Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

HU DENGAN GANGGUAN
SIROSIS HEPATIS PENDEKATAN “ADAPTASI ROY”

Oleh:
NAMA : SHANTY MARIA LISSANORA FERNANDA

NIM : 211211970

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKes MERCUBAKTI JAYA PADANG

TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada Tn. HU dengan Sirosis Hepatis di RSUD
M.Natsir Pendekatan Teori Adaptasi Roy” Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pengkajian Keperawatan Medikal Bedah Lanjut.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
penulis menerima masukan dan kritikan yang membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah ini.

Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada semua pihak


yang berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini
memberikan kontribusi dalam meningkatkan wawasan dan pengembangan profesi
keperawatan.

Padang, Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTARi
DAFTAR ISI...........................................................................................................1
BAB I.......................................................................................................................2
PENDAHULUAN...................................................................................................2
A. Latar Belakang............................................................................................2
B. Tujuan Penulisan........................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................5
KONSEP TEORITIS.............................................................................................5
A. Sirosis Hepatis.............................................................................................5
1. Definisi.................................................................................................5
2. Etiologi.................................................................................................5
3. Anatomi Fisiologi................................................................................6
4. Patofisiologi.........................................................................................9
5. Manifestasi Klinis.............................................................................10
6. Komplikasi........................................................................................12
7. Penatalaksanaan...............................................................................13
8. Pemeriksaan Diagnostik...................................................................14
B. Teori Keperawatan Adaptasi Roy...............Error! Bookmark not defined.
BAB III..................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh
organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan
tersebut terjadi karena infeksi akut dengan virus hepatitis dimana terjadi
peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi
ini menyebabkan terbentuknya banyak jaringan ikat dan regenerasi noduler
dengan berbagai ukuran yang dibentuk oleh sel parenkim hati yang masih
sehat. Akibatnya bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya
penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta
yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati
membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan (PPHI,
Indonesian Association For The Study Of The Liver, Febuari, 2013).
Di negara maju, sirosis hati disertai dengan penyakit lain (DM, HT,
Jantung dll) merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang
berusia 45–46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Di seluruh
dunia sirosis menempati urutan ke-7 penyebab kematian. Sekitar 25.000
orang meninggal setiap tahun Akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan
penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit
Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan
untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan
saluran cerna bagian atas, koma 2 peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites,
Spontaneous bakterial peritonitis serta Hepatoselular karsinoma. Laporan
rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hati
adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam, atau
rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Perbandingan
prevalensi sirosis pada pria:wanita adalah 2,1:1 dan usia rata-rata 44 tahun
(PPHI, Indonesian Association For The Study Of The Liver, Febuari, 2013).
Dampak yang mungkin akan muncul pada pasien Sirosis Hepatis,
gangguan perdarahan (koagulopati), Penumpukan cairan (ascites) dan infeksi
dari cairan di perut (peritonitis bacterial spontan), Pembesaran pembuluh
darah (varises) di perut, kerongkongan, atau usus yang mudah berdarah,
Peningkatan tekanan dalam pembuluh darah hati (hipertensi portal), Gagal
ginjal akibat sirosis (sindrom hepatorenal)., Gangguan paru-paru akibat sirosis
(sindrom hepatopulmonae), Kanker hati (hepatocellular carcinoma),
Gangguan mental seperti kebingungan sampai perubahan tingkat kesadaran,
dan koma . (PPHI, Indonesian Association For The Study Of The Liver,
Febuari, 2013).
Model konseptual adalah serangkaian konsep yang berhubungan
dengan menggambarkan secara simbolik dan menyampaikan gambaran mental
sebuah fenomena. Karena penyakit sirosis hepatis merupakan penyakit yang
tidak bisa disembuhkan dan kronik serta memiliki dampak yang tidak
diinginkan . Mangka perawat bisa mengunakan aplikasi teori keperawatan
merupakan salah satu jawaban untuk mengatasi permasalahan-permasalah
yang ada di tatanan klinik.
Sebagai seorang perawat mampu menerapkan peran dan fungsinya
sebagai seorang motivator, leader, edukator serta inovator dalam
pengembangan pelayanan keperawatan profesional terhadap pengelolaan
gangguan sistem hepatobiler. Dalam makalah ini penulis menggunakan
pendekatan teori model keperawatan Sister Callista Roy. Teori adaptasi ini
menggunakan penanganan stimulus terhadap perubahan perilaku fisik serta
psikologis yang membantu pasien menjadi lebih adaptif menghadapi
perubahan yang terjadi. Penerapan teori ini dapat diberikan pada setiap pasien
dengan kasus sistem hepatobilier baik yang mengalami komplikasi ataupun
tidak.(Lee, 2017).

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran asuhan keperawatan berdasarkan teori
keperawatan Adaptasi Roy pada pasien dengan diagnosa sirosis hepatis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep teori sirosis hepatis

2
b. Mengetahui konsep teori keperawatan Adaptasi Roy
c. Mengetahui pengkajian keperawatan berdasarkan teori keperawatan
Adaptasi Roy pada pasien dengan diagnosa sirosis hepatis
d. Mengetahui diagnosa keperawatan dengan diagnosa sirosis hepatis
e. Mengetahui intervensi keperawatan pada pasien dengan diagnosa
sirosis hepatis

3
BAB II
KONSEP TEORITIS

A. Sirosis Hepatis
1. Definisi
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya
peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi
jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul
kekacauan dalam susunan parenkim hati (Mansjoer, FKUI, 2001).
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas.
Pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur
hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi
tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer
& Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan
stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati
(Sujono, 2002).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya
peradangan difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium
akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.
2. Etiologi
Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara lain :
1. Malnutrisi
2. Alkoholisme
3. Virus hepatitis (terutama hepatitis B, hepatitis C, dan hepatitis D pada
mereka yang telah terinfeksi dengan hepatitis B)
4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika

4
5. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)
6. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
7. Zat toksik
8. Hati berlemak (steatohepatitis)
9. Gangguan metabolism (kelebihan zat besi-hemachromatosis)
Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati :
1. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis
kronis.
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati
disekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis
dan infeksi (kolangitis). Insidensnya lebih rendah daripada insidens
sirosis Laennec dan poscanekrotik.
3. Anatomi Fisiologi

Hati merupakan organ terbesar didalam tubuh, beratnya sekitar


1500 gram. Letaknya dikuadaran kanan atas abdomen, dibawah diafragma
dan terlindungi oleh tulang rusuk (costae). Hati dibagi menjadi 4 lobus dan
setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang
membentang kedalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi
unit-unit kecil, yang disebut lobulus.
Sirkulasi darah ke dalam dan keluar hati sangat penting dalam
penyelenggaraan fungsi hati. Hati menerima suplai darahnya dari dua

5
sumber yang berbeda. Sebagian besar suplai darah datang dari vena porta
yang mengalirkan darah yang kaya akan zat-zat gizi dari traktus
gastrointestinal. Bagian lain suplai darah tersebut masuk ke dalam hati
lewat arteri hepatika dan banyak mengandung oksigen. Kedua sumber
darah tersebut mengalir ke dalam kapiler hati yang disebut sinusoid
hepatik. Dengan demikian, sel-sel hati (hepatosit) akan terendam oleh
campuran darah vena dan arterial. Dari sinusoid darah mengalir ke vena
sentralis di setiap lobulus, dan dari semua lobulus ke vena hepatika. Vena
hepatika mengalirkan isinya ke dalam vena kava inferior. Jadi terdapat dua
sumber yang mengalirkan darah masuk ke dalam hati dan hanya terdapat
satu lintasan keluarnya.
Disamping hepatosit, sel-sel fagositosis yang termasuk dalam
sistem retikuloendotelial juga terdapat dalam hati. Organ lain yang
mengandung sel-sel retikuloendotelial adalah limpa, sumsum tulang,
kelenjar limfe dan paru-paru. Dalam hati, sel-sel ini dinamakan sel kupfer.
Fungsi utama sel kupfer adalah memakan benda partikel (seperti bakteri)
yang masuk ke dalam hati lewat darah portal.
Fungsi metabolik hati:
a. Metabolisme glukosa
Setelah makan glukosa diambil dari darah vena porta oleh hati
dan diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hepatosit.
Selanjutnya glikogen diubah kembali menjadi glukosa dan jika
diperlukan dilepaskan ke dalam aliran darah untuk mempertahankan
kadar glukosa yang normal. Glukosa tambahan dapat disintesis oleh
hati lewat proses yang dinamakan glukoneogenesis. Untuk proses ini
hati menggunakan asam-asam amino hasil pemecahan protein atau
laktat yang diproduksi oleh otot yang bekerja.
b. Konversi amonia
Penggunaan asam-asam amino untuk glukoneogenesis akan
membentuk amonia sebagai hasil sampingan. Hati mengubah amonia
yang dihasilkan oleh proses metabolik ini menjadi ureum. Amonia
yang diproduksi oleh bakteri dalam intestinum juga akan dikeluarkan

6
dari dalam darah portal untuk sintesis ureum. Dengan cara ini hati
mengubah amonia yang merupakan toksin berbahaya menjadi ureum
yaitu senyawa yang dapat diekskresikan ke dalam urin.
c. Metabolisme protein
Organ ini mensintesis hampir seluruh plasma protein termasuk
albumin, faktor-faktor pembekuan darah protein transport yang
spesifik dan sebagian besar lipoprotein plasma. Vitamin K diperlukan
hati untuk mensintesis protombin dan sebagian faktor pembekuan
lainnya. Asam-asam amino berfungsi sebagai unsur pembangun bagi
sintesis protein.
d. Metabolisme lemak
Asam-asam lemak dapat dipecah untuk memproduksi energi
dan benda keton. Benda keton merupakan senyawa-senyawa kecil
yang dapat masuk ke dalam aliran darah dan menjadi sumber energi
bagi otot serta jaringan tubuh lainnya. Pemecahan asam lemak menjadi
bahan keton terutama terjadi ketika ketersediaan glukosa untuk
metabolisme sangat terbatas seperti pada kelaparan atau diabetes yang
tidak terkontrol.
e. Penyimpanan vitamin dan zat besi
f. Metabolisme obat
Metabolisme umumnya menghilangkan aktivitas obat tersebut
meskipun pada sebagian kasus, aktivasi obat dapat terjadi. Salah satu
lintasan penting untuk metabolisme obat meliputi konjugasi
(pengikatan) obat tersebut dengan sejumlah senyawa, untuk
membentuk substansi yang lebih larut. Hasil konjugasi tersebut dapat
diekskresikan ke dalam feses atau urin seperti ekskresi bilirubin.
g. Pembentukan empedu
Empedu dibentuk oleh hepatosit dan dikumpulkan dalam
kanalikulus serta saluran empedu. Fungsi empedu adalah ekskretorik
seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses pencernaan
melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu.

7
h. Ekskresi bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan
hemoglobin oleh sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup
sel-sel kupfer dari hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam
darah dan melalui reaksi kimia mengubahnyalewat konjugasi menjadi
asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut didalam
larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi diekskresikan oleh hepatosit
ke dalam kanalikulus empedu didekatnya dan akhirnya dibawa dalam
empedu ke duodenum.
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat
penyakit hati, bila aliran empedu terhalang atau bila terjadi penghancuran
sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu,
bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen
tidak terdapat dalam urin. (Smeltzer & Bare, 2001)
4. Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis,
konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang
utama. Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum
minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan
protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan
alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian,
sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan
minum minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi
dengan konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2001).
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini
dibanding individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut
memiliki kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita
malnutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan
dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen
atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki

8
penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak daripada wanita, dan
mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun (Smeltzer & Bare, 2001).
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec
ditandai oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel
hati yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang
disebut sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan
oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi alkohol adalah
perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik
(Tarigan, 2001).
5. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis
hepatis antara lain:
1. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan
sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan
memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri
abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat
dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung
fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih
lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan
pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan
teraba berbenjol-benjol (noduler).
2. Obstruksi Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi
hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal.
Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam
vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak
memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah
tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal
dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti
pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan
dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan

9
baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita
dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara
berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal
akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan
adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga
terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial
menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat
dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
3. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan
fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral
dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari
pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih
rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan
distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada
inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah
diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum
bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan
pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan
membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan
tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat
mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu,
pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan
yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih
25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan
mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan
esofagus.
4. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh
gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga

10
menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron
yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan
ekskresi kalium.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin
tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka
tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya
sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin
K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama
asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut
menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala
anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk
melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
6. Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental
dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu,
pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan
mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi
terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
6. Komplikasi
Komplikasi sirosis hepatis menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Hipertensi portal
2. Coma / ensefalopaty hepatikum
3. Hepatoma
4. Asites
5. Peritonitis bakterial spontan
6. Kegagalan hati (hepatoselular)
7. Sindrom hepatorenal

11
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan
kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori
tinggi protein, lemak secukupnya
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan
penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke
dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan
protein makanan sekitar 70-90 gr sehari untuk menghambat
perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D
penicilamine dan Cochicine.
b. Hemokromatis
Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi
kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu
sebanyak 500cc selama setahun.
c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul
a. Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi
garam sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi
dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian
spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons
diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari,
tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema
kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa
dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/ hari.
Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada
respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan
bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan
dilindungi dengan pemberian albumin.
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan
melena atau melena saja

12
1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk
mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih
berlangsung.
2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg,
nadi diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan
pemberian IVFD dengan pemberian dextrose/salin dan tranfusi
darah secukupnya.
3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau
normal salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
c. Ensefalopati
1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada
hipokalemia.
2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet
sesuai.
3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami
perdarahan pada varises.
4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan
infeksi sistemik.
5) Transplantasi hati.
d. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicillin,
aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik
Mengatur keseimbangan cairan dan garam.
8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan enzim, menunjukkan kerusakan sel hati, yaitu : kadar
alkali fosfatase, AST (SGOT) serta ALT (SGPT) meningkat dan kadar
kolinesterase serum dapat menurun.
2. Pemeriksaan bilirubin, dilakukan untuk mengukur ekskresi empedu
atau retensi empedu.
3. Laparoskopi yang dikerjakan bersama biopsi memungkinkan
pemeriksa untuk melihat hati secara langsung.

13
4. Pemeriksaan pemindai USG akan mengukur perbedaan densitas antara
sel-sel parenkim hati dan jaringan parut.
5. Pemeriksaan pemindai CT (computed temography),MRI dan
radioisotope hati memberikan informasi tentang besar hati dan aliran
darah hepatik serta obstruksi aliran tersebut.
6. Analisa gas darah arterial dapat mengungkapkan gangguan
keseimbangan ventilasi-perfusi dan hipoksia pada sirosis hepatis.

B. Teori Adaptasi CalistaRoy

Dalam pemberian asuhan keperawatan sebagipenerimaadalah


individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dipandang sebagai suatu
“holistic adaptif system” dalam berbagai aspek yang merupakan sebuah
kesatuan. Sistem adalah suatu kesatuan yang dapat dihubungkan sebagai
suatu kesatuan untuk beberapa tujuan dan saling ketergantungan dari setiap
bagian-bagiannya. Sistem sendiri terdiri dari proses input, ouput, kontrol dan
umpan balik. Dengan pejelasan dibawah ini
1. Input
Roy mengidentifikasikan bahwa input sebagai stimulus merupakan
kesatuan informasi, bahan – bahan atau energy dari lingkungan yang data
menimbulkan respon yang dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu folak,
kontekstual dan stimulus residural.
a. Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung kontak dengan
seseorangdan efeknya segera.Misalnyapolusi udara secara terus
menerus dapat menyebabkan infeksi pada paru-paru.
b. Stimulus kontekstual yaitu stimulus lain yang hadir yang
mempengaruhi efek stimulus fokal yang dialami seseorang, baik
stimulus internal maupun eksternal dimana stimulus ini dapat
mempengaruhi kondisi seseorang sampai jatuh sakit. Misalnya : imun
yang rendah.
c. Stimulus residual yaitu stimulus lain yang berasal dari lingkungan yang
sukar dilakukan observasi meliputisikap, keyakinan,kepercayaan dan
pemahaman individu dapat mempengaruhitentang sehat sakit. Misalnya

14
: pandangan pasien tentang penyakit yang dialaminya, gaya hidup,pola
hidup serta fungsi dan peran yang dijalankannya (Alligood, 2017).
2. Kontrol
Proses kontrol seseorang menurut roy adalah bentuk mekanisme koping
yang digunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan
kognatoryang merupakan subsistem.
b. Subsistem kognator
Stimulus untuk subsistem kognator baik eksternal dan internal.prilaku
outpu dari subsistem regulator dapat menjadi stimulus umpan balik
untuk subsistem kognator. Kognatorkontrol proses berhubungan
dengan pungsi otak dalam memproses informasi.
c. Subsistem regulator
Mempunyai komponen – komponen untuk input proses dan output.
Input sebagai stimulus dapat berupa internal dan eksternal.
Transmitern subsitem regulator adalah kimia, neural atau endokrin.
Reflex otonom adalah respon neural brain system dan spinal cord
yang diteruskan sebagai perilaku output dari subssistem regulator.
Banyak proses fsikologis yang dapat dinilai sebagai perilaku
subsistem regulator
3. Output
Output dari suatu system adalah prilaku yang dapat diamanti dan diukur
atau secara subjektif dapat dilaporkan baik berasal dari ekternal dan
internal prilaku ini merupakan umpan balik untuk system. Roy
mengkatagorikan output system sebagai repon yang adaptif atau repon
yang tidak maladaptive. Repon yang adaptif dapat meningkatkan
integritas seseorang secara keseluruhan dapat terlihat bila seseorang
tersebut mampu melaksnakan tujuan yang berkenaan dengan
kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keungulan.
Sedangkan respon yang maladaptive prilaku yang tidak mendukung
tujuan ini.
Roy telah mengunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan
proses kontrol seseorang sebagai adaptif system. Beberapa mekanisme

15
koping diwariskan atau diturunkan secara genetic (misal sel darah putih)
sebagai system pertahanan terhadap bakteri yang menyerang tubuh.
Mekanisme lain yang dapat dipelajari seperti pengunaan antiseptic untuk
memebersihkan luka. Roy memperkenalkan konsep ilmu keperawatan
yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut regulator dan kognator
dan mekanisme tersebut merupakan bagian subsistem adaptasi.

Input Control Effector Output

Tingkat Mekanisme Fungsi Respon


adaptasi koping fisiologis, adaptif
stimulus regulator konsep diri dan
fokal, dan Fungsi peran inefektif
kontekstual kognator interdepedensi
dan

Feedback
Skema manusia sebagai sistem adaptasi dalam

Model Adaptasi Roy (Alligood, 2017)

Selajutnya roy mengembangkan proses internal seseorang sebagai system adaftasi


dengan menetapkan system efektor, yaitu Empat mode tersebut adalah: mode
fisiologis, mode konsep diri, mode fungsi peran, mode interdependensi.
1. ModeFisiologis
Roy mengidentifikasi oksigenasi sebagai salah satu dari lima kebutuhan
fisiologis dengan proses yang komplek terdiri dari 4 bagian yaitu.
1) Oksigenasi meliputi : Proses ventilasi stabil, Pola pertukaran gasstabil,
Proses kompensasi adekuat
2) Nutrisi meliputi: proses digestive stabil, Pola nutrisi yang adekuat untuk
kebutuhan tubuh, Kebutuhan gizi dan metabolik yang dibutuhkan selama
prosespencernaan
3) Eliminasi meliputi: proses homeostatis usus yang stabil, proses eliminasi
fekal yang stabil, pola eliminasi urin stabil, strategi koping yang efektif
dalam perubahan eliminasi.
4) Aktifitas dan latihan meliputi: proses mobilisasi yang terintegrasi;

16
kompensasi yang adekuat selama gerakan tidak aktif; pola aktifitas dan
istirahat efektif; pola tidur efektif; lingkungan yang efektif untuk
terjadinya perubahan tidur
5) Proteksi meliputi: kondisi kulit yang utuh; respon penyembuhan efektif;
proteksi sekunder adekuat selama perubahan integritas kulit dan status
imun; perubahan temperature efektif
6) Sensasi meliputi: proses sensasi efektif; efektifitas system kognitif dalam
menerima informasi; pola persepsi yang stabil, contohnya interpretasi dan
apresiasi sesuai dengan input.
7) Cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa meliputi: proses
keseimbangan air stabil; cairan tubuh dan elektrolit stabil; status asm basa
seimbang; regulasi buffer seimbang; regulasi buffer kimia efektif.
8) Fungsi neurologi meliputi: proses yang efektif terhadap minat &
perhatian, sensasi&persepsi, koding, pembentukan konsep memori,
bahasa, perencanaan dan respon motorik; mengintegrasikan antara fikiran
dan perasaan; plastisitas dan fungsi perkembangan efektif, proses
penuaan & perubahan system saraf.
9) Fungsi endokrin meliputi: regulasi hormonal efektif terhadap proses
tubuh dan metabolic; regulasi hormonal efektif terhadap perkembangan
reproduksi; strategi koping yang efektif terhadap stres; pola yang stabil
perubahan siklus hormonal; pola yang stabil dari umpan balik negatif
hormon.
2. Mode konsep diri
Meliputi: citra tubuh yang positif, fungsi seksual yang efektif, adanya integrasi
yang baik antara psikis dengan pertumbuhan fisik, kompensasi yang memadai
untuk perubahan tubuh, strategi koping yang efektif terhadap kehilangan,
proses yang efektif saat tutup usia, pola konsistensi diri yang stabil, proses
perkembangan moral, etik, spiritual yang efektif, harga diri, strategi koping
yang efektif terhadap ancaman diri.
3. Mode fungsi peran
Meliputi: kejelasan peran: adanya integrasi antara peran dan prilaku, adanya
integrasi antara peran primer, sekunder dan tersier, pola tampilan peran yang

17
efektif, proses koping yang efektif terhadap perubahan peran; akuntabilitas
kinerja peran, integritas peran efektif, pola yang stabil terhadap peran sebagai
penguasa (role of mastery).
4. Mode interdependensi
Meliputi: kecukupan kasih sayang; pola yang stabil dalam memberi dan
menerima cinta, rasa hormat dan nilai, pola yang efektif terhadap
ketergantungan dan kemandirian, strategi koping yang efektif dalam
perpisahan dan kesepian, keadekuatan perkembangan belajar dan kematangan
dalam hubungan, hubungan yang efektif dan komunikasi, kemampuan
pengasuhan dalam perawatan dan perhatian, kemampuan menjaga hubungan
yang baik, pengaruh dari luar yang adekuat dan support system untuk
memenuhi rasa sayang danperhatian

Panduan pengkajiankeperawatan

1. Modefisiologis
a. Oksigenasi dan sirkulasi.
Oksigen merupakan kebutuhan yang paling vital dalam kehidupan, jika
oksigen tidak terpenuhi maka suplai oksigen ke dalam sel terganggu
pada organ vital lainnya.
 Pengkajian pada fungsi pernafasan akan ditemukan seperti
kecepatan nafas dalam kali/menit (nafas kusmaul), suara
pernafasan yang abnormal, keluhan batuk dengan atau tanpa
sputum, dispneu, adanya ronkhi, wheezing, analisa gas darah,
tachypnea, bradipnea, serta periode apnea.
 Pengkajian stimulus yang harus dikaji didalam pengkajian stimulus
ini adalah struktur dan fungsi otot, control system persyarapan,
saluran nafas, infeksi, iritan, allergen, aspirasi cairan dan faktor
lain yang dapat mengganggu bersihan jalan nafas seperti
deformitas/atropi, scoliosis, barel chest empisema dll ; penyakit
patologi lain seperti pneumonia, tuberculosis, bronchitis kronik,
emphysema, penyakit seperti ini dapat mengganggu suplai darah ke
alveoli; adanya trauma; kondisi lingkungan seperti latihan, stres,
perubahantemperature

18
b. Nutrisi
Masalah yang umum terjadi pada nutrisi yaitu: mual dan
muntah, nutrisi lebih atau kurang, kehilangan berat badan 20% sampai
dengan 25% dibawah nilai normal, anoreksia.
c. Eliminasi
Yang perlu dikaji pada pola eliminasi adalah adanya penurunan
fungsi perkemihan dan fungsi gastrointestinal. Masalah adaptasi yang
umum terjadi adalah adanya diare, flatulensi, inkontinensia urin,
inkontinensia fekal, retensi urun, strategi koping yang tidak efektif
terhadap gangguan eliminasi.
d. Aktifitas dan istirahat
Pengkajian stimulus terhadap kebutuhan istirahat, meliputi pengkajian
fisik, kondisi psikis, dan lingkungan terhadap terjadinya gangguan
aktifitas dan istirahat. Sedangkan pada pengkajian prilaku perawat
mengkaji kuantitas dan kualitas tidur, pola tidur serta adanya gangguan
tidur. Pada kebutuhan aktifitas pengkajian prilaku meliputi aktifitas
fisik: tonus dan masa otot, kekuatan otot, mobilitas sendi, dan postur
tubuh.
e. Proteksi
Pengkajian prilaku pada sistem kekebalam meliputi: mengkaji riwayat,
kondisi kulit, nyeri dan kondisi kulit terkait dengan adanya insisi,
rambut dan kuku, keringat dan temperature, membrane mukosa, sistem
gastrointestinal, respon inflamasi. Sensasi
f. Rasa sensasi seseorang dapat berkurang oleh faktor lingkungan dan
sistem persyarafan. Pengkajian prilaku pada area sensasi ini meliputi:
pungsional examination yaitu kaji reaksi pupil terhadap cahaya,
visualisasi penglihatan; internal examination yaitu tekanan intraokuler
dengan menggunakan alat tonomerti; kaji sensasi, symmetry
(kemampuan untuk menerima stimulus), gambaran nyeri yang
dirasakan, perubahan fisiologi seperti iritasi, kemerahan, bengkak,
perubahan posisi, perubahan prilaku seperti kelelahan.

19
g. Cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa
Pengkajian prilaku meliputi oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktifitas dan
istirahat, proteksi, fungsi neurologi, hasil laboratorium.
h. Fungsi neurologi
Pengkajian prilaku meliputi: kognitif yaitu minat dan perhatian, sensasi
dan persepsi, memori, bahasa, perencanaan, respon motoric, kesadaran
yaitu tingkat kesadaran, respon terhadap nyeri, tanda-tanda vital.
i. Fungsi endokrin
Sistem endokrin erat kaitannya dengan sistem persyarafan dalam hal
mengintegrasikan dan memelihara proses fisiologis tubuh,
meningkatkan pertumbuhan normal, perkembangan danamemelihara
struktur dan fungsi.
j. Mode konsepdiri.
Dikaji adalah physical self bagaimana pasien memandang dirinya
sendiri yang dihubungkan dengan proses kehilangan dan personal self
tentang ideal, biopsikososial dan spriritual.
2. Mode fungsi peran
Pengkajian ini menitik beratkan pada peran pasien setelah sakit terutama
peran di keluraga. Jadi dalam teori adaptasi mode fungsi peran dititik
beratkan pada bagaimana seseorang dapat menjalankan perannya secara
optimal sesuai dengan apa yang diharapkan lingkungan sosial pada
dirinya. Peran ini dapat diidentifikasi dari pasien dan diperkuat dengan
data dari anggota keluarga yang lain.
3. Model interdependensi
Mode adaptasi interdependen menunjukan mekanisme hubungan
antara pasien dengan orang lain yang akan melahirkan perasaan
membutuhkan, saling memperhatikan, saling menyanyangi dan saling
menjaga. Mode interdependensi secara observatif oleh perawat dapat
ditemukan adanya tingkat perhatian dan intensitas kunjungan yang
dilakukan oleh anggota kelurga atau orang yang dianggap penting bagi
pasien. interdepedensi (saling ketergantungan) adalah mekanisme koping
dengan fokus interaksi yang ditujukan untuk saling mencintai,

20
menghargai, adanya perpisahan, kehilangan sehingga terbina sebuah
support sistem yang baik. Perubahan fungsi peran akan mempengaruhi
kehidupan pasien (Roy & Andrew, 1999 dalam Tomey & Alligood, 2017)

21
BAB III
ANALISA KASUS

A. Pengkajian Berdasarkan Model Adaptasi Callista Roy


DATA BIOGRAFI
Nama : Tn. HU
Umur : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 01.03.15.48
Pekerjaan : PNS
Suku : Minang
Alamat : Solok
Tanggal masuk RS : 23 Maret 2020/ Jam 10.00 Wib
Diagnosa Medis : Sirosis Hepatis + Hiperglikemia
Tanggal Pengkajian : 28 Juni 2022/ Jam 14.00 Wib

RIWAYAT KESEHATAN

Riwayat Kesehatan Sekarang:


Klien masuk ke ruang Interna Pria RSUD M.Natsir Solok pada tanggal 28
Juni jam 10.00 WIB. Klien masuk dari IGD dengan keluhan perut
membuncit sejak ±1 bulan ini, semakin lama semakin meningkat, mata dan
kulit menguning sejak 6 minggu terakhir, gigi berdarah setiap pagi sejak 1
minggu terkhir dan keluhan kaki bengkak sejak 5 hari sebelum masuk RS.

22
Berdasarkan hasil pemeriksaan labor didapatkan hasil:
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
28-06-2022
GDS 267 mg/dl <200
HbsAg Reaktif Negatif
Anti HCV Non reaktif Negatif
Total protein 7.5 g/dl 6.6-8.7
Albumin 3.5 g/dl 3.8-5.0
Globulin 4.0 g/dl 1.3-2.7
28-06-2022
Hemoglobin 13.6 g/dl 14-18
Leukosit 5.100 /mm3 5.000-10.000
Trombosit 120.000 /mm3 150.000-400.000
Hematokrit 35% 40-48%
28-06-2022
Bilirubin total 18.4 mg/dl 0.3-1.0
Bilirubin direk 9.6 mg/dl <0.20
Bilirubin indirek 8.8 mg/dl <0.60
SGOT 291 u/l <38
SGPT 166 u/l <41

Berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik radiologi tanggal 28-06-2022:


Didapatkan hasil USG abdomen Hepatomegali, Splenomegali dan
kolesistitis.

Keluhan utama saat klien dikaji tanggal 28-06-2022 jam 14.00 WIB adalah
kaki bengkak sejak 5 hari sebelum masuk RS, nafsu makan berkurang sejak
1 bulan terakhir dan keluhan gigi berdarah setiap pagi sejak 1 minggu
terakhir.

Terapi medis yang didapatkan tanggal 28-06-2022:


Infus Aminofusin hepar : Triofusin = 1:1 = 12 jam/ kolf. Diit Hati II NB.
Lactulax sirup 3x2 sdm, Spironolakton 1x100mg, Furosemide 1x40 mg.

23
Vit K 3x1 ampul/ IV
Lantus 1x8 ui

Riwayat Kesehatan Masa Lalu:


Menurut klien dan keluarga, pernah klien mengalami penyakit infeksi hati
atau sakit kuning sebelumnya tepatnya satu tahun yang lalu. Klien rutin
menjalai pegobatan dan peyakit kuning tersebut dinyatakan sembuh.

Riwayat Penyakit Keturunan:


Menurut klien dan keluarga, dalam keluarga klien ada 3 orang saudara
kandung yang menderita penyakit hati dan ketiganya meninggal. Satu orang
kanker hati dan 2 orang sakit kuning.

24
PENGKAJIAN PERILAKU PENGKAJIAN STIMULUS
MODE ADAPTASI DATA KONTEKSTUAL RESIDUAL
DATA OBJEKTIF FOKAL
SUBJEKTIF
1. FISIOLOGIS
a. Oksigenasi
1) Respirasi Klien mengatakan Klien tidak tampak sesak, tidak Tidak ditemukan Tidak ditemukan Tidak
tidak ada masalah tampak penggunaan otot bantu ditemukan
pernapasan. pernafasan. Tidak ada batuk Bentuk
dada normal: pergerakan dinding dada
simetris kiri dan kanan, irama
pernapasan teratur, frekuensi nafas 20
x/menit, suara napas vesikuler pada
lapang paru dan tidak ada suara napas
tambahan.
2) Sirkulasi Menurut klien dan Konjungtiva tidak tampak pucat, sklera Trombositopenia Gangguan Pola makan
keluarga, klien dan kulit tampak ikterik, kulit pembentukan makanan
tidak mempunyai ekstremitas teraba hangat, ada pitting fibrinogen dan yang kurang
riwayat hipertensi edema (+2) pada ekstremitas bawah, faktor pembekuan mengandung
dan penyakit CRT <2 detik, iktus teraba 1 jari pada darah protein
jantung. Klien ICS 6 mid klavikula sinistra, nadi sebagai
mengatakan ada radialis teraba kuat. S1-S2 reguler, pembentuk
mengalami gigi tidak ada suara jantung tambahan. fibrinogen
berdarah setiap Hasil pemeriksaan TTV: 120/80
pagi sejak 1 mmHg, HR 80 kali/menit, RR 20
minggu terakhir kali/menit, T 370C. Hasil labor tanggal
28-06-2022 didapatkan:
Trombosit 120.000 150.000-
/mm3 400.000
b. Nutrisi Menurut klien dan IMT klien: 24.38 (Normal), klien Anorexia, Gangguan Menu
keluarga napsu mengalami penurunan BB 6kg atau hipoalbuminemia metabolisme makanan yang
makan klien 8.57% dari 70 kg (penurunan BB karbohidrat, kurang
berkurang sejak 1 belum 10% dari BB ideal). Sklera dan protein dan lemak variatif
bulan ini. Tidak kulit tampak ikterik, mukosa mulut/ oleh hati, sehingga tidak
ada keluha mual bibir lembab, tidak ada stomatitis, kolesistitis napsu makan,
dan muntah. kemampuan mengunyah baik, tonus oral hyiene
Selama dirumah otot baik. Abdomen tampak buncit, kurang baik
klien makan nasi asites(+), bising usus klien 12 x/mnt,
dengan tekstur terdapat nyeri tekan pada abdomen
bubur. BB klien kanan atas.
sebelum sakit 1 Hasil pemeriksaan USG abdomen
bulan yang lalu 70 tanggal 28-06-2022 didapatkan
kg dan BB klien 1 Hepatomegali, Splenomegali dan
minggu terakhir kolesistitis.
64 kg dengan TB Hasil labor tanggal 28-06-2022
162 cm. didapatkan
Hemoglobi 13.6 14-18
n g/dl
SGOT 291 u/l <38
SGPT 166 u/l <41
c. Eliminasi Klien mengatakan Saat ini klien tidak menggunakan Tidak ditemukan Tidak ditemukan Tidak
tidak ada masalah kateter urine, tidak teraba blass pada ditemukan
pada frekuensi area simpisis, maupun massa dan nyeri
dan jumlah urin. tekan pada abdomen bawah.
Begitu juga
dengan frekuensi
BAB dan

26
konsistensi feses.
Klien mengatakan
saat ini warna urin
sudah berangsur
kuning kejernihan.
Sebelum berobat 1
bulan lalu warna
urin kuning pekat.
warna feses saat
ini kuning.
d. Aktivitas Istirahat Klien mengatakan Klien bedrest di tempat tidur. Tidak Tidak ditemukan Tidak ditemukan Tidak
tidak ada masalah ada tremor, rentang gerak baik, tidak ditemukan
dalam istirahat ada deformitas.
Hasil pengkajian kekuatan otot:
5555 5555
5555 5555

e. Proteksi dan Klien mengatakan Kulit dan sklera tampak ikterik. Kulit Trombositopenia, Gangguan Pola makan
Perlindungan ada mengalami tampak kering. Tidak ada tanda hiperbilirubinemia pembentukan makanan
gigi berdarah perdarahan pada saluran cerna, klien fibrinogen dan yang kurang
setiap pagi sejak 1 tidak teraba hangat. faktor pembekuan mengandung
minggu terakhir Hasil pemeriksaan USG abdomen darah; Penurunan protein
klien mengatakan tanggal 28-06-2022 didapatkan kemampuan hepar sebagai
tidak ada Hepatomegali, Splenomegali dan untuk pembentuk
mengalami kolesistitis. mengkonjugasikan fibrinogen;
muntah dan BAB Hasil labor didapatkan: bilirubin usia
hitam. Klien 28-06-2022

27
mengatakan tidak Trombosit 120.000 / 150.000-
ada keluhan mm3 400.000
demam. 28-06-2022
Bilirubin 18.4
0.3-1.0
total mg/dl
Bilirubin
9.6 mg/dl <0.20
direk
Bilirubin
8.8 mg/dl <0.60
indirek
Hasil pemeriksaan TTV: 120/80
mmHg, HR 80 kali/menit, RR 20
kali/menit, T 370C C
f. Sensori Menurut klien, dia Klien tidak mengalami masalah Tidak ditemukan Tidak ditemukan Tidak
tidak ada masalah penglihatan, masalah pendengaran dan ditemukan
pada panca indera wicara klien (klien mampu melakukan
komunikasi dengan
keluarga dan perawat dengan baik
tanpa adanya kesulitan), tidak ada
masalah rasa dan bau
(klien mampu merasakan sensasi
sentuhan dan mencium bau dengan
baik).
g. Cairan dan Klien mengatakan Pemenuhan kebutuhan cairan klien Penurunan tekanan Gangguan fungsi Pola makan
Elektrolit perut membuncit secara oral tidak osmotik pada hati dalam makanan
sejak ±1 bulan ini, mengalami hambatan, tidak ada pembuluh darah metabolisme yang kurang
semakin lama muntah, mukosa mulut lembab, turgor protein mengandung
semakin kulit elastis. Tampak distensi vena protein
meningkat, kaki jugularis, terdapat pitting edema (+2) sebagai

28
bengkak sejak 5 pada ekstremitas bawah, asites (+), pembentuk
hari sebelum shifting dulness (+), undulasi (+). albumin
masuk RS Hasil labor albumin dan protein total
28-06-2022
Total 7.5
6.6-8.7
protein g/dl
Albumi 3.5
3.8-5.0
n g/dl
Globuli 4.0
1.3-2.7
n g/dl

h. Neurologis Klien mengatakan Kesadaran compos mentis, klien dapat Tidak ditemukan Tidak ditemukan Tidak
tidak mempunyai berorientasi terhadap orang, waktu dan ditemukan
riwayat trauma/ tempat dengan baik, tidak ada
jatuh dan gangguan pada fungsi saraf kranial,
gangguan saraf fungsi memori dan bahasa tidak ada
gangguan.
i. Endokrin Klien mengatakan Tidak ada tampak pembesaran kelenjar
tidak mempunyai tiroid.
riwayat keluarga Hasil pemeriksaan USG abdomen
yang menderita tanggal 28-06-2022 didapatkan
diabetes mellitus. Hepatomegali, Splenomegali dan
Klien mengatkan kolesistitis.
dalam Hasil pemeriksaan labor tanggal 28-
keluarganya ada 3 06-2022:

29
orang saudara 267 Peningkatan kadar Gangguan Usia
GDS <200
kandung yang mg/dl glukosa dalam glukoneogenesis
menderita Hasil labor tanggal 28-06-2022 darah
penyakit yang didapatkan
sama dengan Bilirubin 18.4 Peningkatan Penurunan Usia,
klien. <38 produksi bilirubin kemampuan hepar herediter
total mg/dl
Bilirubin 9.6 dan enzim hati untuk
<41 mengkonjugasikan
direk mg/dl
Bilirubin 8.8 bilirubin
0.3-1.0
indirek mg/dl
SGOT 291 u/l <0.20
SGPT 166 u/l <0.60
HbsAg Reaktif Negatif
2. KONSEP DIRI Klien Klien tampak tenang dan pasrah Tidak ditemukan Tidak ditemukan Tidak
mengatakan dengan kejadian yang menimpa ditemukan
bahwa kejadian dirinya
ini sudah
merupakan takdir
yang harus
dijalaninya, klien
mengatakan tidak
merasa rendah diri
terhadap penyakit
yang diderita.
3. FUNGSI PERAN Klien merupakan Komunikasi dengan keluarga atau pola Tidak ditemukan Tidak ditemukan Tidak
SOSIAL seorang kepala interaksi dengan keluarga tampak baik. ditemukan
rumah tangga dan
memiliki 1 istri

30
dengan 1 orang
anak yang sudah
kuliah. Klien tidak
merasa kesulitan
ekonomi, sebagai
tulang punggung
keluarga karena
istri klien juga
berprofesi sebagai
guru PNS. Klien
mengatakan
setelah keluar RS,
iya akan
mengajukan
pensiun PNS
mengingat masa
kerjanya tinggal 3
tahun. Harapan
klien bisa sembuh
total.
4. INTERDEPENDENSI Klien mengatakan Klien sangat kooperatif dengan Tidak ditemukan Tidak ditemukan Tidak
selain guru, klien program pengobatan dan perawatan ditemukan
juga aktif yang dilakukan di rumah sakit, selama
mengikuti di rumah sakit klien ditunggu oleh istri
kegiatan dan anak. Komunikasi dengan
masyarakat di keluarga yang lain dilakukan dengan
masjid. menggunakan telpon. Tidak tampak
ada masalah komunikasi dilingkungan

31
sosial.

B. Analisa Data, Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Berdasarkan Teori Callista Roy
ANALISA DATA DAN DIAGNOSA INTERVENSI
Pengkajian DIAGNOSA
No NOC NIC AKTIVITAS
Perilaku Stimulus KEPERAWATAN
1. Perilaku inefektif Focal: Kelebihan volume  Electrolit and Fluid management Aktifitas regulator:
pada mode fisiologis: Penurunan tekanan cairan berhubungan acid base  catatan intake dan output yang
cairan osmotik pada dengan gangguan balance akurat
pembuluh darah mekanisme regulasi  Fluid balance  Pasang urin kateter jika
Data subjektif:  Hydration diperlukan
 Klien Konseptual:  Monitor hasil Hemoglobin
mengatakan perut Gangguan fungsi Setelah dilakukan yang sesuai dengan retensi
membuncit sejak hati dalam tindakan cairan (BUN, Hematokrit,
±1 bulan ini, metabolisme keperawatan selama osmolalitas urin)
semakin lama protein 3 x 24 jam  Monitor vital sign
semakin kelebihan volume  Montor indikasi retensi /
meningkat, Residual: cairan berkurang kelebihan cairan (cracles, CVP,
 kaki bengkak Kurang dengan kriteria edema, distensi vena leher,
sejak 5 hari pengetahuan dalam hasil: asites)
sebelum masuk perawatan sirosis  Terbebas dari  Kaji lokasi dan luas edema
RS edema, efusi,  Monitor masukan makanan /
anaskara cairan dan hitung intake kalori
Data objektif:  Bunyi nafas  Monitor status nutrisi
bersih, tidak ada  Kolaborasi pemberian diuretik
 ada pitting edema dyspneu/ortopne sesuai interuksi

32
(+2) pada  Terbebas dari  Batasi masukan cairan pada
ekstremitas distensi vena keadaan hiponatrermi dilusi
bawah, jugularis, reflek dengan serum Na < 130 mEq/l
 asites (+) hepatojugular (+)  Kolaborasi dokter jika tanda
 shifting dulness  Memelihara cairan berlebih muncul
(+), tekanan vena memburuk
 undulasi (+). sentral, tekanan
 Hasil labor kapiler paru, Aktifitas kognator:
28-06-2022 output jantung  ajarkan klien cara mengukur
Total dan vital sign jumlah cairan yang harus
7.5 g/dl
protein dalam batas diminum
Albumin 3.5 g/dl normal
Globulin 4.0 g/dl
 Terbebas dari
kelelahan,
kecemasan atau
kebingungan

2. Perilaku inefektif Focal: Resiko perdarahan  Blood lose Bleeding Aktivitas regulator:
Pada mode sirkulasi, Trombositopenia, severity precautions  Monitor ketat tanda-tanda
proteksi  Blood perdarahan
Konseptual: coagulation  Catat nilai Hb dan HT
Data subjektif: Gangguan sebelum dan sesudah
 Klien mengatakan pembentukan Setelah dilakukan terjadìnya perdarahan
ada mengalami fibrinogen dan tindakan  Monitor nilai lab (koagulasi)
gigi berdarah faktor pembekuan keperawatan selama yang meliputi PT, PTT,
setiap pagi sejak 1 darah 3x 24 jam trombosit
minggu terakhir perdarahan tidak  Monitor TTV ortostatik
Residual: terjadi,  Pertahankan bed rest selama

33
Data objektif: Pola makan dengan kriteria hasil: perdarahan aktif
 Hasil labor makanan yang  Tidak ada  Kolaborasi dalam pemberian
tanggal 28-06- kurang hematuria dan produk darah (platelet atau
2022 didapatkan: mengandung hematemesis fresh frozen plasma)
Trombosit 120.000 / protein sebagai  Kehilangan darah  Lindungi pasien dari trauma
mm3 pembentuk yang terlihat yang dapat menyebabkan
Hemoglo 13.6 fibrinogen  Tekanan darah perdarahan
bin g/dl dalam batas  Hindari mengukur suhu lewat
normal sistol dan rectal
diastole  Hindari pemberian aspirin
 Tidak ada dan anticoagulant
perdarahan  Hindari terjadinya konstipasi
pervagina dengan menganjurkan untuk
 Tidak ada distensi mempertahankan intake
abdominal cairan yang adekuat dan
 Hemoglobin dan pelembut feses
hematrokrit
dalam batas Aktivitas cognator :
normal  Anjurkan pasien untuk
 Plasma, PT, PTT meningkatkan intake
dalam batas makanan yang banyak
normal mengandung vitamin K

3. Perilaku inefektif Focal: Resiko deficit  Nutritional  Nutrition Nutrition Monitoring


Pada mode nutrisi Anorexia, nutrisi (berdasarkan Status: food and Management Aktivitas regulator:
hipoalbuminemia SDKI) Fluid Intake  Nutrition  Monitor adanya penurunan
Data subjektif: Monitoring berat badan
 Klien mengatakan Konseptual: Setelah dilakukan  Monitor tipe dan jumlah

34
nafsu makan klien Gangguan tindakan keperawatan aktivitas yang biasa dilakukan
berkurang sejak 1 metabolisme selama 3x 24 jam  Monitor interaksi anak atau
bulan ini. karbohidrat, protein kebutuhan nutrisi orangtua selama makan
 Selama dirumah dan lemak oleh klien seimbang,  Monitor lingkungan selama
klien makan nasi hati, kolesistitis dengan kriteria hasil: makan
dengan tekstur  Adanya  Jadwalkan pengobatan dan
bubur. Residual: peningkatan berat tindakan tidak selama jam
 klien mengatakan Menu makanan badan sesuai makan
BB klien sebelum yang kurang dengan tujuan  Monitor kulit kering dan
sakit 1 bulan yang variatif sehingga  Berat badan ideal perubahan pigmentasi
lalu 70 kg dan BB tidak napsu makan, sesuai dengan  Monitor turgor kulit
klien 1 minggu oral hyiene kurang tinggi badan  Monitor kekeringan, rambut
terakhir 64 kg baik  Mampu kusam, dan mudah patah
dengan TB 162 mengidentifikasi  Monitor mual dan muntah
cm. kebutuhan nutrisi  Monitor kadar albumin, total
 Tidak ada tanda protein, Hb, dan kadar Ht
Data objektif: tanda malnutrisi  Monitor makanan kesukaan
 klien mengalami  Tidak terjadi  Monitor pertumbuhan dan
penurunan BB penurunan berat perkembangan
6kg atau 8.57% badan yang  Monitor pucat, kemerahan,
dari 70 kg berarti dan kekeringan jaringan
(penurunan BB
konjungtiva
belum mencapai
10% dari BB  Monitor kalori dan intake
ideal) nutrisi
 asites(+)  Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
 nyeri tekan pada
abdomen kanan  Catat adanya edema,

35
atas hiperemik, hipertonik papila
 Hasil lidah dan cavitas oral
pemeriksaan USG
abdomen tanggal Nutrition Management
28-06-2022 Aktivitas regulator:
didapatkan  Kaji adanya alergi makanan
Hepatomegali,  Kolaborasi dengan ahli gizi
Splenomegali dan untuk menentukan jumlah
kolesistitis. kalori dan nutrisi yang
 Hasil labor dibutuhkan pasien.
didapatkan  Yakinkan diet yang dimakan
28-06-2022 mengandung tinggi serat
Total
7.5 g/dl untuk mencegah konstipasi
protein  Berikan makanan yang
Albumin 3.5 g/dl
Globulin 4.0 g/dl
terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli
gizi)

Aktivitas cognator :
 Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
 Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan
vitamin C
 Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
 Berikan informasi tentang

36
kebutuhan nutrisi
4. Perilaku inefektif Focal: Resiko kerusakan  Tissue Integrity: Pressure Aktifitas regulator:
pada mode fisiologis: hiperbilirubinemia integritas kulit Skin and Management  Anjurkan pasien untuk
proteksi Mucous menggunakan pakaian yang
Konseptual: Membranes longgar
Data subjektif: Penurunan  Hindari kerutan pada tempat
 klien mengatakan kemampuan hepar Setelah dilakukan tidur
kulit menguning untuk tindakan  Jaga kebersihan kulit agar
sejak 6 minggu mengkonjugasikan keperawatan selama tetap bersih dan kering
terakhir bilirubin 3 x 24 jam pasien  Mobilisasi pasien (ubah
 klien mengatakan menunjukkan posisi pasien) setiap dua jam
awal 6 minggu residual: integritas kulit tetap sekali
yang lalu, kulit Herediter utuh dengan kriteria  Monitor kulit akan adanya
terasa berkerut hasil: kemerahan
 Memperlihatkan  Oleskan lotion atau
Data objektif: turgor kulit yang minyak/baby oil pada daerah
 Kulit tampak normal pada yang tertekan
ikterik. ekstremitas dan  Monitor aktivitas dan
 kulit tampak batang tubuh. mobilisasi pasien
kering  Tidak  Monitor status nutrisi pasien
 Hasil labor memperlihatkan  Memandikan pasien dengan
tanggal 28-06- luka pada tubuh. sabun dan air hangat
2022 didapatkan:  Memperlihatkan
Bilirubin 18.4 jaringan yang Aktifitas kognator:
total mg/dl normal tanpa  Edukasi keluarga cara
Bilirubin 9.6 gejala eritema, perawatan kulit pada klien
direk mg/dl
Bilirubin 8.8
perubahan yang menderita stroke
indirek mg/dl warna atau

37
SGOT 291 u/l peningkatan
SGPT 166 u/l suhu didaerah
HbsAg Reaktif tonjolan
tulang

38
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya
peradangan difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi
dan regenerasi sel hati, disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari
penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.
Konsep model adaptasi Roy membantu mengasah keterampilan
perawat dalam penerapan asuhan keperawatan secara koprehensif
meliputibiopsikososial dan spiritual untuk membantu pasien dalam mencapai
proses adaptasi terhadap masalah kesehatan sebagai suatu mekanisme koping
terhadap perubahan lingkungan. Implementasi dilakukan dengan memilih
intervensi dan aktifitas keperawatan yang sesuai dengan adaptasi pasien.
B. SARAN
Sebagai perawat profesional diharapkan untuk meningkatkan
pengembangan sains keperawatan dalam berbagai bidang di dunia
keperawatan dapat dilakukan berdasarkan analisis dari masing-masing
komponen dalam struktur holarchy pengetahuan keperawatan kontemporer.
Dengan demikian diharapkan dalam aplikasi sains keperawatan dengan
mengedepankan prinsip analisis yang sistematis, sehingga dapat menjadi
panduan dalam pelayanan keperawatan.

39
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M. R. (2010). Nursing Theory Utilization & Application (4th ed).


United Stated of America: Elsevier Mosby.
M Black, J., & Hokanson, H. J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. (A. Suslia, F. Ganiajri, P. P. Lestari, &
R. W. A. Sari, Eds.) (8th Vol 3). Singapore: Elsevier Ltd.
Smeltzer, S. C., & Barre, B. G. (2017). Textbook of meical-Surgical Nursing
Volume 1. (M. Farrell, Ed.) (Fourth Edi). Sydney: Julie Stegman.
Timby, B. K., & SMith, N. E. (2010). Introductory Medical - Surgical Nursing
(10th ed.). China: Lippincot Williams and WIlkins.
WIlliams, L. S., & Hopper, P. D. (2007). Medical Surgical. (J. Joyce, Ed.)
(Third). Philadelphia: FA Davis.

Anda mungkin juga menyukai