Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN DASAR PROFESIONAL HOLISTIK ISLAMI


KEBUTUHAN OKSIGENASI
Dianjukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar Profesional Islami

Disusun oleh :
Rona Lariga Rohman
402022142

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Dengan menyebut nama Allah SWT yang selalu melimpahkan kasih dan
sayangnya kepada kita semua khususnya kepada penulis serta selalu memberikan
hidayah dan inayahnya sehingga penulis dapat membuat tugas laporan pendahuluan
ini dengan penuh suka cita dan dapat mengumpulkan tugas Stase Keperawatan Dasar
Profesional Islami ini tepat pada waktunya.
Tugas ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas stase dengan mata kuliah
Keperawatan Dasar Profesional Islami. Tentunya tugas yang dibuat ini belum
sepenuhnya sempurna, sehingga penulis dengan lapang dada menerima kritik dan
saran dari bpk/ibu dosen yang bersifat membangun sehingga dikemudian hari penulis
dapat membuat tugas laporan telaah jurnal jauh lebih baik dari tugas ini.
Penulis berharap laporan pendahuluan ini dapat menambah pengetahuan
pembaca serta menjadi inspirasi bagi pembaca. Mohon maaf apabila terdapat
kesalahan dalam pembuatan tugas ini.

Bandung, September 2022

Penyusun
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI

Sirosis adalah penyakit kronis hepar yang irreversible yang ditandai oleh
fibrosis, disorganisasi struktur lobulus dan vaskuler, serta nodul regeneratif dari
hepatosit (Budhiarta, 2017).

Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronik dengan distensi struktur hepar
dan hilangnya fungsi hepar yang menyebabkan fibrosis hepar, dimana jaringan hati
dengan kondisi normal digantikan jaringan parut sehingga mempengaruhi regenerasi
sel-sel dan struktur normal hati (Sulaiman, 2012; Longo, 2013 dalam Hambarukmo
(2017).

Sirosis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan penggantian jaringan


hati normal dengan fibrosis yang menyebar, yang mengganggu struktur dan fungsi
hati. Sirosis, atau jaringan parut pada hati, dibagi menjadi tiga jenis: alkoholik, paling
sering disebabkan oleh alkoholisme kronis, dan jenis sirosis yang paling umum;
paskanekrotik, akibat hepatitis virus akut sebelumnya; dan bilierm akibat obstruksi
bilier kronis dan infeksi (jenis sirosis yang paling jarang terjadi) (Brunnerd &
Suddart, 2013).

B. ETIOLOGI

Penyebab sirosis hepatis belum teridentifikasi dengan jelas, meskipun


demikian, Menurut Black & Hawks, (2009) ada beberapa faktor yang menyebabkan
sirosis hepatis yaitu:

1. Sirosis Pascanekrosis (Makronodular) Merupakan bentuk paling umum di

seluruh dunia.Kehilangan masif sel hati, dengan pola regenerasi sel tidak teratur.

Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada

tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga

mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi

chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak

mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta

menunjukkan perjalana yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.

Faktor yang menyebabkan sirosis ini pasca- akut hepatitis virus (tipe B dan C).

2. Sirosis Billier Merupakan turunnya aliran empedu bersamaan dengan kerusakan

sel hepatosit disekitar duktus empedu seperti dengan kolestasis atau obstruksi

duktus empedu.

3. Sirosis Kardiak Merupakan penyakit hati kronis terkait dengan gagal jantung sisi

kanan jangka panjang, seperti atrioventrikular perikarditis konstriktif lama.

4. Sirosis Alkoholik (mikronodular Laenec) dan zat hepatotoksik Merupakan

bentuk nodul kecil akibat beberapa agen yang melukai terus-menerus, terkait

dengan penyalahgunaan alcohol. Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat

menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis.

Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan

kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-

sebut ialah alkohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang,

peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan

parenkim hati.
5. Kelainan metabolik : hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi alpha

Ada dua kemungkinan terjadinya hemokromatosis, yaitu :

- Sejak dilahirkan si penderita mengalami kenaikan absorpsi dari Fe

- Kemungkinan di dapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada

penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,

kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.

Penyakit Wilson: suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada

orang-orang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari

otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut

Kayser Fleisher Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dari

seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada

hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.

6. antripsin, DM, glikogenosis tipe iv, Galaktosemia, tirosinemia, fruktosa intoleran

7. Kolestatis intra dan ekstrahepatik

8. gangguan imunitas

9. Idiopatik atau kriptogenik

10. Faktor Kekurangan nutrisi :

Menurut Spelberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia, faktor gangguan nutrisi
memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di dalm
simposium Patogenesis sirosi hati di Yogyakarta tanggal 22 November 1975,
ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4% penderita kekurangan
protein hewani, dan ditemukan 85% penderita sirosis hati yang berpenghasilan
rendah, yang digolongkan ini ialah : pegawai rendah, kuli, petani, buruh kasar,
mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah.

C. MANIFESTASI KLINIS

1. Sirosis terkompensasi: biasanya ditemukan secara sekunder dari


pemeriksaan fisik rutin, gejala samar.
2. Sirosis terdekompensasi: gejala penurunan protein, faktor pembekuan dan
zat lain serta manifestasi hipertensi porta.
3. Pembesaran hati di awal penyakit (hati berlemak) pada penyakit lanjut,
ukuran hati berkurang akibat jaringan parut.
4. Obstruksi asites portal: organ menjadi tempat bagi kongesti pasif kronis
terjadi dyspepsia dan perubahan fungsi usus.
5. Infeksi dan peritonit: tanda klinis mungkin tidak ada, diperlukan tindakan
parasentesis untuk menegakkan diagnosis.
6. Varises Gastrointestinal: pembuluh darah abdomen terdistensi dan menonjol
pembuluh darah disepanjang saluran GI terdistensi varises hemoroid
hemoragi dari lambung.
7. Edema.
8. Defisiensi vitamin (A, C dan K) dan anemia
9. Perburukan mental diikuti dengan ensefalopati hepatic dan koma hepatik
(Brunner & Suddart, 2013).
10. Eritema Palmaris
11. Spider Angioma Jaundis
(Black & Hawks 2009)

D. PATOFISIOLOGIS

Menurut Black & Hawks tahun 2009 sirosis adalah tahap akhir pada
banyak tipe cedera hati. Sirosis hati biasanya memiliki konsistensi noduler,

dengan berkas fibrosis (jaringan parut) dan daerah kecil jaringan regenerasi.

Terdapat kerusakan luas hepatosit. Perubahan bentuk hati merubah aliran sistem

vaskuler dan limfatik serta jalur duktus empedu. Periode eksaserbasi ditandai

dengan stasis empedu, endapan jaundis. Menurut Sylvia A. Price & Lorraine M.

Wilson, (2012), gangguan hematologik yang sering terjadi pada sirosis adalah

kecendrungan perdarahan, anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Penderita

sering mengalami perdarahan hidung, gusi, menstruasi berat, dan mudah memar.

Masa protrombin dapat memanjang. Manifestasi ini terjadi akibat berkurangnya

pembentukan faktor-faktor pembekuan oleh hati. Anemia, leukopenia, dan

trombositopenia diduga terjadi akibat hipersplenisme. Limpa tidak hanya

membesar (spelenomegali) tetapi juga lebih aktif menghancurkan sel-sel darah

dari sirkulasi. Mekanisme lain yang menimbulkan anemia adalah defisiensi folat,

vitamin B12, dan besi yang terjadi sekunder akibat kehilangan darah dan

peningkatan hemolisis eritrosit. Penderita juga lebih mudah terserang infeksi.

Kerusakan hepatoseluler mengurangi kemampuan hati mensintesis normal

sejumlah albumin. Penurunan sintesis albumin mengarah pada hipoalbuminemia,

yang dieksaserbasi oleh kebocoran protein ke dalam ruang peritonium. Volume

darah sirkulasi menurun dari kehilangan tekanan osmotik koloid. Sekresi

aldosteron meningkat lalu merangsang ginjal untuk menahan natrium dan air.

Sebagai akibat kerusakan hepatoseluler, hati tidak mampu menginaktifkan

aldosteron. Sehingga retensi natrium dan air berlanjut. Lebih banyak cairan
tertahan, volume cairan asites meningkat.

Hipertensi vena porta berkembang pada sirosis berat. Vena porta menerima
darah dari usus limpa. Jadi peningkatan di dalam tekanan vena porta
menyebabkan: (1) aliran balik meningkat pada tekanan reistan dan pelebaran vena
esofagus, umbilikus, dan vena rektus superior, yang mengakibatkan perdarahan
varises (2) asites (akibat pergesaran hidrostastik atau osmotik mengarah pada
akumulasi cairan di dalam peritoneum) dan (3) bersihan sampah metabolik
protein tidak tuntas dengan akibat meningkat amonia, selanjutnya mengarah
kepada esefalopati hepatikum. Kelanjutan proses sebagai akibat penyebab tidak
diketahui atau penyalahgunaan alkohol biasanya mengakibatkan kematian dari
ensefalopati hepatikum, infeksi bakteri (gram negatif) peritonitis (bakteri),
hepatoma (tumor hati), atau komplikasi hipertensi porta Gangguan endokrin
sering terjadi pada sirosis. Hormon korteks adrenal, testis dan ovarium,
dimetabolisme dan diinaktifkan oleh hati normal. Atrofi testis, ginekomastia,
alopesia, pada dada dan aksila, serta eritema palmaris (telapak tangan merah),
semuanya diduga disebabkan oleh kelebihan esterogen, dalam sirkulasi.
Peningkatan pigmentasi kulit diduga aktivitas hormon perangsang melanosit yang
bekerja secara berlebihan.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hemoglobin biasanya rendah
2. Leukosit biasnya meningkat
3. Trombosit biasanya meningkat
4. Kolesterol biasanya rendah
5. SGOT dan SGPT biasanya meningkat
6. Albumin biasanya rendah
7. Pemerikaan CHE (koloneterase): penting dalam menilai sel hati. Bila
terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi
kenaikan CHE menuju nilai normal.
8. Pemeriksaan kadar elektrolit dalam penggunaan diuretik dan pembatasan
garam dalam diet (Diyono dan Sri Mulyanti, 2013)
9. Uji fungsi hati (misalnya fosatase alkali serum, aspartat aminotransferase
[AST], [tranaminase glutamate oksaloasetat serum (SGOT)], alanin
aminotransferase [ALT], [transaminasenglutamat piruvat serum (SGPT)],
GGT,kolinesterase serum dan bilirubin), masa protrombin, gas darah
arteri, biopsy.
10. Pemidaian ultrasonografi
11. Pemindaian CT
12. MRI
13. Pemindaian hati radioisotope (Brunner & Suddart, 2013)

14. KOMPLIKASI

Menurut Black & Hawks (2009), komplikasi dari serosis hepatis adalah sebagai
berikut:
1. Hipertensi Porta

Hipertensi porta terjadi ketika tekanan darah meningkat menetap


pada sistem vena porta hal tersebut sebagai akibat peningkatan resistansi
dan obstruksi aliran darah melalui sistem vena porta ke dalam hati. Vena
porta kemungkinan tersumbat oleh thrombus tumor adalah penyebab
paling sering berikutnya. Faktor yang mungkin menyebabkan hipertensi
porta peningkatan resistensi terhadap aliran, sirosis, hepatitis alkoholik,
dll.

Aliran darah normal untuk dan dari hati bergantung pada fungsi
vena porta yang baik (70 % aliran masuk), arteri hepatik (30 % aliran
masuk), dan vena hepatik (aliran keluar) proses penyakit yang merusak
hati atau pembuluh darah utamanya atau perubahan aliran darah melalui
struktur ini bertanggung jawab bagi perkembangan hipertensi porta.
Hipertensi porta akibat dari peningkatan aliran darah pada vena porta
maupun peningkatan resistansi terhadap aliran di dalam sistem vena porta.
Pada klien dengan hipertensi porta, ketika pengkajian di dapatkan jaringan
pembuluh darah epigastrik sedikit berliku-liku yang bercabang akhir pada
daerah umbilikus serta kearah kedepan sternum dan tulang rusuk,
pelebaran, dan asites yang tipikal tampak ketika penyakit hati bersamaan.
2. Asites

Asites adalah akumulasi cairan di dalam ruang peritoneum akibat


interaksi beberapa perubahan patofisiologi. Hipertensi porta, penurunan
tekanan plasma osmotik koloid dan retensi natrium semua berkontribusi
terhadap kondisi ini. Sebuah proses yang mengeblok aliran darah melalui
sinusoid hati ke vena hepatik dan vena cava menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik di dalam sistem vena porta. Sebagaimana tekanan
porta meningkat, plasma bocor langsung dari kapsul hati dan vena porta
kongesti ke dalam ruang peritoneum. Kongesti saluran limfa terjadi,
mengarah pada kebocoran lebih plasma ke dalam ruang peritoneum.
Kehilangan protein plasma ke dalam cairan asites dari sistem vena porta
mengurangi tekanan onkotik di dalam kompratemen pembuluh darah.
Penurunan tekanan onkotik membatasi kemampuan sistem pembuluh
darah menahan atau mengumpulkan air.

Cairan asites secara tipikal menyebabkan distensi perut, panggul


menonjol, serta umbilikus yang menonjol keluar dan ke bawah. Meskipun
akumulasi cairan asites banyak dan nyata, namun jika jumlah kecil atau
sedang lebih sulit untuk mendeteksi.

3. Ensefalopati hepatikum

Ensefalopati Hepatikum merupakan gangguan SSP. Gangguan


mungkin tampak bersamaan dengan cedera hati berat atau gagal hati atau
setelah pembedahan puntasan portosistemik. Penyebab gangguan ini
adalah ketidakmampuan untuk memetabolisme ammonia untuk
membentuk ureum sehingga ini dapat diekresikan.Penyebabab spesifik
ensefalopati hepatikum tidak diketahui, tapi hal ini dirincikan oleh
peningkatan kadar amonia dalam darah dan cairan serebrospinal. Amonia
dihasilkan dalam usus ketika protein dipecah oleh bakteri, oleh hai dan
dalam jumlah yang lebih kecil, oleh getah lambung dan metabolisme
jaringan perifer. Ginjal adalah sumber amona lain di dalam adanya
hipokalemia. Implikasi lebih terkini penyebab ensefalopati adalah
neurotransmiter palsu, naiknya kadar mercaptan (kimia organik yang
mengandung radikal sulfhidril, terbentuk ketika molekul oksigen dan
alkohol diganti oleh sulfur ), fenol dan rantai pendek asam lemak.
Secara normal, hati amonia ke dalam glutamin, yang disimpan
dalam hati dan kemudian diubah menjadi ureum dan diekresikan melalui
ginjal. Kadar amonia darah meningkat ketika sel hati tidak mampu
membentuk fungsi ini mungkin dikarenakan sel hati rusak dan nekrosis.
Ini juga mungkin akibat dari pintasan darah dari sistem vena porta secara
langsung kedalam sirkulasi vena sistemik (pintasan hati). Pada kasus lain,
sebagaimana kadar amonia darah naik, banyak bahan tidak biasanya mulai
terbentuk. Beberapa bahan ini (misal oktopamn) tampak bertindak sebagai
neurotransmiter palsu di dalam SSP. Amonia juga adalah toksin SSP,
memengaruhi sel glia dan saraf, ini mengarah kepada perubahan
metabolisme dan fungsi SSP.

Sebuah proses yang meningkatkan protein di dalam


intestinal, seperti meningkatkan diet protein atau perdarahan GI,
menyebabkan peningkatan kadar amonia darah dan kemungkinan gejala
ensefalopati hepatikum pada klien dengan gagal hepatoseluler atau yang
telah menjalani pembedahan pintasan portosistemik.

Manifestasi klinis ensefalopati hepatikum adalah secara primer


neurologis dan rentang dari kebingungan mental ringan sampai koma
dalam. Perubhan neurologis terjadi dengan akumulasi amonia serebral atau
perdarahan GI. Ensefalopati hepatikum mengganggu memori, perhatian,
konsentrasi, dan kecepatan respons.

15. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


a. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis pada sirosis hepatis yaitu:


1. Terapi mencakup antasid, Suplemen vitamin dan nutrisi, diet
seimbang; diuretik penghemat kalium (untuk asites) hindari alkohol
Brunner & Suddart, (2013).
2. Dokter biasanya meresepkan multivitamin untuk menjaga kesehtan.
Sering kali vitamin K diberikan untuk memperbaik faktor pembekuan
(Black & Hawks, 2009).
3. Dokter mungkin juga meresepkan pemberian albumin IV untuk
menjaga volume plasma (Black & Hawks, 2009).

Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2014), penatalaksanaan medis pada


sirosis hepatis yaitu sebagai berikut:
1. Memberikan oksigen
2. Memberikan cairan infus
3. Memasang NGT (pada perdarahan)
4. Terapi transfusi: platelet, packed red cells, fresh frozen plasma (FFP)
5. Diuretik: spironolakton (Aldactone), Furosemid (lasix)
6. Sedatif: fenobarbital (Luminal)
7. Pelunak feses : dekusat
8. Detoksikan Amonia: Laktulosa
9. Vitamin: zink
10. Analgetik: Oksikodon
11. Antihistamin: difenhidramin (Benadryl)
12. Endoskopik skleroterapi: entonolamin
13. Temponade balloon varises: pipa Sengstaken-Blakemore (pada
perdarah aktif)
14. Profilaksis trombosis vena provunda :
stocking kompresi sekuensial.
b. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Black & Hawks (2009), penatalaksaan keperawatan sebagai


berikut:
1. Mencegah dan memantau perdarahan

Pantau klien untuk perdarahan gusu, purpura, melena, hematuria, dan


hematemesis.Periksa tanda vital sebagai pemeriksa tanda syok.
Selain itu untuk menceah perdarahan, lindungi klien dari cedera fisik
jatuh atau abrasi, dan diberikan suntikan hanya ketika benar- benar
diperlukan, menggunakan jarum sintik yang kecil. Instruksikan klien
untuk menghindari nafas hidung dengan kuat dan mengejan saat
BAB. Terkadang pelunak fases diresepkan untuk mencegah
mengejan dan pecahnya varises.
2. Meningkatkan status nutrisi

Modifikasi diet: diet tinggi proten untuk membangun kembali jaringan


dan juga cukup karbohidrat untuk menjaga BB dan menghemat
protein. Berikan suplemen vitamin biasanya pasien diberikan
multivitamin untuk menjaga kesehatan dan diberikan injeksi Vit K
untuk memperbaiki faktor bekuan
3. Meningkatkan pola pernafasan efektif

Edema dalam bentuk asites, disamping menekan hati dan memengaruhi


fungsinya, mungki juga menyebabkan nafas dangkal dan kegagalan
pertukaran gas, berakibat dalam bahaya pernafasan. Oksigen
diperlukan dan pemeriksaan AGD arteri. Posisi semi fowler, juga
pengkuran lingkar perut setiap hari perlu dilakukan oleh perawat.
4. Menjaga keseimbangan volume cairan
Dengan adanya asites dan edema pembatasan asupan cairan klien harus
dipantau ketat. Memantau asupan dan keluaran, juga mengukur
lingkar perut.
5. Menjaga integritas kulit

Ketika tedapat edema, mempunyai resiko untuk berkembang


kemungkinan lesi kulit terinfeksi. Jika jaundis terlihat, mandi
hangat-hangat kuku dengan pemakai sabun non-alkalin dan
penggunaan lotion.
6. Mencegah infeksi
Pencegahan infeksi diikuti dengan istirahat adekuat, diet tepat,
memonitor gejala infeksi dan memberikan antibiotik sesuai resep
KEBUTUHAN DASAR
A. Pengertian Oksigenasi
Oksigenasi merupakan suatu proses untuk mendapatkan O2 dan mengeluarkan
O2. Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk
mempertahankan hidupnya dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel.
Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen maka akan
berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien
akan meninggal (Kusnanto, 2016).
Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam
proses metabolisme dan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh
sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2
setiap kali bernapas dari atmosfer. Oksigen (O2) untuk kemudian diedarkan
keseluruh jaringan tubuh (Sulistyo Andarmoyo, 2012).
Bila ada gangguan pada salah satu organ system respirasi, maka kebutuhan
oksigen akan mengalami gangguan. Sering kali individu tidak menyadari
terhadap pentingnya oksigen. Proses pernapasan dianggap sebagai sesuatu
yang biasa – biasa saja. Banyak kondisi yang menyebabkan seseorang
mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen, seperti adanya
sumbata pada saluran pernapasan. Pada kondisi ini, individu merasakan
pentingnya oksigen (Kusnanto, 2016).
B. FISIOLOGI
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernasafan menjadi 2 bagian, yaitu
saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan
yang melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen di hirup melalui
hidung dan mulut. Kemudian oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkhial ke alveoli dan erat hubungannya dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris. Terdapat membran alveoli yang memisahkan oksigen dan darah
oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah
merah dibawa ke jantung. Kemudian akan dipompa ke dalam arteri di
semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen
100 mmHg dimana pada tingkat ini hemoglobinnya 95% (Pearce, 2007).
Adanya tekanan antara udara luar dan udara dalam paru-paru
menyebabkan udara dapat masuk ataupun keluar. Perbedaan tekanan terjadi
akibat perubahan besar kecilnya rongga dada, rongga perut, dan rongga
alveolus. Perubahan besarnya rongga ini terjadi karena pekerjaan otot-otot
pernafasan, yaitu otot antara tulang rusuk dan otot pernafasan tersebut (Kus
Irianto, 2008). Maka dari itu pernafasan dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Pernafasan Dada
Pernafasan dada adalah pernafasan yang menggunakan gerakan gerakan otot
antar tulang rusuk. Adanya kontraksi otot-otot yang terdapat diantara tulang-
tulang rusuk menyebabkan tulang dada dan tulang rusuk terangkat sehingga
rongga dada membesar. Ketika rongga dada membesar, paru-paru turut
mengembang sehingga volume menjadi besar. Sedangkan tekanannya lebih
kecil daripada tekanan udara luar. Dalam keadaan demikian udara luar dapat
masuk melalui trakea ke paru-paru (pulmonum).
b. Pernafasan Perut
Pernapasan perut adalah pernapasan yang menggunakan otot-otot diafragma.
Otot-otot sekat rongga dada berkontraksi sehingga diafragma yang semula
cembung menjadi agak rata, dengan demikian paru-paru dapat mengembang
ke arah perut (abdomen). Pada waktu itu rongga dada bertambah besar dan
udara terhirup masuk.
C. Nilai – Nilai Normal
Sel darah merah mengandung haemoglobin. Satu molekul
haemoglobin dapat membawa hingga empat molekul oksigen
yang disebut dengan oksigen yang tersaturasi. Jika semua
binding side haemoglobin mengikat oksigen maka dikatakan
saturasi oksigennya adalah 100%. Sebagian haemoglobin
dalam darah bergabung dengan oksigen yang melewati paru.
Pada individu dengan paru-paru normal, memiliki saturasi
oksigen sebesar 95-100%.
Frekuensi nafas normal 14 – 20 x / menit (Terry and Susane,
2014).

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Faktor-faktor yang mempengaruhi keadekuatan sirkulasi,

ventilasi dan transportasi gas-gas pernafasan kejaringan ada

empat yaitu :

1) Faktor fisiologis

Setiap kondisi yang mempengaruhi kardiopulmonal akan

mempengaruhi kemampuan tubuh untuk pemenuhan oksigen.

Klasifikasi umum gangguan jantung meliputi (1) ketidakseimbangan konduksi,

(2) kerusakan fungsi faskuler, (3) hipoksia miokard, (4) kardiomiopati, dan (5)

hipoksia jaringan perifer.

Gangguan pernapasan meliputi: (1) hiperventilasi, (2) hipoventlasi, dan (3)

hipoksia. Proses fisiologis lain yang mempengaruhi proses oksigenasi yaitu (1)

penurunan kapasitas pembawa oksigen seperti anemia (2) peningkatan kebutuhan


metabolisme seperti: kehamilan, demam, infeksi, (3) perubahan yang

mempengaruhi pergerakan dinding dada atau sistem saraf pusat seperti: trauma,

perubahan konfigurasi struktural yang abnormal, miastenia grafis, sindruma

guillain barre dan lain-lain.

2) Faktor perkembangan

Tahap perkembangan (umur) dan proses penuaan yang normal akan

mempengaruhi oksigenasi jaringan. Pada bayi prematur berisiko terkena

penyakit membran hialin, yang diduga disebabkan oleh defisiensi surfaktan.

Kemampuan paru untuk mensistesis surfaktan berkembang lambat pada masa

kehamilan, yakni pada sekitar bulan ketujuh, dan dengan demikian bayi

preterm tidak memiliki surfaktan. Bayi dan todler berisiko mengalami infeksi

saluran napas atas sebagai hasil pemaparan yang sering pada anak-anak lain

dan pemaparan dari asap rokok yang diisap dari orang lain. Selain itu selama

proses pertumbuhan gigi, beberapa beberapa bayi berkembang kongesti nasal,

yang memungkinkan pertumbuhan bakteri dan memungkinkan potensi

terjadinya infeksi saluran pernapasan. Infeksi saluran pernafasan atas

biasanya tidak berbahaya dan bayi atau todler sembuh dengan kesulitan

yang sedikit. Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi pernapasan

dan faktor- faktor resiko pernafasan, misalnya asap rokok dan merokok.

Individu usia dewasa pertengahan dan dewasa muda terpapar pada banyak

faktor resiko kardiopulmonar, seperti: diet yang tidak sehat, kurang latihan

fisik, obat-obatan, dan merokok. Dengan mengurangi faktorfaktor yang dapat

dimodifikasi ini, akan menurunkan resiko menderita penyakit jantung dan

pulmonar. Sistem pernafasan dan sistem jantung pada lansia mengalami


perubahan sepanjang proses penuaan. Pada sistem arterial terjadi plak

aterosklerosis sehingga tekanan darah sistemik meningkat. Kompliansi

dinding dada menurun pada klien lansia yang berhubungan dengan

osteoporosis dan kalsifikasi tulang rawan kosta. Ventilasi dan transfer gas

menurun seiring peningkatan usia.

3) Faktor perilaku

Perilaku atau gaya hidup, baik secara langsung atau tak langsung akan

mempengaruhi kebutuhan oksigen. Faktor perilaku yang mempengaruhi

kebutuhan oksigen antara lain : nutrisi, latihan fisik, merokok, penyalahgunaan

substansi dan stres.

4) Faktor lingkungan
Lingkungan juga mempengaruhi oksigenasi. Insiden penyakit paru lebih tinggi di

daerah berkabut, di daerah perkotaan lebih tinggi dari pada pedesaan. Tempat

kerja dapat meningkatkan resiko yaitu polusi udara lingkungan kerja. Stresor

yang terus menerus akan meningkat laju metabolisme tubuh dan kebutuhan akan

oksigen.

5) Riwayat penyakit
Dalam beberapa penelitian diperoleh hasil bahwa seseorang yang
mempunyai riwayat menderita penyakit paru berhubungan secara bermakna
dengan terjadinya gangguan fungsi paru. Dari hasil penelitian Soedjono
(2002) dan Nugraheni (2008) diperoleh hasil bahwa pekerja yang
mempunyai riwayat penyakit paru mempunyai risiko 2 kali lebih besar untuk
mengalami gangguan fungsi paru. Seseorang yang pernah mengidap
penyakit paru cenderung akan mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus
akan sedikit mengalami pertukaran udara. Akibatnya akan menurunkan kadar
oksigen dalam darah. Banyak ahli juga berkeyakinan bahwa penyakit emfisema
kronik, pneumonia, asma bronkiale, tuberculosis dan sianosis akan
memperberat kejadian gangguan fungsi paru.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
a. Biodata
- Nama, umur, jenis kelamin, agama, tgl MRS, No. Reg, Dx medis.
- Penanggung jawab (nama, alamat, pekerjaan, umur, pendidikan, agama).

b. Riwayat Keperawatan
- Tidak efektifnya bersihan jalan napas.
- Gangguan penyapihan ventilator.
- Gangguan pertukaran gas.
- Gangguan ventilasi spontan.
- Tidak efektifnya pola napas.

c. Pola Kesehatan Sehari – Hari Dirumah dan Dirumah Sakit


- Nutrisi
- Eliminasi
- Istirahat/tidur
- Personal Hygiene
- Aktivitas

d. Pemeriksaan Fisik
1. Mata
- Konjungtiva pucat (karena anemia)

- Konjungtiva sianosis (karena hipoksemia)


- Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak/ endocarditis)

2. Kulit
- Sianosis perifer (vasokontriksi & menurunnya aliran darah perifer)

- Penurunan turgor (dehidrasi)

- Edema

- Edema periortital

3. Jari dan Kuku


- Sianosis

- Clubbing finger

4. Mulut dan Bibir


- Membrane mukosa sianosis

- Bernafas dengan mengerutkan mulut

5. Hidung
- Pernapasan dengan cuping hidung

6. Vena Leher
- Adanya distensi/ bendungan

7. Dada
- Retraksi otot bantu pernapasan (karena peningkatan aktivitas pernapasan,
dispnea, distruksi jalan napas)
- Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan
- Tactil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/ suara melewati
saluran/ rongga pernapasa)
- Suara napas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)

- Suara napas tidak normal (chekles/ rales, ronkhi,wheezing)

- Bunyi perkusi (resonan, hiperesonan)

e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran gas
2. Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane kapiler
alveolar
3. Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler
4. Pemeriksaan sinar x dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur dan proses abnormal

5. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kemerahan dan adanya lesi
6. CT – Scan
Untuk mengidentifikasi adanya masa abnormal

f. Penatalaksanaan
- Latihan nafas dalam
Untuk memperbaiki ventilasi alveoli/ memelihara pertukaran gas, mencegah
elektasis meningkatkan efisiensi batuk dan mengurasi stress
- Latihan batuk efektif
Bertujuan membersihkan laring, trakea, dan bronkeolus dari secret/ benda asing di
jalan napas
- Pemberian O2
Dengan memberikan O2 kedalaman paru untuk mencegah hipoksia
menggunakan alat bantu O2, kanul nasal, dan masker
- Fisioterapi dada
Dengan cara postural drainase, dopping dan vibrating pada pasien dengan
gangguan system napas.
- Penghisapan lender
Dilakukan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan secret/ lender sendiri.
- Teknik pemberian nebulizer
Memberikan campuran zat aevoid dalam partikel udara dengan tekanan udara,
untuk memberikan obat melalui spontan.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas
2. Gangguan penyapihan ventilator b.d ketidakcukupan energy
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfisi
4. Gangguan ventilasi spontan b.d gangguan metabolisme
5. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan
6. Risiko aspirasi b.d gangguan menelan

3. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
D.0001 L.01001 1.01006
Bersihan Jalan Napas Bersihan Jalan Napas Latihan Batuk Efektif
Tidak Efektif
Setelah dilakukan Definisi:
Definisi : intervensi keperawatan Melatih pasien yang tidak
Ketidakmampuan selama 3x 24 jam, memiliki kemampuan batuk
membersihkan sekret maka status secara efektif untuk
atau obstruksi jalan kenyamanan membersihkan laring,
napas untuk meningkat dengan trakea dan brokiolus dari
mempertahankan jalan kriteria hasil : sekret atau benda asing di
napas tetap paten. 1. Batuk efektif jalan napas.
meningkat
Etiologi : 2. Produksi Tindakan :
- Fisiologis sputum Observasi
1. Spasme jalan menurun - Identifikasi
napas 3. Mengi menurun kemampuan batuk
2. Hipersekresi 4. Wheezing - Monitor adanya
jalan napas menurun retensi sputum
3. Disfungsi 5. Mekonium (pada - Monitor tanda dan gejala
neuromuskuler neonates) infeksi saluran napas
menurun - Monitor input dan
4. Benda asing 6. Dyspnea output cairan (mis.
dalam jalan menurun jumlah dan karakteristik)
napas 7. Ortopnea
5. Adanya jalan menurun Terapeutik
napas buatan 8. Sulit bicara - Atur posisi semi-
6. Sekresi yang menurun Flower atau flower
tertahan 9. Sianosis - Pasang perlak dan
7. Hyperplasia menurun bengkok di pangkuan
dinding jalan 10. Gelisah pasien
napas menurun - Buang sekret pada
8. Proses infeksi 11. Frekuensi tempat sputum
9. Respon alergi Napas membaik Edukasi
12. Pola napas - Jelaskan tujuan dan
10. Efek agen
prosedur batuk efektif
membaik
farmakologis - Anjurkan tarik napas
dalam melalui hidung
(mis. anastesi) selama 4 detik,
- Situsional ditahan selama 2 detik,
1. Merokok aktif kemudian keluarkan dari
2. Merokok pasif mulut dengan bibir
3. Terpajan polutan mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
Gejala dan Tanda Mayor - Anjurkan mengulangi tarik
- Subjektif napas dalam hingga 3 kali
(tidak tersedia) Anjurkan batuk dengan kuat
- Objektif
langsung setelah tarik napas
1. Batuk tidak
efektif dalam yang ke-3
2. Tidak mampu Kolaborasi
batuk - Kolaborasi pemberian
3. Sputum berlebih mukolitik atau ekspektoran,
4. Mengi, wheezing jika perlu
dan/atau ronkhi 1.01011
kering Manajemen Jalan
5. Meconium di Napas
jalan napas (pada
neonates) Definisi: Mengidentifikasi
Gejala dan Tanda Minor dan mengelola kepatenan
- Subjektif
1. Dispnea jalan napas
2. Sulit bicara Tindakan :
3. Ortopnea Observasi
- Objektif. - Monitor pola napas
1. Gelisah (frekuensi, kedalaman,
2. Sianosis usaha napas)
3. Bunyi napas - Monitor bunyi napas
menurun tambahan (mis. gurgling,
4. Frekuensi napas mengi,
berubah wheezing, ronkhi kering)
5. Pola napas - Monitor sputum
berubah (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
Kondisi Klinis Terkait - Pertahankan kepatenan
1. Gullian barre jalan napas dengan head-
syndrome tilt dan chin-lift (jaw-thrust
2. Sclerosis jika curiga trauma servikal)
multipel - Posisikan semi- Flower
3. Myasthenia atau Flower
gravis - Berikan minum
4. Prosedur hangat
diagnostic - Lakukan fisioterapi
(mis. dada, jika perlu
bronkoskopi, - lakukan penghisapan
transesopha lendir kurang dari 15 detik
geal - Lakukan hiperoksigenasi
echocardiog sebelum penghisapan
raph y endotrakeal
[TEE]) - Keluarkan sumbatan
5. Depresi system benda padat dengan forsep
saraf McGill
6. Cedera kepala Berikan oksigen, jika perlu
7. Stroke
8. Kuadriplegia Edukasi
9. Sindrom aspirasi - Anjurkan asupan cairan
meconium 2000 ml/hari, jika tidak
10. Infeksi kontraindikasi
saluran Ajarkan teknik batuk efektif
napas
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
1.01014
Pemantauan Respirasi

Definisi: Mengumpulkan
dan menganalisis data
untuk memastikan
kepatenan jalan napas dan
keefektifan pertukaran gas
Tindakan :
Observasi
- Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya
napas.
- Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-
Stokes, Biot, ataksik)
- Monitor kemampuan
batuk efektif
- Monitor adanya sumbatan
jalan napas
- Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi bunyi
napas
- Monitor saturasi
oksigen
- Monitor nilai A G D
- Monitor hasil x-ray
Toraks
Terapeutik
- Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumtasikan hasil
pemantauan

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantaun
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu.
D.0002 L.01002 1.01021
Gangguan Penyapihan Penyapihan Ventilator Penyapihan Ventilasi
Ventilator Setelah dilakukan Mekanik
intervensi keperawatan
Definisi : selama 3x 24 jam, Definisi : Memfasilitasi
Ketidakmampuan maka status pasien bernapas bernapas
beradaptasi dengan kenyamanan tanpa bantuan ventilasi
pengurangan bantuan meningkat dengan mekanis.
ventilator mekanik yang kriteria hasil : Tindakan :
dapat menghambat dan 1. Kesinkronan Observasi
memperlama proses - Periksa kemampuan untuk
penyapihan. bantuan ventilator
disapih (meliputi
meningkat hemodinamik stabil,
Etiologi : 2. Penggunaan otot kondisi optimal, bebas
- Fisiologis bantu bernapas, kapasitas vital,
1. Hipersekresi napas menurun Vd/Vt, MW, kekuatan
jalan napas 3. Napas megap inspirasi, FEV1, tekanan
2. Ketidakcukupan – megap inspirasi negative)
energi (gasping) menurun - Monitor tanda – tanda
3. Hambatan upaya 4. Napas dangkal kelelahan otot pernapasan
napas (mis. nyeri menurun (mis. kenaikan PaCO2
saat napas, 5. Agitasi menurun mendadak, napas cepat dan
kelemahan otot 6. Lelah menurun dangkal, gerakan dinding
pernapasan, efek 7. Perasaan abdomen paradoks),
sedasi) kuatir mesin rusak hipoksemia, dan hipoksia
- Psikologis menurun jaringan saat penyapihan.
1. Kecemasan 8. Focus pada Monitor status cairan dan
2. Perasaan tidak pernapasan
berdaya menurun elektrolit
3. Kurang terpapar 9. Napas paradoks Terapeutik
informasi tentang abdominal - Posisikan pasien Fowler
proses menurun (30-45 derajat)
penyapihan 10. Diaphoresis - Lakukan pengisapan jalan
4. Penurunan menurun napas, jika perlu
motivasi 11. Frekuensi napas - Berikan fisioterapi
- Situsional membaik dada, jika perlu
1. Ketidakadekuata 12. Nilai gas darah - lakukan uji coba
n dukungan arteri membaik penyapihan (30-120
sosial. 13. Upaya napas menit dengan napas
2. Ketidaktepatan membaik spontan yang dibantu
kecepatan 14. Uskultasi suara ventilator)
proses inspirasi membaik - Gunakan teknik
penyapihan 15. Warna kulit relaksasi, jika perlu
3. Riwayat membaik - Hindari pemberian
kegagalan sedasi farmakologis
berulang dalam selama percobaan
upaya penyapihan
penyapihan - Berikan dukungan
4. Riwayat psikologis
ketergantungan
ventilator >4 Edukasi
hari - Ajarkan cara
Gejala dan Tanda Mayor pengontrolan napas saat
- Subjektif penyapihan
(tidak tersedia)
Kolaborasi
- Objektif Kolaborasi pemberian obat
1. Frekuensi napas
meningkat yang meningkatkan
2. Penggunaan otot kepatenan jalan napas dan
bantu napas
3. Napas megap – pertukaran gas
megap (gasping)
4. Upaya napas dan
bantuan ventilator 1.01014
tidak Pemantauan Respirasi
sinkron
5. Napas dangkal Definisi: Mengumpulkan
6. Agitasi dan menganalisis data
7. Nilai gas darah untuk memastikan
arteri abnormal kepatenan jalan napas dan
Gejala dan Tanda Minor keefektifan pertukaran gas
- Subjektif Tindakan :
1. Lelah Observasi
2. Kuatir mesin - Monitor frekuensi, irama,
rusak kedalaman dan upaya
3. Fokus meningkat napas.
pada pernapasan - Monitor pola napas
4. Gelisah (seperti bradipnea,
takipnea, hiperventilasi,
- Objektif Kussmaul, Cheyne-
1. Auskultasi suara Stokes, Biot, ataksik)
inspriasi menurun - Monitor kemampuan
2. Warna kulit batuk efektif
abnormal (mis. - Monitor adanya sumbatan
pucat, sianosis) jalan napas
3. Napas paradoks - Palpasi kesimetrisan
abdominal ekspansi paru
4. Diaforesis - Auskultasi bunyi
5. Ekspresi wajah napas
takut - Monitor saturasi
6. Tekanan darah oksigen
meningkat - Monitor nilai A G D
7. Frekuensi nadi - Monitor hasil x-ray
meningkat toraks
8. Kesadaran
menurun Terapeutik
Kondisi Klinis Terkait - Atur interval pemantauan
1. Cedera kepala respirasi sesuai kondisi
2. Coronary artery pasien
bypass graft - Dokumtasikan hasil
(CABG) pemantauan
3. Gagal napas
4. Cardiac arrest Edukasi
5. Transplantasi - Jelaskan tujuan dan
jantung prosedur pemantaun
6. Displasia - Informasikan hasil
bronkopulmonal pemantauan, jika
perlu.
D.0003 L.01003 1.01014
Gangguan Pertukaran Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi
Gas

Definisi : Setelah dilakukan Definisi:


Kelebihan atau intervensi keperawatan Mengumpulkan dan
kekurangan oksigenasi selama 3x 24 jam, menganalisis data untuk
dan/atau eleminasi maka status memastikan kepatenan
karbondioksida pada kenyamanan jalan napas dan keefektifan
membrane alveolus- meningkat dengan pertukaran gas
kapiler. kriteria hasil :
1. Tingkat Tindakan :
Etiologi : kesadaran Observasi
1. Ketidakseimbang an meningkat - Monitor frekuensi, irama,
ventilasi- perfusi 2. Dyspnea menurun kedalaman dan upaya
2. Perubahan membrane 3. Bunyi napas napas.
alveolus-kapiler tambahan menurun - Monitor pola napas
Gejala dan Tanda Mayor 4. Pusing (seperti bradipnea,
- Subjektif Menurun takipnea,
1. Dispnea 5. Penglihatan hiperventilasi, Kussmaul,
kabur menurun Cheyne- Stokes, Biot,
- Objektif 6. Diaphoresis ataksik)
1. PCO2 menurun - Monitor kemampuan
meningkat/men 7. Gelisah batuk efektif
urun menurun - Monitor adanya sumbatan
2. PO2 menurun 8. Napas cuping jalan napas
3. Takikardia hidung menurun - Palpasi kesimetrisan
4. pH arteri 9. PCO2 ekspansi paru
meningkat/men membaik - Auskultasi bunyi
urun 10. PO2 napas
5. Bunyi napas membaik - Monitor saturasi
tambahan 11. Takikardia oksigen
Gejala dan Tanda Minor membaik - Monitor nilai A G D
- Subjektif 12. pH arteri - Monitor hasil x-ray
1. Pusing membaik Toraks
2. Penglihatan 13. Sianosis Terapeutik
kabur membaik - Atur interval pemantauan
- Objektif. 14. Pola napas respirasi sesuai kondisi
1. Sianosis membaik pasien
2. Diaforesis Warna kulit - Dokumtasikan hasil
3. Gelisah membaik pemantauan
4. Napas cuping Terapeutik
hidung - Atur interval pemantauan
5. Pola napas respirasi sesuai kondisi
abnormal pasien
(cepat/lambat, - Dokumtasikan hasil
regular/ireguler, pemantauan
dalam/dangkal) 1.01026
6. Warna kulit Terapi Oksigen
abnormal (mis.
pucat, kebiruan) Definisi: Memberikan
7. Kesadaran tambahan oksigen untuk
menurun mencegah dan mengatasi
kondisi kekurangan
Kondisi Klinis Terkait oksigen jaringan.
1. Penyakit paru
obstruksi kronis Tindakan :
(PPOK) Observasi
2. Gagal jantung - Monitor kecepatam
kongestif - aliran oksigen Monitor
3. Asma posisi alat terapi oksigen
4. Pneumonia - Monitor aliran oksigen
5. Tuberculosis paru secara periodic dan
6. Penyakit pastikan fraksi yang
membran hialin diberikan cukup
7. Asfiksia - Monitor efektifitas terapi
8. Persistent oksigen (mis. oksimetri,
pulmonary analisa gas darah), jika
hypertension of perlu
newborn (PPHN) - Monitor kemampuan
9. Prematuritas melepaskan oksigen saat
10. Infeksi makan
saluran - Monitor tanda – tanda
napas hipoventilasi
- Monitor tanda dan
gejala toksikasi oksigen
dan atelectasis
- Monitor tingkat
kecemasan akibat terapi
oksigen
- Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen

Terapeutik
- Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan trakea,
jika perlu
- Pertahankan keptenan
jalan napas
- Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
- Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
- Tetap erikan oksigen saat
pasien ditransportasi
- Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas
pasien

Edukasi
Ajarkan pasien dan
keluarga cara menggunakan
oksigen di rumah

Kolaborasi
- Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur

D.0005 L.01007 1.01002


Pola Nafas Tidak Efektif Pola Nafas Manajemen Jalan Nafas
Definisi : Setelah dilakukan Definisi: Mengidentifikasi
Inspirasi dan/atau intervensi keperawatan dan mengelola kepatenan
ekspirasi yang tidak selama 3x 24 jam, jalan napas
memberikan ventilasi maka status
adekuat pernapasan membaik Tindakan :
Etiologi : dengan kriteria hasil : Observasi
1. Depresi pusat 1. Ventilasi - Monitor pola napas
pernapasan semenit (frekuensi, kedalaman,
2. Hambatan upaya meningkat usaha napas)
napas (mis. nyeri 2. Kapasitas - Monitor bunyi napas
saat bernapas, vital tambahan (mis. gurgling,
kelemahan otot meningkat mengi,
pernapasan) 3. Diameter wheezing, ronkhi kering)
Deformitas thoraks - Monitor sputum
dinding dada anterior- (jumlah, warna, aroma)
4. Deformitas posteilor
tulang dada meningkat Terapeutik
5. Gangguan 4. Tekanan - Pertahankan kepatenan
neuromuskular ekspirasi jalan napas dengan head-
6. Gangguan
meningkat tilt dan chin-lift (jaw-thrust
5. Tekanan
neurologis (mis. jika curiga trauma servikal)
inspirasi
elektroensefalog - Posisikan semi- Flower
meningkat
ram [EEG] atau Flower
6. Dyspnea
positif, cedera - Berikan minum
kepala, gangguan menurun
hangat
kejang) 7. Penggunaan
- Lakukan fisioterapi
7. Iamturitas otot bantu
dada, jika perlu
neurologis napas menurun
- lakukan penghisapan
8. Penurunan 8. Pemanjangan
lendir kurang dari 15 detik
energy fase ekspirasi
- Lakukan hiperoksigenasi
9. Obesitas menurun
sebelum penghisapan
9. Ortopnea
10. Posisi tubuh menurun endotrakeal
yang 10. Pernapasan - Keluarkan sumbatan
menghambat pursed-tip benda padat dengan forsep
ekspansi paru menurun McGill
11. Sindrom 11. Pernapasan Berikan oksigen, jika perlu
hipoventilasi cuping hidung Edukasi
12. Kerusakan menurun - Anjurkan asupan cairan
inervasi 12. Frekuensi 2000 ml/hari, jika tidak
diafragma napas kontraindikasi
(kerusakan saraf membaik Ajarkan teknik batuk efektif
C5 ke atas) 13. Kedalaman Kolaborasi
13. Cedera pada napas - Kolaborasi pemberian
medula spinalis membaik bronkodilator,
14. Efek agen 14. Ekskursi ekspektoran, mukolitik,
farmakologis dada jika perlu
15. Kecemasan membaik
1.01014
Gejala dan Tanda Mayor Pemantauan Respirasi
- Subjektif Definisi: Mengumpulkan dan
Dispnea menganalisis data untuk
memastikan kepatenan jalan
- Objektif
napas dan keefektifan
1. Penggunaan otot
pertukaran gas
bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi Tindakan :
memanjang Observasi
Pola napas - Monitor frekuensi, irama,
abnormal kedalaman dan upaya
(mis. napas.
takipnea, - Monitor pola napas
bradipnea, (seperti bradipnea,
hiperventilasi, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, Kussmaul, Cheyne-
cheyne-stokes) Stokes, Biot, ataksik)
Gejala dan Tanda Minor - Monitor kemampuan
- Subjektif batuk efektif
Ortopnea - Monitor adanya sumbatan
- Objektif. jalan napas
1. Pernapasan - Palpasi kesimetrisan
pursed-lip ekspansi paru
2. Pernapasan - Auskultasi bunyi
cuping hidung napas
3. Diameter - Monitor saturasi
thoraks anterior- oksigen
posterior - Monitor nilai A G D
meningkat - Monitor hasil x-ray
4. Ventilasi semenit toraks
menurun Terapeutik
5. Kapasitas vital - Atur interval pemantauan
menurun respirasi sesuai kondisi
6. Tekanan pasien
ekspirasi menurun - Dokumtasikan hasil
7. Tekanan pemantauan
inspirasi
menurun Edukasi
8. Ekskursi dada - Jelaskan tujuan dan
berubah prosedur pemantaun
Kondisi Klinis Terkait - Informasikan hasil
1. Depresi system pemantauan, jika
saraf pusat perlu.
2. Cedera kepala
3. Trauma thoraks
4. Guillan barre
syndrome
5. Multiple sclerosis
6. Myasthenia
gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegia
Intoksikasi alkohol

D.0006 L.01006 1.01018


Risiko Aspirasi Tingkat Aspirasi Pencegahan Apirasi
Definisi : Setelah dilakukan Definisi: Mengidentifikasi
Berisiko mengalami intervensi keperawatan dan mengurangi risiko
masuknya sekresi selama 3x 24 jam, masuknya partikel
maka status gangguan
gastrointestinal, sekresi makanan/cairan ke dalam
orofaring, benda cair aspirasi menurun paru – paru.
atau padat ke dalam dengan kriteria hasil :
saluran trakeobronkhial 1. Tingkat Tindakan :
akibat disfungsi kesadaran Observasi
mekanisme protektif meningkat - Monitor tingkat
saluran napas. 2. Kemampuan kesadaran, batuk, munrah
menelan dan kemampuan menelan
Faktor Risiko : meningkat - Monitor status
1. Penurunan 3. Kebersihan pernapasan
tingkat mulut - Monitor bunyi napas,
kesadaran meningkat teutama setelah
2. Penurunan refleks 4. Dyspnea makan/minum
muntah menurun - Periksa residu gaster
dan/atau batuk 5. Kelemahan sebelum memberi asupan
3. Gangguan otot menurun oral
menelan 6. Akumulasi - Periksa kepatenan
4. Disfagia sekret selang nasogastric
5. Kerusakan menurun sebelum memberi asupan
mobilitas fisik 7. Wheezing oral
6. Peningkatan menurun
residu lambung 8. Batuk Terapeutik
7. Peningkatan menurun - Posisikan semi
tekanan 9. Penggunaan Fowler (30 – 45
intragastrik otot aksesori derajat) 30 menit
8. Penurunan menurun sebelum memberi
motilitas 10. Sianosis asupan oral
gastrointestinal menurun - Pertahankan posisi semi
9. Sfingter 11. Gelisah Fowler (30 – 45 derajat)
esophagus menurun pada pasien tidak sadar
bawah Frekuensi napas - Pertahankan kepatenan
inkompeten membaik jalan napas (mis. teknik
10. Perlambatan head tilt chin lift, jaw
pengosongan thrust, in line)
lambung - Pertahankan
11. Terpasang pengembangan balon
selang endotracheal tube
nasogastric (ETT)
12. Terpasang - lakukan penghisapan jalan
trakeostomi atau napas, jika produksi sekret
endotracheal meningkat
tube - Sediakan suction di
13. Trauma/pembed ruangan
ahan leher, - Hindari memberi makan
mulut, dan/atau melalui selang
wajah gastrointestinal, jika residu
14. Efek agen banyak
farmakalogis - Berikan makanan
15. Ketidakmatanga n dengan ukuran kecil atau
koordinasi lunak
menghisap, - Berikan obat oral
menelan dan dalam bentuk cair
bernapas
Kondisi Klinis Terkait Edukasi
1. Cedera kepala - Anjurkan makan
2. Stroke secara perlahan
3. Cedera medulla - Anjurkan strategi
spinalis mencegah aspirasi
4. Guillain barre - Ajarkan teknik
syndrome mengunyah atau
5. Penyakit menelan, jika perlu
Parkinson 1.01011
6. Keracunan obat Manajemen Jalan
dan alkohol Napas
7. Pembesaran
Definisi: Mengidentifikasi
uterus dan mengelola kepatenan
8. Miestenia gravis jalan napas
9. Fistula
trakeosofagus Tindakan :
10. Striktura Observasi
esophagus - Monitor pola napas
11. Sclerosis (frekuensi, kedalaman,
multiple usaha napas)
12. Labiopalatoskizis - Monitor bunyi napas
13. Astresia tambahan (mis. gurgling,
esophagus mengi, wheezing, ronkhi
14. Laringomalasia kering)
15. Prematuritas - Monitor sputum
(jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma servikal)
- Posisikan semi- Flower
atau Flower
- Berikan minum
hangat
- Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
- lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan
benda padat dengan forsep
McGill
- Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Efusi pleura merupakan suatu keadaan dimana terdapat cairan


dalam jumlah yang berlebihan didalam rongga pleura, yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi
(penyerapan ) cairan pleura.
Water Sealed Drainage merupakan tindakan invasive yang
dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga
pleura, rongga thorax, dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan WSD terdiri dari
pengkajian, penegakan diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi
keperawatan sebagaimana standart ilmu keperawatan.
Saran

Pembaca

Diharapkan dengan adanya laporan pendahuluan ini, pembaca dari


makalah ini tidak menganggap bahwa makalah ini dapat digunakan sebagai
literatur baru untuk penyelesaian tugas-tugas perkuliahan maupun literatur
penelitian, makalahini hanya berisi tentang rangkuman dan sebaiknya jika
akan menggunakan literatur, pembaca dapat mengambil dari beberapa
literatur yang tertulis dalam daftar pustaka.

Institusi Pendidikan

Institusi pendidikan merupakan sarana utama untuk memperoleh


pendidikan sebagai mana mestinya, karenanya apabila dalam makalah ini
adalah kekurangan, diharapkan institusi pendidikan dapat memberikan
masukan dan saran untuk penulis dengan memberikan revisi gambaran
umum dalam makalah ini.

Bidang Keperawatan

Dalam bidang keperawatan, beberapa tindakan invasive dan


kolaborative merupakan sebuah standart yang harus menjadi tolak ukur
untuk mencegah sebuah kesalah dalam tindakan, maka dengan makalah
ini harapan penulis adalah perawat tau bahwa tindakan WSD hanya boleh
dilakukan oleh seorang dokter, perawat hanya membantu asistensi dalam
tindakan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi).


Yogyakarta : Graha Ilmu. Kusnanto. (2016). Modul Pembelajaran
Pemenuhan Kebutuhan Oksigen. Mulyorejo, Surabaya:
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia . Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Nursalam. 2014. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan
Praktek. Jakarta: Salemba Medika. Price. A, Sylvia, M. Wilson
Lorraine. 2015. Patofisiologi Konsep Klinik Proses Penyakit.
Jakarta: EGC. Sjamsuhidayat. 2015. Ilmu Penyakit Dalam Untuk
Perawat. FKUI: Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal- Bedah
Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC Suryono, S. Dkk. 2001. Ilmu
Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai