Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Kelompok 1
FAKULTAS KESEHATAN
2021/2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentu kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya baik
itu berupa sehat fisik maupun pikiran, sehingga penyusun mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari Mata Kuliah Keperawatan Kesehatan Jiwa II.
Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penuyusun mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penyusun mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Penyusun juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
pengampu kami yang telah membimbing dalam menyusun makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Penyusun
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................6
C. Tujuan..............................................................................................................................................6
BAB II.........................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................7
A. Definisi............................................................................................................................................7
B. Etiologi............................................................................................................................................8
C. Jenis-jenis waham............................................................................................................................9
D. Proses terjadinya waham...............................................................................................................10
E. Tanda dan gejala waham................................................................................................................11
F. Manifestasi klinik waham.............................................................................................................11
G. Penatalaksanaan waham................................................................................................................12
H. Mekanisme koping waham............................................................................................................12
I. Asuhan keperawatan waham..........................................................................................................13
J. Strategi Pelaksana (SP)..................................................................................................................21
K. Implementasi.................................................................................................................................21
BAB III......................................................................................................................................................36
PENUTUP.................................................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................37
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik,
mental dan social, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Menurut UU
Kesehatan RI no. 23 tahun 1992, sehat adalah keadaan sejahtera tubuh, jiwa, social yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis.
Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk sejumlah
system biologis dan kondisi penyesuaian.
Kesehatan jiwa adalah satu kondisi sehat emosional psikologis, dan social yang
terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif,
konsep diri yang positif, dan kestabilan emosionl (Videbeck, 2008)
Gangguan jiwa didefenisikan sebagai suatu sindrom atau perilaku yang penting
secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitakan dengan adanya distress
(misalnya gejala nyeri) atau disabilitas (kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang
penting) (Videbeck, 2008). Menurut World Health Organization (WHO), Kesehatan jiwa
merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan jiwa, dan
memiliki sikap positif untuk menggambarkan tentang kedewasaan serta kepribadiannya.
Menurut data WHO pada tahun 2012 angka penderita gangguan jiwa mengkhawatirkan
secara global, sekitar 450 juta orang yang menderita gangguan mental. Orang yang
mengalami gangguan jiwa sepertiganya tinggal di Negara berkembang, sebanyak 8 dari
10 penderita gangguan mental itu tidak mendapatkan perawatan. (Kemenkes RI, 2012).
Waham atau delusi adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat,
tidak sesuai dengan kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang
budaya, selalu dikemukakan berulang-ulang dan berlebihan biarpun telah dibuktikan
kemustahilannya atau kesalahannya atau tidak benar secara umum. Waham merupakan
salah satu jenis gangguan jiwa. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan
beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada penderita skizofrenia.
Semakin akut psikosis semakin sering ditemui waham diorganisasi dan waham tidak
sistematis. Kebanyakan pasien skizofrenia daya tiliknya berkurang dimana pasien tidak
menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhadap pengobatan, meskipun gangguan
pada dirinya dapat dilihat oleh orang lain (Tomb, 2003 dalam Purba, 2008).
Waham terjadi karena munculnya perasaan terancam oleh lingkungan, cemas,
merasa sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi sehingga individu mengingkari
ancaman dari persepsi diri atau objek realitas dengan menyalah artikan kesan terhadap
kejadian, kemudian individu memproyeksikan pikiran dan perasaan internal pada
lingkungan sehingga perasaan, pikiran, dan keinginan negatif tidak dapat diterima
menjadi bagian eksternal dan akhirnya individu mencoba memberi pembenaran personal
tentang realita pada diri sendiri atau orang lain ( Purba, 2008 ).
Adapun standar asuhan keperawatan yang diterapkan pada klien dalam
keperawatan jiwa yaitu strategi pelaksanaan komunikasi teraupetik. Dalam melakukan
strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat mempunyai empat tahap komunikasi,
yang setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat. Empat
tahap tersebut yaitu tahap prainteraksi (pengumpulan data tentang klien, membuat
rencana tindakan kegiatan, waktu dan tempat), tahan orientasi atau perkenalan (Salam,
perkenalan perawat), kerja (keluhan utama) dan tahap terminasi (evaluasi). Dalam
membina hubungan terapeutik perawat dan klien, diperlukan ketrampilan perawat dalam
berkomunikasi untuk membantu memecahkan masalah klien. Perawat harus hadir secara
utuh baik fisik maupun psikologis terutama dalam penampilan maupun sikap pada saat
berkomunikasi dengan klien.
