Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA PADA NY.

Y (40
TAHUN) DENGAN GANGGUAN KOSEP DIRI : HARGA DIRI RENDAH
LAPAS PEREMPUAN KELAS 2 BANDUNG

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Jiwa

Dosen Pembimbing:

Shella Febrita Puteri Utomo, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Farhan Fauzi, S.Kep (402020041) Retno Anesti, S.Kep (402020028)

Yuthika Nurul Ihsani, S.Kep (402020046) Hanifa Nur A, S.Kep (402022030)

Sintia Mustopa, S.Kep (402020013) Achef Fajar Sidiq, S.Kep (402020042)

Asri Sartika Putri S, S.Kep (402020016)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat

menyeselaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa

Pada Ny. Y (40 Tahun) Dengan Gangguan Kosep Diri : Harga Diri Rendah Lapas

Perempuan Kelas 2 Bandung”.

Sehingga pada kesempatan ini, penyusun ingin menyampaikan rasa

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyusunan makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Karena

dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari bahwa kemampuan yang

dimiliki sangat terbatas, akan tetapi penyusun berusaha seoptimal mungkin untuk

menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya.

Oleh karena itu, penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata

sempurna, dari isi maupun sistematika penulisannya. Maka dengan kerendahan

hati, penyusun sangat mengharapkan adanya kritis dan saran yang dapat

membangun dan bersifat positif untuk kesempurnaan makalah asuhan

keperawatan ini.

Bandung,20 April 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................5

C. Tujuan........................................................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................7

A. Definisi Harga Diri Rendah.......................................................................7

B. Faktor yang berhungan dengan harga diri rendah.....................................8

C. Klasifikasi..................................................................................................8

D. Etiologi......................................................................................................9

E. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah.....................................................10

F. Sumber Koping........................................................................................11

G. Psikopatologi...........................................................................................12

H. Manisfestasi Klinis..................................................................................14

I. Manisfestasi Koping................................................................................15

J. Penatalaksanaan........................................................................................16

K. Pencegahan..............................................................................................18

BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................20

A. PENGKAJIAN........................................................................................22

B. Diagnose keperawatan Berdasarkan Prioritas.........................................27

C. Rencana Asuhan Tindakan Keperawatan................................................28

BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................41

ii
BAB V PENUTUP.................................................................................................47

A. Kesimpulan..............................................................................................47

B. Saran........................................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang

memungkinkan hidup harmonis dan produktif (Stuart & Sundeen, 2016).

Kesehatan jiwa dianggap sebagai unsur vital kesehatan secara keseluruhan.

Kesehatan tidak dilihat dari segi fisik saja tetapi dari segi mental juga harus

diperhatikan agar tercipta sehat yang holistic. Seseorang yang terganggu dari

segi mental dan tidak bisa menggunakan pikirannya secaranormal maka bisa

dikatakan mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa dapat mempengaruhi

fungsi kehidupan seseorang. Aktivitas penderita, kehidupan sosial, ritme

pekerjaan, serta hubungan dengan keluarga jadi terganggu karena gejala

ansietas, depresi, dan psikosis. Seseorang dengan gangguan jiwa apapun harus

segera mendapatkan pengobatan. Keterlambatan pengobatan akan semakin

merugikan penderita keluarga, dan masyarakat (Wijayati, Nasir, Hadi, &

Akhmad, 2020).

Menurut UU RI No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa,

Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang

secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,

dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Pada pasal 70

menjelaskan bahwa pasien dengan gangguan jiwa mendapatkan pelayanan

kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan jiwa sesuai dengan standar


2

pelayanan kesehatan jiwa, mendapatkan jaminan atas ketersediaan obat

psikofarmaka sesuai dengan kebutuhannya (Tuasikal, Siauta, & Embuai, 2019).

Menurut Sekretaris Jendral Departemen Kesehatan, kesehatan jiwa

saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara termasuk

Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi

memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada Masyarakat

(Kemenkes RI, 2015). Prevelensi gangguan jiwa diatas 100 jiwa per 1000

penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai 264 per 1000 penduduk

yang merupakan anggota keluarga, data hasil Survey Kesehatan Rumah

Tangga (SKRT) tahun 2014, artinya 2,6 kali lebih tinggi dari ketentuan WHO.

Ini sesuatu yang sangat serius dan World Bank menyimpulkan bahwa

gangguan jiwa dapat mengakibatkan penurunan produktivitas sampai dengan

8,5 % saat ini. Saat ini gangguan jiwa menempati urutan ke dua setelah

penyakit infeksi dengan 11,5 % (WHO,2015). Riset kesehatan dasar

menyebutkan 14,1 % penduduk mengalami gangguan jiwa dari yang ringan

hingga berat, kondisi ini ini di perberat melalui aneka bencana alam yang

terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Data jumlah pasien gangguan jiwa

di Indonesia terus bertambah, data dari 33 Rumah Sakit jiwa (RSJ) di seluruh

Indonesia menyebutkan hingga kini jumlah penderita gangguan jiwa berat

mencapai 2,5 juta orang.

Harga diri terkait dengan kemampuan seseorang untuk memiliki sikap

yang menguntungkan terhadap dirinya sendiri, dan untuk mempertahankan

keyakinan positif tersebut dalam situasi yang menantang, terutama situasi


3

ketika dievaluasi oleh orang lain. Orang dewasa yang memiliki harga diri yang

tinggi lebih cenderung memiliki kesejahteraan yang lebih tinggi, hubungan

sosial yang lebih baik, dan kepuasan dalam bekerja yang lebih baik dari rekan-

rekan mereka (Henriksen, Ranøyen, Indredavik, & Stenseng, 2017).

Harga diri rendah merupakan suatu kesedihan atau perasaan duka

berkepanjangan. Harga diri rendah adalah emosi normal manusia, tapi secara

klinis dapat bermakna patologik apabila mengganggu perilaku sehari – hari,

menjadi pervasive dan muncul bersama penyakit lain. Harga diri rendah terkait

dengan hubungan interpersonal yang buruk yang beresiko mengalami depresi

dan schizophrenia. Harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan negatif

terhadap diri sendiri termasuk hilangnya rasa percaya diri dan harga diri. Harga

diri rendah dapat terjadi secara situasional atau kronis. Harga diri rendah kronis

adalah evaluasi diri atau perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang

negatif dan di pertahankan dalam waktu yang lama. Harga diri rendah

merupakan perasaan over negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan

diri dan gagal mencapai tujuan yang di ekspresikan secara langsung maupun

secara tidak langsung melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat

(Wijayati et al., 2020).

