokain. Ketiga istilah ini sering disebut sebagai narkoba, yang
kemudian berkembang menjadi istilah napza.

C. Akibat Penggunaan Zat Adiktif


Seseorang yang menggunakan zat adiktif akan dijumpai gejala atau
kondisi yang disebut intoksikasi (teler) yaitu kondisi zat adiktif tersebut
bekerja dalam susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan memori,
perilaku, kognitif, alam perasaan, dan kesadaran. Apabila seseorang
menggunakan berulang kali atau sering secara berkesinambungan, maka akan
dicapai suatu kondisi toleransi, yaitu terjadinya peningkatan jumlah
penggunaan zat adiktif untuk mencapai tujuan dari pengguna (memerlukan
dosis lebih tinggi untuk mencapai efek yang diharapkan). Kondisi toleransi ini
akan terus berlangsung sampai mencapai dosis yang optimal (overdosis). Pada
pemakaian yang terus-menerus tercapai, maka menyebabkan tingkat dosis
toleransi yang tinggi. Pengguna zat adiktif bila menghentikan atau tidak
menggunakan zat adiktif lagi akan menimbulkan gejala-gejala sindroma putus
zat atau pasien dalam kondisi withdrawal  .

12
Gejala-gejala intoksikasi dan putus zat berbeda untuk masing-masing zat,
seperti pada table di bawah ini

RENTANG RESPONS GANGGUAN PENGGUNAAN ZAT ADIKTIF

Eksperimental Rekreasional Situasional Penyalahgunaan Ketergantungan

1. Eksperimental adalah kondisi penggunaan tahap awal, yang disebabkan


rasa ingin tahu. Biasanya dilakukan oleh remaja, yang sesuai tumbuh
kembangnya ingin mencari pengalaman baru atau sering juga dikatakan
sebagai taraf coba-coba.
2. Rekreasional adalah penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul
dengan teman sebayanya, misalnya waktu pertemuan malam minggu,
ulang tahun, dan sebagainya. Penggunaan ini bertujuan untuk
rekreasi bersama teman sebayanya.
3. Situasional merupakan penggunaan zat yang merupakan cara
untukmmelarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Biasanya
individu menggunakan zat bila sedang dalam konflik, stres, dan frustasi.
4. Penyalahgunaan adalah penggunaan zat yang sudah bersifat patologis,
sudah mulai digunakan secara rutin, paling tidak sudah berlangsung
selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku, serta mengganggu
fungsi peran di lingkungan sosialnya, pendidikan, dan pekerjaan.
Walaupun pasien menderita cukup serius akibat menggunakan, pasien
tersebut tidak mampu untuk menghentikan.

13
5. Ketergantungan adalah penggunaan zat yang sudah cukup berat, sehingga
telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik
ditandai dengan kondisi toleransi dan sindroma putus zat.

D. Zat Adiktif Yang Disalahgunakan


Zat adiktif yang biasa digunakan ini penting diidentifikasi untuk
mengkaji masalah keperawatan yang mungkin terjadi sesuai dengan zat yang
digunakan.

Golongan Jenis
Opioida Morfin, heroin (puthao), candu, kodein, petidin.
Kanabis Ganja (mariyuana), minyak hasish.
Kokain Serbuk kokain, daun koka.
Alkohol Semua minuman yang mengandung
ethyl alkohol, seperti brandy, bir, wine, whisky,
cognac, brem, tuak, anggur cap orang tua, dan lain-
lain.
Sedatif   – Hipnotik Sedatin (BK), rohipnol, mogadon,
dulomid, nipam, mandrax.
MDA (Methyl Dioxy Amfetamin, benzedrine, dexedrine
Amphe tamine)
MDMA (Methyl Ekstasi
Dioxy Meth
Amphetamine)
Halusinogen LSD, meskalin, jamur, kecubung.
Solven & Inhalasia Glue (aica aibon), aceton, thinner,
 N2O.
Nikotin Terdapat dalam tembakau.
Kafein Terdapat dalam kopi