Peran dan fungsi perawat adalah memberikan Asuhan keperawatan terhadap klien
seperti memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kesehatan fisik, perawat juga dapat
melakukan pendekatan spiritual, psikologis dan mengaplikasikan fungsi edukatornya
dengan memberikan penyuluhan kesehatan terhadap klien sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan pengetahuan klien dengan keluarga yang nantinya diharapkan dapat
meminimalisir resiko maupun efek yang muncul dari gangguan waham.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Waham ?
2. Bagaimana etiologi Waham ?
3. Apa saja jenis-jenis Waham ?
4. Bagaimana proses terjadinya Waham ?
5. Apa saja tanda dan gejala Waham ?
6. Bagaimana manifestasi klinik Waham ?
7. Bagaimana penatalaksanaan Waham ?
8. Bagaimana mekanisme koping Waham ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan Waham ?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui definisi Waham
2. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi Waham
3. Mahasiswa mampu mengetahui jenis-jenis Waham
4. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana proses terjadinya Waham
5. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala Waham
6. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinik Waham
7. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan Waham
8. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan Waham
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Skizofenia merupakan gangguan mental yang menahun dengan gangguan emosi,
pikiran, persepsi dan perilaku dengan prevelensi 1 % di dunia (Lally et al., 2016). Kasus
skizofrenia merupakan pemburukan dari fungsi psikososial dan kehilangan keterampilan
(Medalia and Thysen, 2008). Jenis-jenis skizofrenia dalam DSM IV TR yang direvisi
pada DSM V salah satu dari jenisnya yaitu tipe paranoid dengan adanya waham dan/atau
halusinasi, tetapi tidak ada gangguan pemikiran, perilaku yang tidak teratur atau
ketumpulan afektif (American Psychiatric Association, 2010).
Proses berfikir meliputi proses pertimbangan (judgment), pemahaman
(comprehension), ingatan serta penalaran (reasoning). Arus idea simbul atau asosiasi
yang terarah kepada tujuan dan yang di bangkitkan oleh suastu masalah atau tugas dan
yang menghantarkan kepada suatu penyelesaian yang terorientasi pada kenyataan
merupakan proses berfikir yang normal. Aspek proses berfikir dibedakan menjadi tiga
bentuk yaitu bentuk pikiran, arus pikiran dan isi pikir. Gangguan isi pikir dapat terjadi
baik pada isi pikiran non verbal maupun pada isi pikiran verbal diantaranya adalah
waham (Marasmis, 2005).
Waham adalah keyakinan keliru yang sangat kuat yang tidak dapat dikurangi
dengan menggunakan logika (Ann Isaac, 2004). Waham adalah keyakinan tentang suatu
isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensia
dan latar belakang kebudayaannya, biarpun dibuktikan kemustahilannya (Maramis,W.F,
1995).
B. Etiologi
Townsend (1998, hal 158) menagatakan bahwa ‘hal-hal yang menyebabkTean
gangguan isi pikir : waham adalah ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain,
panic, menekan rasa takut stress yang berat yang mengancam ego yang lemah.,
kemungkinan factor herediter”.
Secara khusus factor penyebab timbulnya waham dapat diuraikan dalam
beberapa teori yaitu :
a. Factor Predisposisi
Menurut Townsend (1998, hal 146-147) factor predisposisi dari perubahan isi pikir :
waham kebesaran dapat dibagi menjadi dua teori yang diuraikan sebagai berikut :
a. Teori Biologis
1) Faktor-faktor genetic yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan suatu
kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan yang sama
(orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).
2) Secara relative ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan skizoprenia
mungkin pada kenyataanya merupakan suaru kecacatan sejak lahir terjadi pada bagian
hipokampus otak. Pengamatan memperlihatkan suatu kekacauan dari sel-sel pramidal
di dalam otak dari orang-orang yang menderita skizoprenia.
3) Teori biokimia menyatakan adanya peningkata dupamin neorotransmiter yang
dipertukarkan mengahasilkan gejala-gejala peningkatan aktifitas yang berlebihan dari
pemecahan asosiasiasosiasi yang umumnya diobservasi pada psikosis.
b. Teori Psikososial
1) Teori sistem keluarga Bawen dalam Townsend (1998) menggambarkan perkembangan
skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga. Konflik diantara suami istri
mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam anak akan menghasilkan keluarga yang
selalu berfokus pada ansietas dan suatu kondisi yang lebih stabil mengakibatkan
timbulnya suatu hubungan yang saling mempengaruhi yang berkembang antara orang tua
dan anak-anak. Anak harus meninggalkan ketergantungan diri kepada orang tua dan
masuk kepada masa dewasa, dimana di masa ini anak tidak akan mampu memenuhi
tugas perkembangan dewasanya.
2) Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis akan
menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan kecemasan. Anak menerima
pesan-pesan yang membingungkan dan penuh konflik dan orang tua tidak mampu
membentuk rasa percaya tehadap orang lain.
3) Teoti psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu ego yang
lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan saling mempengaruhi orang
tua dan anak . karena ego menjadi lebih lemah penggunaan mekanisme pertahanan itu
pada waktu kecemasan yang ekstrem mennjadi suatu yang maladaptive dan perilakunya
sering kali merupakan penampilan dan sekmen diri dalam kepribadian.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998, hal 310) factor presipitasi dari
perubahan isi pikir : waham kebesaran yaitu :
1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan nerobiologis yang maladaptive termasuk
gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur perubahan isi informasi dan
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.
2) Stress lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3) Pemicu gejala
Pemicu yang biasanta terdapat pada respon neurobiologist yang maladaptive
berhubungan denagn kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku individu, seperti : gizi
buruk, kurang tidur,infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau lingkunag yang penuh kritik,
masalah perumahan, kelainan terhadap penampilan, stress agngguan dalam berhubungan
interpersonal, kesepian, tekanan, pekerjaa, kemiskinan, keputusasaan dan sebaigainya.
C. Jenis-jenis waham
Adapun jenis-jenis waham menurut Marasmis, Stuart and Sundeen ( 1998) dan Keliat
(1998) waham terbagi atas beberapa jenis, yaitu:
a. Waham agama : keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan diucapkan
beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
b. Waham kebesaran : klien yakin secara berlebihan bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuatan khusus diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
c. Waham somatic : klien meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya teganggu dan
terserang penyakit, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
d. Waham curiga : kecurigaan yang berlebihan dan tidak rasional dimana klien yakin
bahwa ada seseorang atau kelompok orang yang berusaha merugikan atau mencurigai
dirinya, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
e. Waham nihilistic : klien yakin bahwa dirinya sudah ridak ada di dunia atau sudah
meninggal, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi , setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat.
G. Penatalaksanaan waham
Perawatan dan pengobatan harus secepat mungkin dilaksanakan karena, kemungkinan dapat
menimbulkan kemunduran mental. Penatalaksanaan klien dengan waham meliputi farmako
terapi, ECT dan terapi lainnya seperti: terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatik, terapi
seni, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spritual dan terapi okupsi yang semuanya
bertujuan untuk memperbaiki prilaku klien dengan waham pada gangguan skizoprenia.
Penatalaksanaan yang terakhir adalah rehablitasi sebagai suatu proses refungsionalisasi dan
pengembangan bagi klien agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam
kehidupan masyarakat.
H. Mekanisme koping waham
Waham adalah anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan mekanisme ego spesifik,
reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham menggunakan mekanisme pertahanan
reaksi formasi, penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi formasi, digunakan sebagai pertahanan
melawan agresif, kebutuhan, ketergantungan dan perasaan cinta. Kebutuhan akan ketergantungan
ditransformasikan menjadi kemandirian yang kokoh. Penyangkalan, digunakan untuk
menghindari kesadaran akan kenyataan yang menyakitkan.
