Anda di halaman 1dari 39

ASKEP SIROSIS HEPATITIS

Makalah disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pengampu: Ns. Ani Widiastuti, M.Kep.,Sp.Kep.MB

Disusun oleh:
Nabila Nasya 1910711003
Bebi Ayu Wulandari 1910711008
Ghea Andriani 1910711012
Anita Puji Astuti 1910711013
Aulia Azzahra 1910711019
Anis Partiwi 1910711024
Raras Dwinova 1910711032
Siti Luthfiana Hasena 1910711033
Galuh Nurulita Fitriani 1910711034
Aulia Azzahra 1910711035
Dinda Cantika Rahma 1910711041
Nabilla Asmarany 1910711047
Nadiya Fitriani Tanjung 1910711048

PROGRAM STUDI S1-KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
TAHUN AJARAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
tentang Asuhan Keperawatan Klien dengan Sirosis Hepatitis
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapih.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Penulis

7 Maret 2021

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................1
D. Manfaat........................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................2
PEMBAHASAN.....................................................................................................2
A. DEFINISI......................................................................................................2
B. KLASIFIKASI..............................................................................................2
C. Etiologi..........................................................................................................3
D. Penyebab Srosis Hepatis...............................................................................3
E. Tanda dan gejala sirosis hepatitis..................................................................4
F. Penatalaksanaan Medis.................................................................................5
G. Pemeriksaan Penunjang................................................................................9
H. Komplikasi..................................................................................................10
I. Pathway/Patofisiologi.................................................................................12
J. Asuhan Keperawatan Klien dengan Sirosis Hepatitis.................................13
BAB III..................................................................................................................36
B. SARAN.......................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................38

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar
pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah
diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada
sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak
bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di
atas organ-organ abdomen.
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi susunan
hati normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati
yang mengalami regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan normal
(Sylvia Anderson, 2001:445).

B. Rumusan Masalah
1) Apa itu Sirosis Hepatitis?
2) Bagaimana etiologi dan patoofisilogi dari Sirosis Hepatitis?
3) Bagaimana tanda dan gejala dari Sirosis Hepatitis?
4) Kenapa diperlukan penatalaksanaan medis dan pemeriksaan penunjang?
5) Apasaja komplikasi yang ditimbulkan oleh Sirosis Hepatitis?
6) Bagaimana asuhan keperawatan dari Sirosis Hepatitis?

C. Tujuan
1) Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Sirosis Hepatitis.
2) Untuk memahami bagaimana etiologi dan patologi dari Sirosis Hepatitis.
3) Untuk mengetahui apasaja tanda dan gejalan Sirosis Hepatitis.
4) Untuk memahami penatalaksaan medis dan pemeriksaan penunjang.
5) Untuk mempelajari komplikasi yang ditimbulkan oleh Sirosis Hepatitis.
6) Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan klien dengan
Sirosis Hepatitis.

D. Manfaat
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Maternitas II diharapkan pula
dapat memberikan sedikit pengetahuan tentang Ca. Serviks sehingga dapat
memahami ap aitu Ca. Serviks dan mengetahui cara pencegahannya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis,
disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul
hepatosit. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel
hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.
Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit
hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan menyebabkan
penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah disertai
terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah
vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini
biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila
ditekan.

B. KLASIFIKASI
Menurut (Smeltzer & Bare, 2002), sirosis hepatis dibedakan menjadi tiga
tipe, yaitu:
1. Sirosis Laennec
Sirosis Laennec atau disebut juga sirosis alkoholik adalah sirosis yang
terjadi akibat mengonsumsi alkohol yang berlebihan dan dalam jangka
waktu yang lama. Sirosis jenis ini dapat menimbulkan efek toksik secara
lanngsung pada hati. Sirosis Laennec juga merupakan 50% atau lebih dari
seluruh kasus sirosis.
2. Sirosis Postnekrotik
Sirosis Postnekrotik adalah akibat lanjut dari hepatitis virus yang
sudah terjadi sebelumnya, biasanya hepatitis B dan hepatitis C (Black &
Hawks, 2009). Sirosis jenis ini memiliki presentasi 20% dari seluruh kasus
sirosis. Prsentase yang kecil dilaporkan bahwa penyebab sirosis ini adalah

2
karena intoksikasi bahan kimia industry, racun, ataupun obat-obatan yang
bersifat hepatotoksik.
3. Sirosis Biller
Sirosis Biller merupakan sirosis yang disebabkan oleh obstruksi bilier
posthepatik. Insiden sirosis jenis ini lebih rendah dibanding sirosis
Laennec dan sirosis postnekrotik.