E. Permasalahan Yang Sering Timbul

14
Ada berbagai macam masalah kesehatan yang sering muncul pada
keadaan penyalahgunaan zat, antara lain sebagai berikut.
1. Ancaman Kehidupan (Kondisi Overdosis)
Tahap ini kondisi pasien sudah cukup serius dan kritis, penggunaan
cukup berat, tingkat toleransi yang tinggi, serta cara penggunaan yang
impulsif. Masalah kesehatan yang sering timbul antara lain sebagai berikut.
a) Tidak efektifnya jalan napas (depresi sistem pernapasan) berhubungan
dengan intoksikasi opioida, sedatif hipnotik, alkohol.
b) Gangguan kesadaran berhubungan dengan intoksikasi sedatif hipnotik,
alkohol.
c) Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan
delirium tremens (putus zat alkohol).
d) Amuk berhubungan dengan intoksikasi sedatif hipnotik.
e) Potensial melukai diri/lingkungan berhubungan dengan intoksikasi
alkohol, sedatif hipnotik.
f) Potensial merusak diri/bunuh diri berhubungan dengan putus zat
MDMA (ekstasi).
2. Kondisi Intoksikasi
a) Cemas berhubungan dengan intoksikasi ganja.
b) Perilaku agresif berhubungan dengan intoksikasi sedatif hipnotik,
alkohol.
c) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan intoksikasi sedative
hipnotik, alkohol, opioida.
d) Gangguan kognitif berhubungan dengan intoksikasi sedatif hipnotik,
alkohol, kanabis, opioida.
e) Gangguan rasa nyaman, seperti mual/muntah berhubungan dengan
intoksikasi MDMA (ekstasi).
3. Sindroma Putus Zat (Withdrawal)
a) Kejang berhubungan dengan putus zat alkohol, sedatif hipnotik.

15
b) Gangguan persepsi (halusinasi) berhubungan dengan putus zat alkohol,
sedatif hipnotik.
c) Gangguan proses berpikir (waham) berhubungan dengan putus zat
alkohol, sedatif hipnotik.
d) Gangguan tidur (insomnia, hipersomnia) berhubungan dengan putus
zat alkohol, sedatif hipnotik, opioida, MDMA (ekstasi).
e) Gangguan rasa nyaman (mual, muntah) berhubungan dengan putus zat
alkohol, sedatif hipnotik, opioida.
f) Gangguan rasa nyaman (nyeri sendi, otot, tulang) berhubungan dengan
putus zat opioida.
g) Gangguan afektif (depresi) berhubungan dengan putus zat MDMA
(ekstasi).
h) Perilaku manipulatif berhubungan dengan putus zat opioida.
i) Terputusnya program perawatan (melarikan diri, pulang
paksa) berhubungan dengan kurangnya sistem dukungan keluarga.
j) Cemas (keluarga) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dalam
merawat pasien ketergantungan zat adiktif.
k) Potensial gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan
dengan putus zat opioida.
4. Pascadetoksikasi (Rehabilitasi Mental Emosional)
a) Gangguan pemusatan perhatian berhubungan dengan dampak
penggunaan zat adiktif.
b) Gangguan kegiatan hidup sehari-hari (activity daily life — ADL)
berhubungan dengan dampak penggunaan zat adiktif.
c) Pemecahan masalah yang tidak efektif berhubungan dengan kurang
pengetahuan, pola asuh yang salah, dan tidak mampu asertif.
d) Gangguan konsep diri (harga diri rendah) berhubungan dengan
pemecahan masalah yang tidak adekuat sehingga
melakukan penggunaan zat adiktif.

16
e) Kurang kooperatif dalam program perawatan berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan perawatan gangguan penggunaan zat adiktif.
f) Potensial melarikan diri berhubungan dengan ketergantungan
psikologis ganja dan alkohol.
g) Potensial kambuh (relaps) berhubungan dengan kurang/tidak adanya
sistem dukungan keluarga.

F. Tindakan
Prinsip tindakan keperawatan pada pasien penyalahgunaan napza
disesuaikan dengan masalah keperawatan yang timbul (seperti yang telah
disebutkan di atas). Misalnya, pada kondisi overdosis maka usahakan pasien
tidak mengalami ancaman kehidupan yang dapat menimbulkan kematian.
Pada kondisi intoksikasi usahakan agar :
1. pasien tidak mengalami perilaku amuk, agresif,
2. cemas pasien berkurang,
3. rasa nyaman terpenuhi, dan
4. bawalah pasien ke tempat pelayanan kesehatan.

G. Pencegahan Penyalahgunaan Napza


Beberapa materi pendidikan kesehatan yang dapat diberikan pada kelompok
risiko tinggi. Orang tua serta masyarakat umum mengetahui hal-hal yang
berkaitan kewaspadaan-kewaspadaan terhadap pengguna dan sikap preventif
yang dapat dilakukan, di antaranya sebagai berikut.
1. Waspadai jika ditemukan benda-benda seperti:
a) jarum suntik,
b) kertas timah,
c) CD bekas atau kartu telepon yang permukaannya bergores,
d) bong,
e) botol dengan pipa yang berbentuk unik,