Harga diri rendah dapat diketahui setelah seseorang diidentifikasi

berdasarkan ciri-ciri yang muncul, biasanya diawali oleh pengalaman

seseorang yang menimbulkan perasaan bersalah dan merasa gagal secara terus

menerus menghukum diri sendiri, sehingga mengakibatkan terjadinya

gangguan hubungan interpersonal, mengkritik diri sendiri dan orang lain.


4

Seseorang dengan harga diri rendah ditandai dengan munculnya perasaan tidak

mampu, pandangan hidup yang pesimis, penurunan produktifitas, penolakan

terhadap kemampuan diri, tidak memiliki kemauan untuk bergaul dengan orang

lain. Ganguan harga diri rendah dapat diklasifikasikan menjadi harga diri

rendah psikotik dan non-psikotik. Harga diri rendah psikotik disebabkan oleh

gangguan neurotransmiter di otak yang terjadi pada seluruh aspek kepribadian

ditandai dengan ketidakmampuan menilai realita, gangguan proses pikir,

kedangkalan emosi, kemunduran kemauan dan mengalami disorientasi.

Apabila hal ini terjadi dalam kurun waktu lama dan tidak mendapatkan

penanganan dengan tepat dan cepat akan berdampak pada munculnya ganguan

interaksi sosial: menarik diri, perubahan penampilan peran, keputusasaan

maupun munculnya perilaku kekerasan yang beresiko mencederai diri, orang

lain dan lingkungan (Susilaningsih & Sari, 2021).

Perawat kesehatan jiwa memiliki peran sebagai pemberi asuhan

keperawatan secara langsung. Peran yang pertama adalah memberikan

tindakan keperawatan pada keluarga dan penderita. Perawat kesehatan jiwa

menyatakan pernah memberikan tindakan keperawatan kepada keluarga dan

penderita. Namun, tindakan keperawatan yang diberikan tidak setiap hari atau

bersifat situasional tergantung pada keluhan penderita pada saat dikunjungi.

Contoh tindakan keperawatan yang dilakukan perawat adalah mengajak

keluarga untuk memandikan penderita, mengajarkan penderita cara menangani

halusinasi, mengarahkan keluarga agar tidak membiarkan penderita sendirian,

memberikan penderita kesibukan serta memberikan arahan kepada keluarga


5

untuk memberikan obat secara teratur kepada penderita. Selain itu, perawat

berperan dalam memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Pemberdayaan

untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa dan

gangguan emosional pada level- level tertentu perlu dilakukan agar tidak

menimbulkan stigma terhadap penderita gangguan jiwa yang bisa

disembuhkan. Promosi kesehatan dengan role play dan ceramah dapat

meningkatkan pengetahuan keluarga dan tokoh masyarakat (Rahman,

Marchira, & Rahmat, 2017).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny. Y dengan gangguan konsep diri:

harga diri rendah di Lapas Perempuan Kelas 2 Bandung?

2. Apa saja diganosa keperawatan pada Ny. Y dengan gangguan konsep diri:

harga diri rendah di Lapas Perempuan Kelas 2 Bandung?

3. Apa saja intervensi keperawatan pada Ny. Y dengan gangguan konsep diri:

harga diri rendah di Lapas Perempuan Kelas 2 Bandung?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Tujuan dalam asuhan keperawatan kesehatan jiwa ini adalah untuk

menggali pemahaman mahasiswa mengenai konsep dasar gangguan harga

diri rendah dan asuhan keperawatan pada pada Ny. Y dengan gangguan

konsep diri: harga diri rendah.


6

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui konsep dasar harga diri rendah.

b. Mendapatkan gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan harga

diri rendah.

c. Merumuskan konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan harga diri

rendah.

d. Mampu mengakaji masalah kesehatan pada Ny. Y dengan gangguan

konsep diri: harga diri rendah.

e. Mampu menentukan diagnose keperawatan jiwa serta menentukan

prioritas masalah yang timbul pada Ny. Y dengan gangguan konsep

diri: harga diri rendah.

f. Mampu membuat rencana keperawatan pada pada Ny. Y dengan

gangguan konsep diri: harga diri rendah.

g. Menjadi sarana bagi mahasiswa dalam mengimplementasikan ilmu

keperawatan jiwa yang telah didapatkan pada saat studi akademik.

h. Menjadi salah satu acuan bagi bidang keperawatan dalam melaksanakan

asuhan keperawatan pasien dengan harga diri rendah.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Harga Diri Rendah


Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan

rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap

diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan

diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keiginan sesuai ideal diri

(Yosep Iyus, 2016).

Harga diri rendah adalah perasaan negative terhadap diri sendiri

termasuk kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, tidak

berdaya, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa (Nurarif & Huda, 2015).

Harga diri rendah adalah semua pemikiran kepercayaan dan

keyakinan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan

mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Harga diri terbentuk

waktu lahir tetapi di pelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang

dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia

(Stuart & Sundeen, 2016).

Dapat disimpulkan harga diri rendah adalah kurangnya rasa percaya

diri sendiri yang dapat mengakibatkan pada perasaan negative pada diri

sendiri, kemampuan diri dan orang lain. Yang mengakibatkan kurangnya

komunikasi pada orang lain.

7
8

B. Faktor yang berhungan dengan harga diri rendah


1. Perubahan perkembangan

2. Gangguan citra tubuh

3. Kegagalan

4. Gangguan fungsional

5. Kurang penghargaan

6. Kehilangan

7. Penolakan

8. Perubahan peran social

C. Klasifikasi
1. Harga diri rendah situasioal

Yaitu terjadi terutama yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,

kecelakaan, dicerai suami/isteri, putus sekolah, putus hubungan kerja,

perasaan malu karena sesuatu (korban pemerkosaan, dituduh KKN,

diepenjara tiba-tiba).

2. Harga diri rendah kronik

Yaitu perasaan negative terhadap diri berlangsung lama, yaitu

sebelum sakit/dirawat, klien ini mempunyai cara yang negative terhadap

dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon mal adaptif. Kondisi ini dapat

ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronik atau pada klien

gangguan jiwa.
9

D. Etiologi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri

seseorang (Nurarif & Huda, 2015).

1. Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor predisposisi yang menyebabkan harga diri rendah

yaitu:

a. Perkembangan individu yang meliputi :

1) Adanya penolakan dari orang tua, sehingga anak merasa tidak

dicintai kemudian dampakya anak gagal mncintai dirinya dan

akan gagal pula untuk mencintai orang lain.

2) Kurangnya pujian dan kurangnya pegakuan dari orang tuanya.

3) Sikap orang tua protecting, anak merasa tidak berguna, orang

tua atau orang terdekat sering mengkritik sering merevidasikan

individu.