Proyeksi digunakan untuk melindungi diri dari mengenal impuls yang tidak dapat diterima
dari dirinya sendiri. Hypersensitifitas dan perasaan inferioritas telah dihipotesiskan telah
menyababkan reaksi formasi dan proyeksi waham dan suporioritas. Waham juga dapat muncul
dari hasil pengembangan pikiran rahasia yang menggunakan fantasi sebagai cara untuk
meningkatkan harga diri mereka yang terluka. (Dermawan, 2013)
K. Implementasi
SP 1 pasien : “Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki, dan mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi”
ORIENTASI:
“Selamat pagi, perkenalkan saya ... , saya perawat yang merawat mas di ruangan ini.. Kalo
boleh tau nama mas siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang mas X rasakan sekarang?”
“Berapa lama mas X mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?” “Dimana
enaknya kita berbincang-bincang, mas?”
KERJA:
“Saya mengerti mas X merasa bahwa mas X adalah seorang nabi, tapi sulit bagi saya untuk
mempercayainya karena setahu saya semua nabi sudah tidak adalagi, bisa kita lanjutkan
pembicaraan yang tadi terputus mas?”
“Tampaknya mas B gelisah sekali, bisa mas ceritakan apa yang
Ma X rasakan?”
“O... jadi mas X merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak untuk
mengatur diri mas sendiri?”
“Siapa menurut mas X yang sering mengatur-atur diri mas?”
“Jadi ibu yang terlalu mengatur-ngatur ya mas, apa kakak dan adik mas yang lain suka
mengatur-atur?”
“Kalau mas sendiri inginnya seperti apa?”
“O... bagus mas sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut mas”
“Wah..bagus sekali, jadi setiap harinya mas ingin ada kegiatan diruangan ini ya.
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan mas setelah berbincang-bincang dengan saya?”
”Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus”
“Bagaimana kalau jadwal ini mas coba lakukan, setuju mas?”
“Bagaimana kalau saya datang kembali dua jam lagi?”
”Kita bercakap-cakap tentang kemampuan yang pernah Mas miliki? Mau di mana kita
bercakap-cakap? Bagaimana kalau di sini lagi?”
SP 2 Pasien : “Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu
mempraktekkannya”
ORIENTASI
“Selamat pagi mas X, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus!”
“Apakah mas X sudah mengingat-ingat apa saja hobi atau kegemaran amas?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi mas X tersebut?”
“Berapa lama mas X mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit tentang hal
tersebut?”
KERJA
“Apa saja hobby mas X? Saya catat ya Mas, terus apa lagi?”
“Wah.., rupanya mas X pandai main catur ya, tidak semua orang bisa bermain catur seperti
itu lho mas”(atau yang lain sesuai yang diucapkan pasien).
“Bisa mas X ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main catur, siapa yang dulu
mengajarkannya kepada mas X, dimana?”
“Bisa mas X peragakan kepada saya bagaimana bermain catur yang baik itu?”
“Coba kita buat jadwal untuk kemampuan ini ya mas X, berapa kali seminggu mas X mau
bermain catur?”
“Apakah yang mas X harapkan dari kemampuan bermain catur ini?”
“Ada tidak hobi mas X selain bermain catur?”
TERMNASI
“Mas X karena sudah 20 menit, apakah mau akhiri percakapan ini atau dilanjutkan?”
“Bagaimana perasaan mas X setelah kita bercakap-cakap tentang hobi mas X?”
“Setelah ini coba mas X lakukan latihan catur sesuai dengan jadwal yang telah kita buat ya?”
“Bagaimana kalo nanti sebelum makan siang? Di kamar makan saja, apakah mas X setuju?”
SP 3 Pasien : “Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar”
ORIENTASI
“Selamat pagi mas X”
“Bagaimana mas sudah dicoba latihan caturnya? Bagus sekali”
“Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu bagaimana kalau sekarang kita membicarakan
tentang obat yang mas X minum?”
“Dimana kita mau berbicara? Di ruang tamu ini saja?”
“Berapa lama mas X mau kita berbicara? 20 atau 30 menit?
KERJA
“Mas X berapa macam obat yang diminum/ Jam berapa saja minum obat?”
“Mas X perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang”
“Obatnya ada tiga macam mas, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar tenang,
yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP
gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang,
dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut mas X terasa kering, untuk membantu mengatasinya amas
bisa banyak minum”.
“Sebelum minum obat ini mas X dan ibu mengecek dulu label di kotak obat apakah benar nama
mas tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum.
Baca juga apakah nama obatnya sudah benar”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum dalam waktu
yang lama. Agar tidak kambuh lagi sebaiknya mas X tidak menghentikan sendiri obat yang harus
diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter ya mas”.
TERMINASI
“Bagaimana mas, apakah mas X sudah faham tentang minum obat yang baik dan benar?”
“Bisa dijelaskan lagi mas?” “bagus”
“Kalo begitu mas harus minum obat yang teratur ya supaya tida kambuh lagi”
ORIENTASI
“Selamat pagi pak, bu, sesuai janji kita dua hari yang lalu kita sekarang ketemu lagi”
“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan dua hari yang lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?”
“Berapa lama bapak dan ibu punya waktu?”
KERJA
“Sekarang anggap saya B yang sedang mengaku-aku sebagai nabi, coba bapak dan ibu praktekkan
cara bicara yang benar bila B sedang dalam keadaan yang seperti ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada kemampuan yang dimiliki B. Bagus.”
“Sekarang coba cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan positifnya sesuai
jadual?”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat B”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada B?”(Ulangi lagi semua cara diatas
langsung kepada pasien)
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat B?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan ibu
membesuk mas X”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan
mencoba lagi cara merawat mas X sampai bapak dan ibu lancar melakukannya
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”
2. Masalah kedua : harga diri rendah
a. Proses keperawatan
1) Kondisi pasien
Klien mengatakan malu dan tak berguna, klien sering mengatakan dirinya tidak
mampu melakukan sesuatu, klien tampak sering menyendiri.
2) Diagnosa keperawatan : Harga diri rendah
b. Tindakan keperawatan untuk pasien
Tujuan :
1) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
3) Klien dapat memilih kemampuan yang akan digunakan
4) Klien mampu melakukan kegiatan sesuai kondisi pasien dan kemampuan yang
dimilikinya
SP 1 Pasien : “Mendiskusikan aspek positif yang dimiliki pasien, menilai kemampuan yang
masih dapat di lakukan, memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih
kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah
di latih dalam rencana harian’’
ORIENTASI
“Selamat pagi,bagaimana perasaan mas X pagi ini? Perkenalkan saya perawat A yang bertugas di
ruangan ini ya mas”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kegiatan yang pernah mas X lakukan?Setelah itu
kita akan nilai kegiatan mana yang masih dapat mas X lakukan”
“Setelah kita nilai kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih”
“Mas X menginginkan waktu berapa lama?Bagaimana kalau 20 menit”
“Mas X menginginkan tempatnya disini sajau atau dimana?”
KERJA
“Apa saja kemampuan yang dimiliki mas X?” “saya buat daftar ya”
“Kegiatan rumah yang biasanya mas X lakukan apa?”
“Wah bagus sekali, ada 5 kemampuan dan kegiatan yang mas X miliki”
“Dari 5 kegiatan ini manakah kegiatan yang bisa mas X lakukan di rumah sakit?” “Coba kita lihat,
yang pertama bisakah mas X ........yang kedua....sampai 5”
“Bagus sekali masih ada 3 kegiatan yang mas X bisa lakukan di rumah sakit”
“Sekarang coba mas X pilih satu saja kegiatan yang masih bisa dilakukan di rumah sakit ini”
“Kalau begitu, bagaimana kalau sekarang kita latihan merapikan tempat tidur mas X”
“Mari kita lihat tempat tidur mas X” “coba mas X lihat apakah tempat tidurnya sudah rapi?”
“Nah,sekarang mari kita rapikan dulu”
“Kita pindahkan dulu bantal dan selimutnya, setelah itu kita ambil sepreinya kemudian kita balik
kasurnya”
“Setelah itu, kita pasang lagi sepreinya, kita mulai dari atas” “ya bagus”
“Kemudian sekarang yang bawah, tarik dan masukkan,lalu bagian pinggirnya dimasukkan biar
rapi”
“Sekarang ambil bantal, rapikan, letakkan dibagian atas, dan selimutnya mari kita lipat dan taruh di
bagian bawah.” “bagus”
“Mas X sudah bisa merapikan tempat tidur dengan baik. Coba mas X perhatika sebelum dan sesudah
dirapikan”
“Coba mas X lakukan dan jangan lupa di catat dengan memberi tanda M (mandiri)apabila mas X
melakukannya tanpa disuruh. Kemudian beri tanda B (bantuan) apabila mas X melakukannya setelah
diingatkan. Dan beri tanda T (tidak) apabila mas X tidak mau melakukan”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan mas X setelah bercakap-cakap dan melatih untuk membersihkan tempat
tidur?"
“Mas X ternyata memiliki banyak kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit salah satunya
adalah merapikan tempat tidur yang sudah dilakukan dengan sangat baik. Nah kemampuan ini bisa
mas X praktikkan dirumah setelah mas X pulang nanti”
“Kalau begitu sekarang mari kita masukkan pada jadwal harian mas X, mas X mau merapikan
tempat tidur berapa kali dalam sehari?”
“Bagus,mas X mau melakukan pagi pagi ketika bangun tidur”
“Besok pagi kita latihan kemampuan kedua, mas X masih ingat kegiatan apa lagi yang yang bisa
dilakukan selain merapikan tempat tidur? Ya bagus ...besok kita latihan mencuci piring ya mas”
SP 2 Pasien : “Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan
pasien”
ORIENTASI
“Selamat pagi mas X, bagaimana perasaannya hari ini?”
“Bagaimana mas X apakah sudah merapikan tempat tidur seperti yang dijarkan kemarin pagi
ini?”
“Bagus, kalau sudah dilakukan sekarang kita akan latihan kemampuan kedua. Apakah masih
ingat kegiatan apa mas X?”
“Ya benar, sekarang kita akan latihan mencuci piring di dapur”
“Waktunya sekitar 10 menit. Mari kita ke dapur!”
KERJA
“Mas X sebelum kita mencuci piring, kita siapkan perlengkapannya yaitu sabut/spons untuk
membersihkan priring, sabun khusus mencuci piring, dan air untuk membilas. Mas X bisa
menggunakan air mengalir dari kran ini. Jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang
sisa-sisa makanan”
ORIENTASI
“Selamat pagi mas X, sesuai dengan janji saya, sekarang kita bertemu lagi”
“Apakah mas X sudah melakukan latihan Tarik nafas dalam dan pukul kasur atau bantal?”
“Apa yang ibu rasakan setelah latihan Tarik nafas dalam?”
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan caara minum obat yang benar untuk
mengontrol marah mas?”
“Mas x mau dimana kita bercakap-cakapnya? Berapa lama mas mau kita bercakap-cakap?
Bagaimana kalau ditempat tadi dan bercakap-cakap 15 menit?”
KERJA
“Apakah mas sudah mendapat obat dari dokter?”
“Berapa macam obat yang mas minum, warnanya apa saja, jam berapa mas X harus minum
obatnya?”
“Obatnya ada 3 macam mas, warna orange namanya CPZ gunanya agar pikiran mas tenang,
yang putih namanya THP agar mas rileks dan tidak tegang, dan yang merah jambu namanya
HLP agar rasa marah mas berkurang. Semuanya diminum 3xsehari pada jam 7 pagi, 2 siang,
dan 8 malam”
“Jika nanti setelah minum obat mas mulutnya terasa kering, mas dapat mengisap es batu.
Jika terasa berkunang-kunang, sebaiknya mas istirahat”
“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter karena
dapat terjadi kekambuhan kembali”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obat ke dalam jadwal ya mas”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan mas setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat?”
“Coba mas sebutkan lagi jenis obatnya dan bagaimana cara minum obat yang benar?”
“Sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang sudah kita pelajari? Sekarang kita
tambahkan jadwal minum obatnya dan minum secara teratur ya”
“Besok kita bertemu lagi uuntuk melihat perkembangan mas dalam melaksanakan kegiatan
SP 3 Pasien : “Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
spiritual”
ORIENTASI
“Selamat pagi mas, sesuai dengan janji saya kemarin, saya datang kemari”
“Bagaimana mas, latihan apa saja yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan setelah
melakukan latihan secara teratur?
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara selanjutnya untuk mencegah rasa marah dengan
cara ibadah?”
“Sebaiknya kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau ditempat biasa?”
“Berapa lama mas X mau kita berbincng-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
KERJA
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa mas X lakukan?”
“Kalau mas X sedang marah langsung duduk dan Tarik nfas dalam. Jika tidak marahnya tidak
reda, baringkan badan agar rileks. Jika tidak reda ambil air wudhu kemudian shalat”
“Mas X bisa melakukan shalat 5 waktu secara teratur untuk meredakan kemarahan”
“Coba mas X sebutkan shalat 5 waktu? Mau coba yang mana? Coba sebutkan caranya?”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan mas setelah kita berbincang-bincang selama 15 menit?”
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah ini dijadwal kegiatan mas”
“Coba sebutkan lagi cara ibadah yang daoat mas lakukan?”
A. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
klien (Dalami, 2009). Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap
tindakan yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua jenis yaitu : evaluasi proses
atau formatif dilakukan selesai melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil atau sumatif
dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus
yang telah ditentukan.
Menurut Yusuf (2015) evaluasi yang diiharapkan pada asuhan keperawatan jiwa dengan
gangguan proses pikir adalah:
1) Pasien mampu melakukan hal berikut:
a. Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan.
b. Berkomunikasi sesuai kenyataan.
c. Menggunakan obat dengan benar dan patuh.
2) Keluarga mampu melakukan hal berikut:
a. Membantu pasien untuk mengungkapkan keyakinannya sesuai kenyataan.
b. Membantu pasien melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan pasien.
c. Membantu pasien menggunakan obat dengan benar dan patuh.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai
dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang
lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan control
(Direja,2011).
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh di pertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal.Hal ini dikarenakan oleh
pemenuhan seluruh factor interaksi social yaitu dengan berusaha untuk menjadi orang
yang lebih dan berusaha besosialisasi dengan lingkungan.
B. SARAN
Bagi perawat dengan kasus waham seperti ini yang pertama terlebih dahulu harus
dilakukan dengan cara membina hubungan saling percaya dengan klien agar dapat klien
mengungkapkan semua perasaanya dan juga kita mendapatkan data yang lengkap dan
akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi Yogyakarta, Andi
Victoryna, F., et al. (2020). "Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Ners Untuk
Menurunkan Intensitas Waham Pasien Skizofrenia " Jurnal Keperawatan Jiwa 8: 45-
52.
Cristea, A., & Schulz, N. D. (2016). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健
康関連指標に関する共分散構造分析 Title. Revista Brasileira de Ergonomia, 9(August),
10.
https://www.infodesign.org.br/infodesign/article/view/355%0Ahttp://www.abergo.org.br/re
vista/index.php/ae/article/view/731%0Ahttp://www.abergo.org.br/revista/index.php/ae/artic
le/view/269%0Ahttp://www.abergo.org.br/revista/index.php/ae/article/view/106
Wijoyo, E. B., & Mutikasari. (2020). Asuhan keperawatan pada klien skizofrenia (waham) dalam
manajemen pelayanan rumah sakit: studi kasus. Jurnal Ilmiah Keperawatan Indonesia,
4(1), 63–72. http://jurnal.umt.ac.id/index.php/jik/article/viewFile/2881/1897
https://www.scribd.com/document/365750705/makalah-waham-jiwa
http://jurnal.umt.ac.id/index.php/jik/article/download/2881/1897
https://www.ilmulengkap.xyz/2017/01/makalah-keperawatan-jiwa-waham.html