C. Etiologi
Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara lain :
 Malnutrisi
 Alkoholisme
 Virus hepatitis
 Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
 Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)
 Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
 Zat toksik

D. Penyebab Srosis Hepatis


Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi
ada dua penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan sirosis hepatis
adalah:
a) Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg
pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka
diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati
sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus
B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan
memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A.

3
b) Zat hepatotoksik atau Alkoholisme
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan
berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah
alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun
peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan
parenkim hati.

Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati :

a) Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas


mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
b) Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
c) Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati
disekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis).

E. Tanda dan gejala sirosis hepatitis

a. Gejala
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang
ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau
karena kelainan penyakit lain. Bila sirosis hati sudah lanjut, gejala-gejala
lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan
deman tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan
darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan
air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta
perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung,
agitasi, sampai koma.

4
b. Tanda Klinis

Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:

1) Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.


Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda
bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan
mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.
Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus
terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.
2) Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama
asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus .
Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
3) Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati
membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan
menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
4) Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang
memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.

F. Penatalaksanaan Medis

a. Tatalaksana sederhana/ konservatif:


1) Istirahat yang cukup dan teratur
2) Diet seimbang
3) Administrasikan vitamin B kompleks
4) Vitamin K untuk memperbaiki faktor pembekuan

5
5) Menghindari alkohol
6) Minimalisasi atau hindari aspirin, acetaminophen, dan NSAID
7) Albumin IV untuk menjaga volume plasma
8) Diuretik penghemat kalium (untuk asites)
b. Terapi nutrisi

Pasien dengan sirosis tanpa komplikasi dapat mengonsumsi makanan


tinggi kalori (3000 kal/hari) dengan kandungan karbohidrat tinggi dan
lemak sedang sampai rendah. Pembatasan protein dilakukan pada beberapa
pasien dengan gejala yang parah (misal ensefalopati hepatik episodik).

Pasien dengan asites dan edema menjalani diet rendah natrium (2gr)
untuk mengurangi retensi cairan dan overload. Derajat pembatasan
natrium tergantung pada kondisi pasien.

c. Terapi berdasarkan komplikasi:


1) Asites
Penatalaksanaan asites berfokus pada restriksi natrium, diuretik,
dan pembuangan cairan.
a) Diet rendah natrium
Pasien akan dibatasi mengonsumsi natrium yang jumlah
pembatasannya ditentukan berdasarkan derajat asites. Pasien
dengan asites berat perlu membatasi asupan natrium hingga 250-
500mg/hari (untuk orang sehat, maksimal konsumsi natrium
2000mg/hari). Untuk asupan cairan, biasanya pasien tidak dibatasi
cairan kecuali asites yang berkembang menjadi tambah parah.
Perawat perlu memantau dan mengkaji keseimbangan cairan dan
elektrolit secara akurat. Infus albumin dapat digunakan untuk
membantu mempertahankan volume intravaskular dan output urin
yang adekuat.
b) Obat diuretic

6
Terapi diuretik merupakan salah satu bagian pentik dari
penatalaksanaan. Spironolakton (aldactone) adalah diuretik yang
efektif, bahkan pada pasien dengan retensi natrium yang parah.
Obat-obatan lainnya yang dapat digunakan adalah amilorida
(midamor) dan triamterene (dyrenium). Furosemid (lasix) sering
digunakan sebagai kombinasi obat-obatan di atas. Tolvaptan
(samsca) digunakan untuk memperbaiki hiponatremia pada pasien
sirosis.
c) Prosedur parasentesis/ pungsi asites
Merupakan tindakan medis yang dilakukan dengan
menusukkan jarum ke dalam rongga perut untuk mengeluarkan
cairan asites. Cairan tersebut kemudian diuji untuk mengetahui
apakah terjadi infeksi. Prosedur ini disediakan hanya untuk pasien
dengan asites parah hingga menyebabkan gangguan pernapasan
atau nyeri perut. Tindakan ini hanyalah tindakan sementara karena
cairan akan cenderung menumpuk kembali.
2) Varises esofagus dan lambung
Tujuan terapi utama adalah untuk mencegah perdarahan. Pasien
yang mengalami varises esofagus harus menghindari konsumsi
alkohol, aspirin, dan NSAID (Non-steroid anti imflammatory drugs).
Diagnosa perdarahan varises perlu ditegakkan secepatnya dengan
pemeriksaan endoskopi. Ketika perdarahan varises terjadi, langkah
pertama untuk menstabilkan pasien adalah mengatur jalan napas,
pemberian terapi IV, dan administrasi produk darah jika diperlukan.
a) Obat-obatan
(1) B-blocker non selektif (misal propanolol)
Pasien dengan varises yang beresiko perdarahan perlu diberi B-
blocker non selektif (nadolol [corgard] atau propranolol
[inderal] untuk mengurangi resiko perdarahan.
(2) Octreotide (sandostatin)
(3) Vasopressin (pitressin)

7
Pemberian vasopressin (VP) dapat menyebabkan vasokontriksi,
menurunkan aliran darah porta, dan menurunkan hipertensi
porta. Namun efek sampingnya adalah penurunan aliran darah
koroner, disritmia, dan peningkatan TD. Untuk mengurangi
efek samping VP maka dapat diberikan nitrogliserin IV. VP
harus digunakan dengan hati-hati karena resiko iskemia
jantung.
b) Endoscopic band ligation atau skleroterapi
Pada saat endoskopi, ligasi pita atau skleroterapi dapat
digunakan untuk mencegah perdarahan ulang. EVL (endoscopic
variceal ligation) dilakukan dengan menempatkan karet gelang
kecil di sekitar vena yang membesar. Skleroterapi adalah tindakan
menginjeksikan larutan sklerosan ke dalam varises melalui jarum
suntik yang ditempatkan melalui endoskop.
c) Balloon tamponade
Tamponade balon dapat digunakan pada pasien dengan
perdarahan varises yang akut dan tidak dapat dikontrol.
Tamponade balon mengontrol perdarahan dengan kompresi
mekanis menggunakan berbagai jenis tabung balon. Contohnya
adalah tabung sengstaken-blakemore yang memiliki dua balon
(untuk lambung dan esofageal) dengan tiga lumen (untuk balon
lambung, balon esofageal, dan aspirasi lambung).
d) Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS)
Digunakan untuk membuang darah dari varises. Biasanya
digunakan setelah perdarahan mayor kedua. TIPS adalah prosedur
non-bedah dimana dibuatnya saluran antara sistem vena sistemik
dan porta untuk mengarahkan aliran darah porta. Prosedur ini
mengurangi tekanan vena porta dan mendekomprasi varises
sehingga perdarahan dapat terkontrol. TIPS dikontraindikasikan
pada pasien dengan ensefalopati hepatik berat, karsinoma

8
hepatoseluler, sindrom hepatorenal berat, dan trombosis vena
porta.
3) Ensefalopati hepatic
Tujuan penatalaksanaan ensefalopati hepatik adalah mengurangi
pembentukan amonia.
a) Lactulose (cephulac)
Mengurangi pembentukan amonia di usus. Dapat diberikan secara
oral, sebagai enema, atau melalui selang nasogastrik.
b) Antibiotik (rifaximin)
Diberikan pada pasien yang tidak merespon laktulosa.

d. Penatalaksanaan keperawatan
1) Mencegah dan memantau perdarahan
Pantau klien mengenai perdarahan pada gusi, purpura, hematuria,
hematemesis, dan melena. Untuk mencegah perdarahan, lindungi klien
dari cedera fisik jatuh atau abrasi, beri suntikan hanya jika benar-benar
diperlukan. Instruksikan klien untuk menghindari nafas hidung dengan
kuat dan mengejan saat BAB untuk mencegah pecahnya varises.
2) Meningkatkan status nutrisi
Modifikasi diet dengan diet tinggi protein untuk membangun
kembali jaringan, karbohidrat yang cukup untuk menjaga BB dan
menghemat protein, multivitamin untuk menjaga kesehatan, dan
injeksi vitamin K untuk memperbaiki faktor bekuan.
3) Meningkatkan pola pernapasan efektif
Dengan mengatur posisi semi fowler dan melakukan pengukuran
lingkar perut setiap hari.
4) Menjaga keseimbangan volume cairan
Asupan cairan harus dipantau dengan ketat, yaitu dengan monitor
intake dan output asupan serta mengukur lingkar perut.
5) Menjaga integritas kulit

9
Jika ada jaundis, maka dianjurkan mandi dengan sedikit hangat dan
memakai sabun non-alkalin.
6) Mencegah infeksi
Pencegahan infeksi diikuti dengan istirahat adekuat, diet tepat,
monitor gejala infeksi, dan memberi antibotik sesuai resep.

G. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiologi
Pemeriksan radiologi yang sering dimanfaatkan adalah pemeriksaan foto
thorax.
2) Ultrasonografi (USG)
USG banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelainan hati, termasuk
sirosis hati. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar,
permukaan irregular.
3) Peritoneoskopi (laparoskopi)
Pada sirosis hati akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol
berbentuk nodel besar atau kecil. Seringkali dapat terlihat pembesaran
limpa.
4) Pemeriksaan Laboratorium
a) Darah
Pada sirosis hepatis bisa di jumpai Hb rendah, anemia normokrom
normositer, hipokom mikositer. Anemia bisa akibat dari hiperplenisme
(lien membesar) dengan leukopenia dan trombositopenia (jumlah
trombosit dan leukosit kurang dari nilai normal).
b) Kenaikan kadar enzim transminase/ SGOT, SGPT, tidak merupakan
petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan jaringan parenkim hepar.
Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang
mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT sama dengan
transaminase ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik.
c) Kadar albumin yang menurun merupakan gambaran kemampuan sel
hati yang berkurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar
globulin merupakan tanda, kurangnya daya tahan hati dalam
menghadapi stress seperti tindakan operasi.
d) Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai kemampuan
sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun. Pada
perbaikan sel hepar, terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai
CHE yang bertahan di bawah nilai normal, mempunyai prognosis yang
buruk.

10
e) Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan
pembatasan garam dalam diet. Pada ensefalopati, kadar natrium (Na)
kurang dari 4 meq/ menunjukan kemungkinan terjadi syndrome
Hepatorenal.

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hepatis :
1. Perdarahan varises esofagus
Perdarahan varises esofagus merupakan komplikasi serius yang
sering terjadi akibat hipertensi portal. Duapuluh sampai 40% pasien sirosis
dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka
kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam
waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi
varises ini dengan beberapa cara. Risiko kematian akibat perdarahan
varises esofagus tergantung pada tingkat keparahan dari kondisi hati
dilihat dari ukuran varises, adanya tanda bahaya dari varises dan
keparahan penyakit hati. Penyebab lain perdarahan pada penderita sirosis
hati adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2. Ensefalopati hepatikum
Disebut juga koma hepatikum. Merupakan kelainan neuropsikiatrik
akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan
hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut
sampai koma. Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah
sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali.
Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum
primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital
terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan
sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang
timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab
lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena
obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
3. Peritonitis bakterialis spontan

11
Peritonitis bakterialis spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu
jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya
pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
4. Sindroma hepatorenal
Keadaan ini terjadi pada penderita penyakit hati kronik lanjut,
ditandai oleh kerusakan fungsi ginjal dan abnormalitas sirkulasi arteri
menyebabkan vasokonstriksi ginjal yang nyata dan penurunan GFR. Dan
dapat terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan
ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
5. Karsinoma hepatoseluler
Karsinoma hepatoseluler berhubungan erat dengan 3 faktor yang
dianggap merupakan faktor predisposisinya yaitu infeksi virus hepatitis B
kronik, sirosis hati dan hepatokarsinogen dalam makanan. Meskipun
prevalensi dan etiologi dari sirosis berbeda-beda di seluruh dunia, namun
jelas bahwa di seluruh negara, karsinoma hepatoseluler sering ditemukan
bersama sirosis, terutama tipe makronoduler.
6. Asites
Penderita sirosis hati disertai hipertensi portal memiliki sistem
pengaturan volume cairan ekstraseluler yang tidak normal sehingga terjadi
retensi air dan natrium. Asites dapat bersifat ringan, sedang dan berat.
Asites berat dengan jumlah cairan banyak menyebabkan rasa tidak nyaman
pada abdomen sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.

I. Pathway/Patofisiologi

12
13
J. Asuhan Keperawatan Klien dengan Sirosis Hepatitis

ASKEP SIROSIS HEPATIS

DATA FOKUS

Data Subjektif Data Objektif

 Hasil pengkajian:
 Pasien mengeluh bengkak
- Abdomen asites
pada sebagian tubuhnya.
- Tubuh Jaundice
 Pasien mengeluh tubuh
- Nafas sesak
berwarna kuning.
- TD: 140/95 mmHg
 Pasien memiliki riwayat - Nadi: 90 x/m
peminum alkohol semenjak - Suhu: 37,8⁰C
5 tahun yang lalu. - RR: 28 x/menit
- BB: 75 kg
Data tambahan: - TB: 165 cm
- Terjadi Perdarahan saluran
 Pasien mengatakan sering
cerna atas
mual dan muntah
 Data Lab & pemeriksaan penunjang:
 Pasien mengatakan agak
- HbsAg (+)
nyeri dibagian tengah atas
- SGOT 140
perut
- SGPT 207
 Pasien mengatakan lemas
- Alkali Profatase: 112
- Albumin: 2,5 g/dl
- Hb: 8 g/dl
- Hasil USG Abdomen:
Chirosis Hepatis
- Endoskopi: Varices
Esophagus
 Klien mendapat:
- Transfusi darah FFP (2 bag

14
@200 cc)
- Albumin 1 flash (100 cc)
- Propanolol 1x1 tablet
- Impepsa syrup 3x1 cth
- Transamin injeksi 3x1 ampul
- Jika Hb sudah normal akan
dilakukan ligasi pada daerah
varises esophagus: clisma
dengan gliceryn setiap pagi
dan sore sampai melena tidak
ada.
Data tambahan:
 Nyeri tekan di daerah
epigastrium
 Pasien terlihat lemas

ANALISA DATA

Data Diagnosa Keperawatan Etiologi


Ds: Pola napas tidak efektif Posisi tubuh yang
 Pasien mengeluh sesak (D.4 K.4 KD. 00032 menghambat ekpansi
napas hal. 228) paru
Do:
 RR: 28 x/menit
 Abdomen Asites
 Nafas sesak
DS: Kelebihan volume Kelebihan asupan
• Pasien mengeluh cairan (D.2 K.5 KD. cairan
bengkak pada 00026 hal. 183)
sebagian tubuhnya,
• Pasien mengeluh

15
tubuh berwarna
kuning.
DO:
• Hasil pengkajian
didapatkan abdomen
asites
Hasil pengkajian
didapatkan :
• Abdomen asites,
• Tubuh jaundice,
Hasil USG Abdomen :
Chirosis Hepatis;
Endoskopi: Varices
Oesophagus.
Ds: Risiko perdarahan Gangguan fungsi hati
(D.11 K.2 KD. 00206
 Pasien mengatakan hal.386)
lemas

Do:
 Terjadi Perdarahan
saluran cerna atas
 Hasil USG Abdomen:
Chirosis Hepatis
 Endoskopi: Varices
Esophagus
 Klien mendapat:
Transfusi darah FFP
(2 bag @200 cc)
 Jika Hb sudah normal
akan dilakukan ligasi
pada daerah varises

16
esophagus: clisma
dengan gliceryn setiap
pagi dan sore sampai
melena tidak ada

DIAGNOSA KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan


1. Pola napas tidak efektif b.d posisi tubuh yang menghambat ekpansi paru
d.d takipnea (D.4 K.4 Kd. 00032 Hal. 228)
2. Kelebihan volume cairan b.d kelebihan asupan cairan d.d edema (D.2 K.5
Kd. 00026 Hal. 183)
3. Perdarahan b.d gangguan fungsi hati d.d melena dan varises esophagus
(D.11 K.2 Kd. 00206 Hal.386)

INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Tujuan dan krtiteria Rencana Tindakan


Diagnosa
Dx hasil (NOC) (NIC)
1. Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor
efektif b.d posisi keperawatan selama 3 x 24 pernapasan
tubuh yang jam diharapkan masalah (NIC hal. 236):
menghambat keperawatan  Monitor
ekpansi paru d.d Ketidakefektifan pola kecepatan, irama,
takipnea (D.4 K.4 napas b.d posisi tubuh kedalaman dan
Kd. 00032 Hal. yang menghambat ekpansi kesulitan
228) paru dapat teratasi dengan bernapas
kriteria hasil :  Monitor pola
1. Status Pernapasan napas
(NOC Hal.634)  Monitor keluhan
 Frekuensi sesak napas
pernapasan pasien, termauk
dikisaran normal kegiatan yang

17
16-24 x/menit meningkatkan
 Irama pernapasan atau
vesikuler memperburuk
 Tidak ada suara sesak napas tsb.
napas tambahan  Terapi Oksigen
 Tidak ada sianosis sesuai indikasi
 Tidak ada dispnea medis
saat aktivitas
 Tidak ada dispnea 2. Bantuan
saat istirahat Ventilasi (NIC,
Hal.72)

2. Status Pernapasan:  Posisikan pasien


Ventilasi (NOC, untuk
Hal.637) mengurangi

 Dispnea saat istirahat dispnea

 Gangguan ekspirasi  Posisikan untuk

 Penggunaan Otot bantu meminimalkan

napas upaya bernapas


(misal:
mengangkat
kepala tempat
tidur dan
memberikan over
bed table bagi
pasien untuk
bersandar).
 Monitor
kelelahan otot
pernafasan
 Ajarkan teknik
pernapasan

18
dengan tepat
2. Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor cairan
cairan b.d keperawatan selama 3x 24 (NIC, Hal.229)
kelebihan asupan jam diharapkan masalah  Monitor
cairan d.d edema keperawatan Kelebihan tanda gejala
dan varises volume cairan b.d asites
esophagus (D.2 K.5 kelebihan asupan cairan  Monitor
Kd. 00026 Hal. dapat teratasi dengan tanda dan
183) kriteria hasil: gejala asites
1. Keseimbangan  Berikan agen
Cairan (NOC, Hal. farmakologi
211) untuk
 Abdomen tidak meningkatka
menunjukkan n
asites pengeluaran
 Tidak terdapat urine (obat
edema disekitar diuretik)
tubuhnya  Berikan
 Keseimbangan cairan
intake & output dengan tepat
dalam 24 jam 2. Manajemen
(skala 4) sedikit cairan (NIC,
terganggu Hal.150)
 Turgor kulit skala  Monitor tanda-
4 (sedikit tanda vital
terganggu)  Timbang BB
 Kelembapan setiap hari dan
membran mukosa monitor status
skala 4 (sedikit pasien
terganggu)  Jaga intake atau
 Berat jenis urine asupan yang

19
skala 4 (sedikit akurat dan catat
terganggu) output
 Monitor status
hidrasi
(misalnya
membran
mukosa lembab,
denyut nadi
adekuat dan
tekanan darah
normal)
 Batasi cairan
yang sesuai
 Lakukan
tindakan
tindakan untuk
mengistirahatka
n saluran cerna
 Konsultasikan
dengan dokter
jika tanda dan
gejala
ketidakseimbang
an cairan
menetap atau
memburuk
 Jaga infus
intravena yang
tepat

3 Risiko perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan

20
b.d gangguan tindakan keperawatan Perdarahan (NIC,
fungsi hati d.d 3x24 jam masalah Risiko Hal.280 )
melena (D.11 K.2 perdarahan b.d gangguan  Monitor risiko
Kd. 00206 fungsi hati dapat teratasi terjadinya
Hal.386) dengan kriteria: perdarahan
1. Keparahan  Catat nilai
Kehilangan Darah hemoglobin &
(NOC, Hal.165) hematokrit
 Kulit dan sebelum &
membrane mukosa sesudah
pucat kehilangan darah
dipertahankan pada  Monitor tanda
skala 3 dan gejala
ditingkatkan ke pendarahan
skala 5 menetap (contoh:
 darah terlihat hipotensi, lemah
keluar dari anus dan pulse cepat,
dipertahankan pada kulit dingin dan
skala 2 berkeringat,
ditingkatkan ke nafas cepat, tidak
skala 5 istirahat,
 penurunan penurunan output
hemoglobin (Hgb) urine)
dipertahankan pada  Instruksikan
skala 2 pasien
ditingkatkan ke menghindari obat
skala 5 anti koagulan
 Hindari
2. Koagulasi Darah mengukur
(NOC, Hal.247) temperatur
 Hemoglobin dengan melalui

21
dipertahankan pada rektum
skala 3
ditingkatkan ke Pengurangan
skala 5 Perdarahan:
 Hematokrit. Gastrointestinal
dipertahankan pada (NIC, Hal.323)
skala 2  Pertahankan
ditingkatkan ke jalan nafas
skala 4 jika
 BAB berdarah diperlukan
dipertahankan pada  Monitor
skala 2 tanda dan
ditingkatkan pada gejala
skala 5 perdarahan
yang terus
menerus
 Tes semua
sekresi
terhadap
adanya darah
dan
perhatikan
adanya darah
 Dokumentasi
kan warna,
jumlah dan
karakter dari
feses

IMPLEMENTASI

22
No. Jam, Tindakan keperawatan & Paraf &
Hari /
tanggal
Diagnosa Hasil nama jelas

08.00 Kelompok 1
 Memonitor kecepatan, irama,
Senin, 08 1
kedalaman dan kesulitan
Maret
bernapas
2021
Hasil: RR: 18x/menit, irama
regular
08.10
 Memonitor pola napas
Hasil: pola napas normal, RR:
18x/menit.
08.20
 Memonitor keluhan sesak
napas pasien, termasuk
kegiatan yang meningkatkan
atau memperburuk sesak
napas tsb.
Hasil: pasien sudah tidak
mengeluh sesak napas
08.30
 Menterapi Oksigen sesuai
indikasi medis
Hasil: pasien merasa nyaman
setelah diberi terapi oksigen
via NRM/BVM
- Batas bawah 12,5 L
- Batas atas 16,8 L
08.40

23
 Memposisikan pasien untuk
mengurangi dispnea
Hasil: sesak berkurang setelah
diposisikan trendelenburg
08.50
 Memposisikan untuk
meminimalkan upaya
bernapas (misal: mengangkat
kepala tempat tidur dan
memberikan over bed table
bagi pasien untuk bersandar).
Hasil: sesak berkurang setelah
diposisikan trendelenburg
09.00
 Mengajarkan teknik
pernapasan dengan tepat
Hasil: pasien mengerti teknik
pernapasan dalam
08.00
Selasa, 2 Kelompok
09 Maret  Monitor tanda gejala asites
2021 Hasil : Adanya pembengkakan
di daerah perut
 Monitor tanda-tanda vital
Hasil : Nilai tanda-tanda vital
berangsur Kembali normal
 Monitor status hidrasi
(misalnya membran mukosa
lembab, denyut nadi adekuat
dan tekanan darah normal)
Hasil : Membran mukosa

24
lembab, namun masih terlihat
pucat
 Berikan agen farmakologi
untuk meningkatkan
pengeluaran urine (obat
diuretik)
Hasil : Pasien sudah diberikan
obat diuretik
 Berikan cairan dengan tepat
Hasil : pasien sudah diberikan
cairan dengan tepat
 Timbang BB setiap hari dan
monitor status pasien
Hasil : BB tetap

09.00

 Jaga intake atau asupan yang


akurat dan catat output
Hasil : Output urin 60
ml/miksi
 Batasi cairan yang sesuai
Hasil : Pasien terpasang infus
dengan 50 tpm
 Jaga infus intravena yang
tepat
Hasil : infus intravena masih
sesuai pada tempatnya

25
11.00
 Lakukan tindakan tindakan
untuk mengistirahatkan
saluran cerna
Hasil : Pasien diberikan
makanan yang mudah dicerna,
seperti bubur

 Konsultasikan dengan dokter


jika tanda dan gejala
ketidakseimbangan cairan
menetap atau memburuk
Hasil : tanda
ketidakseimbangan cairan
mulai membaik
08.00
Rabu, 10 3 Kelompok
Maret  Memonitor risiko terjadinya

2021 perdarahan

Hasil: Pantau hasil dari


pengeluaran darah disaluran
cerna atas

 Mencatat nilai hemoglobin &


hematokrit sebelum & sesudah
kehilangan darah

Hasil: Hemoglobi menjadi 12


dari 8.

8.15

 Memonitor tanda dan gejala

26
pendarahan menetap (contoh:
hipotensi, lemah dan pulse
cepat, kulit dingin dan
berkeringat, nafas cepat, tidak
istirahat, penurunan output
urine)

Hasil:

Dari:

- TD: 140/95 mmHg


- Nadi: 90 x/m
- Suhu: 37,8⁰C
- RR: 28 x/menit

Menjadi:

- TD: 120/80 mmHg


- Nadi: 90 x/m
- Suhu: 37⁰C
- RR: 20 x/menit

8.30

 Menginstruksikan pasien
menghindari obat anti
koagulan

Hasil: Perdarahan pada pasien


dapat berkurang karena tidak
terjadi pengeceran darah.

 Menghindari mengukur
temperatur dengan melalui

27
rektum

Hasil: Pengkuran suhu


dilakukan melalui aksila
dengan hasil suhu dari 37,8⁰C
menjadi 37⁰C

8.50

 Mempertahankan jalan nafas


jika diperlukan

Hasil: jalan nafas paten


ditandai dengan RR 20x/menit

9.00

 Memonitor tanda dan gejala


perdarahan yang terus
menerus

Hasil: Perdarahan dapat


berkurang ditandai dengan
hasil feses tidak berwarna
hitam

10.00

 Melakukan Tes semua sekresi


terhadap adanya darah dan
perhatikan adanya darah

Hasil: darah pada feses


berkurang

10.15

 Mendokumentasikan warna,

28
jumlah dan karakter dari feses

Hasil: warna pada feses dari


hitam menjadi kuning
kecoklatan dengan sedikit
bercak darah, jumlah 500
gram, karakter fese padat.

Evaluasi Keperawatan

No Dx Hari Tanggal Evaluasi Hasil TTD


1 Senin, 08 Maret S: Pasien mengatakan Kelompok
2021
nyaman Ketika
bernapas
O: RR:18x/menit
A: masalah
ketidakefektifan pola
napas teratasi
P: intervensi
keperawatan dihentikan
2 Selasa, 09 Maret S : Kelompok
2021
 Pasien mengeluh
bengkak pada
sebagian tubuhnya,
 Pasien mengeluh
tubuh berwarna
kuning.
O:
 Hasil pengkajian
didapatkan

29
abdomen asites.
Hasil pengkajian
didapatkan :
 Abdomen asites,
 Tubuh jaundice,
 Hasil USG
Abdomen : Chirosis
Hepatis; Endoskopi:
Varices
Oesophagus.
A: Masalah kelebihan
volume cairan teratasi
sebagian

P: Intervensi
dilanjutkan

 Monitor tanda
gejala asites
 Monitor tanda-tanda
vital
 Monitor status
hidrasi
 Berikan agen
farmakologi untuk
meningkatkan
pengeluaran urine
(obat diuretik)
 Berikan cairan
dengan tepat
 Timbang BB setiap
hari dan monitor

30
status pasien
 Jaga intake atau
asupan yang akurat
dan catat output
 Batasi cairan yang
sesuai
 Jaga infus intravena
yang tepat
 Lakukan tindakan
tindakan untuk
mengistirahatkan
saluran cerna
 Konsultasikan
dengan dokter jika
tanda dan gejala
ketidakseimbangan
cairan menetap atau
memburuk
3 Rabu, 10 Maret S: Pasien mengatakan Kelompok
2021 sudah tidak lemas
O: TD: 120/80 mmHg

- Nadi: 90 x/m
- Suhu: 37⁰C
- RR: 20
x/menit
- warna pada
feses dari
hitam
menjadi
kuning
kecoklatan

31
dengan
sedikit
bercak
darah,
jumlah 500
gram,
karakter fese
padat.

A: Masalah risiko
perdarahan teratasi
sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
 Monitor risiko
terjadinya
perdarahan
 Catat nilai
hemoglobin &
hematokrit
sebelum &
sesudah
kehilangan
darah
 Monitor tanda
dan gejala
pendarahan
menetap
(contoh:
hipotensi, lemah
dan pulse cepat,
kulit dingin dan
berkeringat,

32
nafas cepat,
tidak istirahat,
penurunan
output urine)
 Monitor tanda
dan gejala
perdarahan yang
terus menerus
 Tes semua
sekresi terhadap
adanya darah
dan perhatikan
adanya darah
 Dokumentasikan
warna, jumlah
dan karakter dari
feses

33
BAB III
A. KESIMPULAN

Sirosis adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh terbentuknya


jaringan parut pada hati berupa lembar-lembar jaringan ikat dan nodula-
nodula, sebagai akibat dari regenerasi sel hati yang tidak berkaitan dengan
vaskulator normal.

Penyebab Srosis Hepatis :

Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi


ada dua penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan sirosis hepatis
adalah:

1. Hepatitis virus 

Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg
pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka
diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati
sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B
lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi
gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan
dengan hepatitis virus A.

2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme 

Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya


kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan
berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol.
Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun peminum yang
bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.

Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati :

1. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas


mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.

2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar


sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.

3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati


disekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis).

34
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:

a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis. 

Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia


sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi
ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi
penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 %
penderita selama perjalanan penyakit

b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis

Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air


menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites
adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus. Edema umumnya
timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan
resistensi garam dan air.

c. Hati yang membesar

Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati


membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa
nyeri bila ditekan. 

B. SARAN

Terima kasih untuk para pembaca yang telah membaca makalah ini. Kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Maka dari itu kami sebagai penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari seluruh pihak demi perbaikan makalah ini selanjutnya.
Semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi
mahasiswa khususnya dan bagi para pembaca lain pada umumnya.

35
DAFTAR PUSTAKA
Lewis, S. L., Bucher, L., Heitkemper, M. M., Harding, M. M., Kwong, J., &
Roberts, D. (2016). Medical-Surgical Nursing: Assessment and
Management of Clinical Problems, Single Volume. Elsevier Health
Sciences.

Riris, E. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Sirosis Hepatis Dalam


Konteks Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Di RSUPN DR.
Cipto Mangunkusumo Jakarta. Karya Ilmiah Akhir NERS.
Sasmita. D. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Sirosis Hepatis di
Ruang V Interne RS TK.III Dr. Reksodiwiryo Padang dan di Ruang HCU
Penyakit Dalam IRNA Non-Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang. Prodi D3
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Padang. Dikutip pada 06 Maret 2021 di
http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id

36

Anda mungkin juga menyukai