4) Anak menjadi frustasi, putus asa merasa tidak berguna dan

merasa rendah diri.

b. Ideal diri

1) Anak selalu dituntut untuk berhasil

2) Tidak mempunyai hak untuk gagal dan berbuat salah

3) Anak dapat menghakimi dirinya sendiri dan hilangnya rasa

percaya diri.
10

2. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi atau stressor pencetus dari munculnya harga diri

rendah mungkin ditimbulkan dari sumber interal dan ekternal seperti :

a. Gangguan fisik dan mental salah satu anggota keluarga sehingga

keluarga merasa malu dan rendah diri.

b. Pengalaman traumatic berulang seperti penganiayaan seksual dan

psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan,

aniaya fisik, kecelakaan, bencana alam dalam perampokan. Respon

terhadap trauma pada umumnya akan mengubah arti trauma tersebut

dan kopignya adalah represi dan denial.

E. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah


Harga diri rendah diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal

ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan.

Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selanjutnya hal

ini menyebabkan penampilan seseorang yang tidak optimal.

Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri

rendah adalah pada masa kecil pujian atas keberhasilannya. Saat individu

mencapai masa remaja keberadaanya kurang dihargai, tidak diberi

kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal

disekolah, pekerjaan, atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat

lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari

kemampuannya (Yosep Iyus, 2016).


11

F. Sumber Koping

Menurut Stuart (2007) semua orang tanpa memperhatikan gangguan

perilakunya, mempunyai beberapa bidang kelebihan personal meliputi :

1. Hobi dan kerajinan tangan

2. Pendidikan atau pelatihan

3. Pekerjaan, vokasi atau posisi

4. Aktivitas olahraga dan aktivitas diluar rumah

5. Seni yang ekspresif

6. Kesehatan dan perawatan diri


12

G. Psikopatologi
13

Keterangan

Respon adaptif : Aktualisasi diri dan konspen diri yang positif

serta bersifat membangun (kontruksi) dalam

usaha mengatasi stressor yang menyebabkan

ketidakseimbangan dalam diri sendiri.

Respon maladaftif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang negative

serta bersifat merusak (destruktif) dalam usaha

mengatasi stressor yang menyebabkan

ketidakseimbangan dalam diri sendiri.

Aktualisasi diri : Respon adaptif yang tertinggi karena individu

dapat mengekspresikan kemampuan yang

dimiliki.

Konsep diri positif : Individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan

kelemahannya secara jujur dan dalam menilai

suatu masalah individu berpikir secara positif

dan realistis.

Harga diri rendah : Transisi antara konsep diri adaptif dan

maladaptive.

Kekacauan identitas : Suatu kegagalan individu untuk

mengintergritasikan berbagai identifikasi

masakanak-kanan kedalam kepribadian

psikososial dewasa yang harmonis.

Depersonalisasi : Suatu perasaan yang tidak realistis dan


14

keasingan dirinya dari lingkungan. Hal ini

berhugan dengan tingkat ansietas panic dan

kegagalan dalam uji realitas. Individu

mengalami kesulitan dalam membedakan diri

sendiri dan orang lain dan tubuhnya sendiri

terasa tidak nyata dan asing baginya.

H. Manisfestasi Klinis
1. Perasaan maslu terhadap diri sendiri individu mempunyai perasaan

kurang percaya diri

2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, individu yang selalu gagal dalam

meraih sesuatu

3. Merendahkan martabat diri sendiri, menganggap dirinya berada

dibawah orang lain.

4. Gangguan berhungan social seperti menarik diri, lebih suka menyendiri,

dan tidak ingin bertemu orang lain.

5. Rasa percaya diri kurang, merasa tidak percaya dengan kemampuan

yang dimiliki

6. Menciderai diri sendiri sebagai akibat harga diri yang rendah disertai

harapan yang suram sehingga memungkinkan untuk mengakhiri

kehidupan

7. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan

8. Perasaan negative mengenai tubuhnya sendiri


15

9. Kurangnya memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, slera

makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak

menunduk, dan berbicara dengan nada lemah.

10. Penyalahgunaan zat

I. Manisfestasi Koping
1. Jangka pendek

Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis :

a. Pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton Tv terus menerus

b. Kegiatan mengganti identitas sementara : ikut kelompok social,

keagamaan, politik)

c. Kegiatan yang memberikan dukungan sementara : kompetisi,

olahraga kontes popularitas)

d. Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara :

penyalahgunaan obat-obatan

2. Jangka panjang

a. Menutup identitas : terlalu mengadopsi identitas yang disenangi

orang-orang yang berarti, tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau

potensi diri sendiri

b. Identitas negative : asumsi yang bertentangan dengan nilai dan

harapan masyarakat.
16

J. Penatalaksanaan
1. Psikofarmakologi

a. Medikasi psikotropik (psikoaktif) mengeluarkan efeknya

didalamotak, mengubah emosi dan mempengaruhi perilaku.

b. Neurotransmitter adalah pembawa pesan kimiawi yang membawa

penghambat atau penstimulasi dari satu neuron ke neuron lain

melintas ruang (sinaps) diantara mereka.

c. Terapi elektrolommvulsif Tmescopy (ECT) adalah suatu tindakan

terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang

pada penderita baik tonik maupun klonik (Riyadi dan Purwanto,

2009).

d. Rehabilitasi merupakan suatu kelompok atau komunitas dimana

terjadi interaksi antara sesame penderita dengan para pelatih

(soisialisasi)

2. Penatalaksanaan medis :

a. Chlorpromazine (CPZ)

Indikasi : untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam

kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai

norma social dan titik diri terganggu, budaya berat dalam fungsi-

fungsi mental : waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku

yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam kehidupan

sehari-hari, tidak mampu kerja, hubugan social, dan melakukan

kegiatan rutin.
17

Kontra indikasi : penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan

jantug, dan ketergantungan obat.

Mekanisme kerja : memblokade dopamine pada reseptor pasca

sinaps di otak khususnya system ekstra pyramidal.

Efek samping : sedasi, gangguan otonomik (hipotensi,

antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, mata kabur, kesulitan

dalam buang air kecil

b. Haloperidol (HR/resperidone)

Indikasi : berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam

fungsi kehidupan sehari-hari.

Kontra indikasi : penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan

jantung, dan ketergantungan obat.

Mekanisme kerja : memblokade dopamine pada reseptor pasca

sinaps di otak khusunya system ekstra pyramidal.

