Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KEPERAWATAN MADEKAL BEDAH (KMB)

Dose Pengampu :
Ns. Dewi Masyitah, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB

Disusun Oleh :
Medina Yasmin
Nim PO71202220040

JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES JAMBI


PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-
Nyalah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan Makalah Sirosis Hepatis ini tepat
pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas yang diberikan
Dosen Mata Kuliah KMB.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari semua
pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi kalimat, isi
maupun dalam penyusunan.oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari dosen mata
kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II Pembahasan
A. Konsep Sirosis Hepatis
B. Konsep Asuhan keperawatan
BAB III Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
 Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi proses-
proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan
metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga
dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.
Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi
nodul dan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur.
(Smeltzer, Bare, 2001).
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketika pada
pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh
dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang
meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju.
Maka kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh
populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secarakebetulan ketika
berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi. Penderita sirosis hati lebih
banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1
dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya
sekitar 40 – 449 tahun.(Mariyani, 2003)
Angka kejadian sirosis hati yang paling sering muncul adalah akibat alkoholisme.
Namun tidak menutup kemungkinan penyebab lainnya seperti kekurangan gizi, protein
deficiency, hepatitis dan jenis lain dari proses infeksi, penyakit saluran empedu, dan racun
kimia. Gejala yang ditimbulkan sirosis hepatis akibat perubahan morfologi dapat
menggambarkan kerusakan yang terjadi. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi seperti
hematemesis melena, koma hepatikum.  
Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar masyarakat
dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis, merawat pasien dengan penyakit sirosis
hepatis adalah mencakup perbaikan masukan nutrisi klien, membantu klien mendapatkan
citra diri yang positif dan pemahaman dengan penyakit dan pengobatanya.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai perawat dalam merawat
pasien dengan penyakit sirosis hepatis dengan penanganan tepat dan asuhan keperawatan
yang komprehensif.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Setelah membaca makalah ini, mahasiswa diharapkan dapat memperoleh
pengetahuan mengenai sirosis hepatis dan komplikasinya dan mampu memberikan
asuhan keperawatan secara komprehensif kepada pasien.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian sirosis hepatis dan pengertian
komplikasinya.
b. Mahasiswa mengetahui etiologi sirosis hepatis
c. Mahasiswa bisa menjelaskan patofisiologi dan manifestasi klinis sirosis hepatis dan
komplikasinya.
d. Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan sirosis hepatis dan komplikasi yang
terjadi.
e. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien sirosis hepatis
dan komplikasinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Konsep Sirosis Hepatis
1. Pengertian

Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hati dengan inflamasi dan fibrosis yang
mengakibatkan distorsi struktur dan hilangnya sebagian besar hepar. Perubahan besar
yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel
mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal. (Baradero,
2008). Sirosis Hepatis merupakan penyakit hati menahun ditandai adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati
yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul, sehingga menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro sel hepar tidak teratur (Nugroho, 2011).
Sirosis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan penggantian jaringan hati
normal dengan fibrosis yang menyebar, yang mengganggu struktur dan fungsi hati.
Sirosis, atau jaringan parut pada hati, dibagi menjadi tiga jenis: alkoholik, paling sering
disebabkan oleh alkoholisme kronis, dan jenis sirosis yang paling umum,; paskanekrotik,
akibat hepatitis virus akut sebelumnya; dan bilierm akibat obstruksi bilier kronis dan
infeksi (jenis sirosis yang paling jarang terjadi) (Brunnerd & Suddart, 2013).
Menurut Black & Hawks tahun 2009, Sirosis hepatis adalah penyakit kronis progresif
dicirikan dengan fibrosis luas (jaringan parut) dan pembentukan nodul. Sirosis terjadi
ketika aliran normal darah, empedu dan metabolism hepatic diubah oleh fibrosis dan
perubahan di dalam hepatosit, duktus empedu, jalur vaskuler dan sel retikuler.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar yang
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat dan pembentukan nodul.
2. Etiologi dan Faktor Risiko Sirosis Hepatis
Penyebab sirosis hepatis belum teridentifikasi dengan jelas, meskipun demikian,
Menurut Black & Hawks, 2009 ada beberapa faktor yang menyebabkan sirosis hepatis
yaitu:
a. Sirosis Pascanekrosis (Makronodular)
Merupakan bentuk paling umum di seluruh dunia.Kehilangan masif sel hati, dengan
pola regenerasi sel tidak teratur. Faktor yang menyebabkan sirosis ini pasca- akut
hepatitis virus (tipe B dan C).
b. Sirosis Billier
Merupakan turunnya aliran empedu bersamaan dengan kerusakan sel hepatosit
disekitar duktus empedu seperti dengan kolestasis atau obstruksi duktus empedu.
c. Sirosis Kardiak
Merupakan penyakit hati kronis terkait dengan gagal jantung sisi kanan jangka
panjang, seperti atrioventrikular perikarditis konstriktif lama.
d. Sirosis Alkoholik (mikronodular Laenec)
Merupakan bentuk nodul kecil akibat beberapa agen yang melukai terus-menerus,
terkait dengan penyalahgunaan alcohol.
3. Patofisiologi Sirosis Hepatis
Menurut Black & Hawks tahun 2009 sirosis adalah tahap akhir pada banyak tipe
cedera hati. Sirosis hati biasanya memiliki konsistensi noduler, dengan berkas fibrosis
(jaringan parut) dan daerah kecil jaringan regenerasi. Terdapat kerusakan luas hepatosit.
Perubahan bentuk hati merubah aliran sistem vaskuler dan limfatik serta jalur duktus
empedu. Periode eksaserbasi ditandai dengan stasis empedu, endapan jauundis.
Menurut Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, (2012), gangguan hematologik yang
sering terjadi pada sirosis adalah kecendrungan perdarahan, anemia, leukopenia, dan
trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan hidung, gusi, menstruasi berat,
dan mudah memar. Masa protrombin dapat memanjang. Manifestasi ini terjadi akibat
berkurangnya pembentukan faktor-faktor pembekuan oleh hati. Anemia, leukopenia, dan
trombositopenia diduga terjadi akibat hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar
(spelenomegali) tetapi juga lebih aktif menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi.
Mekanisme lain yang menimbulkan anemia adalah defisiensi folat, vitamin B 12, dan besi
yang terjadi sekunder akibat kehilangan darah dan peningkatan hemolisis eritrosit.
Penderita juga lebih mudah terserang infeksi.
Kerusakan hepatoseluler mengurangi kemampuan hati mensintesis normal sejumlah
albumin. Penurunan sintesis albumin mengarah pada hipoalbuminemia, yang
dieksaserbasi oleh kebocoran protein ke dalam ruang peritonium. Volume darah
sirkulasi menurun dari kehilangan tekanan osmotik koloid. Sekresi aldosteron meningkat
lalu merangsang ginjal untuk menahan natrium dan air. Sebagai akibat kerusakan
hepatoseluler, hati tidak mampu menginaktifkan aldosteron. Sehingga retensi natrium
dan air berlanjut. Lebih banyak cairan tertahan, volume cairan asites meningkat.
Hipertensi vena porta berkembang pada sirosis berat. Vena porta menerima darah
dari usus limpa. Jadi peningkatan di dalam tekanan vena porta menyebabkan:
a. Aliran balik meningkat pada tekanan reistan dan pelebaran vena esofagus, umbilikus,
dan vena rektus superior, yang mengakibatkan perdarahan varises
b. Asites (akibat pergesaran hidrostastik atau osmotik mengarah pada akumulasi cairan
di dalam peritoneum)
c. Bersihan sampah metabolik protein tidak tuntas dengan akibat meningkat amonia,
selanjutnya mengarah kepada esefalopati hepatikum.
Kelanjutan proses sebagai akibat penyebab tidak diketahui atau penyalahgunaan
alkohol biasanya mengakibatkan kematian dari ensefalopati hepatikum, infeksi bakteri
(gram negatif) peritonitis (bakteri), hepatoma (tumor hati), atau komplikasi hipertensi
porta.
Gangguan endokrin sering terjadi pada sirosis. Hormon korteks adrenal, testis dan
ovarium, dimetabolisme dan diinaktifkan oleh hati normal. Atrofi testis, ginekomastia,
alopesia, pada dada dan aksila, serta eritema palmaris (telapak tangan merah), semuanya
diduga disebabkan oleh kelebihan esterogen, dalam sirkulasi. Peningkatan pigmentasi
kulit diduga aktivitas hormon perangsang melanosit yang bekerja secara berlebihan.
4. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis
a. Manifestasi Klinis
1) Sirosis terkompensasi: biasanya ditemukan secara sekunder dari pemeriksaan
fisik rutin, gejala samar.
2) Sirosis terdekompensasi: gejala penurunan protein, faktor pembekuan dan zat lain
serta manifestasi hipertensi porta.
3) Pembesaran hati di awal penyakit (hati berlemak) pada penyakit lanjut, ukuran
hati berkurang akibat jaringan parut.
4) Obstruksi asites portal: organ menjadi tempat bagi kongesti pasif kronis terjadi
dyspepsia dan perubahan fungsi usus.
5) Infeksi dan peritonit: tanda klinis mungkin tidak ada, diperlukan tindakan
parasentesis untuk menegakkan diagnosis.
6) Varises Gastrointestinal: pembuluh darah abdomen terdistensi dan menonjol
pembuluh darah disepanjang saluran GI terdistensi varises hemoroid hemoragi
dari lambung.
7) Edema.
8) Defisiensi vitamin (A, C dan K) dan anemia
9) Perburukan mental diikuti dengan ensefalopati hepatic dan koma hepatik
(Brunner & Suddart, 2013).
10) Eritema Palmaris
11) Spider Angioma
12) Jaundis (Black & Hawks 2009)

b. Komplikasi
Menurut Black & Hawks tahun 2009, komplikasi dari serosis hepatis adalah sebagai
berikut:
1) Hipertensi Porta
Hipertensi porta terjadi ketika tekanan darah meningkat menetap pada
sistem vena porta hal tersebut sebagai akibat peningkatan resistansi dan
obstruksi aliran darah melalui sistem vena porta ke dalam hati.

a) Etiologi dan faktor risiko


Vena porta kemungkinan tersumbat oleh thrombus tumor adalah
penyebab paling sering berikutnya. Faktor yang mungkin menyebabkan
hipertensi porta peningkatan resistensi terhadap aliran, sirosis, hepatitis
alkoholik, dll.
b) Patofisiologi
Aliran darah normal untuk dan dari hati bergantung pada fungsi vena
porta yang baik (70 % aliran masuk), arteri hepatik (30 % aliran masuk),
dan vena hepatik (aliran keluar) proses penyakit yang merusak hati atau
pembuluh darah utamanya atau perubahan aliran darah melalui struktur ini
bertanggung jawab bagi perkembangan hipertensi porta. Hipertensi porta
akibat dari peningkatan aliran darah pada vena porta maupun peningkatan
resistansi terhadap aliran di dalam sistem vena porta.
c) Manifestasi Klinis
Pada klien dengan hipertensi porta, ketika pengkajian di dapatkan
jaringan pembuluh darah epigastrik sedikit berliku-liku yang bercabang
akhir pada daerah umbilikus serta kearah kedepan sternum dan tulang rusuk,
pelebaran, dan asites yang tipikal tampak ketika penyakit ahati bersamaan.
2) Asites
a) Etiologi dan Faktor Resiko
Asites adalah akumulasi cairan di dalam ruang peritoneum akibat
interaksi beberapa perubahan patofisiologi. Hipertensi porta, penurunan
tekanan plasma osmotik koloid dan retensi natrium semua berkontribusi
terhadap kondisi ini.
b) Patofisiologi
Sebuah proses yang mengeblok aliran darah melalui sinusoid hati ke
vena hepatik dan vena cava menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik
di dalam sistem vena porta. Sebagaimana tekanan porta meningkat, plasma
bocor langsung dari kapsul hati dan vena porta kongesti ke dalam ruang
peritoneum. Kongesti saluran limfa terjadi, mengarah pada kebocoran lebih
plasma ke dalam ruang peritoneum. Kehilangan protein plasma ke dalam
cairan asites dari sistem vena porta mengurangi tekanan onkotik di dalam
kompratemen pembuluh darah. Penurunan tekanan onkotik membatasi
kemampuan sistem pembuluh darah menahan atau mengumpulkan air.
c) Manifestasi Klinis
Cairan asites secara tipikal menyebabkan distensi perut, panggul
menonjol, serta umbilikus yang menonjol keluar dan ke bawah. Meskipun
akumulasi cairan asites banyak dan nyata, namun jika jumlah kecil atau
sedang lebih sulit untuk mendeteksi.

3) Ensefalopati Hepatikum
Ensefalopati Hepatikum merupakan gangguan SSP. Gangguan mungkin
tampak bersamaan dengan cedera hati berat atau gagal hati atau setelah
pembedahan puntasan portosistemik. Penyebab gangguan ini adalah
ketidakmampuan untuk memetabolisme ammonia untuk membentuk ureum
sehingga ini dapat diekresikan.
a) Patofisiologi
Penyebabab spesifik ensefalopati hepatikum tidak diketahui, tapi hal ini
dirincikan oleh peningkatan kadar amonia dalam darah dan cairan
serebrospinal. Amonia dihasilkan dalam usus ketika protein dipecah oleh
bakteri, oleh hai dan dalam jumlah yang lebih kecil, oleh getah lambung dan
metabolisme jaringan perifer. Ginjal adalah sumber amona lain di dalam
adanya hipokalemia. Implikasi lebih terkini penyebab ensefalopati adalah
neurotransmiter palsu, naiknya kadar mercaptan (kimia organik yang
mengandung radikal sulfhidril, terbentuk ketika molekul oksigen dan
alkohol diganti oleh sulfur ), fenol dan rantai pendek asam lemak.
Secara normal, hati amonia ke dalam glutamin, yang disimpan dalam
hati dan kemudian diubah menjadi ureum dan diekresikan melalui ginjal.
Kadar amonia darah meningkat ketika sel hati tidak mampu membentuk
fungsi ini mungkin dikarenakan sel hati rusak dan nekrosis. Ini juga
mungkin akibat dari pintasan darah dari sistem vena porta secara langsung
kedalam sirkulasi vena sistemik (pintasan hati). Pada kasus lain,
sebagaimana kadar amonia darah naik, banyak bahan tidak biasanya mulai
terbentuk. Beberapa bahan ini (misal oktopamn) tampak bertindak sebagai
neurotransmiter palsu di dalam SSP. Amonia juga adalah toksin SSP,
memengaruhi sel glia dan saraf, ini mengarah kepada perubahan
metabolisme dan fungsi SSP.
Sebuah proses yang meningkatkan protein di dalam intestinal, seperti
meningkatkan diet protein atau perdarahan GI, menyebabkan peningkatan
kadar amonia darah dan kemungkinan gejala ensefalopati hepatikum pada
klien dengan gagal hepatoseluler atau yang telah menjalani pembedahan
pintasan portosistemik.
b) Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ensefalopati hepatikum adalah secara primer
neurologis dan rentang dari kebingungan mental ringan sampai koma dalam.
Perubhan neurologis terjadi dengan akumulasi amonia serebral atau
perdarahan GI. Ensefalopati hepatikum mengganggu memori, perhatian,
konsentrasi, dan kecepatan respons.
Pola terbalik sering terjadi, klien terbangun malam hari dan mengantuk
pada siang hari. Menulis dan ucapan menunjukkan perubahansignifikan
seperti terjadi penyimpangan intelektual. Asteriksis mungkin ada. Pada
beberapa klien dengan ensefalopati hepatikum, hiperventilasi dengan
alkalosis respiratorik berkembang karena kadar amnia tinggi merangsang
pusat pernafasan. Adanya methylmercaptan menyebabkan bau karakteristik
pada pernafan yang disebut fetorhepaticus.
Sebagaiman perkembangan sindrom, tingkat kesadaran klien perlahan
berkurang, dan kebingungan menjadi lebih berat, namun, tingkat depresi
SSP umunya fluktasi. Koma akhirnya terjadi, yang mendalam sampai tidak
ada respons nyeri dan refleks kornea, benar-benar tidak ada. Berikut
stadium ensefalopati hepatikum:
(a) Stadium 1
(1) Letih
(2) Gelisah
(3) Iritabel
(4) Penurunan tampilan intelektual
(5) Penurunan rentang perhatian
(6) Berkurangnya ingatan jangka pendek
(7) Perubahan kepribadian
(8) Pola tidur terbalik
(b) Stadium 2
(1) Penyimpangan dalam menulis
(2) Asteriksis
(3) Gngguan status mental
(4) Bingung
(5) Lemah
(6) Fetor hepaticus
(c) Stadium 3
(1) Bingung berat
(2) Ketidakmampuan mengikuti perintah
(3) Samnolen dalam, tapi dapat bangun
(d) Stadium 4
(1) Koma
(2) Tidak respons terhadap rangsangan nyeri
(3) Kemungkinan sikap tubuh dekortikasi atau deserebasi

Hasil laboratorium mnunukkan naiknya amonia darah dan kadag


glutamin cairan serebrospinal. Meskipun temuan ini membantu
mengomfirmasi diagnosis ensefalopati, tapi tidak spesifik. Memantau kadar
serum amonia, kadar elektrolit, gas darah, hasil tes fungsi hati (bilirubin,
albumin, protrombin, dan enzim) keseluruhan perjalanan penyakit. Temuan
ini membantu menentukan tingkat ketidakseimbangan dan tingkat cedera
hepatik.
c) Prognosis

Meskipun intervensi biasanya mengurangi ensefalopati hepatikum, klien


mungkin meninggal karena komplikasi sirkulasi atau respirasi, infeksi, atau
delirium dan kejang. Kematian terjadi pada klien yang berkembang kerah
koma dengan gagal hati. Langkah-langkah dramatis mungkin dibutuhkan
untuk mengurangi kadar toksik amonia dalam darah. Cara tersebut termasuk
hemodialisis dan transfusi tukar, yang melibatkan pembuangan pergantian
sekitar 80% darah klien. Transplatasi hati dilakukan pada kasus gagal hati
fulminan.

5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada sirosis hepatis yaitu:

1) Terapi mencakup antasid, Suplemen vitamin dan nutrisi, diet seimbang; diuretik
penghemat kalium (untuk asites) hindari alkohol Brunner & Suddart, (2013).
2) Dokter biasanya meresepkan multivitamin untuk menjaga kesehtan. Sering kali
vitamin K diberikan untuk memperbaik faktor pembekuan (Black & Hawks,
2009).
3) Dokter mungkin juga meresepkan pemberian albumin IV untuk menjaga volume
plasma (Black & Hawks, 2009).

Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2014), penatalaksanaan medis pada sirosis


hepatis yaitu sebagai berikut:

1) Memberikan oksigen
2) Memberikan cairan infus
3) Memasang NGT (pada perdarahan)
4) Terapi transfusi: platelet, packed red cells, fresh frozen plasma (FFP)
5) Diuretik: spironolakton (Aldactone), Furosemid (lasix)
6) Sedatif: fenobarbital (Luminal)
7) Pelunak feses : dekusat
8) Detoksikan Amonia: Laktulosa
9) Vitamin: zink
10) Analgetik: Oksikodon
11) Antihistamin: difenhidramin (Benadryl)
12) Endoskopik skleroterapi: entonolamin
13) Temponade balloon varises: pipa Sengstaken-Blakemore (pada perdarah aktif)
14) Profilaksis trombosis vena provunda : stocking kompresi
sekuensial.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Black & Hawks (2009), penatalaksaan keperawatan sebagai berikut:
1) Mencegah dan memantau perdarahan
Pantau klien untuk perdarahan gusu, purpura, melena, hematuria, dan
hematemesis.Periksa tanda vital sebagai pemeriksa tanda syok. Selain itu untuk
menceah perdarahan, lindungi klien dari cedera fisik jatuh atau abrasi, dan
diberikan suntikan hanya ketika benarbenar diperlukan, menggunakan jarum sintik
yang kecil. Instruksikan klien untuk menghindari nafas hidung dengan kuat dan
mengejan saat BAB. Terkadang pelunak fases diresepkan untuk mencegah
mengejan dan pecahnya varises.
2) Meningkatkan status nutrisi
Modifikasi diet: diet tinggi proten untuk membangun kembali jaringan dan
juga cukup karbohidrat untuk menjaga BB dan menghemat protein. Berikan
suplemen vitamin biasanya pasien diberikan multivitamin untuk menjaga
kesehatan dan diberikan injeksi Vit K untuk memperbaiki faktor bekuan.

3) Meningkatkan pola pernapasan efektif


Edema dalam bentuk asites, disamping menekan hati dan memengaruhi
fungsinya, mungki juga menyebabkan nafas dangkal dan kegagalan pertukaran
gas, berakibat dalam bahaya pernafasan. Oksigen diperlukan dan pemeriksaan
AGD arteri. Posisi semi fowler, juga pengkuran lingkar perut setiap hari perlu
dilakukan oleh perawat.
4) Menjaga keseimbangan volume cairan
Dengan adanya asites dan edema pembatasan asupan cairan klien harus
dipantau ketat. Memantau asupan dan keluaran, juga mengukur lingkar perut.
5) Menjaga integritas kulit
Ketika tedapat edema, mempunyai resiko untuk berkembang kemungkinan
lesi kulit terinfeksi. Jika jaundis terlihat, mandi hangat-hangat kuku dengan
pemakai sabun non-alkalin dan penggunaan lotion.
6) Mencegah Infeksi
Pencegahan infeksi diikuti dengan istirahat adekuat, diet tepat, memonitor
gejala infeksi dan memberikan antibiotik sesuai resep.
B. Asuhan Keperawatan Teoritis Kasus
Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah
yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah- masalah pasien, merencanakan secara
sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan (Nasrul Effendy dalam Andra, dkk. 2013).
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)
Biasanya identitas klien/ penanggung jawab dapat meliputi : nama, umur, jenis
kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah
sakit, diagnosa medis, nomor registrasi, hubungan klien dengan penanggung jawab.

b. Keluhan Utama:
Pada awal sirosis hepatis biasaya orang dengan sirosis sering terungkap kondisinya
secara tidak sengaja ketika mencari pelayanan kesehatan untuk masalah lain.
Beberapa kondisi menjadi alasan masuk pasien yaitu dengan keluhan Nyeri
abdomen bagian atas sebelah kanan, mual, muntah, dan demam. Sedangkan pada
tahap lanjut dengan keluhan adanya ikterus, melena, muntah berdarah.
(Black & Hawks, 2009)

c. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pada saat perawat melakukan pengkajian biasanya akan diperoleh komplikasi berat
dengan dasar fisiologis; asites disebabkan malnutrisi, GI muncul dari varises
esofagus (pembesaran vena), sehingga pasien mengeluhkan bengkak pada tungkai,
keletihan, anoreksia. (Black & Hawks, 2009)
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya adanya riwayat Hepatitis, pascaintoksikasi dengan kimia industri, sirosis
bilier dan yang paling sering ditemukan dengan riwayat mengonsumsi alkohol.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Sirosis Hepatis merupakan penyakit yang menular, jadi jika ada keluarga yang
menderita hepatitis maka akan menjadi faktor resiko.
f. Pola aktivitas sehari-hari
1) Nutrisi
Biasanya nafsu makan pasien akan berkurang, karena adanya mual, muntah.
2) Eliminasi
BAB : biasanya berwarna hitam (melena)

BAK : biasanya urine berwarna gelap

3) Personal Hygiene
Biasanya pasien mengalami defisit perawatan diri karena kelelahan

4) Pola Istirahat dan tidur


Biasanya pada ensefalopati pola tidur terbalik, malam hari terbangun dan siang
hari tertidur
5) Pola aktivitas
Biasanya aktivitas dibantu keluarga dan perawat karena adanya kelelahan
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital
Biasanya pada diperiksa tingkat kesadaran, bila pada ensefalopati hepatikum
akan terjadi penururnan kesadaran, Tanda- tanda vital juga diperiksa untuk
mengetahui keadaan umum pasien
2) Kepala
Biasanya akan tampak kotor karena pase mengalami defisit perawatan diri
3) Wajah
Wajah biasanya tampak pucat

4) Mata
Biasanya sklera ampak ikterik dan konjungtiva tampak anemis

5) Hidung
Biasanya tampak kotor

6) Mulut
Adanya bau karateristik pernapasan yaitu fetor hepaticus

7) Telinga
Biasanya tampak kotor kaena defisit perawatan diri

8) Paru
a) Inspeksi : pasien terlihat sesak
b) Palpasi : fremitus seimbang bila tidak ada komplikasi
c) Perkusi : bila terdapat efusi pleura maka bunyinya
hipersonor
d) Auskultasi : secara umum normal, akan ada stridor bila ada akumulasi
sekret.

9) Jantung
a) Inspeksi : anemis, terdapat tanda gejala perdarahan.
b) Palpasi : peningkatan denyut nadi.
c) Auskultasi : biasanya normal
10) Abdomen
a) Inspeksi : perut terlihat membuncit karena terdapat asites.
b) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut kuadran kanan atas, hepar teraba
membesar, terdapat shifting dullnes atau gelombang cairan
c) Perkusi : Redup
d) Auskultasi : penurunan bising usus
11) Ekstremitas
Biasanya Terdapat udem tungkai, penurunan kekuatan otot,

Eritema Palmaris pada tangan, Jaundis dan CRT >2 detik

12) Genitalia
Biasanya pada wanita menstruasi tidak teratur

h. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hemoglobin biasanya rendah
2) Leukosit biasnya meningkat
3) Trombosit biasanya meningkat
4) Kolesterol biasanya rendah
5) SGOT dan SGPT biasanya meningkat
6) Albumin biasanya rendah
7) Pemerikaan CHE (koloneterase): penting dalam menilai sel hati. Bila terjadi
kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan CHE
menuju nilai normal.
8) Pemeriksaan kadar elektrolit dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam
dalam diet (Diyono dan Sri Mulyanti, 2013)
9) Uji fungsi hati (misalnya fosatase alkali serum, aspartat aminotransferase [AST],
[tranaminase glutamate oksaloasetat
serum (SGOT)], alanin aminotransferase [ALT],

[transaminasenglutamat piruvat serum (SGPT)], GGT,


kolinesterase serum dan bilirubin), masa protrombin, gas darah arteri, biopsy.
10) Pemidaian ultrasonografi
11) Pemindaian CT
12) MRI
13) Pemindaian hati radioisotope
(Brunner & Suddart, 2013)

2. Kemungkinan diagnosa yang muncul


a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Peningkatan tekanan pada
diaframa.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik koloid.
c. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan Kurang
pengetahuan dengan faktor pemberat
d. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
e. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi hati
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan absorbsi vitamin, karbohidrat dan lemak.
g. Resiko perdarahan
h. Resiko cidera
i. Resiko ketidakstabilan gula darah
j. Resiko Infeksi
k. Resiko kerusakan integritas kulit
l. Kelelahan berhungan produksi energi menurun.
m. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.
n. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema tungkai.

(NANDA, 2015)
BAB III
PENUTUP
A. KesimpulaNn
Sirosis hati merupakan penyebab kematian (setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker). Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30
– 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.
Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan
menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel –
sel hati sehingga susunan parenkim hati terganggu (rusak). Etiologi penyakit Sirosis hepatis
belum diketahui secara jelas, namun terdapat factor predisposisi yakni diantaranya pasien
dengan riwayat penyakit hepatitis, alkoholik, malnutrisi, dll. Untuk menegakkan diagnosa
sirosis hepatis dapat diperoleh dari gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
baik pemeriksaan darah maupun pemeriksaan radiologis, pemeriksaan USG, dan
pemeriksaan CT scan. Pnatalaksanaan Sirosis hepatis tergantung kondisi, komplikasi, dan
prognosisnya.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat membantu kita semua dalam berbagai ilmu
pada proses pembelajaran.
2. Diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan
sirosis hepatis dan komplikasinya
3. Bagi pembaca semua, diharapkan mampu memberikan  asuhan keperawatan secara
komprehensif pada pasien dengan sirosis hepatis dan komplikasinya
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2.(Ed 8). Jakarta:
Penerbit Buku    Kedokteran (EGC).

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999).  Rencana asuhan
keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian  perawatan pasien. Jakarta:
(EGC).      

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.                                    

Hudak, Gallo.(1992). Keperawatan Kritis.Jakarta: Penerbit ECC

Setiya, Yulis. (2010). Handout Materi Sirosis Hepatis.

Lestari. (2009). Jurnal Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatis, FKUI, Jakarta

Mariyani, Sri (2005). Jurnal Sirosis Hepatis, FK UNSUMSEL

Anda mungkin juga menyukai