17
f) lintingan uang kertas atau balok-balok serupa gelas kubus yang
tengahnya berlubang.
2. Waspadai jika saudara atau teman memperlihatkan ciri-ciri sebagai
berikut.
a) Prestasi sekolah menurun secara drastis/anjlok.
b) Pola tidur berubah, misalnya pagi susah dibangunkan dan malam
suka begadang.
c) Selera makan berkurang.
d) Banyak mengurung diri dalam kamar, menghindari bertemu anggota
keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak makan
bersama.
e) Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya, dan
mulai suka berbohong.
f) Mabuk, bicara pelo (cadel), dan jalan sempoyongan.
3. Kenali penggunaan bahasa yang sering digunakan di antara bandar
dan pengguna napza
Tindakan yang dapat dilakukan sebagai sikap preventif, di antaranya
sebagai  berikut.
a) Lengkapi diri dengan informasi tentang penyalahgunaan napza dan
dampaknya.
b) Hindari lingkungan yang kurang kondusif.
c) Kembangkan sikap asertif.
d) Meningkatkan keinginan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.
e) Segera mencari bantuan apabila menghadapi masalah.
f) Mencari dan menciptakan aktivitas yang produktif dan positif.

18
Asuhan Keperawatan Klien Kelompok Khusus : Penyalagunaan
NAPZA

A. Pengkajian
1. Pengkajian
a. Fisik

19
Data pengkajian yang mungkin ditemukan pada klien degan
penggunaan pada saat pengkajian adalahh sebagai berikut: nyeri,
gangguan pola menurunya selera makan, konstipasi, diare, perilaku
seks melanggar kemunduran dalam kebersihan diri, potensial
komplikasi, jantung, hati, dan sebagainya, infeksi pada paru paru .
Sedangkan sasaran yang inggin dicaoai agar klien mampu umtuk
teratur dalam pola hidupnya.
b. Emosiaonal
Perasaan gelisah (takut kalu diketahui), tidak percaya diri, curiga dan
berdaya.sasaran yang ingin dicapai adalah agar klien mampu
mengontrol dan mengendalikan diri sendiri.
c. Sosial
Lingkungan social yang akrab dengan klien biasanya adalah teman
guna zat, anggota keluarga lain pengguna zatdi lingkungan sekolah,
kampus yang digunakan oleh para pengedar
d. Intelektual
Pikiran yang selalu ingin menggunakan zat adiktif, perasaan ragu
untiuk beraktivitas sekolah atau kuliah menurun sampai berhenti,
pekerjaan to sasatan yang ingin dicapai adalah agar klien mmapu
berkonsentrasi meningkatkan daya piker ke hal- hal positif.
e. Spiritual
Kegiatan keagamaan tidak ada, nilai- nilai kebaikan ditinggalkan
karena bahan perilaku(tidak jujur, mencuru, mengancam, dan lain-
lain). sasaran yang hendak dicapai adalah mampu meninngkatkan
ibadah , melaksanakan nilai-nilai kebaikan.
f. Keluarga
Ketakutan akan perilaku klien, malau pada masyarakat, penghamburan
dan pengurasan secara ekonomi oleh klien komunikasi dan pola asuh
tidak efektif, dukungan moril terhadap klien tidak terpenuhi. Sasaran

20
yang hendak dicapaii adalah keluarga mampu merawat klien yang
pada akhirnya mencapai tujuan utuma mengontrol yhaitu
mengantisipasi terjadinya kekambuhan (relaps)
2. Faktor Prediposisi
Kaji hal hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien memnjadi
pecandu? pengguuna NAPZA baikk dari pasien atau keluarga.
3. Fisik
Pengkajian fisik biasanya difokuskan pada sistem dan fiungsi organ
akibat gejala yang timbul dari jenis NAPZA yang digunakan seperti
tanda-tanda vital, berat badan, dan lain-lain.
4. Psikososial
a. Genogram
Terdiri minimal 3 generasi yang dapat menggambarkan hbuungan
dengan klien dan keluarga.
b. Konsep Diri
1) Gambaran diri : Klien merasa dirinya baik – baik saja.
2) Identitas : Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya sndiri.
3) Peran : Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara
4) Ideal diri : Klien menginginkan keluarga dari orang lain yang
menginginkannya.
5) Harga diri : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap
perannya.

c. Hubungan social
Klien penyalagunaan NAPZA biasanya menarik diri dari aktivitas
berharga maupun masyarakat. klien serng menghindari kontak mata
langsung, sering berbohong dan lain sebagianya.
d. Spiritual

21
nilai dan keyakinan : menurut masyarakat NAPZA tidak baik untuk
kesehtan.
Kegiatan ibadah : tidak menjalankan ibadah selama menggunakan
NAPZA
5. Status Mental
a) Penampilan
Penampilan tidak rapi, tidak sesuai dengan dan cara berpakaiaan
tidak seperti yang dijelaskan.
b) Pembicaraan
Amati pembicraan pada klien apakah cepat, keras, gagap, membisu,
apatis, atau gagap
c) Aktivitas motoric
klien biasanya menunjukan keadaa lesu, tegang gelisah, agitasi,
tremor dan atau komfulsif akibat penggunaan atau tidak
menggunakan NAPZA.
d) Alam perasaan
Klien bisa menjukan ekspresi gembira berlebihan pada saat
mengonsumsi jenis psikotropika atau gelisah pada pecandu sabu.
e) Afek
Pada umumnya efek yang muncul adalah emosi yang tidak
terkendali. afek datar muncul pad apecandu morfin karena
mengalami penurunan kesadaran.
f) Interaksi selama wawancara
Secara umum, sering menghindari kontak mata dan mudah
tersinggaung. Pecandu ammfetamin menunjukan perasaan gelisah.
g) Persepsi
Pada pecandu ganja dapat mengalami halusinasi penglihatan
h) Proses piker

22
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa
shingga menunjukan tangensial. Bebersp NAPZA menimbulkan
penurunan kesadaran, sehingga klien mmuungkin kehilangan sosiasi
dalam berkomuunikkasi dan berpikir.
i) Isi piker
Pecandu NAPZA mudah percaya mistik, sedangkan amfetamin
menyebabkan perilaku phobia.
Pecandu amfetamin dapat mengalami waham curiga akibat
paranoidnya.
j) Tingkat kesadaran
Menunjukan perilaku bingung disorientasi dan sedasi akibat
pengaruh NAPZA
k) Memori
Golongan NAPZA yang menmbulkan penurunan kesadara mungkin
akan menunjukan gangguan daya ingat jangka pendek.
l) Konsentrasi
secara umum klien NAPZA mengalami penurunan konsentrasi,
pengguuna ganja mengalami penurunan berhitung.
m) Daya Tarik diri
6. Mekanisme Koping
Maladatif
7. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Klien NAPZA tentu bermasalah dengan psikososial maupun lingkungan
8. Pohon Masalah

23
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Intoksikasi
3. penyalagunaan zat
4. harga diri rendah
5. gangguan konsep diri
6. Koping individu tidak efektif

C. Intervensi
SP 1
1. Mengidentifikasi tanda dan gejala , penyebab dan akibat perilaku
kekerasan.
2. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1:
Tarik nafas dalam dan fisik 2: pukul kasur/ bantal

24
3. Melatih memasukan kegiatan Tarik nafas dalam dan pukul bantal/ kasur
ke dalam jadwal kegiatan harian

SP 2

1. menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat


secara teratus menggunakan prinsip 6 benar.
2. Mendiskusikan manfaa minm obat dan kerugian tidak minum obat.
3. Melatih cara minuum obat secara teratur menggunakan prinsip 6 benar
4. Melatih memasukan kegiatan minum obat secara teratur ke dalam jadwal
kegiatan harian.

SP 3

1. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan verbal/ bicara


baik-baik.
2. Melatih cara verbal/ bicara baik-baik.
3. Melatih memasukan kegiatan bicara baik-baik ke dalam jadwal kegiatan
harian.

SP 4

1. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan cara spiritual.


2. Melatih cara spiritual
3. Melatih klien memasukan kegiatan spiritual ke dalam jadwal kegiatan
harian

25
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Gangguan mental atau penyakit kejiwaan adalah pola psikologis atau


perilaku yang pada umumnya terkait dengan stress atau kelainan mental yang
tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal pada manusia
Beberapa klien dengan gangguan jiwa memerlukan bantuan dalam
mengembangkan jaringan pendukung masyarakat karena mereka sering sekali
dijauhi oleh keluarga dan rekan sebaya. Masalah emosi yang dialami klien ini
sering kali disertai kesulitan seperti rasa curiga, keterbatasan rentang
perhatian, tidak dapat berkonsentrasi, dan gangguan dalam berfikir dan
mempersepsikan sesuatu. Beban tambahan tersebut mempersulit klien untuk
memiliki kontak soisal dengan orang lain.
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan
individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham
atau perilaku kacau/ aneh. Gangguan psikotik singkat/ akut didefinisikan
sebagai suatu gangguan kejiwaan yang terjadi selama 1 hari sampai kurang
dari 1 bulan, dengan gejala psikosis, dan dapat kembali ke tingkat fungsional
premorbid.

26
Daftar Pustaka

Abduh, Much.(2013), “Tahun 2016Bandung BebasGelendangan Dan


Pengemis” dalam http://rehsos.depsos.go.id
Baihaqi, Sunardi, Riksma N.Rinalti Akhlan, danEuisHeryati. (2007), Psikiatri
Konsep danGangguan-gannguan.Bandung: RefikaAditama
Karnadi. (2014). Model Rehabilitasisosial Gelandangan Psikotik Berbasis
Masyarakat. demak
Yusuf, Risky Fitryaari, Hanik Ending Nihayati. 2015.Buku Ajar Keperawatan
Kesehtan  Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
https://id.scribd.com/document/394170554/Asuhan-keperawatan-klien
https://www.scribd.com/document/401268415/Askep-Jiwa-Gangguan

27

Anda mungkin juga menyukai