Efek samping : sedasi, gangguan sedasi, gangguan otonomik

(hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, mata kabur,

kesulitan dalam buang air kecil

3. Macam-macam terapi

a. Psikoterapi

Terapi kerja baik sekali untuk mendorong klien bergaul lagi

dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya

suapaya pasien tidak mengasingkan diri lagi karena bila menarik


18

diri pasien dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.

Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.

b. Therapy aktivitas kelompok di bagi empat, yaitu therapy aktivitas

kelompok sosialisasi. Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok

diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan

gangguan konsep diri harga diri rendah adalah therapy aktivitas

kelompok stimulasi persepsi. Therapy aktivitas kelompok stimulasi

persepsiadalah therapy yang menggunakan aktivitas sebagi

stimulasi terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk

didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa

kesepakatan persepsi atau alternative penyelesaian masalah.

K. Pencegahan
1. Kenali faktor yang menyebabkan harga diri rendah dan konsultasikan

pemecahan masalah yang dihadapi

2. Berikan dukungan untuk dapat mengenali kelebihan yang dimiliki dan

mengkoreksi kekurangan pada diri dan mencari solusi secara bersama-

sama

3. Ciptakan ligkungan yang dapat menciptakan kepercayaan diri pada

penderita

4. Konsultasikan selalu jika terdapat hambatan dalam perawatan dan

penanganan
19

5. Bimbing dan damping untuk melakukan aktivitas dengan orang

lain/kelompok yang diharapkan dapat menimbulkan rasa percaya diri

dan kemampuan dalam bersosialisasi.

L. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan teori tentang harga diri rendah menurut Yosep

& Sutini (2014 ) mengatakan bahwa diagnosa keperawatan yang sering

ditemukan pada klien Harga diri rendah adalah :

1. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

2. Koping individu tidak efektif

3. Berduka Disfungsional

4. Isolasi sosial : Menarik Diri

5. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

6. Resiko perilaku kekerasan


BAB III
TINJAUAN KASUS
KASUS I

Identitas :

Ny. Y , Usia 40 tahun . Status menikah, SMA, pekerjaan Ibu Rumah Tangga. Di

tahan dengan kasus pembunuhan. Lama masa tahanan 14 tahun dan sudah

menjalani tahanan 1 tahun 2 bulan .

Pengkajian :

Saat dilakukan pengkajian oleh perawata pada 7 februari 2021. Ny. Y tampak

melamun, gelisah dan sudah hamir 2 bulan mengaku sulit tidur di malam hari.

kontak mata tidak ada dan pembicaraan tidak fokus. Ny. Y mengatakan teringat

dengan anak kandungnya (An. J 15 tahun) yang sedang di tahan juga di lapas anak

laki-laki. Ny. Juga teringat dengan almarhum anak tirinya. An. A 10 tahun yang

meninggal karena di bunuh oleh Ny. Y dan anaknya. Ny. Y merasa sering takut

dan meraasa tidak tenang.

Ny. Y sudah menikah 2 kali. Di pernikahan yang pertama memiliki 1 orang anak,

dan di pernikahan yang ke 2 tidak memiliki anak, namun mendapatkan 1 anak tiri.

Ny. Y tinggal bersama suami, anak kadung dan anak tirinya. Suami klien sebagai

pedagang sayur yang cukup laris di pasar Sukabumi.

Ny. Y memiliki ide membunuh anak tiri dan anaknya yang melakukannya, dengan

cara di bacok. Dan membuang di hutan. Ny. Y berkeinginan agar warisan nanti

akan diberikan pada anaknya.

20
21

Klien merasa keberadaannya di lapas ini merupakan hukuman dan sebagai

penebus dosanya, dan harus diterima. Keluarga Ny. Y dan suami mengaku

kecewa dan tidak akan memaafkan perbuatan Ny. Y . dengan keberadannya di

lapas Ny. Y berharap dapat menemukan makna hidup dan menebus segala

kesalahannya, menjadi pribadi yang baru dan lebih baik lagi. Ny. Y berharap jika

keluar dari lapas, suaminya bisa memaafkan dan menerima dan klien ingin bisa

bekerja mencari nafkah sendiri.

Klien merasa tidak ada yang bisa di banggakan di dirirnya, klien merasa tubuhnya

baik karena tidak ada cacat namun tidak pantas untuk di banggakan. Klien sebgai

ibu dan wanita yang seharusnya bisa menjaga keluarga. Harapan klien bisa

menjadi ibu yang baik dan memiliki keluarga seperti dulu. Klien merasa malu jika

nanti keluar dari lapas apakah orang orang akan menerima statusnya, dan klien

juga malu dengan keluarga. Saat ini orang yang sangat berarti yaitu anaknya An. J

dan suami.

Ny.Y mengatakan dulu hidupnya sangat glamor, setiap trend baru barang dan

elektronik harus segera punya. Hubungan dengan tetangga baik dan mudah

bergaul. Dan saat ini selama di Lapasa Ny Y merasa lebih dekat dengan Allah,

dan sering melakukan ibadah sholat dan puasa, hal ini dilakukan untuk

medapatkan ampunan Allah.


22

FORMAT PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL


KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
UNIVERSITAS AISYIYAH BANDUNG

NAMA KLINIK/ PUSKESMAS :


A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny. Y (P) Tanggal Pengkajian : 7 februari 2021
Umur : 40 tahun RM No. : 33459081
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Status Marital : Menikah
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB (Informan)
Nama : Ny. A
Umur : 50 tahun
Hubungan dengan klien: Sepupu
2. HARAPAN DAN PERSEPSI KLIEN/ KELUARGA
2.1 Keluhan Utama dan alasan pergi ke Puskesmas/ Klinik ataupun tidak pergi
Pasien mengatakan sulit tidur hampir 2 bulan, tampak melaamun dan gelisah,
kontak mata tidak ada serta pembicaraan tidak fokus.
2.2 Persepsi keluarga terhadap masalahnya
Keluarga Ny. Y dan suami mengaku kecewa dan tidak akan memaafkan
perbuatan Ny. Y
2.3 Harapan klien sehubungan dengan masalah
Dengan keberadannya di lapas Ny. Y berharap dapat menemukan makna
hidup dan menebus segala kesalahannya, menjadi pribadi yang baru dan lebih
baik lagi. Ny. Y berharap jika keluar dari lapas, suaminya bisa memaafkan
dan menerima dan klien ingin bisa bekerja mencari nafkah sendiri.

