Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

PENERAPAN EBNP PADA ASKEP

SIROSIS HEPATIS

DOSEN PEMBIMBING:

Ns. Ali Akbar, M. Kep

DI SUSUN OLEH KELOMPOK IV

NADIA (821191009)

Destra Gunawan (821191011)

Ismah Rizkianti Aninda (821191016)

PRODI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) YARSI
PONTIANAK
TAHUN AJARAN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. Wb

Allhamdulillahhirobbilaalamin, puji syukur selalu kami panjatkan kepada Allah


SWT. Karena berkat rahmat dan bimbingannya, kami dapat menyelesaikan makalah
ini, yang berjudul “ Penerapan EBNP pada askep sirosis hepatis” Walaupun
mungkin secara penilaian makalah ini belum sempurna, tetapi kami akan terus
berusaha untuk semakin memperbaikinya.
Dalam kesempatan ini, tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Ns. Ali Akbar, M. Kep. Selaku dosen pembimbing mata kuliah
keperawatan medical bedah II

2. Kepada teman-teman yang selalu mendukung dan membantu dalam


pembuatan makalah ini sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
3. Kepada kedua orang tua kami, yang selalu mendoakan.
Kelompok menyusun makalah ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang
penerapan EBNP pada askep sirosis hepatis. Sehingga nantinya dapat berguna dalam
manajemen rumah sakit. Serta sebagai bahan pembelajaran khususnya bagi kami dan
umumnya bagi teman-teman. Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan
dan kesalahan dalam penulisan makalah ini. Saran dan kritik yang sifatnya
membangun sangat diharapkan guna perbaikan diwaktu yang akan datang.

Pontianak, 24 Maret 2021

Kelompok IV
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................

DAFTAR ISI ..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................

A. Latar Belakang .....................................................................................


B. Tujuan Penulisan .................................................................................
C. Manfaat Penulisan ...............................................................................
D. Sistematika Penulisan ..........................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI .........................................................................

A. Anatomi dan Fisiologi Sirosis Hepatis.................................................


B. Klasifikasi.............................................................................................
C. Manifestasi Klinis.................................................................................
D. Komplikasi ...........................................................................................

BAB III PEMBAHASAN...............................................................................

A. Pengertian Sirosis Hepatis....................................................................


B. Etiologi dan Faktor Resiko Sirosis Hepatis.........................................
C. Tanda dan gejala Sirosis Hepatis..........................................................
D. Patofisiologi .........................................................................................

BAB IV PENUTUP ........................................................................................

A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Saran ....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit hati merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi
permasalahan di indonesia. Ditinjau dari pola penyakit hati yang dirawat,
secara umum mempunyai urutan sebagai berikut: hepatitis virus akut, sirosis
hati, kanker hati, abses hati. Dari data tersebut ternyata sirosis hati menempati
urutan kedua. Sirosis hati merupakan salah satu penyakit hati kronis yang
paling banyak ditemukan dimasyarakat dan merupakan stadium terakhir dari
penyakit hati menahun (Hadi S, 2000 dalam Stiphany, 2010). Cedera pada
struktur seluler dari hati menyebabkan fibrosis terkait dengan radang kronis
dan perubahan necrotic menghasilkan sirosis (Digiulio & Donna Jackson,
2014). Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun (penyakit hati kronis) dan
merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis (Nurdjanah, 2009 dalam
Sitompul, dkk, 2012). Menurut World Health Organization (WHO) (2015),
Sekitar 700.000 umat manusia meninggal karena sirosis hepatis. Sedangkan
Data WHO (2011) dalam Ika (2015) mencatat sebanyak 738.000 pasien dunia
meninggal akibat sirosis hati ini.
Penyakit ini menjadi penyebab kematian terbesar pada penderitanya.
Pada tahun 2012 Indonesia memiliki penduduk yang terserang penyakit hati
kronis sebanyak 20 juta jiwa. Informasi kesehatan untuk pasien sangat penting
untuk kelangsungan pemulihan pasien. Pemulihan tidak berlangsung dengan
cepat atau mudah apabila pasien tidak mengetahui hal-hal yang baik untuk
mempercepat penyembuhannya (Fitriani, 2013).
B. Tujan penulisan
1. Tujuan umum
Untuk memahami penerapan EBNP pada askep Sirosis Hepatis
2. Tujuan khusus
a) Untuk mengetahui dan memahami penerapan EBNP pada askep sirosis
Hepatis
b) Untuk mengetahui dan memahami Sirosis Hepatis
c) Untuk mengetahui dan memahami keperawatan medikal bedah
d) Untuk mengetahui dan memahami anatomi fisiologi sirosis Hepatis
e) Untuk mengetahui dan memahami pengertian sirosis Hepatis
f) Untuk mengetahui dan memahami Etiologi
g) Untuk memahami dan mengetahui tanda dan gejala
h) Untuk memahami dan mengetahui patofisiologi
i) Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang
C. Manfaat penulisan
Untuk menambah pengetahuan kita sebagai mahasiswa keperawatan
tentang penerapan EBNP pada askep Sirosis Hepatis, menjadi inspirasi dalam
praktik keperawatan, menjadi dasar bagi mahasiswa keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan.
D. Sistematika penulisan
Penulisan makalah ini terdiri dari 4 bab yang meliputi sebagai berikut:
1) BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
2) BAB II : Tinjauan teori yang terdiri dari anatomi dan fisiologi sirosis
hepatis, klasifikasi, manefestasi klinis, komplikasi.
3) BAB III Pembahasan yang terdiri dari Pengertian Sirosis Hepati, Etiologi
dan faktor resiko sirosis hepatis, Tanda dan gejala, Patofisiologi,
Pemeriksaan Penunjang.
4) BAB IV : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan penutup.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Sirosis Hepatis


Anatomi hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah
kanan atas rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 %
dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna
merah tua karena kaya akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus
kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme, di
inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum teres dan di posterior
oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. Lobus kanan hati
enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama
yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates. Hati
dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan
dibungkus peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya.
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu: Vena porta hepatica yang
berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam
amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan
Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen. Hati,
saluran empedu, dan pankreas, semuanya berkembang sebagai cabang dari
usus depan fetus pada daerah yang di kemudian hari menjadi dua denum,
semuanya berhubungan erat dengan fisiologi pencernaan. Karena
letakanatomi yang berdekatan, fungsi yang berkaitan, dan kesamaan dari
kompleks gejala yang di timbulkan oleh gangguan pada ketiga struktur ini,
maka cukup beralasan bila ketiga struktur ini di bicarakan secara
bersamaan. (Loraine M. Wilson, Laula B. Lester, 1995, hal; 426 )
Fisiologi Hati Menurut Corwin (2001), Hati menerima suplai darah
dari 2 sumber yang berbeda. Sebagian besar aliran darah hati, sekitar 1000
ml per menit, adalah vena yang berasal dari lambung, usus halus, dan usus
besar, pankreas, dan limfa. Darah ini mengalir ke hati melalui vena porta.
Darah ini juga mungkin mengandung toksin atau bakteri. Sumber lain
perdarahan hati adalah arteri hepatica yang mengalirkan darah 500 ml per
menit. Darah arteri ini memiliki saturasi oksigen yang tinggi. Kedua
sumber darah tersebut mengalir ke dalam kapiler hati yang di sebut
sinusoid. Dari sinusoid darah mengalir ke vena sentrlis di setiap lobulus,
dan dari semua lobulus ke vena hepatica. Vena hepatica mengosongkan
isinya ke dalam vena kava inverior. Secara hematologis, hati berfungsi
membentuk beberapa faktor pembekuan termasuk faktor I (fibrinogen), II
(protrombin), VII (prokonvertin). Tanpa produksi zatzat ini yang adekuat,
pembekuan darah akan terganggu dan dapat terjadi perdarahan hebat.
Selain itu, vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak yang di
butuhkan untuk membentuk faktor-faktor ini dan yang lainnya. Karena
garam-garam empedu di perlukan untuk menyerap semua vitamin larut
lemak dan usus, maka disfungsi hati yang menyebabkan penurunan
pembekuan atau suplai empedu ke usus juga dapat menimbulkan masalah
perdarahan. Menurut Pearce (2002), beberapa fungsi hati :
1. Sebagai perantara metabolisme Hati mengubah zat makanan yang
diabsorbsi dari usus dan yang di simpan di suatu tempat di dalam tubuh,
guna di buat sesuai untuk pemakaiannya dalam jaringan.
2. Hati mengubah zat buangan dan bahan racun untuk di buat mudah
untuk ekskresi kedalam empedu dan urine.
3. Fungsi glikogenik Hati menghasilkan glikogen dari konsentrasi
glukosa yang di ambil dari makanan hidrat karbon. Zat ini di simpan
sementara oleh hati dan kembali diubah menjadi glukosa. Maka hati
berfungsi membantu supaya kadar gula dalam darah tetap normal. Hati
juga dapat mengubah asam amino menjadi glukosa.
4. Pembentukan ureum.
5. Hati menerima asam amino yang di absorbsi oleh darah, kemudian
terjadi deaminasi oleh sel, artinya nitrogen di pisahkan dari bagian asam
amino, amonia di ubah menjadi ureum.
6. Kerja atas lemak Hati menyiapkan lemak untuk pemecahannya terahir
menjadi hasil ahir asam karbonat dan air.
7. Penyimpanan dan penyebaran berbagai bahan, termasuk glikogen,
lemak, vitamin (vitamin Adan D), dan besi.
8. Pertahanan suhu tubuh Hati membantu mempertahankan suhu tubuh.
9. Membuat sebagian besar dari protein plasma.
10. Berkenaan dengan penghasilan protrombin dan fibrinogen yang perlu
untuk penggumpalan darah.
B. Klasifikasi
Klasifikasi Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi Sirosis hati
kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata. Sirosis
hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas.
Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik
dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat
dibedakan melalui biopsi hati. Secara morfologi, Sherrlock membagi
sirrosis hati berdasarkan besar kecilnya nodul, yaitu makronoduler
(Ireguler, multilobuler), mikronoduler (reguler, monolobuler) kombinasi
antara bentuk makronoduler dan mikronoduler. Menurut Gall seorang ahli
penyakit hati, membagi penyakit sirosis hati atas sirosis postnekrotik, atau
sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau subcute
yellow, atrophy sirosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan
nekrosis. Nutrisional sirosis, atau sesuai dengan bentuk sirosis
mikronoduler, sirosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis.
Sirosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah
menderita hepatitis.
Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas sirosis portal
laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis). Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan
periportal tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati
bergabung untuk membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian
akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama
terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang
dikelilingi oleh jaringanparut. Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh
beberapa faktor penyebab diantara lain malnutrisi, toksik atau infeksi,
diabetes melitus, konsumsi alcohol dan virus hepatitis B dan C. Saat hepar
mengalami sirosis maka akan terjadi kelainan pada jaringan parenkim hati,
kelainan yang kronis dapat mengakibatkan pasien mengalami ansietas
selain itu dapat juga mengalami hipertensi dan akan terjadi pelebaran vena
pada esophagus akibatnya Pasien mengalami perdarahan pada sistem
pencernaan ang dapat berujung pada Pasien dapat mengalami kekurangan
cairan dan akan terjadinya ketidakefektifan perfusi jaringan perifer akibat
dari anemia, selain itu filtrasi cairan akan merembes kepembuluh darah
lain akhirnya pasien akan mengalami asites akibat dari peningkatan
permeabilitas vaskuler. akibatnya pasien akan mengalami kelebihan
volume cairan Jika terjadi kelebihan volume cairan akbibat asites dan
edema perifer ini , dapat berujung pada ketidakefektifan pola napas pasien
karena ekspansi paru yang tidak adekuat. Pasien akan mengalami koma
jika terjadi enselopati metabolic akibat dari hipokalemia yang tidak
tertangani dengan baik. Sirosis hepatis tentunya juga akan mengakibatkan
kerja dan fungsi hati terganggu, keadaan seperti ini akan mengakibatkan
gangguan pada metabolisme bilirubin. Bilirubin yang tidak terkonjungasi
akan terlihat pada feses yang pucat, urin terlihat pekat, serta ikterik.
Ikterik dapat menunjukkan bawah dibawah kulit sedang terjadi
penumpukan racun garam empedu, hal akibatnya terjadi kerusakan
integritas kulit akibat pruritas. Gangguan lain yang dapat terganggu adalah
pada metabolisme protein, penurunan produksi albumin dan hemoglobin
yang dibutuhkan sel akan menurun, akibatnya pasien dengan sirosis hati
akan mengalami masalah dalam pembekuan darah dan kemungkinan besar
perdarahan akan terjadi. Selain itu anemia pada pasien sirosis hati juga
dapat diakibatkan oleh gangguan metabolisme (asam folat), Pasien akan
mengalami kelemahan dan tidak mampu melakukan aktivitas harian
dengan mandiri. Hal yang dapat terjadi pula yaitu penurunan sintesis
vitamin A, B kompleks serta B12. Akibat lain yang ditimbulkan oleh
penyakit sirosis hati adalah gangguan pembentukan empedu, sehingga
lemak tidak dapat diemulsikan dan tidak dapat diserap dengan baik oleh
usus halus, akibatnya pasien dnegan sirosis hati akan mengalami
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh , diare terjadi
akibat peningkatan peristaltik usus, hal ini dapat mengakibatkan resiko
pada ketidakseimbangan elektrolit.
C. Manifestasi Klinis
Sirosis ditahap awal tidak menimbulkan gejala, pasien sirosis ringan
dan moderet mungkin menderita untuk waktu yang lama tanpa menyadari
penyakitnya. Pada tahap ini tes fungsi hati dapat mendeteksi perubaahan
yang mengarah pada disfungsi hati seperti kegagalan membuat cukup
protein berupa albumin yang membantu untuk mengatur komposisi cairan
di dalam aliran darah dan tubuh, kegagalan membuat bahan kimia yang
cukup diperlukan untuk pembekuan darah, ketidakefektifan pengelolahan
limbah kimia dalam tubuh seperti bilirubin sehingga akan menumpuk di
dalam tubuh, ketidakmampuan memproses obat, racun, dan bahan kimia
lainnya yang kemudian bisa menumpuk di dalam tubuh.Pada tahap akhir,
sirosis hati terkait dengan banyak gejala. Sebagian besar gejalanya adalah
akibat dari jaringan hati fungsional yang tersisa terlalu sedikit untuk
melakukan fungsi hati. Gejala yang dapat timbul pada fase ini antara lain
kelelahan, kelemahan, cairan yang bocor dari aliran darah dan menumpuk
di kaki (edema) dan perut (asites), kehilangan nafsu makan, merasa mual
dan ingin muntah, kecenderungan lebih mudah berdarah dan memar,
penyakit kuning karena penumpukan bilirubin, gatal-gatal karena
penumpukan racun, gangguan kesehatan mental dapat terjadi dalam kasus
berat karena pengaruh racun di dalam aliran darah yang memengaruhi
otak. Hal ini dapat menyebabkan perubahan kepribadian dan perilaku,
kebingungan, pelupa, dan sulit berkonsentrasi Selain itu jaringan parut
membatasi aliran darah melalui vena portal sehingga terjadi tekanan baik
(dikenal dengan hipertensi portal). Vena portal adalah vena yang
membawa darah berisi nutrisi dari usus dan limpa ke hati. Normalnya,
darah dari usus dan limpa dipompa ke hati melalui vena portal. Namun,
sirosis menghalangi aliran normal darah melalui hati sehingga darah
terpaksa mencari pembuluh darah baru disekitar hati. Pembuluh-pembuluh
darah baru yang disebut “varises” ini terutama muncul di tenggorokan
(esophagus) dan lambung sehingga membuat usus mudah berdarah
D. Komplikasi
sirosis hati menurut Tarigan (2001) antara lain :
1. Hipertensi portal
Adalah peningkatan hepatic venous pressure gradient (HVPG) lebih
dari 5 mmHg. Hipertensi portal merupakam sindroma klinis yang sering
terjadi. Bila gradient tekanan portal (perbedaan tekana antara vena portal
dan vena cava inferior) diatas 10-20 mmHg, komplikasi hipertensi portal
dapat terjadi.
2. Asites
Penyebab asites yang paling banyak pada sirosis hepatis adala hipertensi
portal, disamping adanya hipoalbumin (penurunan fungsi sintesis pada
hati ) dan disfungsi ginjal yang akan mengakibatkan akumulasi cairan
dalam peritoneum
3. Varises gastroesofagus
Varises gastroesofagus merupakan kolateral portosistemik yang paling
sering. Pecahnya Varises oesofagus (VE) mengakibatkan perdarahan
varieses yang berakibat fatal.
4. Peritonitis Bakterial Spontan
Peritonitis Bakterial Spontan merupakan komplikasi berat dan sering
terjadi pada asites yang ditandai dengan infeksi spontan cairan asites tanpa
adanya focus infeksi intraabdominalis
5. Enselopati Hepatikum
Mekanisme terjadinya Enselopati Hepatikum (EH) adalah akibat
hiperamonia, terjadi penurunan hepatic uptake sebagai akibat dari
intrahepatic portalsystemic shunts dan/atau penurunan sintesis urea dan
glutamik
6. Sindroma Hepatorenal
Merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa kelainan organic ginjal, yang
ditemukan pada sirosis hepatis lanjut. Sindroma ini dapat ditemukan pada
penderita sirosis hepatis dengan asites refrakter. Sindroma Hepatorenal
tipe 1 ditandai dengan ganggua progresif fungsi ginjal dan penurunan
klirens kreatinin secara bermakna dalam 1- 2 minggu. Tipe 2 ditandai
dengan penurunan filtrasi glomerulus dengan peningkatan serum
kreatinin. (Nurdjanah, dikutip oleh siti,2014)
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sirosis Hepatis
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hati dengan
inflamasi dan fibrosis yang mengakibatkan distorsi struktur dan
hilangnya sebagian besar hepar. Perubahan besar yang terjadi karena
sirosis adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel
mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel
normal. (Baradero, 2008). Sirosis Hepatis merupakan penyakit hati
menahun ditandai adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul.
Biasanya dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang
luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul, sehingga
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro sel hepar tidak
teratur (Nugroho, 2011). Sirosis adalah penyakit kronis yang dicirikan
dengan penggantian jaringan hati normal dengan fibrosis yang
menyebar, yang mengganggu struktur dan fungsi hati. Sirosis, atau
jaringan parut pada hati, dibagi menjadi tiga jenis: alkoholik, paling
sering disebabkan oleh alkoholisme kronis, dan jenis sirosis yang
paling umum. paskanekrotik, akibat hepatitis virus akut sebelumnya
dan bilierm akibat obstruksi bilier kronis dan infeksi (jenis sirosis yang
paling jarang terjadi) (Brunnerd & Suddart, 2013). Menurut Black &
Hawks tahun 2009, Sirosis hepatis adalah penyakit kronis progresif
dicirikan dengan fibrosis luas (jaringan parut) dan pembentukan nodul.
Sirosis terjadi ketika aliran normal darah, empedu dan metabolism
hepatic diubah oleh fibrosis dan perubahan di dalam hepatosit, duktus
empedu, jalur vaskuler dan sel retikuler. Jadi dapat disimpulkan bahwa
sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar yang ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat dan pembentukan nodul.
B. Etiologi dan Faktor Risiko Sirosis Hepatis
Penyebab sirosis hepatis belum teridentifikasi dengan jelas,
meskipun demikian, Menurut Black & Hawks, 2009 ada beberapa
faktor yang menyebabkan sirosis hepatis yaitu:
1. Sirosis Pascanekrosis (Makronodular) Merupakan bentuk paling
umum di seluruh dunia.Kehilangan masif sel hati, dengan pola
regenerasi sel tidak teratur. Faktor yang menyebabkan sirosis ini
pasca- akut hepatitis virus (tipe B dan C).
2. Sirosis Billier Merupakan turunnya aliran empedu bersamaan
dengan kerusakan sel hepatosit disekitar duktus empedu seperti
dengan kolestasis atau obstruksi duktus empedu. c. Sirosis Kardiak
Merupakan penyakit hati kronis terkait dengan gagal jantung sisi
kanan jangka panjang, seperti atrioventrikular perikarditis
konstriktif lama.
3. Sirosis Alkoholik (mikronodular Laenec) Merupakan bentuk nodul
kecil akibat beberapa agen yang melukai terus-menerus, terkait
dengan penyalahgunaan alcohol.
4. Etiologi Menurut FKUI (2001), penyebab sirosis hepatis antara
lain :
a. Malnutrisi
b. Alkoholisme
c. Virus hepatitis
d. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena
hepatika
e. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan
bawaan)
f. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
g. Zat toksik
Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati :

1. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana


jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal.
Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan
parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis
virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut
terjadi dalam hati disekitar saluran empedu. Terjadi
akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis)
C. Gejala dan Tanda Klinis Sirosis Hati
1). Gejala
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang
ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin
atau karena kelainan penyakit lain.Bila sirosis hati sudah lanjut, gejala-
gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati
dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan
tidur, dan deman tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid,
ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah
dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

2.) Tanda Klinis

Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:

a) Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.


Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan
tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan
pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa
menyerap bilirubin. 17 Ikterus dapat menjadi penunjuk
beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60
% penderita selama perjalanan penyakit.
b) Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis12 Ketika
liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor
utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada
kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites
sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan
air.
c) Hati yang membesar Pembesaran hati dapat ke atas mendesak
diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm,
dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila
ditekan.
d) Hipertensi portal. Hipertensi portal adalah peningkatan
tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai normal.
Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati
D. Patofisiologi Sirosis Hepatis

Menurut Black & Hawks tahun 2009 sirosis adalah tahap akhir pada banyak
tipe cedera hati. Sirosis hati biasanya memiliki konsistensi noduler, dengan berkas
fibrosis (jaringan parut) dan daerah kecil jaringan regenerasi. Terdapat kerusakan luas
hepatosit. Perubahan bentuk hati merubah aliran sistem vaskuler dan limfatik serta
jalur duktus empedu. Periode eksaserbasi ditandai dengan stasis empedu, endapan
jauundis. Menurut Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, (2012), gangguan
hematologik yang sering terjadi pada sirosis adalah kecendrungan perdarahan,
anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan
hidung, gusi, menstruasi berat, dan mudah memar. Masa protrombin dapat
memanjang. Manifestasi ini terjadi akibat berkurangnya pembentukan faktor-faktor
pembekuan oleh hati. Anemia, leukopenia, dan trombositopenia diduga terjadi akibat
hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar (spelenomegali) tetapi juga lebih aktif
menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi. Mekanisme lain yang menimbulkan
anemia adalah defisiensi folat, vitamin B12, dan besi yang terjadi sekunder akibat
kehilangan darah dan peningkatan hemolisis eritrosit. Penderita juga lebih mudah
terserang infeksi. Kerusakan hepatoseluler mengurangi kemampuan hati mensintesis
normal sejumlah albumin. Penurunan sintesis albumin mengarah pada
hipoalbuminemia, yang dieksaserbasi oleh kebocoran protein ke dalam ruang
peritonium. Volume darah sirkulasi menurun dari kehilangan tekanan osmotik koloid.
Sekresi aldosteron meningkat lalu merangsang ginjal untuk menahan natrium dan air.
Sebagai akibat kerusakan hepatoseluler, hati tidak mampu menginaktifkan aldosteron.
Sehingga retensi natrium dan air berlanjut. Lebih banyak cairan tertahan, volume
cairan asites meningkat. Hipertensi vena porta berkembang pada sirosis berat. Vena
porta menerima darah dari usus limpa. Jadi peningkatan di dalam tekanan vena porta
menyebabkan.

1. aliran balik meningkat pada tekanan reistan dan pelebaran vena esofagus,
umbilikus, dan vena rektus superior, yang mengakibatkan perdarahan varises.
2. asites (akibat pergesaran hidrostastik atau osmotik mengarah pada akumulasi
cairan di dalam peritoneum) dan
3. bersihan sampah metabolik protein tidak tuntas dengan akibat meningkat
amonia, selanjutnya mengarah kepada esefalopati hepatikum. Kelanjutan
proses sebagai akibat penyebab tidak diketahui atau penyalahgunaan alkohol
biasanya mengakibatkan kematian dari ensefalopati hepatikum, infeksi
bakteri (gram negatif) peritonitis (bakteri), hepatoma (tumor hati), atau
komplikasi hipertensi porta Gangguan endokrin sering terjadi pada sirosis.
Hormon korteks adrenal, testis dan ovarium, dimetabolisme dan diinaktifkan
oleh hati normal. Atrofi testis, ginekomastia, alopesia, pada dada dan aksila,
serta eritema palmaris (telapak tangan merah), semuanya diduga disebabkan
oleh kelebihan esterogen, dalam sirkulasi. Peningkatan pigmentasi kulit
diduga aktivitas hormon perangsang melanosit yang bekerja secara
berlebihan
E. Patofisiologi

Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi
dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi
gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis,
namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga
pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras
dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi
(Smeltzer & Bare, 2001). Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap
penyakit ini dibanding individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut
memiliki kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor
lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu
(karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau fosfor) atau infeksi
skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih
banyak daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun (Smeltzer
& Bare, 2001). Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai
oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan selsel hati yang uniform, dan
sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadangkadang disebut sirosis mikronodular.
Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi utama
akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan
sirosis alkoholik (Tarigan, 2001).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hati dengan
inflamasi dan fibrosis yang mengakibatkan distorsi struktur dan
hilangnya sebagian besar hepar. Perubahan besar yang terjadi
karena sirosis adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel
fibrotic (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang
menggantikan sel-sel normal.
B. Saran
Kami sebagai kelompok menyadari bahwa makalah ini banyak
sekali kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan.Tentunya,
kami akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman
tentang pembahasan makalah diatas agar kami bisa lebih baik lagi
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Sasmita, D. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sirosis Hepatis Di


Ruang V Interne Rs Tk.Iii Dr. Reksodiwiryo Padang Dan Di Ruang Hcu
Penyakit Dalam Irna Non Bedah Rsup Dr. M. Djamil Padang.

Purnomo, A. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Sirosis Hepatis, Fakultas Ilmu


Kesehatan UMP, 2010. 6–22.

Saskara, P. M. A., & Suryadarma, I. (2013). Laporan Kasus : Sirosis Hepatis. FK


Universitas Udayana, 1–20.

Kolloh Margarita Inca. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN B.L YANG


MENGALAMI SIROSIS HEPATIS DI RUANGAN TERATAI RSUD. PROF.
DR.W.Z.JOHANNES KUPANG. 121.

Anda mungkin juga menyukai