Anda di halaman 1dari 18

TUGAS SISTEM PENCERNAAN

MAKALAH
ASKEP PERDARAHAN GASTROINTESTINAL

Disusun Oleh:

1. Kastina Sholihah (10215007)


2. Fitriah nurul (10215010)
3. Yessi Elita (10215016)
4. Resa Valentina (10215017)
5. Titik Pusparini (10215021)
6. M. Perdana Sigo (10215024)
7. M. Rohyan Gogot (10215030)
8. Dadang Ari Wibowo (10215037)
9. M. Anjas Adi Putra (10215048)
10. Sindy Septikasri (10215051)

Program Studi S1 Keperawatan


Fakultas Ilmu Kesehatan
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri
Tahun Akademik 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Askep Perdarahan
Gastrointestinal ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut serta dalam menyusun makalah ini,
baik dari segi ide, kreatifitas, dan usaha.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami dan juga menambah informasi serta
edukasi bagi kami selaku penyusun serta bagi siapapun yang membacanya.Kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata dan penulisan yang kurang berkenan. Oleh sebab itu,
penyusun berharap adanya kritik dan saran dalam perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Kediri, 20 Mei 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar ............................................................................................ i

Daftar isi ..................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ........................................................ 1


B. RUMUSAN MASALAH .................................................... 1
C. TUJUAN ............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI ............................................................................. 3
B. KLASIFIKASI ..................................................................... 3
C. ETIOLOGI......................................................................... .. 3
D. PATOFISIOLOGI ................................................................ 4
E. MANIFESTASI KLINIS ..................................................... 4
F. KOMPLIKASI ..................................................................... 6
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.................................... .... 6
H. PENATALAKSANAAN ..................................................... 6
I. PATHWAY .......................................................................... 6
J. ASUHAN KEPERAWATAN ............................................. 7

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ....................................................................... 10
B. SARAN .................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Perdarahan Gastrointestinal?
b. Apa saja klasifikasi Perdarahan Gastrointestinal?
c. Bagaimana etiologi dari Perdarahan Gastrointestinal?
d. Bagaimana manifestasi klinik Perdarahan Gastrointestinal?
e. Bagaimana patofisiologi Perdarahan Gastrointestinal?
f. Apa saja komplikasiPerdarahan Gastrointestinal?
g. Apa saja pemeriksaan diagnostik Perdarahan Gastrointestinal?
h. Bagaimana penatalaksanaanPerdarahan Gastrointestinal?
i. Bagaimana pathway Perdarahan Gastrointestinal?
j. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus diberikan pada pasien dengan Perdarahan
Gastrointestinal?

C. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
pencernaan yaitu Perdarahan Gastrointestinal.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan :
a. Definisi Perdarahan Gastrointestinal
b. Klasifikasi Perdarahan Gastrointestinal
c. Etiologi Perdarahan Gastrointestinal
d. Manifestasi klinisPerdarahan Gastrointestinal
e. Patofisiologi Perdarahan Gastrointestinal
f. KomplikasiPerdarahan Gastrointestinal
g. Pemeriksaan diagnostik Perdarahan Gastrointestinal
h. PenatalaksanaanPerdarahan Gastrointestinal
i. Pathway Perdarahan Gastrointestinal

1
j. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada pasien dengan Perdarahan
Gastrointestinal

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Perdarahan saluran cerna adalah suatu perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di
sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya
darah dalam tinja atau muntah darah, tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa
diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Perdarahan yang terjadi di saluran cerna bila
disebabkan oleh adanya erosi arteri akan mengeluarkan darah lebih banyak dan tidak dapat
dihentikan dengan penatalaksanaan medis saja. (Mansjoer, 2000)

B. KLASIFIKASI
Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi 2 yaitu(Mansjoer, 2000) :
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas
2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah /Lower gastrointestinal bleeding (LGIB)

C. ETIOLOGI
Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas terbanyak di Indonesia adalah karena
pecahnya varises esophagus, dengan rata-rata 45-50% seluruh perdarahan saluran cerna
bagian atas.
1. Etiologi perdarahan saluran cerna bagian atas diantaranya adalah :
Kelainan esophagus: varises, esophagitis, keganasan
Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung & duodenum, keganasan, dll
Penyakit darah: leukemia, purpura trombositopenia, dll.
Penyakit sistemik lainnya: uremia, dll

2
Pemakaian obat yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dll
2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah(Suparman, 1987)
Polip
Kolitis ulseratif
Penyakit Chron
Angiodiplasia
Divertikula
D. PATOFISIOLOGI
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan
tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa
esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari
sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya teklanan dalam vena ini, maka
vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah (disebut varises).
Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat
mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan
penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh
melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme
ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian
awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan
disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi metabolsime anaerobi, dan terbentuk asam
laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa
suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan.
Pada saluran cerna bagian bawah ada beberapa penyebab termasuk Divertikulosis
kolon merupakan penyebab yang paling umum dari perdarahan saluran cerna bagian
bawah, 40-50% dari semua kasus perdarahan. Divertikula paling sering terletak pada
kolon sigmoid dan kolon desendens. Kemunkinannya disebabkan oleh faktor traumatis
lumen, termasuk fecalit yang menyebabkan abrasi dari pembuluh darah sehingga terjadi
perdarahan (Barnert dan Messmann, 2009).
Lalu ada angiodisplasia,tidak seperti perdarahan divertikular, angiodisplasia
cenderung menyebabkan perdarahan dengan episode lambat tetapi berulang. Oleh karena
itu, pasien dengan angiodisplasia datang dengan anemia. Angiodisplasia yang

3
menyebabkan hilangnya darah dalam jumlah besar jarang didapat. Perdarahan lesi aktif
dapat diobati dengan elektrokoagulasi koloskopi (Barbara dan Douglas, 2004).
Neoplasma kolon dapat muncul dalam bentuk dan sifat bermacam-macam. Biasanya
perdarahan dari lesi ini lambat, ditandai dengan perdarahan samar dan anemia sekunder.
Neoplasma ini juga dapat berdarah dengan cepat, namun pada beberapa bentuk sampai
dengan 20% dari kasus perdarahan akut pada akhirnya ditemukan muncul karena polip
kolon atau kanker (Barbara dan Douglas, 2004; Branner dan Ota, 2007).
Keluhan yang paling sering dirasakan adalah perubahan buang air besar, perdarahan
per anus (hematokesia dan konstipasi). Jika terjadi obstruksi maka gejala yang timbul
berupa nyeri abdomen, mual, muntah dan obstipasi. Pada tumor yang telah melakukan
invasi lokal maka akan timbul gejala tenesmus, hematuria, infeksi saluran kemih berulang
dan obstruksi uretra bahkan perforasi abdomen (Barbara dan Douglas, 2004).
Colitis menyebabkan diare berdarah pada beberapa kasus. Pada 50% pasien dengan
colitis ulseratif, perdarahan gastrointestinal bagian bawah ringan-sedang muncul, dan sekitar
4% pasien dengan kolitis ulseratif terjadi perdarahan yang masif (Senagore, 2007).

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya bisa berupa(Sylfia A. Price, 1994 : 359) :
1. Muntah darah (hematemesis). Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya
disebabkan oleh penyakit saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses
berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan
oleh perdarahan usus proksimal (Grace & Borley, 2007)
2. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena). Tinja yang kehitaman biasanya
merupakan akibat dari perdarahan di saluran pencernaan bagian atas, misalnya lambung
atau usus dua belas jari. Warna hitam terjadi karena darah tercemar oleh asam lambung
dan oleh pencernaan kuman selama beberapa jam sebelum keluar dari tubuh. Sekitar
200 gram darah dapat menghasilkan tinja yang berwarna kehitaman.
3. Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia)
4. Waterbrash merupakan regurgitasi isi lambung kedalam rongga mulut. Gangguan ini
dirasakan terdapat pada tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas yang pahit
5. Pirosis ( nyeri uluhati )

4
Pirosis sering ditandai sensasi panas. Nyeri uluhati dapat disebabkan oleh refluks asam
lambung atau sekrat empedu kedalam esofahus bagian bawah, keduanya sangat
mengiritasi mukosa.
6. Penderita dengan perdarahan jangka panjang, bisa menunjukkan gejala-gejala anemia,
seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing. Jika terdapat gejala-gejala
tersebut, dokter bisa mengetahui adanya penurunan abnormal tekanan darah, pada saat
penderita berdiri setelah sebelumnya berbaring.
7. Gejala yang menunjukan adanya kehilangan darah yang serius adalah denyut nadi yang
cepat, tekanan darah rendah dan berkurangnya pembentukan air kemih. Tangan dan
kaki penderita juga akan teraba dingin dan basah. Berkurangnya aliran darah ke otak
karena kehilangan darah, bisa menyebabkan bingung, disorientasi, rasa mengantuk dan
bahkan syok
8. Pada penderita perdarahan saluran pencernaan yang serius, gejala dari penyakit lainnya,
seperti gagal jantung, tekanan darah tinggi, penyakit paru-paru dan gagal ginjal, bisa
bertmbah buruk. Pada penderita penyakit hati, perdarahan ke dalam usus bisa
menyebabkan pembentukan racun yang akan menimbulkan gejala seperti perubahan
kepribadian, perubahan kesiagaan dan perubahan kemampuan mental (ensefalopati
hepatik).

F. KOMPLIKASI
1. Anemia
2. Dehidrasi
3. Nyeri Dada jika ada juga penyakit jantung
4. Kehilangan darah
5. Syok
6. Kematian

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Berbagai pemeriksaan penunjang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosa
abnormalitas sistem gastrointestinal dan abdomen. Adapun pemeriksaan penunjang atau
tes diagnostic yang dilakukan adalah :
a. Sinar X
Serangkaian pemeriksaan abdomen, atau gambaran abdomen dalam tiga cara, terdiri atas
film abdomen datar, film abdomen atas dan dada bagian atas dengan pasien berdiri tegak,

5
dan film dimana pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi (dekubitus). Radiografi
dapat membantu menggambarkan adanya udara bebas di dalam abdomen yang
disebabkan oleh masalah-masalah seperti perforasi viskus atau pecahnya abses. Obtruksi
usus, seperti yang ditunjukkan oleh dilatasi loop usus dengan tingkat cairan udara atau
volvulus intestine, dapat dilihat dari foto-foto tersebut. Posisi film dekubitus dapat
membantu adanya asites.
b. Endoskopi Gastrointestinal
Prosedur ini merupakan suatu tambahan penting pada pemeriksaan barium karena
prosedur itu memungkinkan untuk dilakukan pengamatan langsung tentang bagian-
bagian traktus intestinal. Instrumen yang digunakan adalah endoskop serat optic yang
lentur. Alat ini dirancang dengan ujung yang dapat digerakkan sehingga operator dapat
memanipulasi sepanjang saluran intestinal. Alat itu mempunyai saluran instrumen yang
memungkinkan untuk biopsy lesi, seperti tumor, ulser atau peradangan. Cairan dapat
diaspirasikan dari lumen saluran intestine dan udara dapat dihembuskan untuk
menggelembungkan saluran intestine sehingga mempermudah pengamatan.
Apus sitologi dan jerat elektrokauteri dapat juga dimasukkan melalui alat ini. Endoskop
dan kolonoskop dasar untuk intestinal bagian atas dirancang dalam bentuk yang hampir
sama dan hanya berbeda pada diameter dan panjangnya. Endoskop intestinal atas sebelah
sisi juga dirancang untuk pemeriksaan khusus pada duktus empedu komunis dan duktus
pankreatik. Pengkajian ini disebut endoskopi retrograde kolangiopankreatografi (ERCP).
Indikasi untuk dilakukannya endoskopi intestinal bagian atas sangat banyak. Dalam
lingkup perawatan kritis, indikasi yang paling umum adalah perdarahan gastrointestinal,
yang dapat disebabkan oleh ulkus, gastritis atau varises esophagus. Endoskopi sangat
bermanfaat untuk mendiagnosa neoplasma saluran intestinal bagian atas. Biopsi atau
penyayatan daera abnormal ini dapat dilakukan untuk mendapatkan bahan diagnose.
Terapi spesifik dapat dilakukan melalui endoskopi gastrointestinal bagian atas, termasuk
sklerosis varises esophagus. Pada prosedur ini agen penksklerosing, seperti natrium
morhuate, dimasukkan ke vena yang berdilatasi dalam esofagus dengan harapan akan
terjadi jaringan ikat di dalam vena untuk mencegah perdarahan spontan selanjutnya.
c. Kolonoskopi
Kolonoskopi digunakan untuk mengevaluasi adanya tumor, peradangan atau polip di
dalam kolon. Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi daerah
anstomotik dari pembedahan dan mengkaji derajat striktura baik karena pembedahan
atau peradangan.

6
Kolonoskop dapat dimasukkan melalui rektum menuju sepanjang kolon ke dalam sekum.
Dari sini katup ileosekal dapat dikaji begitu juga abnormalitas lainnya, seperti adanya
karsinoma awal atau polip di sebelah kanan kolon. Polip ini dapat dikeluarkan melalui
endoskopi, atau dapat difulgurasi dan dibakar. Letak perdarahan khusus seperti yang
terjadi pada colitis, polip, tumor, atau angiodisplasia (pengumpulan pembuluh darah
yang abanormal yang dapat menyebabkan perdarahan terus menerus) dapat diobservasi.
Karena pasien biasanya diberi sedatif sebelum dilakukan prosedur endoskopi sangat
penting mengawasi jalan napasnya untuk mencegah terjadinya depresi pernapasan atau
aspirasi dan untuk memantau tanda-tanda vital.
d. Pemeriksaan Barium Kontras
Pemeriksaan diagnostic ini sangat penting untuk menemukan abnormalitas di dalam
saluran intestinal. Penyinaran sinar X pada gastrointestinal bagian atas atau telan barium
dilakukan dengan meminta pasien minum minuman yang telah dicampur dengan barium
radioopak, sementara ahli radiologi mengamati penyalutan dari bahan ini di dalam
esofagus, lambung dan usus halus. Barium mampu memperlihatkan kelainan struktur
seperti tumor atau ulkus juga dapat menemukan adanya peradangan atau penyempitan.
Enema barium dilakukan dengan memasukkan barium melalui rektum dalam posisi
retrograde ke dalam seluruh kolon. Saluran tipis barium dapat membantu
memperlihatkan letak tumor, polip, diverticulitis atau perdangan seperti Penyakit Crohn
atau Kolitis ulcerative.
e. Ultrasonografi
Pemeriksaan noninvasive ini menggunakan gelombang echo untuk mendeteksi adanya
abnormalitas dalam rongga abdomen. Dilatasi dari duktus empedu komunis, distensi
kandung empedu karena batu empedu, dan abnormalitas pancreas seperti tumor,
pseudokis, atau abses dapat ditemukan. Aneurisme aorta dapat diperhitungkan untuk
membantu memutuskan apakah diperlukan pembedahan eksisi. Penebalan kolon
desenden dan kolon sigmoid dengan abses perikolonik yang disebabkan oleh kondisi
seperti divertikolusis dapat diidentifikasikan. Prosedur ini biasanya dilakukan pada
bagian radiologi rumah sakit.
f. Computed Axial Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Tumor pada hati, pancreas, esofagus, lambung dan kolon dapat diidentifikasi
menggunakan pemeriksaan ini. Tumor retroperitoneal atau nodus limfe juga dapat
dilihat. Dengan menggunakan skan CT, dapat dilakukan biopsi jarum pada struktur ini
untuk menentukan tipe sel tumor. Jarum ditusukan melalui dinding abdomen dengan

7
menggunakan anestesi lokal. Jarum kemudian diarahkan ke struktur yang diinginkan
dengan bantuan skan CT. Cairan dapat diaspirasikan dan selanjutnya dievaluasi oleh ahli
patologi untuk melihat adanya sel nukleoplastik.
Teknik pengobatan nuklir sering digunakan untuk membantu mendiagnosa abnormalitas
sistem hepatogastrointestinal. Skan radionuclide hepar dapat membantu menentukan
disfungsi sel hepatic. Skaning CT dapat digunakan untuk menemukan tumor atau abses
di dalam hepar atau abdomen bagian atas.
Cholesintogram dapat dilakukan untuk menentukan kapasitas fungsi sistem empedu dan
patensi duktus empedu dan pembuluh sistik. Pada perdarahan intestine berulang, jika
sumbernya tidak ditemukan, teknik skan teknetium dapat sangat membantu. Pada teknik
ini daerah yang berdarah diberi label dengan teknetium, dan jika pasien mengalami
perdarahan aktif maka tanda titik panas akan diperlihatkan dalam skan abdomen. Ini
merupakan tes yang sangat tidak khusus untuk menentukan letak perdarahan yang tepat,
tetapi dapat membantu dalam mengarahkan ahli bedah pada letak yang umum.
Angiodisplasia dan perdarahan divertikulum Meckel dapat didiagnosa dengan prosedur
ini.
g. Arteriografi
Prosedur ini sangat berguna untuk menentukan tempat perdarahan yang biasanya sulit
ditentukan. Kateter ditempatkan baik pada arteri mesenterika superior dan inferior, dan
disuntikan kontras. Arteriografi juga sangat membantu dalam menemukan aneurisme
aorta

H. PENATALAKSANAAN
1. Resusitasi cairan dan produk darah :
Pasang akses intravena dengan kanul berdiameter besar
Lakukan penggantian cairan intravena : RL atau normal saline
Kaji terus TTV saat cairan diganti
Jika kehilangan cairan > 1500 ml membutuhkan penggantian darah selain cairan
Kadang digunakan obat vasoaktif sampai cairan seimbang untuk mempertahankan
tekanan darah dan perfusi organ vital seperti : dopamin, epineprin dan norefineprin
2. Bilas lambung
Dilakukan selama peroide perdarahan akut (controversial karena menggangu
mekanisme pembekuan normal. Sebagian lain menyakini lambung dapat membantu

8
membersihkan darah dalam lambung, membantu mendiagnosa penyebab perdarahan
selama endoskofi)
Jika di instruksikan bilas lambung maka 1000-2000 ml air atau normal salin dalam
suhu kamar di masukan dengan menggunakan NGT. Kemudian dikeluarkan kembali
dengan spuit atau di pasang suction sampai sekresi lambung jernih.
Irigasi lambung dengan cairan normal saline levarterenol agar menimbulkan
vasokontriksi. Setelah diabsorbsi lambung obat di kirim melalui sistem vena porta ke
hepar dimana metabolism terjadi, sehingga reaksi sistemik dapat di cegah.
Pengenceran biasanya menggunakan 2 ampul dalam 1000 ml larutan.
Pasien beresiko mengalami aspirasi lambung karena pemasangan NGT dan
peningkatan tekanan intragastrik karena darah atau cairan yang dugunakan untuk
membilas. Pemantauan distensi lambung dan membaringkan pasien dengan kepala
ditinggikan penting untuk memcegah refkuls isi lambung. Bila posisi tersebut
kontraindikasi maka diganti posisi dekubitus lateral kanan, memudahkan
mengalirkan isi lambung melewati pylorus.
3. Pemberian Pitresi
Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak menolong maka akan
diberikan vasopressin (pitresin ) intravena.
Obat ini menurunkan tekanan vena porta oleh karenanya menurunkan aliran darah
pada tempat perdarahan .
Mempengaruhi output urine karena sifat antidiuretik.
Ranitidine 2-3 mg/kg/hari diberikan 2 kali sehari
Pada esofagitis berat dan ulkus peptikum : omeprazole 0,6-3 mg/kg/hari 1 kali sehari
4. Mengurangi asam lambung
Turunkan keasaman sekresi lambung dengan obat histamine (H2) antagonistic :
simetidin (tagamet), ranitidine hidrokloride (zantac) dan famotidin.
Dosis tunggal dapat menurunkan sekresi asam selama hampit 5 jam.
Ranitidine iv : 50mg di cairkan 50ml D5W setiap 6 jam. Simetidin iv : 300 mg
dicairkan dalam dosis intermiten 300 mg di cairkan dalam 50 mg D5W setiap 6 jam
atau sebagai infuse iv kontinu 50 mg/jam. Hasil terbaik dicapai jika pH lambung 4
dapat dipertahankan.
5. Memperbaiki status hipokoagulasi

9
Pemberian vit. K dalam bentuk fitonadion (aqua mephyton) 10 mg im atau iv dengan
lambat untuk mengembalikan masa protrombin menjadi normal.
Diberikan plasma segar beku.
6. Balon tamponade
Terdapat bermacam balon tamponade : tube sangstaken-blakemore, Minnesota atau
linton-nachlas. Alat ini untuk mengontrol perdarahan GI bagian atas karena varises
esophagus. Tube sangstaken-blakemore mengandung 3 lumen :
Balon gastric yang dapat diinflasikan dengan 100-200 mL udara
Balon esophagus yang dapat diinflasikan dengan 40 mmHg
Lumen yang ke 3 untuk mengaspirasi isi lambung tube Minnesota mempunyai
lumen tambahan dan mempunyai lubang untuk menghisap sekresi paring.
Sedangkan tube linton-nachlas terdiri hanya satu balon gaster yang dapat di
inflasikan dengan 500-600 mL udara. Terdapat beberapa lubang/bagian yang terbuka
baik pada bagian esophagus maupun lambung untuk mengaspirasi sekresi dan darah.
Tube/slenag Sangstaken-Blakemore setelah dipasang didalam lambung
dikembangkan dengan udara tidak lebih dari 50 ml.kemudian selang ditarik perlahan
sampai gallon lambung pas terkait pada kardia lambung dapat dikembangkan dengan
100-200 mL udara. Kemudian selang dibagian luar ditraksi dan difiksasi. Jika
perdarahan berlanjut balon esopagus dapat dikembangkan dengan tekanan 250 40
mm Hg (menggunakan spigmomanometer) dan dipertahankan dalam 24-48 jam. Jika
lebih lama depat menyebabkan edema, esopagitis, ulserasi atau perforasi esopagus.

I. PATHWAY

J. ASUHAN KEPERAWATAN

Dx 1 : nyeri akut b.d penjepitan saraf pada diskus intervetebralis.


Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional

10
Tujuan : 1. Lakukan pengkajian 1. Membantu menentukan
1. Setelah dilakukan nyeri (lokasi, tindakan intervensi yang
tindakan keperawatan karakteristik, durasi, akan dilakukan
1x24 jam nyeri frekuensi, kualitas) selanjutnya.
berkurang. 2. Gunakan teknik 2. Membantu pasien untuk
2. Nyeri hilang atau komunikasi terapeutik. rileks.
terkontrol. 3. Menganjurkan pasien 3. Panas meningkatkan
3. Pasien rileks. untuk mandi air hangat relaksasi otot, dan
4. Pasien dapat 4. Ajarkan teknik non mobilitas, menurunkan
beristirahat. farmakologi : rasa sakit dan melepaskan
Kriteria Hasil : Distraksi, seperti : kekakuan
1. Mampu mengontrol mendengarkan musik, 4. Membantu pasien agar
nyeri menonton TV. melakukan tindakan
2. Melaporkan bahwa Relaksasi, seperti : ambil secara mandiri.
nyeri berkurang nafas, kompres air 5. Memaksimalkan tindakan
dengan menggunakan hangat yang diberikan.
manajemen nyeri 5. Kolaborasi: Berikan
3. Mampu mengenali obat-obatan sesuai
nyeri (skala, intensitas, petunjuk (misal:asetil
frekuensi, tanda nyeri) salisilat)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang.

Dx 2 : hambatan mobilitas fisik b.d hemiparese/hemiplegia.


Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Tujuan: 1. Ubah posisi pasien setiap 1. Menurunkan resiko
Pasien mampu 2 jam. terjadinya iskimia jaringan
melaksanakan aktivitas 2. Ajarkan pasien untuk akibat sirkulasi darah yang
fisik sesuai dengan melakukan gerak aktif jelek pada daerah yang
kemampuannnya. pada ekstrimitas yang tertekan.

11
Kriteria hasil: tidak sakit. 2. Gerakan aktif memberikan
1. Tidak terjadi 3. Lakukan gerak pasif massa, tonus dan kekuatan
kontraktur sendi pada ekstrimitas yang otot serta memperbaiki
2. Bertambahnya sakit. fungsi jantung dan
kekuatan otot 4. Kolaborasi dengan ahli pernafasan.
3. Pasien menunjukkan fisioterapi untuk latihan 3. Otot volunter akan
tindakan untuk fisik klien. kehilangan tonus dan
meningkatkan kekuatannya bila tidak
mobilitas dilatih.
4. Untuk menghasilkan
terapi yang maksimal.

Dx 3 : Ansietas b.d diagnosis, nyeri, hilangnya fungsi otot, prosedur operasi.


Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Tujuan: 1. Berikan informasi 1. Membantu pasien
1. Axienty self-control. tentang prosedur dan apa memahami tujuan dari apa
2. Axienty level. yang akan terjadi. yang akan dilakukan dan
3. Coping. 2. Dorong pasien atau mengurangi masalah
Kriteria hasil: orang terdekat untuk karena ketidaktahuan.
1. Pasien mampu menyatakan masalah 2. Mendefinisikan masalah,
mengidentifikasi dan atau perasaan. memberikan kesempatan
mengungkapkan 3. Identifikasi tingkat untuk menjawab
gejala cemas. kecemasan. pertanyaan dan solusi
2. Mengidentifikasi, 4. Berikan obat untuk pemecahan masalah.
mengungkapkan dan mengurangi kecemasan. 3. Untuk mengetahui tingkat
menunjukan tehnik kecemasan pasien.
untuk mengontrol 4. Memaksimalkan
cemas. intervensi yang telah
3. Vital sign dalam batas dilakukan.
normal(TD : 80/120
mmHg, RR : 16-
24x/menit, Nadi 60-
100x/menit, T : 36,5

12
37,50C).
4. Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktivitas
menunjukan
berkurangnya
kecemasan.

Dx 4 : Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi tentang penyakit.


Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Tujuan: 1. Diskusikan tentang 1. Pengetahuan proses
1. Knowledge : disease pengetahuan proses penyakit dan harapan
process penyakit yang spesifik. dapat memudahkan
2. Knowledge : health 2. Gambarkan tanda dan ketaatan pada program
behavior gejala yang biasa muncul pengobatan.
Kriteria hasil: pada penyakit dengan 2. Memberikan gambaran
1. Pasien menyatakan cara yang tepat. agar pasien tidak panik
pemahaman tentang 3. Diskusikan pilihan terapi ketika gejala dirasakan.
penyakit, kondisi. dan penanganan. 3. Untuk memaksimalkan
2. Pasien mampu intervensi.
melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan secara
benar.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nyeri pinggang bawah hanyalah merupakan suatu symptom gejala, maka yang terpenting
adalah mengetahui factor penyebabnya agar dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada
dasarnya timbulnya rasa sakit tersebut karena tekanan susunan saraf tepi daerah pinggang.
Jepitan pada saraf ini dapat terjadi karena gangguan pada otot dan jaringan sekitarnya. Maka

13
dari itu, dibutuhkan asuhan keperawatan HNP yang sesuai sehingga proses penyembuhan
klien dengan HNP dapat maksimal.

B. Saran
1. Mahasiswa
a. Gunakanlah makalah ini sebagai sumber ilmu untuk mempelajari tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskletal (HNP).
2. Akademik
a. Bimbinglah mahasiswa-mahasiswa keperawatan dalam membuat asuhan keperawatan
yang baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA
Kusuma, dkk. 2005. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic-Noc. (Edisi Revisi Jilid 2). Yogyakarta : Mediaction.

Eidelson, G Stewart. 2014. Anatomy Thoracic Spine. Diakses 14 juni 2014.


http://www.spineuniverse.com/anatomy/thoracic-spine.

14
Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol
3, Jakarta : EGC, 2002

Doengoes, ME, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2000.

15

Anda mungkin juga menyukai