3. PENGKAJIAN SOSIAL
3.1 Pendidikan dan Pekerjaan
23

Pendidikan terakhir Ny. A SMA dan pekerjaannya sebagai Ibu Rumah


Tangga.
3.2 Konsep diri:
a. Gambaran Diri :
Klien merasa tidak ada yang bisa di banggakan di dirirnya, klien
merasa tubuhnya baik karena tidak ada cacat namun tidak pantas
untuk di banggakan
b. Identitas :
Klien sebagai ibu dan wanita yang seharusnya bisa menjaga keluarga
c. Peran Diri:
Peran klien sebagai istri dan juga ibu rumah tangga
d. Ideal diri :
Harapan klien bisa menjadi ibu yang baik dan memiliki keluarga
seperti dulu
e. Harga diri :
Klien merasa malu jika nanti keluar dari lapas apakah orang orang
akan menerima statusnya, dan klien juga malu dengan keluarga.
3.3 Hubungan social
a. Orang yang berarti :
Saat ini orang yang sangat berarti yaitu anaknya An. J dan suami
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat :
Hubungan dengan tetangga baik dan mudah bergaul
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Tidak ada hambatan
3.4 Sosial Budaya
Tidak terkaji, tetapi seharusnya dikaji apakah klien menganut budaya
tertentu.
3.5 Gaya hidup
Ny.Y mengatakan dulu hidupnya sangat glamor, setiap trend baru
barang dan elektronik harus segera punya
3.6 Mekanisme Koping
24

Klien merasa keberadaannya di lapas ini merupakan hukuman dan


sebagai penebus dosanya, dan harus diterima
4. PENGKAJIAN KELUARGA
4.1 Genogram

= Laki-laki

= Perempuan

= Pasien
X = Meninggal
= Tinggal serumah
4.2 Pola asuh
Tidak terkaji
5. PENGKAJIAN FISIK
a. Tanda Vital : TD : 120/80 mmHg N : 88 x/menit S : 36,7 ⁰C R : 20
x/m
b. Ukuran : TB: - BB : -
c. Keluhan utama/penyakit saat ini :
Ny. Y tampak melamun, gelisah dan sudah hamir 2 bulan mengaku sulit
tidur di malam hari. kontak mata tidak ada dan pembicaraan tidak fokus.
Ny. Y mengatakan teringat dengan anak kandungnya (An. J 15 tahun)
yang sedang di tahan juga di lapas anak laki-laki. Ny. Juga teringat dengan
almarhum anak tirinya. An. A 10 tahun yang meninggal karena di bunuh
25

oleh Ny. Y dan anaknya. Ny. Y merasa sering takut dan meraasa tidak
tenang.
d. Kebiasaan-kebiasaan saat ini:
Ny. Y mengatakan sudah 2 bulan mengalami sulit tidur di malam hari.
e. Riwayat Penyakit dahulu (riwayat sebelum dirawat, kapan terjadi,
pengobatan yang dijalani)
Ny. Y memiliki ide membunuh anak tiri dan anaknya yang melakukannya,
dengan cara di bacok. Dan membuangnya di hutan. Ny. Y berkeinginan
agar warisan nanti akan diberikan pada anaknya.
6. PENGKAJIAN SPIRITUAL
a. Nilai dan keyakinan
Klien merasa keberadaannya di lapas ini merupakan hukuman dan sebagai
penebus dosanya, dan harus diterima.
b. Kegiatan ibadah
Selama di Lapas Ny Y merasa lebih dekat dengan Allah, dan sering
melakukan ibadah sholat dan puasa, hal ini dilakukan untuk mendapatkan
ampunan Allah.
7. PENGKJAIAN SEKSUAL
Tidak terkaji, tetapi seharusnya dikaji seperti bagaimana klien merasa dirinya
perempuan, apakah klien mengharapkan merasa sebagai jenis kelamin yang
berbeda, apakah masalah yang mengakibatkan gangguan dalam kehidupan
seksual, apakah klien mengalami kecemasan/kepuasan dalam kehidupan
seksual, bagaimana klien mengekspresikan keinginan seksualnya, apakah
klien kesulitan dalam melakukan tindakan seksual.
8. PENGETAHUAN dan ASPEK MEDIS
a. Pengetahuan tentang Penyakit yang dideritanya
Tidak terkaji
b. Pengetahuan tentang Cara merawat dan mengobati Penyakitnya
Tidak terkaji
c. Persepsi klien tentang penyakit yang dideritanya
Tidak terkaji
26

A. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah Keperawatan


1 DO: Pernikahan ke-2 dan Ansietas
a. Ny. Y tampak gelisah memiliki anak tiri
dan melamun
b. Kontak mata tidak ada Masalah harta
DS:
a. Ny. Y sering merasa Perilaku kekerasan
tidak tenang dan takut
akibat perbuatannya Melakukan pembunuhan
kepada almarhumah
anak tirinya Merasa takut, cemas, dan
b. Ny. Y mengatakan tidak tenang
mengalami sulit tidur
pada malam hari sudah Ansietas
2 bulan
2 DO: Pernikahan ke-2 dan Harga diri rendah
a. Ny.Y tampak saat memiliki anak tiri situasional
berbicara kontak mata
tidak ada dan Masalah harta
pembicaraan tidak
focus Perilaku kekerasan
DS:
a. Ny. Ymerasa malu jika Melakukan pembunuhan
nanti keluar dari lapas
mengenai penerimaan Pandangan ekstrim dari
27

No Data Etiologi Masalah Keperawatan


status dirinya masyarakat
b. Ny. Y juga mengatakan
malu dengan Ketidakmampuan
keluarganya menghadapi stressor

Koping tidak efektif

Merasa malu terhadap


dirinya

Harga diri rendah


situasional

B. Diagnose keperawatan Berdasarkan Prioritas


1. Ansietas
2. Harga diri rendah situasional
28

C. Rencana Asuhan Tindakan Keperawatan

Klien dengan Harga Diri Rendah Situasional

Nama klien: Ny. Y Dx Medis: Kasus Pembunuhan


No. Medrec: 33459081 Ruang:-
Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 Ansietas Pasien mampu: Setelah 3 pertemuan pasien mampu: SP1: asesmen ansietas dan latihan
1. Mengenal ansietas 1. Mendiskusikan ansietas: penyebab, relaksasi:
2. Mengatasi ansietas proses terjadi, tanda dan gejala, 1) Bina hubungan saling percaya
melalui tehnik relaksasi akibat a) Mengucapkan salam terapeutik,
3. Memperagakan dan 2. Melatih teknik relaksasi fisik, memperkenalkan diri, panggil
menggunakan tehnik pengendalian pikiran & emosi pasien sesuai nama panggilan
relaksasi untuk yang disukai
mengatasi ansietas b) Menjelaskan tujuan interaksi:
melatih pengendalian ansietas
agar proses penyembuhan lebih
cepat
29

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
2) Membuat kontrak (inform consent)
dua kali pertemuan latihan
pengendalian ansietas
3) Bantu pasien mengenal ansietas:
a) Bantu pasien untuk
mengidentifikasi dan
menguraikan perasaannya.
b) Bantu pasien mengenal penyebab
ansietas
c) Bantu klien menyadari perilaku
akibat ansietas
4) Latih teknik relaksasi:
a) Tarik napas dalam
b) Mengerutkan dan mengendurkan
otot-otot
30

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
SP2: evaluasi asesmen ansietas,
manfaat teknik relaksasi dan latihan
hipnotis diri sendiri (latihan 5 jari)
dan kegiatan spiritual
1) Pertahankan rasa percaya pasien
i. Mengucapkan salam dan
memberi motivasi
ii. Asesmen ulang ansietas dan
kemampuan melakukan teknik
relaksasi
2) Membuat kontrak ulang: latihan
pengendalian ansietas
3) Latihan hipnotis diri sendiri (lima
jari) dan kegiatan spiritual
31

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Keluarga mampu: Setelah 3 pertemuan keluarga mampu: SP1 keluarga: penjelasan kondisi
1. Mengenal masalah 1. Mendiskusikan kondisi pasien: pasien dan cara merawat:
ansietas pada anggota ansietas, penyebab, proses terjadi, 1) Bina hubungan saling percaya
keluarganya tanda dan gejala, akibat a) Mengucapkan salam terapeutik,
2. Merawat anggota 2. Melatih keluarga merawat ansietas memperkenalkan diri
keluarga yang pasien b) Menjelaskan tujuan interaksi:
mengalami ansietas 3. Melatih keluarga melakukan menjelaskan ansietas pasien dan
3. Memfollow up anggota follow up cara merawat agar proses
keluarga yang penyembuhan lebih cepat
mengalami ansietas 1) Membuat kontrak (inform consent)
dua kali pertemuan latihan cara
merawat ansietas pasien
2) Bantu keluarga mengenal ansietas:
a) Menjelaskan ansietas, penyebab,
proses terjadi, tanda dan gejala,
serta akibatnya
b) Menjelaskan cara merawat
32

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
ansietas pasien: tidak menambah
masalah (stres) dengan sikap
positif, memotivasi cara
relaksasi yg telah dilatih perawat
pada pasien
c) Sertakan keluarga saat melatih
teknik relaksasi pada pasien dan
minta untuk memotivasi pasien
melakukannya
SP 2 keluarga: evaluasi peran
keluarga merawat pasien, cara
merawat dan follow up
1) Pertahankan rasa percaya keluarga
dengan mengucapkan salam,
menanyakan peran keluarga
merawat pasien & kondisi pasien
2) Membuat kontrak ulang: latihan
33

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
lanjutan cara merawat dan follow up
3) Menyertakan keluarga saat melatih
pasien hipnotis diri sendiri (lima
jari) dan kegiatan spiritual

Diskusikan dengan keluarga follow up


dan kondisi pasien yang perlu dirujuk
(lapang persepsi menyempit, tidak
mampu menerima informasi, tanda-
tanda fisik semakin meningkat) dan cara
merujuk pasien
2 Harga diri rendah Klien mampu: Setelah 3 pertemuan klien mampu: SP1: Asesmen harga diri rendah dan
situasional 2. Meningkatkan kesadaran 1) Mendiskusikan harga diri rendah : latihan melakukan kegiatan positif:
tentang hubungan positif penyebab, proses terjadinya 1) Bina hubungan saling percaya
antara harga diri dan masalah, tanda dan gejala dan a) Mengucapkan salam terapeutik,
pemecahan masalah akibat memperkenalkan diri, panggil
yang efektif 2) Membantu pasien pasien sesuai nama panggilan
34

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
3. Melakukan keterampilan mengembangkan pola pikir positif yang disukai
positif untuk 3) Membantu mengembangkan b) Menjelaskan tujuan interaksi:
meningkatkan harga diri kembali harga diri positif melalui melatih pengendalian ansietas
4. Melakukan pemecahan melalui kegiatan positif agar proses penyembuhan lebih
masalah dan melakukan cepat
umpan balik yang efektif 2) Membuat kontrak (inform consent)
5. Menyadari hubungan dua kali pertemuan latihan
yang positif antara harga pengendalian ansietas
diri dan kesehatan fisik 3) Bantu pasien mengenal harga diri
rendah:
a) Bantu pasien untuk
mengidentifikasi dan
menguraikan perasaannya.
b) Bantu pasien mengenal penyebab
harga diri rendah
c) Bantu klien menyadari perilaku
akibat harga diri rendah
35

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
d) Bantu pasien dalam
menggambarkan dengan jelas
keadaan evaluasi diri yang positif
yang terdahulu
4) Bantu pasien mengidentifikasi
strategi pemecahan yang lalu,
kekuatan, keterbatasan serta potensi
yang dimiliki
5) Jelaskan pada pasien hubungan
antara harga diri dan kemampuan
pemecahan masalah yang efektif
6) Diskusikan aspek positif dan
kemampuan diri sendiri, keluarga,
dan lingkungan
7) Latih satu kemampuan positif yang
dimiliki
8) Latih satu kemampuan positif
36

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
9) Tekankan bahwa kegiatan melakukan
kemampuan positif berguna untuk
menumbuhkan harga diri positif
SP 2 Pasien : Evaluasi assesmen
harga diri rendah, manfaat latihan
melakukan kemampuan positif 1,
melatih kemampuan positif 2
1) Pertahankan rasa percaya pasien
a) Mengucapkan salam dan
memberi motivasi
b) Asesmen ulang harga diri rendah
dan kemampuan melakukan
kegiatan positif
2) Membuat kontrak ulang: cara
mengatasi harga diri rendah
3) Latih satu kemampuan positif ke 2
4) Evaluasi efektifitas melakukan
37

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
kegiatan positif untuk meningkatkan
harga diri
5) Tekankan kembali bahwa kegiatan
melakukan kemampuan positif
berguna untuk menumbuhkan harga
diri
Keluarga mampu: Setelah 3 kali pertemuan keluarga SP1 keluarga: penjelasan kondisi
1. Mengenal masalah harga mampu: pasien dan cara merawat:
diri rendah pada 1. Mendiskusikan kondisi pasien: 1) Bina hubungan saling percaya
anggota keluarganya keputusaan, penyebab, proses a) Mengucapkan salam terapeutik,
2. Merawat anggota terjadi, tanda dan gejala, akibat memperkenalkan diri
keluarga yang 2. Melatih keluarga merawat pasien b) Menjelaskan tujuan interaksi:
mengalami harga diri dengan harga diri rendah menjelaskan keputusasaan pasien
rendah 3. Melatih keluarga melakukan dan cara merawat agar proses
3. Memfollow up anggota follow up penyembuhan lebih cepat
keluarga yang 2) Membuat kontrak (inform consent)
mengalami harga diri dua kali pertemuan latihan cara
38

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
rendah merawat pasien dengan harga diri
rendah
3) Bantu keluarga mengenal putus asa
pada pasien:
a) Menjelaskan harga diri rendah,
penyebab, proses terjadi, tanda
dan gejala, serta akibatnya
b) Menjelaskan cara merawat pasien
dengan harag diri rendah:
menumbuhkan harga diri positif
melalui melakukan kegiatan
positif
c) Sertakan keluarga saat melatih
latihan kemampuan positif
39

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
SP 2 keluarga: evaluasi peran
keluarga merawat pasien, cara
merawat dan follow up
1) Pertahankan rasa percaya keluarga
dengan mengucapkan salam,
menanyakan peran keluarga
merawat pasien & kondisi pasien
2) Membuat kontrak ulang: latihan
lanjutan cara merawat dan follow up
3) Menyertakan keluarga saat melatih
pasien melatih kemampuan positif
ke 2
4) Diskusikan dengan keluarga follow
up dan kondisi pasien yang perlu
dirujuk (kondisi pengabaian diri dan
perawatan dirinya) dan cara merujuk
pasien
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini, kelompok menguraikan secara sistematis pelaksanaan asuhan

keperawatan dan adanya kesenjangan antara konsep dasar dengan kasus nyata

yang dirawat secara langsung, selama dua hari pada Ny. Y dengan gangguan

konsep diri: harga diri rendah di Lapas Perempuan Kelas 2 Bandung dengan

menggunakan pendeketan proses keperawatan.

A. Pengkajian keperawatan

Pengkajian merupakan upaya mengumpulkan data secara lengkap dan

sistematias untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan

keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual

(Kusnanto, 2019). Pada saat dilakukan pengkajian pada Ny. Y dengan

gangguan ansietas, dalam SDKI (2017) beberapa tanda dan gejala yang

disebutkan tentang klien yang menderita ansietas sebagai berikut :

1. Merasa bingung

2. Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi

3. Sulit berkonsentrasi

4. Tampak gelisah

5. Tampak tegang

6. Sulit tidur

7. Mengeluh pusing

8. Anoreksia
41

9. Palpitasi

10. Merasa tidak berdaya

11. Frekuensi napas terganggu

12. Frekuensi nadi meningkat

13. Tekanan darah meningkat diaphoresis

14. Tremor

15. Muka tampak pucat

16. Suara bergetar

17. Kontak mata burul

18. Sering berkemih

19. Berorientasi pada masa lalu

Diagnose keperawatan ke -2 pada kasus ini yaitu gangguan konsep diri:

harga diri rendah dan ansietas. Beberapa tanda dan gejala yang disebutkan

tentang klien yang menderita harga diri rendah situasional sebagai berikut :

1. Menilai diri negatif ( merasa tidak berguna dan tidak tertolong)

2. Perasaan malu terhadap diri sendiri individu mempunyai perasaan kurang

percaya diri.

3. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, individu yang selalu gagal dalam meraih

sesuatu.

4. Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri.

5. Menolak penilaian positif tebtang diri sendiri (merendahkan martabat diri

sendiri, menganggap dirinya berada dibawah orang lain).


42

6. Gangguan berhubungan social seperti menarik diri, lebih suka menyendiri,

dan tidak ingin bertemu orang lain.

7. Rasa percaya diri kurang, merasa tidak percaya dengan kemampuan yang

dimiliki.

8. Sukar mengambil keputusan, cenderung bingung dan ragu – ragu dalam

memilih Sesuatu

9. Menciderai diri sendiri sebagai akibat harga diri yang rendah disertai

harapan yang suram sehingga memungkinkan untuk mengakhiri kehidupan.

10. Sulit berkonsentrasi

11. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan.

12. Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri.

13. Kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan

menurun, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, dan

berbicara dengan nada lemah.

Sedangkan pada kasus Ny.Y yang merawat di Lapas Perempuan Kelas 2

Bandung, ditemukan kesenjangan antara konsep dan studi kasus sebagai

berikut:

1. Data yang ditemukan dalam studi kasus dan terdapat dalam konsep teori

adalah :

a. Ny.Y tampak saat berbicara kontak mata tidak ada dan pembicaraan

tidak fokus

b. Pembicaraan tidak fokus

c. Ny. Y mengaku sulit tidur di malam hari


43

d. Ny. Y mengatakan merasa tidak ada yang bisa dibanggakan dalam

dirinya

e. Ny. Y merasa malu jika nanti keluar dari lapas mengenai penerimaan

status dirinya

f. Ny. Y juga mengatakan malu dengan keluarganya

g. Ny. Y tampak gelisah dan melamun

h. Ny. Y sering merasa tidak tenang dan takut akibat perbuatannya

kepada almarhumah anak tirinya

i. Ny. Y mengatakan mengalami sulit tidur pada malam hari sudah 2

bulan

2. Data yang tidak ditemukan dalam studi kasus tetapi ditemukan dalam

konsep teori adalah :

a. Pandangan hidup yang pesimistisan, kelompok menilai bahwa data ini

tidak ditemukan karena klien selama supervisi Klien tidak

menunjukkan tanda - tanda pesimis untuk melanjutkan hidupnya.

b. Penolakan terhadap kemampuan diri, kelompok menilai bahwa data ini

tidak ditemukan karena selama supervisi Klien tidak menunjukkan

tanda – tanda penolakan saat dilakukan Tindakan Keperawatan.

Kesenjangan yang terjadi antara teori dan kasus diatas adalah adanya

beberapa data yang disebutkan dalam teori yaitu pandangan hidup pesimistisan

dan penolakan kemampuan diri, hal ini disebutkan karena selama pengkajian

klien mengatakan harapan klien bisa menjadi ibu yang baik dan memiliki

keluarga seperti dulu serta saat ini selama di Lapas Ny Y merasa lebih dekat
44

dengan Allah, dan sering melakukan ibadah sholat dan puasa, hal ini dilakukan

untuk medapatkan ampunan Allah.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan teori tentang harga diri rendah menurut Yosep

& Sutini (2014 ) mengatakan bahwa diagnosa keperawatan yang sering

ditemukan pada klien Harga diri rendah adalah :

7. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

8. Koping individu tidak efektif

9. Berduka Disfungsional

10. Isolasi sosial : Menarik Diri

11. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi

12. Resiko perilaku kekerasan

Didalam kasus yang nyata yang dirawat pada Ny. Y ditemukan diagnosa :

1. Ansietas

2. Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah

Kesenjangan yang terjadi pada Diagnose Keperawatan antara teori

dengan kasus adalah pada teori menyebutkan 5 diagnosa sedangkan pada kasus

kelompok menemukan 2 diagnosa yaitu; Ansietas dan gangguan konsep Harga

Diri Rendah.

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan menurut Iyus Yosep (2016) pada Klien Harga

Diri Rendah menurut teori mengacu kepada tujuan khusus (TUK) yang akan

dicapai oleh Klien, yaitu Klien mampu membina hubungan saling percaya,
45

Klien mampu menyebutkan bakat-bakat yang dimilikinya, Klien mampu

melakukan kegiatan-kegiatan yang ajarkan sebelumnya. Sedangkan pada

keluarga mampu menjelaskan tanda dan gejala Harga Diri Rendah serta

mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan Harga Diri Rendah, kemudian

keluarga mampu mempraktikkan cara merawat dengan Harga Diri Rendah

langsung kepada Klien, dan keluarga mampu membuat perencanaan pulang.

Pada kasus Ny.Y dengan Harga Diri Rendah intervensi yang dilakukan

mengacu pada teori Intervensi Keperawatan Klien Harga Diri Rendah, tetapi

kelompok tidak melaksanakan Strategi Pelaksana keluarga, dikarenakan

anggota keluarga dari Ny.Y tidak pernah menjenguk Klien, olehnya itu

kelompok menemukan adanya kesenjangan teori dengan kasus Harga Diri

Rendah.

D. Evaluasi

Hasil yang diharapkan pada Ny.Y dengan menerapkan Asuhan

Keperawatan kepada Klien Ny.Y selama 2 hari adalah sebagai berikut:

1. Klien mampu membina hubungan saling percaya, seperti mau berjabat

tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk

berdampingan dengan Perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi

serta kontak mata

2. Klien mampu melakukan kegiatan-kegiatan yang ajarkan sebelumnya

Kesenjangan yang ditemukan adalah keterlibatan keluarga dalam

Perawatan Klien, teori menyebutkan adanya dukungan keluarga dalam

perawatan Klien, sedangkan selama kelompok mengadakan study kasus Ny.Y


46

keluarga Klien tidak pernah datang membesuk, dikarenakan jadwal besuk lapas

yang sulit dan lokasi rumah ke lapas sangatlah jauh sehingga sulit untuk

dilibatkan dalam Perawatan Klien.


BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan uraian dari bab terdahulu tentang

Asuhan Keperawatan pada Ny.Y dengan masalah keperawatan harga diri rendah

maka kelompok mengemukakan beberapa kesimpulan :

1. Terdapat kesenjangan yang terjadi antara teori dan kasus diatas adalah

adanya beberapa data yang disebutkan dalam teori yaitu pandangan hidup

pesimistisan dan penolakan kemampuan diri, hal ini disebutkan karena

selama pengkajian klien mengatakan harapan klien bisa menjadi ibu yang

baik dan memiliki keluarga seperti dulu serta saat ini selama di Lapas Ny Y

merasa lebih dekat dengan Allah, dan sering melakukan ibadah sholat dan

puasa, hal ini dilakukan untuk medapatkan ampunan Allah.

2. Terdapat kesenjangan yang terjadi pada Diagnose Keperawatan antara teori

dengan kasus adalah pada teori menyebutkan 5 diagnosa sedangkan pada

kasus kelompok menemukan 2 diagnosa yaitu; Ansietas dan gangguan

konsep Harga Diri Rendah.

3. Perencanaan keperawatan jiwa pada diagnose harga diri rendah sesuai

dengan teori yakni startegi pelaksaan I yaitu diskusikan kemampuan dan

aspek positif yang dimiliki klien, membantu klien menilai kemampuan yang

masih dapat digunakan, membantu klien memilih kemampuan yang akan

dilatih dan melatih kemampuan yang sudah dipilih. Strategi pelaksanaan II

latih klien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan klien.

47
48

4. Gambaran hasil evaluasi menunjukkan tujuan khusus semuanya tercapai

setelah melakukan implementasi keperawatan, hanya strategi pelaksanaan

tentang keluarga yang tidak tercapai karena keluarga stidak pernah datang

membesuk dengan hal yang berkaitan jadwal besuk lapas yang sulit dan

lokasi rumah ke lapas sangatlah jauh sehingga sulit untuk dilibatkan dalam

Perawatan Klien.

B. Saran
Setiap perawat yang melakukan tindakan asuhan keperawatan pada

pasien harus menyiapkan terlebih dahulu skill dalam melakukan tindakan

keperawatan dan harus menguasai teori agar mampu melaksanakan asuhan

keperawatan dengan sebaik mungkin.


49

DAFTAR PUSTAKA

Henriksen, Ranøyen, Indredavik, & Stenseng. (2017). The role of self-esteem in


the development of psychiatric problems: a three-year prospective study in a
clinical sample of adolescents. Child and adolescent psychiatry and mental
health. Journal Kesehatan, Vol. 3 No.

Kusnanto. (2019). Perilaku caring perawat profesional. Universitas Airlangga


Surabaya.

Nurarif, & Huda, A. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa


medis & Nanda NIC_NOC.pdf. In mediaction Jogja.

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan


Indikator Diagnostik Edisi 1 (1st ed.). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Rahman, A., Marchira, C. R., & Rahmat, I. (2017). Peran dan motivasi perawat
kesehatan jiwa dalam program bebas pasung: studi kasus di Mataram. BKM
Journal of Community Medicine and Public Health, Volume 32.

Stuart, G. W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Stuart, & Sundeen. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Susilaningsih, I., & Sari, R. N. (2021). Literature Review : Terapi Kognitif Pada
Klien Harga Diri Rendah. Jurnal Keperawatan, Volume 7,.

Tuasikal, Kh., Siauta, M., & Embuai, S. (2019). Upaya Peningkatan Harga Diri
Rendah Dengan Terapi Aktivitas Kelompok (Stimulasi Persepsi) di Ruang
Sub Akut Laki RSKD Provinsi Maluku. Jurnal Kesehatan, Vol. 2 No.

Wijayati, F., Nasir, T., Hadi, I., & Akhmad. (2020). Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Harga Diri Rendah Pasien Gangguan Jiwa.
Health Information Jurnal Penelitian, Volume 12,.

Yosep, I., & Sutini, T. (2014). BUKU AJAR KEPERAWATAN JIWA (D. Waldani,
50

ed.). Bandung: PT Rineka Cipta.

Yosep Iyus, S. T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa Advance & Mental
Health Nusring. Bandung: PT. Reflika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai