Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA SIROSIS HEPATIS”

DISUSUN OLEH :

DEA RAMADHANI (00118014)

DESTRI ADELIA (00118011)

GALANG ARYA RINETYA (00119034)

KENY ARIA NANDA (00118002)

MARIA LEPANG ANGELINA KOTEN (00118016)

M. PUTRA HIDAYAT (00118005)

M. HARIS NOVRIANSYAH (00118012)

NOVITA RAHMAYANTI (00118013)

RAHMA MUTHIASARI (00118008)

DOSEN PENGAMPU : Ns. Siska Natalia, MSN- Paliatif Care

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES AWAL BROS BATAM

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat
dan karuniaNyalah, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan
Keperawatan Medikal Bedah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada pasien Sirosis Hepatis”.

Dengan membuat tugas ini kami mengharapkan pembaca dapat memahami tentang Asuhan
Keperawatan pada Sirosis Hepatis.

Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari masih banyak ketidaksempurnaan dalam
penyusunan. Oleh karena itu diharapkan kritik maupun saran yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat dimengerti. kami pun
memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam makalah ini terdapat perkataan yang tidak
berkenan di hati.

Batam, 25 Juni 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi proses-proses
penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme
kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita
bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.

Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan
nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul dan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur. (Smeltzer, Bare,
2001).

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketika pada pasien
yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis
menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun
akibat penyakit ini. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju. Maka kasus Sirosis hati yang
datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang
30% lainnya ditemukan secarakebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan
saat atopsi. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 –
59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 449 tahun.(Mariyani, 2003)

Angka kejadian sirosis hati yang paling sering muncul adalah akibat alkoholisme. Namun
tidak menutup kemungkinan penyebab lainnya seperti kekurangan gizi, protein deficiency,
hepatitis dan jenis lain dari proses infeksi, penyakit saluran empedu, dan racun kimia. Gejala
yang ditimbulkan sirosis hepatis akibat perubahan morfologi dapat menggambarkan kerusakan
yang terjadi. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi seperti hematemesis melena, koma
hepatikum.

Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar masyarakat dapat
mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis, merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis
adalah mencakup perbaikan masukan nutrisi klien, membantu klien mendapatkan citra diri yang
positif dan pemahaman dengan penyakit dan pengobatanya.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai perawat dalam merawat pasien
dengan penyakit sirosis hepatis dengan penanganan tepat dan asuhan keperawatan yang
komprehensif.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana memahami dan mengenali secara teoritis dan kasus skenario pada kasus dengan klien
Siroosis Hepatis ?

1.3 Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum

untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien sirosis hepatis.

b. Tujuan Khusus

1. Mengetahui dan memahami tentang definisi sirosis hepatis

2. Mengetahui klasifikasi tentang sirosis hepatis

3.Mengetahui etiologi tentang sirosis hepatis

4. Mengetahui patofisiologi dan pathways tentang sirosis hepatis

5. Mengetahui manifestasi klinis tentang sirosis hepatis

6. Mengetahui pemeriksaan penunjang tentang sirosis hepatis

7. Mengetahui manajemen penatalaksanaan tentang sirosis hepatis

8. Mengetahui komplikasi tentang sirosis hepatis

9. Mengetahui prognosis tentang sirosis hepatis

10.Mengetahui diagnosa tentang sirosis hepatis

11.Memahami aspek legal etik keperawatan pada pasien sirosis hepatis


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati
kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2002).

Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan
nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare,
2001).

Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang
luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).

2.2 Klasifikasi

 Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:

1. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata

2. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas.
Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu
tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.

 Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul,
yaitu:

a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)

b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)

c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.


 Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati atas:

a. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik
atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.

b. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, chirrosis alkoholik,
Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi,
terutama faktor lipotropik.

c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.

 Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:

1. Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis

2. Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

3. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus biliaris
dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru. Dengan
demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran
empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.

2.3 Etiologi

Penyebab Chirrosis Hepatis :

Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada  dua penyebab yang
dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:

1. Hepatitis virus

Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis hati, apalagi
setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita
dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya
nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B
lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A
2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.

Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati
secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak,
sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut
ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun peminum yang
bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.

3. Hemokromatosis

Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:

a. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.

b. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan
penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya
sirosis hati.

2.4 Patofisiologi dan Pathways

Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan
nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu
timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun
etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk
dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat
menghubungkan daerah porta dengan sentral.

Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini
menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan
menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi
prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules,
sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari
reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah
porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis
dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis
alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan
monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan
peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim
hati.
PATHWAY SIROSIS HEPATIS

Virus Hepatitis Alkoholisme Obat-obatan

Inflamasi pada
sel-sel hati

Terjadi Fibrosis

Pembentukan
nodul-nodul

Nodul memblokir saluran


empedu dan darah yang
normal keseluruh hati.

Hepatomegali

MK : Nyeri Gangguan
Akut metabolisme protein

Produksi albumin
menurun

Gangguan
pembentukan
empedu
Lemak tidak dapat
diemulsikan dan
tidak dapat diserap
oleh usus halus

Mual
& muntah

MK :
Ketidakseimbangan
Nutrisi : Kurang dari
kebutuhan tubuh

MK : Mual

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang mulai rusak
fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat
badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider
angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi
noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.

Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:

a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.

Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita
penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap
bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya
pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis

Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki
(edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler usus. Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.

c. Hati yang membesar

Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3
cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.

d. Hipertensi portal

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai
normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui
hati.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan ini bertujuan untuk uji fungsi hati seperti SGOT, SGPT, Bilirubin, dan Albumin.
Tes darah juga bisa mengetahui penyebab sirosis hepatis apakah terjadi karena virus hepatitis
atau status pembekuan darah yang menjadi tanda sirosis.

2. Urine

Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada
penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l)
menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.

3. Tinja

Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen
empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah
menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau
kehitaman.
4. Tes Faal Hati

Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang sudah
disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun.
Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya
dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL38.
Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut
elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau
lebih. 39 Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk
mendeteksi kelainan hati.

5. Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks,


splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)

6. Ultrasonografi

Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati, termasuk sirosi
hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan
sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut
terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang irregular.
Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.

7. Peritoneoskopi (laparoskopi)

Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas kelihatan
permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya
gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.

8. Biopsi Organ Hati

Pemeriksaan sampel jaringan hati dilakukan jika metode lain belum jelas untuk memastikan
sirosis. Melalui biopsi dapat diketahui jika kerusakan organ hati disebabkan kondisi lain selain
sirosis.

9. Pemeriksaan Gastroskopi

Untuk melihat pelebaran pembuluh darah di kerongkongan (varises esofagus) yang berisiko
pecah dan menyebabkan muntah dan darah.
2.7 Manajemen Penatalaksanaan

1. Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2.000 kalori).
Bila ada ascites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2.000 mg).
Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3.000 kalori) dan tinggi
protein (80-125 g/hari).

Penatalaksanaan pada asites dan edema, yaitu:


 Istirahat dan diet rendah garam.
 Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi, diberikan pengobatan diuretik
berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari
bila setelah 3-4 hari tidak terdapat perubahan.
 Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif) lakukan terapi parasentesis.
 Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1kg/2 hari atau
keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak
dikeluarkan dalam satu saat, dapat mencetus ensefalopati hepatic (Sjaifoellah, 2000).

2.8 Komplikasi

Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:

1. Perdarahan

Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada chirrosis hati adalah
perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah
darah atau hematemesis, biasanya mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar
berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam
lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.

2. Koma hepatikum

Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak
dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik yaitu
hilangnya kesadaran penderita. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma
hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu
seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum
sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung,
tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-
obatan dan pengaruh substansia nitrogen.

3. Ulkus Peptikum

Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan
penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada
mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain
ialah timbulnya defisiensi makanan

4. Karsinoma Hepatoselular

Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik
ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple
kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple

5. Infeksi

Setiap  penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis,
kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah
: peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik,
pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.

2.9 Prognosis

Penderita sirosis hepatis kompensata akan menjadi dekompensata dengan angka sebesar 10 %
per tahun. Penderita sirosis hepatis dekompensata mempunyai angka ketahanan hidup 5 tahun,
hanya sekitar 20 % , asietas adalah tanda awal adanya dekompensata. Penderita sirosis hepatis
dengan peritonitis bacterial spontan mempunyai angka ketahanan hidup 1 tahun sekitar 30-45 %
dan yang mengalami ensefalopati hepatik angka ketahanan hidup 1tahun sekitar 40%.
BAB III

PENGAMATAN KASUS

3.1 Skenario Kasus

(Kulitku Kuning)
Tn H, 40 tahun, dirawat dirumah sakit dengan keluhan, mual, muntah sejak 3 hari
yang lalu. Klien mengatakan nyeri ulu hati, dan terlihat warna sklera dan kulit
bewarna kuning. Dari hasil pemeriksaan fisik ada pembesaran hati dan nyeri tekan
pada area hati. Hasil pemeriksaan penunjang SGOT dan SPGT meningkat.

3.2. Proses Pengkajian

1. Data Demografi

Identitas pasien :
Nama Pasien : Tn H
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki

2. Pengkajian Anamnesa

a. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah sejak 3 hari yang lalu, ia juga
mengatakan bahwa ada nyeri di ulu hati. Pada saat dikaji terlihat warna sklera dan kulit
bewarna kuning. Dan hasil pemeriksaan fisiknya ada pembesaran hati dan nyeri tekan
pada area hati. Hasil pemeriksaan penunjang SGOT dan SPGT meningkat.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Penyakit yang pernah di alami : Pasien mengatakan ia tidak mempunyai riwayat


penyakit sebelumnya.
Pengobatan/tindakan yang dilakukan : Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
Pernah di rawat/di Operasi : Pasien belum pernah dirawat atau di operasi.
Lama perawatan : Pasien sebelumnya belum pernah dirawat
Alergi : Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien mengatakan tidak terdapat riwayat penyakit keturunan dalam keluarga yang
berhubungan dengan penyakitnya sekarang.

3.3 Pengkajian berdasarkan 11 Pola Kesehatan Fungsional Gordon

1) Pola Persepsi kesehatan dan Penanganan kesehatan : pasien dalam memanajemen


pemeliharaan kesehatannya, apakah ada kebiasaan merokok atau mengkonsumsi alkohol,
ataupun riwayat alergi terhadap obat dan makanan. Pada umumnya pasien dengan sirosis
hepatis tidak mengetahui jika penyakitnya atau kebiasaannya akan berlanjut menjadi
penyakit yang lebih kronis, menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya.
2) Pola Nutrisi Metabolik : apakah ada diet khusus yang dijalani pasien, jika ada anjuran
diet apa yang telah dijalankan, biasanya pasien sirosis hepatis mengalami penurunan
nafsu makan yang disertai mual dan muntah, dispepsia, dan perut kembung.
3) Pola Eliminasi : mengkaji kebiasaan BAK dan BAB pasien, untuk BAK kaji warna, bau,
dan frekuensi , jika BAB kaji bentuk, warna, bau dan frekuensi. Pada pasien sirosis
hepatis urin pasien akan berwarna gelap, dan pasien akan jarang berkemih, feses pasien
berwarna pucat, sering flatus, dan ada masalah dengan BAB pasien seperti diare atau
konstipasi.
4) Pola Aktivitas dan Latihan : kaji bagaiaman kemampuan pasien dalam melakukan
aktivitas atau perawatan diri, apakah pasien mandiri, atau perlu bantuan orang lain.
Pasien sirosis hepatis mengalami kelemahan diakibatkan berkurangnya metabolisme
energi dan penurunan Hb serta peningkatan tekanan vena porta
5) Pola Istirahat/Tidur : kaji berapa lama waktu tidur pasien, apakah ada kesulitan tidur,
seperti insomnia atau masalah lain, apakah saat tidur sering terbangun. Pasien sirosis
hepatis akan merasakan terganggu tidur atau istirahatnya, hal ini dikarenakan adanya
nyeri tumpul pada area epigastrium, dan asites.
6) Pola Kognitif/Perseptual : status mental pasien atau tingkat kesadaran, kemampuan
berbicara, mendengar, melihat, membaca, serta kemampuan berinteraksi. Pasien sirosis
hepatis umumnya tidak mengetahui gejala awal yang ditunjukkan akan menjadi gangguan
yang besar dalam tubuhnya, tetapi ketika gejala yang ditimbulkan semakin parah akan
membuat pasien terganggu, cemas, rasa tidak nyaman.
7) Pola Persepsi diri/ Konsep diri : bagaimana pasien mampu mengenal diri dan
menerimanya seperti harga diri, ideal diri pasien dalam hidupnya, identitas diri dan
gambaran akan dirinya. Pasien sirosis hepatis mengalami perubahan fungsi dan struktur
pada tubuh akan menyebabkan pasien mengalami gangguan pada gambaran diri , pasien
akan merasa cemas, tidak berguna dan merasa kehilangan peran di dalam keluarganya.
8) Pola Peran/Hubungan : Status perkawinan pasien, pekerjaannya, kualitas bekerjanya,
sistem pendukung dalam masalahnya dan bagaimana dukungan keluarga selama pasien
dirawat. Pasien akan lebih memilih untuk mengurung diri dan tidak terlalu beriteraksi
dengan masyarakat sekitarnya, tetapi pasien kemungkinan besar masih menjalani
interaksi dengan keluarga dekatnya.
9) Pola Seksualitas/ Reproduksi : Pasien dengan sirosis hepatis pada pasien pria akan
mengalami penyempitan testiskular, impoten, penurunan libido (gairah seksual). Pada
pasien wanita terjadi amenorrhea pada wanita muda dan pendarahan pada wanita tua.
10) Pola Koping/ Toleransi stres : cara pasien dalam menerima dan menghadapi perubahan
yang terjadi pada dirinya ,akan menyebabkan reaksi psikolois yang negatif berupa marah,
ingin buniuh diri, kecemasan, mudah tersinggung, pasien tidak mampu menggunakan
mekanisme koping konstruktif/adaptif.
11) Pola Nilai/Kepercayaan : Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola
ibadah penderita.

3.4 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik head to toe ini yang dilakukan adalah memeriksa pada bagian yang
berdasarkan penyakitnya saja. (Pemeriksaan umum fisik pasien yang menderita Sirosis Hepatis,
dan tergantung pada kondisi pasien juga jika pasien ada tanda lain pada pemeriksaan fisik).

a) Mata
Inspeksi : Simetris, konjungtiva anemis, tidak terdapat area gelap pada mata, sklera
ikterus.
b) Mulut dan gigi
Inspeksi : mukosa mulut kering, bau mulut, bibir pucat, tidak terdapat caries.
c) Dada
Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada
Palpasi : pergerakan dada simetris, tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : tidak ada suara tambahan (tergantung kondisi pasien juga)
Perkusi : Sonor
d) Abdomen
Inspeksi : Asites, permukaan perut ada sipder nefy , ketika miring kiri-kanan ada
gelombang-gelombang pada area abdomen
Palpasi : pembesaran lingkar abdomen, edema, nyeri tekan, pelebaran vena, menekan
abdomen 1-4 cm kemudian ditanyakan apakah sakit
Auskultasi : adanya peristaltik usus
Perkusi : bunyi pekak
3.4 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cedera biologis yang ditandai dengan keluhan
tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrumen nyeri.
2. Mual yang berhubungan dengan peregangan kapsul hati yang ditandai dengan sensasi muntah.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan ketidak
mampuan mengabsorpsi nutrien yang ditandai dengan penurunan berat badan.

3. 5 Analisa kasus keperawatan

N Data Etiologi Masalah Dx Keperawatan


O

1 DS : Pasien Agen cedera Nyeri Akut Nyeri akut yang


menatakan nyeri biologis berhubungan dengan
agen cedera biologis
ulu hati
yang ditandai dengan
DO : pemeriksaan keluhan tentang
fisik ada karakteristik nyeri
dengan menggunakan
pembesaran hati
standar instrumen nyeri.
dan nyeri tekan
pada area hati

2 DS : Pasien ke Peregangan kapsul Mual Mual yang berhubungan


rumah sakit hati dengan peregangan
dengan keluhan kapsul hati yang
mual dan muntah ditandai dengan sensasi
sejak 3 hari lalu. muntah.
DO : Hasil
pemeriksaan
penunjang SGOT
dan SGPT
meningkat.

3 DS : Pasien ke Ketidakmampuan Ketidakseimbangan Ketidakseimbangan


rumah sakit mengabsorpsi nutrisi : kurang dari nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh yang
dengan keluhan Nutrien kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
mual dan muntah ketidak mampuan
sejak 3 hari lalu. mengabsorpsi nutrien
yang ditandai dengan
DO : Klien terlihat
penurunan berat badan.
lemah dan kurus.

3.5 Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


O Keperawatan (NOC)
(NANDA)

1 Nyeri akut yang  Tingkat nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri


berhubungan  Kontrol nyeri secara komprehensif
dengan agen cedera  Tingkat kenyamanan termasuk lokasi,
biologis yang karakteristik, durasi,
ditandai dengan Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas kualitas,
keluhan tentang dan faktor presipitas.
1. Tanda-tanda vital
karakteristik nyeri
dalam rentang normal. 2. Kontrol lingkungan yang
dengan
2. Menyatakan rasa dapat mempengaruhi nyeri
menggunakan
nyaman setelah nyeri seperti suhu ruangan,
standar instrumen
berkurang. pencahayaan dan
nyeri.
kebisingan.
Definisi :
Pengalaman sensori 3. Ajarkan tentang teknik
dan emosional yang non farmakologi, napas
tidak menyenangkan dada, relaksasi, distraksi,
berkaitan dengan kompres hangat dan dingin.
kerusakan jaringan 4. Berikan analgetik untuk
aktual atau potensial, mengurangi nyeri.
atau yang
digambarkan sebagai
kerusakan
( International
Association for the
Study of pain) awitan
yang tiba-tiba atau
lambat dengan
intensitas ringan
hingga berat, dengan
berakhirnya dapat
diantisipasi atau
diprediksi, dan
dengan durasi kurang
dari 3 bulan.

Batasan
Karakteristik:

- Keluhan tentang
karakteristik nyeri
dengan menggunakan
standar instrumen
nyeri.

2 Mual yang  fungsi liver  Manajemen Mual


berhubungan
Kriteria Hasil : 1. Dorong pasien untuk
dengan peregangan memantau pengalaman diri
1. Serum bilirubin total terhadap mual.
kapsul hati yang
dalam batas normal.
ditandai dengan 2. Alanine Transaminase 2. Dorong pasien untuk
sensasi muntah. dalam keadaan stabil. belajar strategi mengatasi
mual sendiri.

Definisi : Suatu 3. Identifikasi faktor-faktor


yang dapat menyebabkan
fenomena subjektif
atau berkontribusi terhadap
tentang rasa tidak mual (misalnya obat-obatan
nyaman pada bagian dan prosedur).
belakang tenggorok
atau lambung yang
dapat atau tidak
mengakibatkan
muntah.
Batasan
Karakteristik :
- Sensasi muntah.

3 Ketidakseimbangan  Status nutrisi 1. Monitor kecenderungan


nutrisi kurang dari terjadinya penurunan dan
kebutuhan tubuh Kriteria Hasil : kenaikan berat badan.
yang berhubungan 1. Asupan gizi terpenuhi.
dengan ketidak 2. tentukan jumlah kalori
2. Asupan makanan dan jenis nutrisi yang
mampuan terpenuhi.
mengabsorpsi dibutuhkan untuk
3. Asupan cairan memenuhi persyaratan gizi.
nutrien yang terpenuhi.
ditandai dengan 4. Energi kembali normal 3. monitor kalori dan
penurunan berat asupan makanan.
badan.

Definisi : Asupan
nutrisi tidak cukup
untuk memenuhi
kebutuhan metabolic

Batasan
Karakteristik:

- Penurunan berat
badan.
3.6 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang


diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dasi asuhan keperawatan
dilakukan dan disesuaikan (Potter & Perry, 2005).

Langkah-langkah yang diperlukan dalam pelaksanaan adalah sebagai berikut :

1) Mengkaji ulang pasien fase pengkajian ulang terhadap komponen implementasi


memberikan mekanisme bagi perawat untuk menentukan apakah tindakan keperawatan
yang diusulkan masih sesuai.
2) Menelah dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan yang ada sebelum memulai
perawatan. Perawat menelah rencana asuhan dan membandingkannya dengan data
pengkajian untuk memvalidasi diagnosa keperawatan yang dinyatakannya dan
menentukan apakah intervensi keperawatan yang paling sesuai untuk klinis saat. Jika
status pasien telah berubah dan diagnosa keperawatandan intervensi keperawatan harus
dimodifikasi.

3.7 Evaluasi

Evaluasi menurut Potter & Perry (2005) yaitu membandingkan data subjek dan objek
yang dikumpulkan dari pasien, perawat lain, dan keluarga untuk menentukan tingkat
keberhasilan dalam memenuhi hasil yang diharapkan yang ditetapkan selama perencanaan.

Langkah-langkah evaluasi dari proses keperawatanmengukur respon pasien terhadap


tindakan keperawatan dan kemajuan pasien kearah tujuan. Tujuan asuhan keperawatan untuk
membantu pasien menyelesaikan masalah kesehatan aktual, mencegah kekambuhan dari masalah
potensial dan mempertahankan status sehat. Evaluasi terhadapa asuhan menentukan apakah
tujuan ini telah terlaksana. Aspek lain dari evaluasi mencakup pengukuran kualitas asuhan
keperawatan yang diberikan dalam lingkungan perawatan kesehatan (Potter & Perry).
ASPEK LEGAL ETIK KEPERAWATAN

Contoh kasus yang diambil

Ny. P berusia 78 tahun dirawat di ruang teratai dengan diagnosis sirosis hepatis e.c Hepatitis B
dengan diagnosis tambahan diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi grade 2, saat tengah malam
pasien mengeluh nyeri hebat di bagian ulu hati dan beteriak-teriak memanggil perawat ruangan,
perawat ruangan yang menjaga ruangan teratai yang berdinas malam saat itu berjumlah 3 orang
dan respon perawat malam itu sangat lama, keluarga pasien su dah memencet bel berkali-kali
tetapi tak satupun perawat datang, akhirnya keluarga pasien men datangi nurse station dan
memanggil perawat, ada 1 perawat yang berjaga disitu namun se dang sibuk dengan membuat
SOAP, perawat tersebut lalu menyuruh keluarga pasien kembali ke ruangan dan sampai 10 menit
pasien juga tidak kunjung diberi pereda nyeri, tidak lama kemu dian perawat tersebut datang dan
menegur Ny.P untuk tidak berisik karena akan mengganggu pasien disebelahnya, dan perawat
tersebut langsung menginjeksi obat ke Ny.P setelah itu pergi tidak lama kemudian Ny.P
mengalami ruam pa da kulit dan bentol-bentol, setelah diperiksa ternyata Ny.P alergi obat yang
perawat sebelumnya injeksikan kepada Ny.P, setelah dokter tahu hal itu perawat tersebut terkena
sanksi atas keteledorannya.

Dari kasus diatas dapat kita lihat aspek legal etik yang terganggu :

1. Beneficience (berbuat baik) : aspek ini terganggu karena pada kasus jelas terlihat bahwa
perawat sama sekali tidak melakukan tugasnya dengan benar dan sesuai standar ketentuan
contohnya seperti saat perawat akan memberi obat anti nyeri pasien tidak ditanyakan apakah
mempunyai riwayat alergi terhadap obat. Perawat juga tidak menjelaskan prosedur yang
dijelaskan kepada pasien bertjuan untuk apa perawat malah langsung menginjeksi pasien dan
langsung pergi, perawat tidak berbuat baik kepada pasiennya, perawat tersebut lama dalam
merespon pasien yang sedang merasakan nyeri hebat.

2. Autonomy (otonomi) : Otonomi pasien sangat terganggu, pasien yang berhak untuk mendapat
perawatan malah dibiarkan merasakan nyeri begitu saja, pasien tidak memndapat perawatan yang
baik dan harus mengalami alergi obat karena perawat yang memberikannya obat tidak
menjelaskan terlebih dahulu.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sirosis didefinisikan sebagai proses difus yang di karakteristikan oleh fibrosis dan
perubahan struktur hepar normal menjadi penuh nodule yang tidak normal. Sirosis hati
adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat
disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang
luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Pada sirosis dini biasanya hati
membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan.

Sirosis hepatis dapat terdiri atas sirosis hepatis ringan hingga parah. Sirosis hepatis ringan
dapat memperbaiki fungsi hati dengan sendirinya, sehingga hati dapat bekerja secara normal
kembali. Sedangkan pada sirosis hepatis parah, jaringan parut yang terlalu banyak telah
membuat fungsi hati tidak dapat berfungsi dengan normal. Beberapa penyebab sirosis hepatis
adalah virus, obat-obatan tertentu, ataupun penyakit autoimun hati. Cara penyembuhan
terbaik bagi sirosis hepatis adalah dengan melakukan pencangkokan hati.

4.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan sebagai masukan dalam penatalaksanaan pasien sirosis
hepatis, yaitu:
1. Saran untuk perawat atau tenaga kesehatan pada pasien sirosis hepatis perlu melakukan
pengkajian secara komprehensif mulai anamnesa dan pemeriksaan fisik, pengkajian tidak
hanya pada aspek biologis tetapi juga pada masalah psikologis.
2. Perawat dalam menentukan diagnosa keperawatan pasien, prioritas dapat dipilih untuk
masalah yang paling mengganggu pasien dan mengakibatkan timbulnya masalah lain jika
tidak diatasi.
3. Perawat dalam mengatasi masalah keperawatan seharusnya tidak hanya melakukan
kolaborasi tapi juga lebih banyak untuk melakukan intervensi mandiri. Intervensi mandiri
juga dapat dilakukan perawat pada pasien sirosis hepatis antara lain mengatur posisi
semifowler untuk mengurangi sesak nafas dan meninggikan ekstremitas yang mengalami
bengkak (oedem) agar tidak terjadi oedem.
DAFTAR PUSTAKA

- Herdman, T. H & Kamisurur, S. (Edisi 11). Nanda International Nursing Diagnoses:


Definition & Classification 2018-2020. Jakarta : ECG, 2018.

- Bulecheck, G. M., H. K, Dochterrman, J. M., Wagner, C. M. (Eds). (2013). Nursing


Intervention Classification (NIC) (6ͭ ͪ ed). Singapore : Elsevier Pte Ltd.

- Moorhed, S. Johnson, M., Mass. M.L. Swanson, E. (Eds). (2013). Nursing Outcome
Classification (NOC) (5ͭ ͪ ed). Singapore : Elsevier Pte Ltd.

- “Pengkajian Sirosis Hepatis”,< http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-


nurulhiday-6749-2-babii.pdf> [diakses pada 26 Juni 2020 ]

Anda mungkin juga menyukai