Anda di halaman 1dari 84

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN LATIHAN BUERGER

ALLEN EXERCISE UNTUK MENINGKATKAN PERFUSI


PERIFER PADA PASIEN DIABETES MELLITUS
TIPE II DIPUSKESMAS SUNGAI ABANG
KABUPATEN TEBO
TAHUN 2023

LAPORAN TUGAS AKHIR

SULISTIANI
NPM PO71202220074

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN JAMBI JURUSAN
KEPERAWATANPROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2023
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN LATIHAN BUERGER
ALLEN EXERCISE UNTUK MENINGKATKAN PERFUSI
PERIFER PADA PASIEN DIABETES MELLITUS
TIPE II DIPUSKESMAS SUNGAI ABANG
KABUPATEN TEBO
TAHUN 2023

LAPORAN TUGAS AKHIR


STUDI KASUS

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan


Dalam Menyelesaikan Pendidikan
Profesi Ners Keperawatan

SULISTIANI
NPM PO71202220074

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN JAMBI JURUSAN
KEPERAWATANPROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2023

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Tugas Akhir Ners oleh Sulistiani NIM PO71202220074 dengan judul
“Asuhan Keperawatan dengan Latihan Buerger Allen Exercise untuk
Meningkatkan Perfusi Perifer pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di
Puskesmas Sungai Abang Kabupaten Tebo Tahun 2023”.
Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan dihadapan tim penguji Laporan
Tugas Akhir Ners Program Studi Pendidikan Ners Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Jambi.

Jambi, Januari 2023

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Ns. Mashudi, S. Kep, M. Kep Ns. Ismail Fahmi, M. Kep, Sp. Kep. MB
NIP. 198112082006042002 NIP. 196907231995032001

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Tugas Akhir Ners oleh Sulistiani NIM PO71202220074 dengan judul
“Asuhan Keperawatan dengan Latihan Buerger Allen Exercise untuk
Meningkatkan Perfusi Perifer pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di
Puskesmas Sungai Abang Kabupaten Tebo Tahun 2023”.
Telah diujikan dan disetujui Tim Penguji Laporan Tugas Akhir Ners Program
Studi Pendidikan Profesi Ners Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Jambi untuk dilanjutkan ke tahapan pengambilan kasus.

Jambi,……………………...2023
Tim Penguji

Penguji Ketua Penguji Anggota I Penguji Anggota II

Hj. Ernawati, S.Kp, M. Kep Ns. Mashudi, S. Kep, M. Kep Ns. Ismail Fahmi, M. Kep, Sp. Kep. MB
NIP 196907231995032001 NIP. 198112082006042002 NIP. 196907231995032001

iii
Asuhan Keperawatan Dengan Latihan Buerger Allen Exercise Untuk
Meningkatkan Perfusi Perifer Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II
Dipuskesmas Sungai Abang Kabupaten Tebo Tahun 2023

Sulistiani (2023)

Program Studi Profesi Ners Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jambi


Mashudi, Ismail Fahmi

Kata Kunci : Buerger Allen Exercise, Diabetes Mellitus Tipe II


XIV + 54, 1 Bagan, 6 Tabel, 6 Lampiran

ABSTRAK
Latar Belakang: Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, atau keduanya. Peripheral arterial disease (PAD)
merupakan salah satu komplikasi pada penderita DM tipe 2 akan terjadinya ulkus
diabetikum dan dapat menyebabkan ganggren dan amputasi pada ekstermitas
bawah. Buerger Allen Exercise merupakan latihan khusus yang ditujukan untuk
meningkatkan sirkulasi ke kaki dengan menggunakan perubahan gravitasi pada
posisi yang diterapkan dan muscle pum dengan cara melakukan latihan untuk
insufisiensi arteri tungkai bawah, yang terdiri dari kaki elevasi, diikuti oleh kaki
yang menjuntai atau menggantung ditepi tempat tidur, dan posisi yang ketiga
adalah posisi kaki horizontal untuk beristirahat
Metode : jenis studi kasus yang digunakan dalam studi kasus ini yaitu penerapan
Buerger Allen Exercie pada pasien diabetes mellitus II yang dilakukan selama 5
hari. Pada pasien I dilakukan pada tanggal 07 Maret s/d 12 Maret 2023 dan pada
pasien II dilakukan pada tanggal 14 Maret s/d 19 Maret 2023.
Hasil Penelitian : Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan pada pasien 1
dan pasien 2 diperoleh masalah keperawatan utama yaitu perfusi perifer tidak
efektif berhubungan dengan hiperglikemia. ditandai dengan adanya keluhan kram
pada kaki, kaki sering merasa kesemutan, oedema pada ekstermitas bawah, CRT >
3 detik, kulit tampak pucat, akral teraba dingin. Intervensi yang dilakukan
berdasarkan masalah keperawatan utama yaitu manajemen sensasi perifer dengan
EBNP Buerger Allen Exercise yang dilakukan selama 6 hari.
Kesimpulan : Setelah dilakukan intervensi Buerger Allen Exercise selama 6 hari
pPada pasien 1 terlihat peningkatan nilai ABI pada kunjungan ke 6 sebelum
dilakukan intervensi dengan nilai ABI 0,58 (sedang) dan setelah dilakukan
intervensi dengan nilai ABI 0,77 (ringan) dan pasien 2 terlihat peningkatan nilai
ABI pada kunjungan ke 5 sebelum dilakukan intervensi dengan nilai ABI 0,68
(sedang) dan setelah dilakukan intervensi terjadi peningkatan yaitu 0,77 (ringan).
Saran: diharapkan bagi puskesmas untuk menerapkan intervensi EBNP BUerger
Allen Exercise dalam melakukan perawatan pada pasien DM untuk mencegah
terjadinya komplikasi DM.

Daftar Pustaka : 33 (2015-2022)

iv
Nursing Care Using the Buerger Allen Exercise to Improve Peripheral
Perfusion in Type II Diabetes Mellitus Patients at the Sungai Abang
Community Health Center, Tebo Regency in 2023

Sulistiani (2023)

Nurse Professional Study Program, Department of Nursing, Poltekkes, Ministry of


Health, Jambi Mashudi, Ismail Fahmi

Keywords: Buerger Allen Exercise, Diabetes Mellitus Type II XIV + 54, 1 Chart,
6 Table, 6 Appendix

ABSTRACT
Background: Diabetes Mellitus (DM) is a group of metabolic diseases
characterized by hyperglycemia that occurs due to defects in insulin secretion,
insulin action, or both. Peripheral arterial disease (PAD) is one of the
complications in patients with type 2 DM which can lead to diabetic ulcers and
can cause gangrene and amputation of the lower extremities. Buerger Allen
Exercise is a special exercise aimed at increasing circulation to the feet by using
changes in gravity in the applied position and muscle pump by doing exercises for
arterial insufficiency of the lower limbs, consisting of elevation of the feet,
followed by dangling the legs or hanging off the edge of the bed , and the third
position is the horizontal leg position to rest
Methods: the type of case study used in this case study is the application of the
Buerger Allen Exercie in patients with diabetes mellitus II which was carried out
for 5 days. In patient I it was carried out from 07 March to 12 March 2023 and in
patient II it was carried out from 14 March to 19 March 2023.
Research Results: Based on the results of data analysis conducted on patient 1
and patient 2, the main nursing problem was obtained, namely ineffective
peripheral perfusion associated with hyperglycemia. characterized by complaints
of cramps in the legs, feet often feel tingling, edema in the lower extremities, CRT
> 3 seconds, the skin looks pale, the acral feels cold. The intervention was carried
out based on the main nursing problem, namely peripheral sensation management
with the EBNP Buerger Allen Exercise which was carried out for 6 days.
Conclusion: After the Buerger Allen Exercise intervention for 6 days in patient 1,
there was an increase in the ABI value at the 6th visit before the intervention with
an ABI value of 0.58 (moderate) and after the intervention with an ABI value of
0.77 (mild) and in patient 2 there was an increase in the ABI value at the 5th visit
before the intervention was carried out with an ABI value of 0.68 (moderate) and
after the intervention there was an increase of 0.77 (mild). Suggestion: it is
expected that puskesmas will implement the EBNP Buerger Allen Exercise
intervention in treating DM patients to prevent DM complications

Bibliography : 33 (2015-2022)

v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Sulistiani
Nim : PO.71202220074
Program Studi : Pendidikan Profesi Ners Keperawatan
Institusi : Politeknik Kesehatan Kemenkes Jambi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Laporan Tugas Akhir Ners yang saya
tulis ini adalah benar benar merupakan hasil karya sendiri dan bukan merupakan
pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil
tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Laporan Tugas Akhir
Ners ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.

Jambi, 2023
Pembuat Pernyataan

SULISTIANI
NIM PO71202220074

vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sulistiani
Tempat/Tanggal Lahir : Bajubang, 19 Maret 1988
Agama : Islam
Nama Bapak : Alm. Muhammad Nasir Bafadhal
Nama Ibu : Alm Warinah
Alamat : Desa Aur Cino Kecamatan VII Koto Kab. Tebo
Riwayat Pendidikan : SD YKPP Tamat Tahun 2000
SMPN 2 Batanghari Tamat Tahun 2003
SMAN 5 Batanghari Tamat Tahun 2006
S1 Keperawatan Baiturahhim Tamat Tahun 2011
Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Jambi tahun
2022/Sekarang

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa


Ta’ala yang senantiasa melimpahkan rahmat serta taufik-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir Ners ini yang berjudul “Asuhan
Keperawatan dengan Latihan Buerger Allen Exercise untuk Meningkatkan
Perfusi Perifer pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Puskesmas Sungai
Abang Kabupaten Tebo Tahun 2023”.
Proposal Laporan Tugas Akhir Ners ini disusun sebagai salah satu syarat
dalam menyelesaikan Pendidikan Profesi Ners Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Jambi. Laporan Tugas Akhir ini terwujud atas bimbingan, pengarahan dan
bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dan
pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Rusmimpong, S.Pd, M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Jambi
2. Ibu Ns. Junita, M. Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan Jambi, yang telah
memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di jurusan keperawatan.
3. Bapak Ns. Mashudi, S.Kep, M.Kep sebagai Ketua Prodi Pendidikan Profesi
Ners Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jambi sekaligus
pembimbing I yang telah banyak memberikan amsukan dan saran dalam
penulisan proposal laporan tugas akhir ini.
4. Bapak Ns. Ismail Fahmi, M. Kep, Sp.Kep.MB selaku selaku Pembimbing II
yang selalu sabar dalam membimbing, membantu dan mengajari penulis
dari awal sampai selesainya penulisan Laporan Tugas Akhir ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Poltekkes Kemenkes Jambi Jurusan
Keperawatan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada
penulis.
6. Teman-teman satu kelas dan satu angkatan yang selalu memberikan bantuan
baik secara moril maupun materil demi kelancaran penyusunan Laporan
Tugas Akhir ini.

viii
7. Kepada semua pihak yang telah membantu, yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu, terimakasih atas bantuan, dukungan dan do’anya.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan Laporan
Tugas Akhir ini, penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini bermamfaat
bagi kita semua khususnya bagi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala selalu melimpahkan rahmat dan
hidayahnya kepada kita semua. Amin

Jambi, 2023

Sulistiani

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ---------------------------------------------------------------------i


HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING --------------------------------------ii
HALAMAN PENGESAHAN ----------------------------------------------------------iii
ABSTRAK ---------------------------------------------------------------------------------iv
ABSTRACK --------------------------------------------------------------------------------v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ----------------------------vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS ---------------------------------------------------------vii
KATA PENGANTAR -------------------------------------------------------------------viii
DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------x
DAFTAR TABEL ------------------------------------------------------------------------xii
DAFTAR BAGAN -----------------------------------------------------------------------xiii
DAFTAR LAMPIRAN ------------------------------------------------------------------xiv

BAB I PENDAHULUAN ---------------------------------------------------------------1


1.1 Latar Belakang ------------------------------------------------------------------------1
1.2 Rumusan Masalah --------------------------------------------------------------------4
1.3 Tujuan Penulisan ---------------------------------------------------------------------5
1.4 Manfaat Penulisan --------------------------------------------------------------------5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA -------------------------------------------------------7


2.1 KonsepTeoritis Diabetes Mellitus -------------------------------------------------7
2.2 Konsep Askeo DM Tipe 2 ----------------------------------------------------------15
2.3 Buerger Allen Exercise --------------------------------------------------------------23

BAB III METODOLOGI STUDI KASUS--------------------------------------------30


3.1 Desain Rancangan --------------------------------------------------------------------30
3.2 Subjek ----------------------------------------------------------------------------------30
3.3 Tempat dan Waktu -------------------------------------------------------------------28
3.4 Tahap Pelaksanaan -------------------------------------------------------------------31
3.5 Instrumen Pengumpulan Data ------------------------------------------------------31
3.6 Prosedur Pengumpulan Data --------------------------------------------------------32
3.7 Pengolahan dan Penyajian Data ----------------------------------------------------32
3.8 Etika Studi Kasus ---------------------------------------------------------------------34

BAB IV LAPORAN STUDI KASUS -------------------------------------------------36


4.1 Pengkajian ----------------------------------------------------------------------------36
4.2 Diagnosa Keperawatan --------------------------------------------------------------38
4.3 Intervensi Keperawatan -------------------------------------------------------------38
4.4 Implementasi Keperawatan ---------------------------------------------------------39
4.5 Evaluasi Keperawatan ---------------------------------------------------------------45
4.6 Hasil Evaluasi EBNP ----------------------------------------------------------------47

x
BAB V PEMBAHASAN ----------------------------------------------------------------48
5.1 Analisis dan Diskusi Hasil ---------------------------------------------------------48
5.2 Keterbatasan Pelaksanaan -----------------------------------------------------------52

BAB VI PENUTUP ----------------------------------------------------------------------53


6.1 Kesimpulan ---------------------------------------------------------------------------53
6.2 Saran -----------------------------------------------------------------------------------54

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel Kadar tes darah dan diagnosis DM ------------------------------------ 12


Tabel 2.2 Tabel kadar GDS dan Puasa --------------------------------------------------- 12
Tabel 2.3 Tabel Intervensi Keperawatan ------------------------------------------------- 19
Tabel 2.4 Tabel interprestasi ABI --------------------------------------------------------- 25
Tabel 2.5 Tabel derajat ABI --------------------------------------------------------------- 26
Tabel 4.1 Tabel Pengukuran ABI --------------------------------------------------------- 47

xii
DAFTAR BAGAN

Tabel 2.1 Bagan WOC Diabetes Mellitus Tipe 2 --------------------------------- 10

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penjelasan Untuk Mengikuti Studi kasus


Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3 SOP Buerger Allen Exercise
Lampiran 4 Lembar Observasi
Lampiran 5 Dokumentasi Keperawatan
Lampiran 6 Lembar Konsul Bimbingan

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya. Klasifikasi DM secara umum terdiri atas DM tipe 1 atau
Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) dan DM tipe 2 atau Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) (Brunner & Suddarth, 2016). DM tipe 2
terjadi karena sel β pankreas menghasilkan insulin dalam jumlah sedikit atau
mengalami resistensi insulin. Jumlah penderita DM tipe 1 sebanyak 5-10% dan
DM tipe 2 sebanyak 90-95% dari penderita DM di seluruh dunia (ADA, 2020).
Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) prevalensi DM
global (2019), diperkirakan 9,3% (463 juta orang), naik menjadi 10,2% (578
juta) pada tahun 2030 dan 10,9% (700 juta) pada tahun 2045 (IDF, 2019). Pada
tahun 2015, Indonesia menempati peringkat 7 sebagai negara dengan
penyandang DM terbanyak di dunia, dan diperkirakan akan naik peringkat 6
pada tahun 2040 (Perkeni, 2019). Laporan Riskesdas tahun 2018 menyebutkan
terjadi peningkatan prevalensi pada penderita DM 2,0% pada tahun 2013 menjadi
3,4% pada tahun 2018 yaitu sekitar 22,9 juta penduduk menderita diabetes
mellitus (IDF, 2019).
Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Jambi (2022), penderita DM yang
mendapatkan pengobatan sesuai standar yaitu 59,9%. Kabupaten tebo merupakan
urutan ke tiga kasus DM paling tinggi di yaitu 2.243 kasus. Berdasarkan Standar
Pelayanan Minimal Dinas Kesehatan Kabupaten Tebo, cakupan pendeita DM
yang mendapatkan pelayanan sesuai standar yaitu 34,10%. Rendahnya ckaupan
penderita DM yang melakukan pengobatan sesuai standar dapat memperburuk
kondisi pasien dan meningkatkan komplikasi penyakit lainnya yang diakibatkan
oleh DM salah satunya yaitu peripheral artery disesase (PAD) (Profil Kesehatan
Provinsi Jambi, 2022).

1
2

Peripheral arterial disease (PAD) merupakan salah satu komplikasi pada


penderita DM tipe 2 akan terjadinya ulkus diabetikum dan dapat menyebabkan
ganggren dan amputasi pada ekstermitas bawah. Pada penderita DM tipe II
Penyakit arterial perifer pada pasien diabetes cenderung lebih difus dan distal
sehingga kurang efektif dengan pencegahan perkutan seperti angioplasty atau
stenting. Pada pasien diabetes mellitus dapat meningkatkan risiko kira-kira 16 kali
lipat terjadinya amputasi tungkai bawah dibandingkan pada pasien tanpa diabetes
dan sekitar 20% pasien PAD meninggal dalam 2 tahun dengan gejala awitan, dan
sebagian besar akibat infark miokard yang terjadi karena peningkatan klasifikasi
kekakuan. Faktor resiko PAD pada penderita DM tipe 2 meningkat seiring
dengan bertambahnya usia, jenis kelamin, lama menderita DM, riwayat hipertensi,
aktifitas fisik yang rendah dan riwayat merokok serta hiperkolesterolnemia.
Prevalensi PAD meningkat pada usia lebih dari 70 tahun atau lebih tua, usia 50-69
tahun dengan riwayat DM atau merokok dan usia kurang dari 49 tahun dengan
DM yang disertai dengan salah satu faktor resiko tambahan seperti merokok,
hipertensi atau kadar kolesterol yang tinggi (Christopher, 2020).
Data epidemiologi diperkirakan lebih dari 200 juta penduduk di seluruh
dunia menderita peripheral artery disesase (PAD), termasuk sekitar 55 juta orang
Asia Tenggara. Lebih dari 50% penderita PAD umumnya tidak bergejala. Angka
kejadian diabetes mellitus (DM) tipe II yang menjadi pemeriksaan ankle brachial
index (ABI) dengan doopler menemukan bahwa terdapat 14,5% subjek dengan
peripheral artery disesase ekstermitas bawah, pada pasien DM Tipe 2 dengan
PAD yang mengeluhkan nyeri di kakinya. Proporsi kejadian PAD lebih banyak
ditemukan seiring dengan pertambahan usia. Prevalensi peripheral artery disesase
pada penduduk berusia lebih dari 25 tahun adalah 5,56% (3,79%-8,55%).
Perbandingan prevalensi PAD pada pria dan wanita adalah 5,36% berbanding
5,75%. Sebuah meta analisis melaporkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi
PAD sebanding dengan peningkatan usia pasien. Studi memperkirakan sekitar 27
juta penduduk Eropa Barat dan Amerika Utara dengan penyakit PAD 6,10%
populasi Tionghoa memiliki risiko 50% lebih rendah, sedangkan populasi Afrika,
Amerika memiliki risiko 50% lebih tinggi mengalami PAD dibanding populasi
Kaukasian. PAD dapat dicegah melalui deteksi dini dan pengelolaan faktor risiko
3

secara tepat. Deteksi dini dan pengelolaan faktor risiko PAD merupakan kunci
pengendalian komplikasi DM. PAD dapat dicegah dengan gaya hidup sehat
sedini mungkin khususnya minum obat secara teratur, pola makan sehat dan
seimbang, beraktivitas fisik secara rutin dan jaga kadar gula darah secara rutin.
Deteksi PAD dapat dinilai dengan pemeriksaan hasil ankle brachial index (Rudy
& Richard, 2022).
Ankle Brachial Indeks (ABI) merupakan penilaian kwantitatif dari sirkulasi
perifer. Test ABI dilakukan dengan menghitung rasio Tekanan Darah (TD)
sistolik pembuluh darah arteri pergelangan kaki dibandingkan dengan pembuluh
darah arteri lengan. Interpretasi nilai ABI menurut ADA yaitu, nilai normal 0,91 –
1.40, dikatakan PAD ringan sampai sedang nilai ABI 0,40 – 0,90, dan PAD berat
dengan nilai ABI 0,00 – 0,39 (Jun Shu, 2018). Pemeriksaan ABI berguna untuk
mengetahui adanya gangguan peredaran darah kaki maupun lengan pada penderita
DM sehingga akan lebih mudah untuk melakukan intervensi. Tujuan intervensi
adalah meningkatkan sirkulasi perifer dan mencegah terjadinya PAD. Tindakan
untuk meningkatkan sirkulasi perifer dapat dilakukan dengan buerger allen
exercise, progressive muscle relaxation, diabetic foot spa, acupressure dan
aktifitas fisik dengan senam kaki (Azis, 2018).
Buerger Allen Exercise merupakan latihan khusus yang ditujukan untuk
meningkatkan sirkulasi ke kaki dengan menggunakan perubahan gravitasi pada
posisi yang diterapkan dan muscle pum dengan cara melakukan latihan untuk
insufisiensi arteri tungkai bawah, yang terdiri dari kaki elevasi, diikuti oleh kaki
yang menjuntai atau menggantung ditepi tempat tidur, dan posisi yang ketiga
adalah posisi kaki horizontal untuk beristirahat. Buerger Allen Exercise dapat
dilakukan dipagi hari untuk menurunkan hipeglikemi, karena bila terjadi
hiperglikemi terlebih dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan berbagai
komplikasi pada penderita DM, yang salah satunya adalah vaskularisasi perifer.
Selain dipagi hari, sore hari merupakan waktu yang tepat untuk melakukan
exercise karena suhu tubuh manusia diketahui berada pada tingkat tertitnggi akan
menyebabkan otot menjadi lebih fleksibel sehingga menghasilkan kekuatan otot
pada tingkat tertinggi yang bearti otot-otot dan sendi yang lebih siap untuk
4

latihan. Prinsip pelaksanaan Buerger Allen Exercise yang salah satunya dengan
menggunakan kontraksi otot (Bahjatun & Supriatna, 2021).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ainul dan Nurul (2020) tentang Efek
Buerger Allen Exercise terhadap perubahan nilai ABI (ankle Brachial Index)
pasien diabetes tipe II menunjukkan terdapat perubahan nilai ABI yang sangat
signifikan setelah melakukan Buerger Allen Exercise. Penelitian yang sama
dilakukan oleh Jannaim dkk (2018) tentang pengaruh Buerger Allen Exercise
terhadap sirkulasi ekstermitas bawah pada pasien luka kaki diabetik
menyimpulkan Buerger Allen Exercise efektif untuk meningkatkan sirkulasi luka
kaki diabetes karena perubahan posisi dan gaya gravitasi membantu
mengosongkan dan mengisi kolom darah, sedangkan kontraksi muskulus
gastrocnemius sebagai musle pump mengaktivasi pembuluh darah vena dan arteri
untuk membuka jalur sirkulasi collateral local. Penelitian yang dilakukan oleh
Erza dkk (2022) Pengaruh Buerger Allen Exercise terhadap peningkatan Nilai
Sensitivitas kaki pada klien diabetes mellitus menunjukkan bahwa pemberian
buerger allen exercise pada pasien diabetes mellitus dapat meningkatkan nilai
sensitivitas kaki.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Sungai Abang
dari wawancara langsung yang dilakukan pada pasien rawat inap dengan DM Tipe
2 mengatakan bahwa pasien sering mengalami kram atau kesemutan pada
ekstermitas bawah dan juga terasa nyeri serta diketahui bahwa pasien juga jarang
melakukan aktivitas fisik sehingga pasien selalu mengalami penigkatan dula
darah. Hasil wawancara langsung yang dilakukan kepada perawat UGD
Puskesmas Sungai Abang mengatakan bahwa intervensi Buerger Allen Exercise
belum pernah dilakukan sebelumnya pada penderita DM yang sering mengalami
masalah kesemutan atau nyeri pada ekstermitas bawah, pengukuran ankle
brachial index untuk deteksi PAD juga belum pernah dilakukan. Intervensi yang
dilakukan pada penderita DM dipuskesmas selama ini yaitu dengan melakukan
pemeriksaan rutin kontrol gula darah, edukasi dan senam prolanis untuk penderita
Penyakit Tidak Menular (PTM) di kegiatan posbindu.
Berdasarkan latar belakang dan uraian masalah diatas, penulis tertarik untuk
melakukan studi kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan dengan Latihan
5

Buerger Allen Exercise untuk meningkatkan perfusi perifer pada pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Sungai Abang Kabupaten Tebo Tahun 2023”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam
studi kasus ini adalah bagaimanakah asuhan keperawatan dengan latihan buerger
allen exercise untuk meningkatkan perfusi perifer pada pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Puskesmas Sungai Abang Kabupaten Tebo Tahun 2023?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran Asuhan Keperawatan dengan Latihan Buerger Allen
Exercise untuk Meningkatkan Perfusi Perifer pada pasien diabetes mellitus tipe 2
di Puskesmas Sungai Abang Kabupaten Tebo Tahun 2023.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Memaparkan hasil pengkajian pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan
Latihan Buarger Allen Exercise untuk meningkatkan perfusi perifer,
2. Memaparkan hasil analisa data pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan
Latihan Buarger Allen Exercise untuk meningkatkan perfusi perifer,
3. Memaparkan hasil intervensi keperawatan pada pasien diabetes mellitus tipe
2 dengan Latihan Buarger Allen Exercise untuk meningkatkan perfusi perifer,
4. Memaparkan hasil implementasi keperawatan pada pasien diabetes mellitus
tipe 2 dengan Latihan Buarger Allen Exercise untuk meningkatkan perfusi
perifer,
5. Memaparkan hasil analisis inovasi keperawatan pada pasien diabetes mellitus
tipe 2 dengan Latihan Buarger Allen Exercise untuk meningkatkan perfusi
perifer.
6

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Penulis
Manfaat bagi penulis adalah dapat menegakkan diagnosa keperawatan dan
intervensi dengan tepat dengan penerapan latihan Buerger allen exercise dalam
mengatasi Perifer Arteri Diseasis (PAD) pada asien Diabetes Millitus Tipe 2

1.4.2 Bagi Puskesmas Sungai Abang


Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan masukan atau saran
dan bahan dalam merencanakan asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus
debagai deteksi dini untuk mengatasi Perifer Arteri Diseasis (PAD) dengan
melakukan intervensi buerger allen exercise dapat meningkatkan sirkulasi perifer
pada penderita diabetes mellitus tipe 2.

1.4.3 Bagi Pasien


Mampu mengkombinasikan antara terapi farmakologi dengan konsumsi
obat diabetes mellitus tipe 2 secara teratur dan penerapan latihan Buerger allen
exercise sebagai upaya pencegahan ketidakstabilan gula darah dan meningaktkan
sirkulasi perifer pada ekstermitas bawah untuk mencegah terjadinya komplikasi
ulkus diabetic.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Teoritis Diabetes Mellitus (DM)


2.1.1 Definisi DM
Diabetes Melitus adalah hambatan yang terjadi pada metabolisme secara
genetik serta secara klinis tercantum heterogen dengan indikasi adanya kehilangan
toleransi karbohidrat. Diabetes Melitus merupakan gangguan metabolik yang
terjadi akibat adanya ketidakmampuan dalam mengoksidasi karbohidrat, adanya
hambatan pada mekanisme insulin, dan ditandai dengan hiperglikemia, glikosuria,
poliuria, polipdisi, polifagia, asidosis yang sering menimbulkan sesak napas,
lipemia, ketonuria serta berakhir hingga koma (Sya’diyah et al., 2020).
Diabetes melitus merupakan suatu kelainan genetik atau sindroma yang
dapat diketahui dengan adanya hiperglikemia kronik serta gangguan pada proses
metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang saling berkaitan dengan
defisiensi insulin absolut ataupun relatif sehingga mempengaruhi kinerja sekresi
insulin serta aksi insulin (Nugroho, 2015).
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang menahun yang
disebabkan oleh adanya disfungsi pankreas yang tidak mampu menghasilkan
insulin dalam batas normal, ataupun pada saat tubuh tidak bisa secara efisien
memanfaatkan insulin yang dihasilkan. Hiperglikemia, ataupun glukosa dalam
darah yang meningkat, merupakan dampak universal dari diabetes yang tidak
terkendali serta pada periode tertentu yang ccukup lama akan menimbulkan
kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, kterutama pada saraf serta
pembuluh darah (Lemone dkk, 2020).
Diabetes Melitus adalah sekumpulan gejala dari hambatan metabolik yang
dapat diketahui secara spesifikasi adanya kadar gula darah di atas normal sehingga
dapat mempengaruhi metabolisme padakarbohidrat, lemak serta protein yang
dipengaruhi oleh banyak faktor. Diabetes Melitus adalah salah satu permasalahan
penyakit yang serius di seluruh dunia sebab penyakit diabetes melirus cenderung
mengalami kenaikan kasusnya seiring berjalannya waktu (Rosliana, 2022).

7
8

2.1.2 Etiologi
Menurut (Perkeni, 2019) berlandaskan pada asal mula yang mendasari
kemunculannya, Diabetes Melitus terbagi menjadi beberapa kategori, yakni:
1. DM Tipe 1
Salah satu faktor pemicu Diabetes Melitus Tipe 1 ialah destruksi sel beta dan
defisiensi insulin absolut seperti penyakit auto-imun (tidak berfungsinya
sistem imunitas tubuh) dan idiopatik (penyebab yang tidak diketahui) yang
mengganggu proses sekresi insulin terutama sel β pada pankreas yang terjadi
secara menyeluruh. Oleh sebab itu, pankreas akan kehilangan kemampuannya
dalam memproduksi serta melepaskan insulin yang dibutuhkan oleh tubuh.
2. DM Tipe 2
Diabetes Melitus tipe 2 diakibatkan oleh campuran, seperti resistensi insulin
dan disertai defisiensi insulin relatif. DM tipe 2 umumnya disebut dengan
diabetes life style sebab tidak hanya aspek genetik saja yang bisa
mempengaruhi namun bisa juga diakibatkan oleh pola gaya hidup yang tidak
sehat.
3. Tipe lain
Diabetes tipe lain diakibatkan oleh kondisi ketika glukosa dalam darah di atas
normal yang faktor pencetusnya meliputi sindrom genetik, endokrinopati,
insiufisiensi eksokrin pankreas, induksi obat ataupun zat kimia, akibat
imunologi yang kurang, infeksi dan lain sebagainya.
4. Diabetes Gestasional/Diabetes Kehamilan
Diabetes gestasional merupakan diabetes yang terjadi ketika baru mengalami
kehamilan yang pertama atau diabetes yang kemungkinan muncul pada saat
masa kehamilan. Umumnya diabetes ini dapat diketahui pada minggu ke-24
(bulan keenam). Diabetes ini biasanya akan menghilang setelah melahirkan.

1.4.2 Patofisiologi
Dalam proses patofisiologi diabetes melitus tipe 2 ada sebagian kondisi
yang turut serta berperan yaitu : resistensi insulin dan disfungsi sel β pankreas.
Diabetes melitus tipe 2 tidak diakibatkan oleh terbatasnya sekresi insulin, akan
tetapi akibat sel sel target insulin gagal atau ketidakmampuan dalam merespon
9

insulin secara normal. Kondisi ini umum disebut sebagai “resistensi insulin”.
Resistensi insulin sebagian besar terjadi akibat dari obesitas dan minimnya
aktivitas fisik serta proses dari penuaan. Pada penderita diabetes melitus tipe 2
bisa saja terjadi produksi glukosa hepatik yang mungkin berlebihan tetapi tidak
terjadi kerusakan pada sel-sel β langerhans secara autoimun seperti diabetes
melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin khususnya pada penderita diabetes melitus
tipe 2 hanya bersifat relatif serta tidak absolut. Berawal pada perkembangan
diabetes melitus tipe 2, sel B menandakan adanya gangguan pada sekresi insulin
fase awal, dalam artian sekresi insulin gagal dalam mengkompensasi resistensi
insulin. Jika tidak ditanggulangi dengan baik, pada perkembangan berikutnya
dapat terjadi kerusakan sel B pankreas. Kerusakan sel B pankreas seiring
berjalannya waktu dapat menyebabkan penuruna produksi insulin, maka dari itu
penderita diabetes melitus memerlukan insulin eksogen. Penderita diabetes
melitus tipe 2 pada umumnya sering diakitkan dengan dua faktor yang
menyertainya, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (Rosliana, 2022).
Kondisi awal dari diabetes tipe 2 ialah terbentuknya resistensi insulin serta
hiperinsulinemia. Tetapi dengan berjalannya waktu, mekanisme kompensasi ini
tidak lagi bisa menahan progresifitas penyakit ini, sehingga timbul diabetes tipe 2.
Tetapi pada kebanyakan pengidap diabetes tipe 2 terbentuknya suatu kondisi yang
kompleks antara sekresi insulin serta resistensi insulin dan besarnya menyerupai
derajat hiperglikemia. Apabila sel B pankreas tidak bisa memproduksi sekresi
insulin dengan kapasitas yang memadai sepadan sesuai dengan resistensi insulin
maka dapat menimbulkan hiperglikemia. Pada sebagian penyandang diabetes tipe
2, timbulnya kerusakan pada sel B dapat dimanifestasikan sebagai bagian dari
permulaan terganggunya sekresi insulin. Resistensi insulin terbentuk akibat dari
gangguan pada sekresi insulin. Namun, pada kebanyakan penyandang diabetes
tipe 2, kendala sensitivitas insulin serta sekresi insulin secara bersamaan
menimbulkan intoleransi glukosa yang terjadi secara berkala (Rosliana, 2022).
Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan defisiensi insulin sebagai akibat dari
resistensi insulin, kurangnnya produksi insulin, dan terjadi kerusakan sel beta
pankreas. Hal ini dapat menimbulkan penurunan konsentrasi dalam pelepasan
glukosa ke hati, sel otot, serta sel lemak. Kemungkinan lain terjadi peningkatan
10

proses pemecahan lemak dan terjadilah hiperglikemia. Ketidak berfungsinya sel


alfa yang terjadi akibat gangguan dari kerusakan toleransi glukosa dalam darah
dikenal sebagai proses fisiologis yang mengakibatkan penyakit diabetes melitus
(Rudy & Richard, 2022).

Bagan 2.1
WOC DM Tipe 2

Sumber : Lemone dkk, 2020


11

1.4.3 Manifestasi Klinik


Menurut (Rosliana, 2022) secara umum ada beberapa manifestasi klinik
yang terdapat pada penderita diabetes melitus, yaitu :
1. Kadar glukosa dalam darah tinggi ( Hiperglikemia)
Glukosa dalam darah yang tinggi pada penderita diabetes melitus biasanya
diatas 200 mg/dL.
2. Poliuria (sering buang air kecil)
Poliuria akan terjadi bila ginjal memproduksi air kemih dalam jumlah yang
melampaui batas normal atau berlebihan, sehingga penderita diabetes melitus
merasakan keinginan berkemih dalam frekuensi yang berlebih.
3. Polidipsi (sering haus)
polidipsi biasanya ditandai dengan mulut kering yang diakibatkan oleh
adanya poliuri, sebab penderita diabetes melitus sering merasakan haus yang
berlebihan sehingga penderita akan banyak minum.
4. Polifagia (makan berlebihan)
Polifagia biasanya dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya
terjadi karena sejumlah besar kalori yang terserap ke dalam air urine, sehingga
penderita diabetes melitus akan mengalami degradasi berat badan, maka dari
itu penderita biasanya merasakan lapar yang berlebih sehingga banyak makan.
Bermacam keluhan lain bisa ditemui pada penderita diabetes melitus.
Kecurigaan terhadap adanya diabetes melitus perlu diwaspadai apabila ada keluhan
lain yang berupa : kelemahan tubuh, kesemutan, gatal, pandangan mata kabur,
penurunan berat badan yang tidak bisa dipaparkan sebabnya dan disfungsi ereksi
pada laki-laki, serta pruritus vulvae pada perempuan (Perkeni, 2019).

1.4.4 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut (Rudy & Richard, 2022), dalam menentukan diagnosis diabetes
melitus harus dilakukan pemeriksaan dasar yaitu kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang disarankan merupakan pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan plasma darah vena. Hasil peninjauan dari pengobatan yang dapat
dilakukan dengan memanfaatkan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
12

glukometer. Diagnosis tidak boleh ditegakkan hanya berdasarkan adanya


glukosuria saja.
Hasil pemeriksaan yang belum termasuk dalam kriteria normal atau kriteria
diabetes melitus dapat dikategorikan ke dalam kelompok risiko tinggi yang
meliputi : toleransi glukosa terganggu (TGT) antara 140-199 mg/dL dan glukosa
darah puasa terganggu (GDPT) 100-125 mg/dL. Dalam pemeriksaan untuk
memastikan diagnosis diabetes melitus dapat dilakukan dengan beberapa
pemeriksaan yaitu glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) (hasil pemeriksaan
glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL), toleransi Glukosa Terganggu (TGT) (Hasil
pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO ≥ 200 mg/dL), dan diagnosis
diabetes melitus dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c yang
menunjukkan angka ≥ 6,5 %.
Tabel 2.1
Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes
Glukosa Darah Puasa Glukosa Plasma 2
Kondisi Klinis HbA1c (%) (mg/dL) jam setelah TTGO
(mg/dL)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Risiko tinggi 5,7 – 6,4 100 – 125 140 – 199
Normal < 5,7 < 100 < 140
Sumber : Perkeni, 2019.

Pemeriksaan Penyaring juga ditempuh dalam menetapkan diagnosis


Diabetes Melitus Tipe 2 dan pada kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan
indikasi dari diabetes melitus yaitu kategori kelompok dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT) ≥ 23 kg/m2 yang berpotensi akan menimbulkan satu ataupun lebih
faktor resiko dan usia ˃ 45 tahun tanpa faktor risiko. Pada kondisi yang tidak
memungkinkan ataupun tidak tersedianya sarana dalam pemeriksaan TTGO.
Maka pemeriksaan penyaring dilakukan dengan mengunakan pemeriksaan
glukosa darah kapiler, pemeriksaan ini diperbolehkan untuk menentukan
diagnosis diabetes melitus. Dalam hal ini maka perlu diperhatikan adanya
perbedaan dari hasil pemeriksaan glukosa darah plasma vena dan glukosa darah
kapiler, seperti pada tabel di bawah ini.
13

Tabel 2.2
Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa Plasma < 100 100 – 199 ≥ 200
Vena
Darah sewaktu Darah
(mg/dL) kapiler < 90 90 – 199 ≥ 200
Kadar glukosa Plasma < 100 100 – 125 ≥ 126
Vena
darah puasa Darah < 90 90 – 99 ≥ 100
(mg/dL) kapiler

Sumber : Perkeni, 2019


Menurut (Rudy dan Richard, 2022) uji diagnostik diabetes melitus
dilakukan pada sesorang yang menandakan adanya gejala dan tanda diabetes
melitus, sebaliknya pemeriksaan penyaring dilakukan untuk mengidentifikasi
yang tidak bergejala, yang memiliki resiko diabetes melitus. Serangkaian uji
diagnostik dilakukan untuk mengidentifikasi hasil pemeriksaan penyaring yang
positif dalam memastikan diagnosis definitif. Pemeriksaan penyaring biasa
dilakukan menggunakan pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar
glukosa darah puasa, selanjutnya bisa dilakukan Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO).

1.4.5 Komplikasi
Penyakit diabetes yang tidak ditanggulangi secara baik bisa menimbulkan
hiperglikemia yang pada waktu-waktu tertentu bisa menyebabkan komplikasi
berupa kerusakan pada sistem tubuh terutama pada sistem saraf dan pembuluh
darah. Penyakit diabetes melitus adalah salah satu faktor resiko yang
mengakibatkan timbulnya penyakit lain seperti jantung, stroke, neuropati,
retinopati, dan gagal ginjal. Seseorang yang menderita diabetes melitus cenderung
beresiko mengalami kematian dua kali lebih cepat dibandingkan dengan seseorang
yang bukan menderita penyakit diabetes melitus (Lemone dkk, 2020).
Komplikasi akut dari diabetes melitus meliputi hipoglkemia, hiperglikemia
dan ketoasidosis sedangkan untuk komplikasi kronis dari diabetes melitus secara
luas dikelompokan menjadi mikrovaskular dan makrovaskular, Komplikasi
14

mikrovaskuler meliputi neuropati, nefropati, dan retinopati, sedangkan komplikasi


makrovaskuler terdiri dari penyakit kardiovaskular, stroke, dan penyakit arteri
perifer (PAD). Kemudian ada komplikasi lain dari diabetes yang tidak dapat
dimasukkan ke dalam dua kategori yang disebutkan di atas seperti penyakit gigi,
penurunan resistensi terhadap infeksi, dan komplikasi kelahiran pada wanita
dengan diabetes gestasional (Aziz, 2018).
Kaki diabetik disertai ulkus meripakan salah satu komplikasi yang sering
terjadi pada penyandang diabetes. Ulkus kaki diabetik ialah luka kronik yang
terjadi pada bagian ekstermitas bawah (kaki) yang dapat meningkatkan mordibitas
serta mortalitas dan dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita diabetes. Ulkus
kaki diabetik disebabkan oleh kerusakan saraf yang menghambat peredaran aliran
darah bahkan ulkus kaki diabetik bisa disebabkan oleh kombinasi dari diatas
(Perkeni, 2019).

1.4.6 Penatalaksanaan
Menurut (Rosliana, 2022), penatalaksanaan baik secara medis maupun
keperawatan dilakukan untuk meningkatkan derajat kualitas hidup penderita
diabetes melitus, dalam proses penatalaksanaan secara umum mempunyai tujuan
jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek yaitu utnuk
memperbaiki kualitas hidup, meminimalisir risiko terjadinya komplikasi dan
mengurangi keluhan diabetes melitus, sedangkan tujuan jangka panjang yaitu
untuk mencegah dan menghambat progesivitas kerusakan pada pembuluh darah,
serta bertujuan untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas diabetes
melitus.
Dalam penatalaksanaan terhadap pasien diabetes melitus sering di kenal
dengan istilah 4 pilar sebagai acuan untuk mencegah ataupun untuk mengontrol
proses perjalanan penyakit dan terjadinya komplikasi, 4 pilar tersebut meliputi
edukasi, terapi nutrisi, aktivitas fisik dan terapi farmakologis. Selain itu, untuk
mengukur sejauh mana keberhasilan dalam proses penatalaksanaannya maka perlu
dilakukan pengontrolan kadar glukosa darah atau kadar hemoglobin yang
terglikosilasi (HbA1c) sebagai indikator penilaiannya (Putra, I. W. A., & Berawi,
2015 dalam kutipan Rosliana, 2022). Empat pilar dalam penatalaksanaan penyakit
15

diabetes melitus menurut (Hartanti et al., 2013 dalam Kutipan Rosliana, 2022)
meliputi :
1. Edukasi
Penyakit diabetes melitus tipe 2 biasanya sering terjadi pada orang- orang
dewasa hingga lansia, dimana dalam waktu-waktu tertentu akan membentuk
perubahan pada perilaku atau pola gaya hidup. Pengelolaan secara mandiri
sangat diperlukan bagi penderita diabetes terutama dalam mengoptimalisasi
dan berkontribusi secara aktif untuk mengubah perilaku yang tidak sehat.
Peran tenaga kesehatan sangat berpengaruh dalam mengubah perilaku
tersebut dalam mencapai keberhasilan maka diperlukan edukasi atau
pengetahuan, pengembangan ketrampilan (skill), perubahan perilaku dan
motivasi bagi penderita diabetes.
2. Terapi nutrisi
Terapi nutrisi atau manajemen dalam perencanaan pemberian makanan sangat
berpengaruh pada penyandang diabetes, dalam pemberian makan perlu
diperhatikan proporsi sesuai dengan keadaan individu yang mengalami
diabetes. Ketentuan yang harus diberikan dalam pemberian makanan harus
diperhatikan terkait keseimbangan komposisi dalam makanan yang meliputi
karbohidrat, protein, lemak dan lain-lain untuk mencukupi status gizi yang
baik.
3. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik sangat berpengaruh dalam proses penatalaksanaan diabetes
melitus yang berguna untuk memperbaiki sensivitas kinerja insulin. Aktifitas
fisik sederhana yang bisa dilakukan misalnya jalan kaki, bersepeda dan lain-
lain, dalam melakukan aktifitas fisik perlu disesuaikan dengan kondisi
masing-masing individu yang dapat disesuaikan dengan umur, kondisi
ekonomi, sosial dan budaya serta kondisi fisik.
4. Terapi famakologis
Setelah menerapkan pola nutrisi dan aktifitas fisik namun kadar glukosa
dalam darah belum mencapai target yang ditentukan maka diperlukan
penggunaan obat-obatan sesusai dengan indikasi dan dosis yang sudah
direncanakan atau ditentukan oleh tenaga ahli kesehatan.
16

1.5 Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus Tipe 2


2.2.1 Pengkajian keperawatan Menurut Rosliana (2022)
Pengkajian keperawatan dilakukan secara komprehensif meliputi
pengumpulan data, pola fungsional kesehatan menurut gordon dan pemeriksaan
fisik
1. Identitas pasien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat,
suku/bangsa, diagnosa medis dan lain sebagainya.
2. Keluhan utama
Biasanya keluhan yang sering di alami adanya nyeri pada luka atau pesendian,
badan lemas, luka yang tak kunjung sembuh, bau luka khas diabetes,
hambatan dalam aktivitas fisik.
3. Status kesehatan saat ini
Terkait kondisi yang sedang dialami karena penyakitnya seperti luka, rasa
nyeri, nafsu makan berkurang, dan infeksi pada tulang (osteomielitis) di area
luka.
4. Riwayat kesehatan lalu
Adanya riwayat penyakit terdahulu yang menyertainya yang terkait dengan
diabetes melitus seperti hipertensi dan lain sebagainya yang mempengaruhi
defisiensi insulin serta riwayat penggunaan obat- obatan yang biasa di
konsumsi penderita.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Berdasarkan riwayat keluarga penderita diabetes melitus biasanya
mempunyai faktor genetik dari salah satu keluarganya yang mempengaruhi
defiensi insulin seperti hipertensi.
6. Pola fungsional kesehatan
Pola fungsional kesehatan berdasarkan data fokus meliputi :
1) Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Terkait kondisi pasien dalam menyikapi kesehatannya berdasarkan tingkat
pengetahuan, perubahan persepsi, tingkat kepatuhan dalam menjalani
pengobatan dan pola mekanisme koping terhadap penyakitnya.
17

2) Pola nutrisi dan metabolisme


Efek dari defisiensi insulin akan menyebabkan beberapa kemungkinan
seperti polidipsi, polifagia, poliuria maka dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi serta dalam proses metabolisme akan mengalami beberapa
perubahan.
3) Pola eliminasi
Kadar gula yang terlalu tinggi menyebabkan penderita diabetes melitus
sering buang air kecil dengan jumlah urine yang melebihi batas normal.
4) Pola istirahat dan tidur
Pada penderita penyakit diabetes melitus biasanya mengalami
ketidaknyamanan dalam pola istirahat dan tidurnya karena diakibatkan
adanya tanda dan gejala dari penyakitnya sehingga harus beradaptasi
terkait dengan penyakitnya.
5) Pola aktivitas dan latihan
Akibat nyeri dan adanya luka pada kaki penderita diabetes melitus
menyebabkan adanya hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan
penderita cenderung mempunyai keterbatasan dalam mobilitas fisiknya di
karenakan kelemahan atau ketidakberdayaan akibat penyakitnya.
6) Pola Kognitif-Perseptual sensori
Pada penderita diabetes melitus cenderung mengalami beberapa
komplikasi pada penyakitnya yang mengakibatkan adanya perubahan
dalam persepsi dan mekanisme kopingnya.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
Penyakit diabetes melitus akan mengakibatkan perubahan pada fungsional
tubuh yang akan mempengaruhi gambaran diri atau citra diri pada individu
yang menderita diabetes.
8) Pola mekanisme koping
Akibat penyakit diabetes melitus yang menahun menyebabkan penyakit ini
akan menimbulkan permasalahan baru pada penderitanya termasuk pada
pola pemikiran dari adaptif akan menuju ke maladatif sehingga secara
otomatis akan mempengaruhi mekanisme koping.
18

9) Pola Seksual-Reproduksi
Penyakit diabetes yang menahun dapat menimbulkan kelainan pada organ
reproduksi, penurunan rangsangan dan gairah pada penderitanya.
10) Pola peran berhubungan dengan orang lain
Penderita diabetes yang mengalami luka yang tak kunjung sembuh akan
menyebabkan dirinya merasa minder atau merasa malu dan cenderung
akan menarik diri.\
11) Pola nilai dan kepercayaan
Akibat dari penyakit diabetes melitus dapat mempengaruhi fungsional
struktur tubuh sehingga dapat menyebabkan perubahan status kesehatan
pada penderita diabetes dan akan mempengaruhi perubahan dalam
pelaksanaan kegiatan dalam beribadah.
12) Pemeriksaan fisik Head to Toe
Suatu tindakan dalam memeriksa keseluruhan tubuh pasien dari ujung
kepala sampai dengan ujung kaki dengan menggunakan metode
pemeriksaan fisik yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi yang
bertujuan untuk menentukan status kesehatan pasien.

1.5.2 Diagnosa Keperawatan


Berikut ini adalah uraian dari masalah yang kemungkinan timbul bagi
penderita diabetes mellitus tipe 2 menurut Brunner and Suddarth (2016) sebagai
berikut:
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hipeglikemia
2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin
3. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
1.5.3 Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah perumusan
tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada pasien/klien
berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan pasien
dapat diatasi (Kusuma, 2019).
19

Tabel 2.3
Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1 Perfusi perifer tidak Tujuan: Edukasi Latihan Fisik
efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan hipeglikemia keperawatan selama 3x24 jam 1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
diharapkan perfusi perifer informasi.
meningkat, dengan kriteria hasil Terapeutik
sebagai berikut: 2) Sediakan materi dan media pendidikan
1) Denyut nadi perifer kesehatan.
meningkat 3) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
2) Warna kulit pucat menurun kesepakatan.
3) Edema perifer menurun 4) Berikan kesempatan untuk bertanya.
4) Nyeri ekstermitas menurun Edukasi
5) Kelemahan otot menurun 5) Jelaskan manfaat kesehatan dan efek
6) Kram otot menurun fisiologis olahraga.
7) Bruit femoralis menurun 6) Jelaskanjenis latihan yang sesuai dengan kondisi
8) Pengisian kapiler membaik kesehatan.
9) Tekanan darah sistolik 7) Jelaskan berapa kali dilakukan senam kaki, berapa
membaik lama waktunya dan berapa kali latihan yang
10) Tekanan darah diastolic dilakukan dalam program pelatihan senam kaki
membaik yang diinginkan.
11) Tekanan arteri rata-rata indeks 8) Ajarkan latihan pemanasan dan pendinginan yang
ankle brachial membaik tepat.
9) Ajarkan teknik pernapasan yang tepat untuk
memaksimalkan penyerapan oksigen selama
latihan fisik.
20

No SDKI SLKI SIKI


Perawatan Sirkulasi
Observasi
1) Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer,
edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-
brachialindex).
2) Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis.
Diabetes Melitus Tipe II, perokok, orang tua,
hipertensi dan kadar kolesterol tinggi).
3) Monitor panas, kemerahan, nyeri/ kesemutan,
atau bengkak pada ekstremitas. Terapeutik
4) Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi.
5) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet
pada area yang cedera.
6) Lakukan perawatan kaki dan kuku.
7) Lakukan hidrasi.
Edukasi
8) Anjurkan berhenti merokok.
9) Anjurkan olahraga rutin.
10) Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar.
11) Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
12) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. Rasa sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa).
21

No SDKI SLKI SIKI


2 Ketidakstabilan kadar glukosa Tujuan: Manajemen Hiperglikemi
darah berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi
resistensi insulin keperawatan selama 3x24 jam 1) Identifikasi kemungkinan penyebab
diharapkan ketidakstabilan hiperglikemia
kadar glukosa darah 2) Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
meningkat, dengan kriteria 3) Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
hasil sebagai berikut: 4) Monitor tekanan darah ortostatik dan
1) Kadar glukosa darah frekuensi nadi
membaik Terapeutik
2) Palpitasi membaik 5) Konsultasi dengan medis jika tanda dan
3) Perilaku membaik gejala hiperglikemia tetap ada atau
4) Jumlah urine membaik memburuk
5) Gemetar menurun Edukasi
6) Berkeringat menurun 6) Anjurkan menghindari olahraga saat kadar
7) Mulut kering menurun glukosa darah lebih dari 250 mg/dl
8) Rasa haus menurun 7) Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
9) Keluhan lapar menurun mandiri
10) Pusing menurun 8) Anjurkan kepatuhan diet dan olahraga
11) Mengantuk menurun Kolaborasi
9) Kolaborasi pemberian insulin jika perlu
Sumber : SDKI, SLKI, SIKI PPNI. 2018 Cetakan II
22

No SDKI SLKI SIKI


3 Defisit Pengetahuan Tujuan: Edukasi Kesehatan
berhubungan dengan kurang Setelah dilakukan tindakan Observasi
terpapar informasi keperawatan selama 3x24 jam 1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan
diharapkan tingkat menerima informasi
pengetahuan meningkat, 2) Identifikasi factor-faktor yang dapat
dnegan kriteria hasil sebagai meningkatkan dan menurunkan motivasi
berikut: perilaku hidup bersih dan sehat
1) Perilaku sesuai anjuran Terapeutik
meningkat 3) Sediakan materi dan media pendidikan
2) Kemampuan menjelaskan kesehatan
pengetahuan tentang DM 4) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
meningkat kesepakatan
3) Persepsi keliru terhadap 5) Berikan kesempatan untuk bertanya
amsalah menurun Edukasi
4) Perilaku membaik 6) Jelaskan factor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
7) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
8) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
Sumber : SDKI, SLKI, SIKI PPNI. 2018 Cetakan II
23

2.3 Konsep Pengukuran Ankle Brachial Index


2.3.1 Definisi
Ankle Brachial Index (ABI) adalah test skrining vascular non-invasive yang
cukup sederhana dengan mengukur rasio tekanan darah sistolik kaki (ankle) dengan
tekanan darah sistolik lengan (Brachial). Tekanan darah sistolik diukur dengan
menggunakan alat yang disebut simple hand held vascular droppler ultrasound
probe dan spygnomanometer. Pemeriksaan ABI memiliki sensitifitas 79% dan
spesifisitas 96% dalam mendiagnosis penyakit arteri perifer. Nilai ABI pada orang
sehat berkisar 0,91-1,4. Nilai ABI < 0,9 digunakan sebagai batas diagnosis penyakit
arteri perifer. Nilai ABI 0,4-0,9 menunjukkan adanya penyakit arteri ringan sampai
sedang, ABI ≤0,4 menunjukkan suatu arteri perifer berat. Pada kasus tertentu dimana
terdapat kekakuan vaskuler yang sering ditemukan pada DM dan pasien gagal ginjal,
nilai ABI ≥1,4, ABI < 0,50 memiliki resiko tinggi amputasi (Bahjatun & Supriatna,
2021).
ABI adalah parameter yang umumnya digunakan untuk evaluasi menyeluruh
status ekstermitas. ABI merupakan alat skrining kaki yang digunakan untuk
mendeteksi awal adanya neurovaskulopati diabetikum. Tes ini dengan mengukur
tekanan darah pada pergelangan kaki dan pada lengan saat klien istirahat. ABI
memiliki keterbatasan yaitu pemeriksaan yang tidak langsung menyimpulkan dengan
lokasi anatomi dari oklusi atau stenosis yang terjadi. Pengukuran ABI bertujuan
untuk mendeteksi adanya insufisiensi arteri sehingga dapat diketahui adanya
gangguan pada aliran darah menuju kaki, serta mendeteksi kemungkinan adanya
penyakit arteri perifer/ peripheral arteri disease (PAD) pada kaki. ABI digunakan
salah satunya untuk melihat hasil dari suatu intervensi (program exercise) (Bahjatun
& Supriatna, 2021). Peralatan yang dibutuhkan dalam pemeriksaan ABI yaitu,
droppler vascular, sphygmomanometer dan stetoskop (jika tidak tersedia droppler).

2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi ankle brachial index (ABI)


Prevalensi ABI yang rendah atau patologis meningkat pada subjek diabetes dan
berhubungan dengan usia, lamanya diabetes, dan jenis kelamin (Bahjatun &
Supriatna, 2021) yaitu sebagai berikut:
24

1. Usia
Kerentanan terhadap aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya
usia. Namun pada pasien diabetes melitus tipe II dengan onset terjadi di atas
umur 30 tahun, sering kali diantara usia 40-60 tahun, mengalami gangguan
tekanan darah oleh karena resistensi insulin. Makin bertambah usia, insulin pada
perempuan meningkat sedangkan pada laki-laki menurun. Resistensi insulin
menyebabkan gangguan metabolisme lemak yaitu dislipidemia, yang
mempercepat proses aterosklerosis dan berdampak terganggunya aliran darah
dan tekanan darah (Price & Wilson, 2006).
2. Jenis kelamin
Secara keseluruhan risiko aterosklerosis koroner lebih besar pada laki-laki dari
pada perempuan. Perempuan agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai
usia setelah menopause, tetapi pada pada kedua jenis kelamin pada usia 60-70an
frekuensi menjadi setara (Price & Wilson, 2006 dalam kutipan Bahjatun &
Supriatna, 2021). Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dan tekanan
darah pada anak laki-laki ataupun perempuan. Setelah pubertas, pria cenderung
memiliki bacaan tekanan darah lebih tinggi. Setelah menopause, perempuan
cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari pria pada usia tersebut
(Potter & Perry, 2005 Bahjatun & Supriatna, 2021).
3. Durasi penyakit diabetes melitus yang lama
Lama menderita diabetes melitus tipe II dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi. Penyebab yang spesifik dan patogenesis setiap komplikasi masih
terus diselidiki, namun peningkatan kadar glukosa darah tampaknya berperan
dalam proses terjadinya kelainan neuropatik, komplikasi mikrovaskuler dan
sabagai faktor risiko timbulnya komplikasi makrovaskuler. Komplikasi jangka
panjang tampak pada diabetes I dan II (Waspadji, 2010). Komplikasi terjadi
pada pasien yang menderita diabetes melitus rata-rata selama 5-10 tahun dengan
kadar gula darah yang tidak terkontrol yaitu dimana kadar gula darah sewaktu ≥
200 mg/dL dan kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dL (Be Healthy Enthusiast,
2012 Bahjatun & Supriatna, 2021).
25

1.5.4 Cara pengukuran ankle brachial index (ABI)


Cara pengukuran ankle brachial index (ABI) menurut Milne et al., (2003)
dalam kutipan (Bahjatun & Supriatna, 2021) yaitu dengan cara menganjurkan klien
untuk berbaring dalam posisi supine, pasang manset tekanan darah sekitar lengan
atas pasien, pasang gel ultrasonic, dengarkan doppler, dan kembangkan atau pompa
manset sampai suara doppler tidak muncul. Dengan perlahan kempiskan manset
sampai suara doppler terdengar. Ini merupakan tekanan brachial sistolik. Peroleh
tekanan brachial pada kedua lengan. Untuk menghitung indexnya, gunakan tekanan
yang lebih tinggi. Untuk tekanan pada pergelangan kaki (ankle), pasang
manset pada ekstremitas bawah di atas pergelangan kaki atau mata kaki, Pasang gel
ultrasonik pada dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior, Dengarkan doppler dan
kembangkan manset sampai suara doppler tidak terdengar. Dengan perlahan-lahan
kempiskan manset sampai suara doppler terdengar. Bunyi ini merupakan tekanan
pergelangan kaki atau ankle dan Kalkulasikan ABI sesuai rumus berikut :

ABI= Sistol Kaki

Sistol Lengan

1.5.5 Interpretasi nilai ankle brachial index (ABI)


Menurut Bahjatun & Supriatna (2021), interpretasi nilai ABI disajikan pada
tabel dibawah ini
Tabel 2.4
Interpretasi Nilai Ankle Brachial Index (ABI)

Nilai ABI Interprestasi


ABI > 1,3 Nilai abnormal, karena adanya kalsifikasi pada dinding pembuluh
darah pada pasien dengan diabetes.
ABI> 0,9 – 1,3 Batas normal
ABI < 0,6 – 0,8 Borderline perfusion / perbatasan perfusi
ABI < 0,5 Iskemia berat; penyembuhan luka tidak memungkinkan kecuali
terdapat revaskularisasi.
ABI < 0,4 Iskemia kaki kritis
Sumber : Bahjatun & Supriatna, 2021.
26

Tabel 2.5
Interpretasi Nilai Ankle Brachial Index (ABI)

Nilai ABI Interpretasi


> 1,31 Klasifikasi dinding pembuluh darah
0,91-1.31 Normal
0,70-0,90 PAD ringan
0,40-0,69 PAD sedang
≤ 0,40 PAD Berat
Sumber : Soyoye et al., (2016) dalam kutipan Bahjatun & Supriatna, (2021).
Adapun interpretasi nilai ABI yang digunakan pada penelitian ini adalah
interpretasi nilai ABI pada tabel 2. 4

1.5.6 Ankle brachial index (ABI) pada pasien diabetes melitus tipe II
Diabetes melitus tipe II adalah kondisi kronis yang terjadi akibat peningkatan
kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak bisa atau tidak cukup dalam
menghasilkan hormon insulin atau hormon insulin tidak bisa digunakan secara
efektif. Insulin adalah hormon penting yang diproduksi di kelenjar pankreas dan
bertugas mengedarkan glukosa dari peredaran darah ke sel tubuh dimana glukosa
diubah menjadi energi. Kurangnya insulin atau ketidakmampuan sel untuk merespon
insulin menyebabkan kadar glukosa darah tinggi, atau hiperglikemia, yang
merupakan ciri khas diabetes (IDF, 2019)
Diabetes mellitus tipe II akan menyebabkan terjadinya komplikasi apabila
tidak dikelola dengan baik. Pada penyandang DM tipe II dapat terjadi komplikasi
pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik
dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskular) berupa kelainan
pada retina mata, glomerolus ginjal, syaraf, dan pada otot jantung (kardiomiopati).
Pada pembuluh darah besar (makrovaskular), manifestasi komplikasi kronik DM
dapat terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung kororner) dan
pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa
kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran
kemih, tuberculosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang
menjadi ulkus atau gangren diabetes (Kemenkes RI, 2018).
27

Diabetes melitus menginduksi hiperkolesterolemia dan secara bermakna


meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis. Diabetes melitus juga
berkaitan dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah arteri
koroner,sintesis kolesterol, tigliserida, dan fosfolipid: peningkatan kadar LDL dan
kadar HDL yang rendah (Price & Wilson, 2006 dalam kutipan Aziz, 2018). Faktor
terpenting yang menyebabkan aterosklerosis adalah konsentrasi kolesterol yang
tinggi dalam plasma darah dalam bentuk lipoprotein berdensitas rendah yang tinggi
kolesterol ini ditingkatkan oleh beberapa faktor meliputi tingginya lemak jenuh
dalam diet sehari-hari, obesitas dan kurangnya aktivitas fisik. Dalam jumlah yang
kecil, konsumsi kolesterol yang berlebihan juga dapat meningkatkan kadar
lipoprotein berdensitas rendah dalam plasma (Perkemi, 2019).
Laju aliran darah melintasi suatu pembuluh berbanding lurus dengan gradient
tekanan dan berbanding terbalik dengan resistensi vaskuler (Sherwood, 2008).
Mengalirnya darah ke sistem arteri perifer, menjadikan kecepatan aliran darah
menurun karena percabangan yang progresif dan relatif meningkat pada luas
penampang percabangan pembuluh darah sehingga pada akhirnya menurunkan
kecepatan aliran darah (Price & Wilson, 2006 dalam kutipan Aziz, 2018). Laju aliran
darah menurun akan berdampak pada penurunan gradient tekanan darah, penurunan
gradient tekanan darah tersebut juga berdampak pada penurunan tekanan vena, yang
menyebabkan aliran balik vena menurun. Keadaan ini diperparah dengan adanya
penyempitan lumen darah akibat aterosklerosis (peningkatan resistensi vaskuler),
sehingga apabila tekanan darah di kaki dibandingkan dengan tekanan darah di lengan
pada pasien aterosklerosis maka tekanan darah di kaki pasti lebih rendah dari tekanan
darah lengan (Perkeni, 2019).
Pasien DM tipe II cenderung mengalami perubahan elastisitas kapiler
pembuluh darah, penebalan dinding pembuluh darah, dan pembentukan plak atau
thrombus yang disebabkan oleh keadaan hiperglikemia sehingga menyebabkan
vaskularisasi ke perifer terhambat (Yunita dkk, 2011). Hal ini menyebabkan pasien
DM cenderung memiliki nilai ankle brachial index (ABI) yang lebih rendah dari
rentang normal (0,9-1) (Laksmi dkk, 2013). Pasien DM tipe II umumnya mengalami
peningkatan insiden dan prevalensi bising karotis, intermittent claudication, tidak
adanya nadi pedis, dan penurunan nilai ankle brachial index (ABI) serta gangren
28

iskemik (Sudoyo dkk, 2006). Pada pasien yang mengalami gangguan peredaran
darah kaki maka akan ditemukan tekanan darah tungkai lebih rendah dibandingkan
tekanan darah lengan yang mengakibatkan nilai ankle brachiali index (ABI) menjadi
menurun. (Smeltzer & Bare, 2010 dalam kjtipan Supriyadi, 2017).

2.4 Buerger Allen Exercise


2.4.1 Definisi
Buerger Allen Exercise (BAE) adalah system latihanuntuk insufisiensi arteri
tungkai bawah, yang terdiri dari kaki elevasi, diikuti oleh kaki yang menjuntai atau
menggantung ditepi tempat tidur, dan posisi yang ketiga adalah posisi kaki horizontal
untuk beristirahat. Dapat disimpulkan buerger allen exercise adalah latihan khsusus
yang ditujukan untuk meningkatkan sirkulasi ke kaki dengan menggunakan
perubahan gravitasi pada posisi yang diterapkan dan muscle pump (Bahjatun &
Supriatna, 2021).

2.4.2 Tujuan Latihan


Buerger Allen Exercise dirancang untuk meningkatkan sirkulasi darah perifer,
meningkatkan aliran darah pada ekstermitas bawah, melalui perubahan posisi
ekstermitas. Latihan ini secara khusus dirancang untuk pasien yang mengalami
insufficiencies arteri ekstermitas bawah (Bahjatun & Supriatna, 2021).

2.4.3 Manfaat Latihan


Dibawah ini merupakan manfaat latihan buerger allen exercise menurut
Vijayabarathi, 2014 dalam kutipan Bahjatun (2021) yaitu sebagai berikut:
1. Meningkatkan kemampuan berjalan, mengurangi nekrosis, mengurangi vena
emboli, mengurangi nyeri, mengurangi pembengkakan, dan sianosis
2. Pencegahan penyakit pembuluh darah yang efektif untuk meningkatkan efisiensi
berjalan dan remodeling vaskuler pada pasien dengan diabetes mellitus
arteriosclerosis dengan klaudikasio
3. Efektif pada penyembuhan ulkus kaki diabetic
29

2.4.4 Cara Melaksanakan Latihan Buerger Allen Exercise


Menurut Bahjatun dan Supriatna (2021), tahapan pelaksanaan buerger allen
exercise yaitu dengan cara sebagai berikut:
1. Saat melakukan latihan Buerger Allen, penderita harus berbaring dalam posisi
terlentang selama ± 3 menit
2. Kemudian angkat kaki ke tempat yang lebih tinggi dengan sudut ± 45 selama ± 3
menit menggunakan bantal
3. Selanjutnya silahkan bangun dan duduk dipinggir tempat tidur dengan posisi
kaki menggantung. Kemudian tekuk kaki anda ke atas semaksimal mungkin dan
regangkan kaki anda ke arah bawah, lakukan gerakan tersebut selama kurang
lebih 3 menit.
4. Gerakan selanjutnya yaitu, gerakkan kaki anda selama 3 menit kearah samping
luar dan kearah samping dalam.
5. Kemudian tekuk jari-jari kaki anda ke bawah dan tarik jari-jari kaki anda ke atas,
lakukan gerakan tersebut selama kurang lebih 3 menit.
6. Setelah anda melakukan gerakan-gerakan tersebut, silahkan berbaring di tempat
tidur dengan menyelimuti seluruh kaki menggunakan selimut selama kurang
lebih 3 menit.
7. Latihan ini dapat dilakukan pada saat pagi hari atau sore hari sekitar pukul 04
dan 05 sore, dimana suhu tubuh dalam tingkat tertinggi akan menyebabkan otot-
otot dan sendi yang lebih siap untuk latihan karena prinsio buerger allen salah
satunya yaitu dengan menggunakan kontraksi otot. Intervensi dapat dilakukan
selama 6 hari sebanyak 6 kali dengan durasi 15 menut setiap pertemuan.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Desain Studi Kasus


Penulisan studi kasus ini menggunakan desain studi kasus. Studi kasus ini
berfokus pada Asuhan Keperawatan dengan Pemberian Buerger Allen Exercise untuk
Meningkatkan Perfusi Perifer Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas
Sungai Abang Kabupaten Tebo Tahun 2023.

3.2 Subjek Studi Kasus


Subjek dalam penelitian ini adalah 2 pasien dengan diabetes mellitus tipe 2
dengan kriteria sebagai berikut:
3.2.1 Kriteria Inklusi
1. Responden adalah pasien DM 2 dengan pengobatan teratur di Puskesmas Sungai
Abang
2. Responden berusia > 35 tahun
3. Responden dengan skor nilai ABI 0,4 – 0,89
4. Responden kooperatif untuk mengikuti intervensi yang telah disetujui bersama

3.2.2 Kriteria Eksklusi


1. Responden yang tidak mengikuti proses intervensi secara lengkap
2. Responden dengan nilai ABI kurang dari 0,4 dan atau lebih dari 1,3
3. Responden dengan diabetes mellitus dnegan komplikasi ulkus diabetikum
4. Responden dengan diabetes mellitus tipe 2 dengan fraktur/dislokasi didaerah
ekstermitas bawah
5. Responden yang mengalami tingkat kecemasan yang berlebih terhadap buerger
allen exercise

30
31

3.3 Tempat dan Waktu


Tempat penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sungai Abang Kabupaten
Tebo selama 6 hari yang dilakukan pada tanggal 06 s/d 12 Maret 2023 (Pasien 1) dan
tanggal 13 s/d 19 Maret 2023 (Pasien 2).

3.4 Tahap Pelaksanaan


3.4.1 Tahap Pra Pelaksanaan
1. Mengurus surat izin Penulisan ke bagian Prodi Ners Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan Jambi
2. Mengirimkan surat izin studi kasus ke Puskesmas Sungai Melakukan koordinasi
dengan berbagai pihak terkait

3.4.2 Tahap Pelaksanaan


1. Fase Orientasi
Dalam pelaksanaan Penulis mengunjungi responden yang dipilih sesuai kriteria
inklusi dan eksklusi, melakukan kontrak dengan pasien (memperkenalkan diri,
membina hubungan saling percaya, dan menjelaskan tentang tujuan, manfaat dan
prosedur Penulisan), meminta kesediaan untuk berpartisipasi dalam Penulisan
dengan menandatangani lembar persetujuan responden (Informed Consent),
pengumpulan data karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin riwayat
penyakit.
2. Fase Identifikasi
Pada fase ini peran perawat sebagai fasilitator yang memfasilitasi responden
dalam pelaksanaan intervensi buerger allen exercise dengan memberikan
penjelasan mengenai prosedur intervensi dan memberikan penjelasan tentang
kondisi pasien
3. Tahap Eksploitasi
Responden yang bersedia mengikuti Penulisan ini dan telah menandatangani
Informed Consent.
32

4. Fase Resolusi
1) Persiapan
a. Mempersiapkan peralatan untuk pelaksanaan intervensi yaitu
spymomanometer dan stetoskop untuk memperoleh skor ABI, dan
lembar observasi
b. Mempersiapkan instrumen pengukuran berupa format pengkajian,
penegakan diagnosa dengan menggunakan SDKI, SLKI dan SIKI dan
lembar observasi.
c. Mengkondisikan ruangan yang nyaman dengan memperhatikan
kebisingan, pendingin ruangan, cahaya lampu
d. Memposisikan pasien yang nyaman
2) Pelaksanaan
a. Perawat meminta persetujuan kepada pasien dan menandatangi Informed
Consent
b. Perawat terlebih dahulu menjelaskan tentang tujuan intervensi buerger
allen exercise
c. Perawat selanjutnya menjelaskan tentang prosedur intervensi yang akan
dilakukan, tujuan intervensi, manfaat intervensi serta menjelaskan waktu
pelaksanaan intervensi. Intervensi dilakukan selama 6 hari dilakukan
setiap pagi hari pukul. 09.00 wib (pasien 1) dan pukul 10.00 wib (pasien
2).
d. Sebelum dilakukan intervensi perawat mengkaji keluhan pasien dan
melakukakan pengkuran ABI.
e. Intervensi buerger allen exercise dilakukan sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan.
f. Evaluasi dilakukan setiap hari setelah dilakukan latihan buerger allen
exercise dan didokumentasikan dengan menggunakan lembar observasi.
33

3.5 Instrumen Pengumpulan Data


Alat dan bahan yang digunakan dalam studi kasus ini adalah
sphygmomanometer, stetoskop, droppler, Bantal untuk penyangga kaki pasien, dan
lembar observasi untuk mencatat hasil pengukuran nilai ABI selama dilakukan
intervensi Buerger Allen Exercise.

3.6 Prosedur Pengumpulan Data


3.6.1 Wawancara
Penulis melakukan wawancara langsung kepada pasien dan keluarga terkait
keluhan pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit masa lampau, riwayat
penyakit keluarga, dan riwayat alergi obat-obatan atau makanan.

3.6.2 Observasi
Penulis melakukan pengamatan secara langsung terhadap respon perilaku
pasien selama dilakukan intervensi buerger allen exercise yang meliputi
kemampuan fisik pasien pada saat dilakukan latihan (exercise) dan hasil pengukuran
nilai ABI.

3.6.3 Pemeriksaan Fisik


Penulis melakukan pemeriksaan fisik melalui teknik inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi yang dilakukan secara persistem untuk mengetahui kondisi pasien
sebelum dilakukan intervensi buerger allen exercise.

3.6.4 Studi Dokumentasi dan Kepustakaan


Studi kasus ini berfokus terhadap penerapan EBNP penerapan buerger allen
exercise pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Penulis menggunakan literature dari
berbagai sumber yaitu buku kesehatan, jurnal kesehatan, profil tahunan Puskesmas
Sungai Abang, dan medical record pasien DM tipe 2 yang melakukan pengobatan
secara rutin.
34

3.7 Pengolahan dan Penyajian Data


3.7.1 Data Reduction
Reduksi data merupakan proses dimana penulis melakukan Studi kasus
perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan, data hasil Studi kasus. Penulis melakukan
pemilahan data yang relevan dan bermakna, untuk disajikan dengan cara memilah
data yang pokok atau inti, memfokuskan pada data yang mengarah pada pemecahan
masalah dan memilih data yang mampu menjawab permasalahan Studi kasus
(Nursalam, 2019). Pada Studi kasus ini, dilakukan wawancara terhadap pasien dan
keluarga pasien untuk mendapatkan informasi yang sesuai dan yang diinginkan yaitu
mengenai DM tipe 2. Apabila ada data-data yang tidak sesuai dengan pembahasan
pada Studi kasus ini, maka penulis akan membuang bagian-bagian tersebut. Selain
itu, penulis juga membuat ringkasan tentang kondisi pasien dan membuang bagian-
bagian yang tidak penting sehingga dihasilkan gambaran yang fokus tentang masalah
kesehatan pasien.

3.7.2 Data Display


Penyajian data adalah sejumlah informasi yang tersusun dan memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan lebih lanjut.
Dengan melihat penyajian data, penulis dapat memahami apa yang sedang terjadi
dan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Penyajian data dalam Studi kasus ini
dilakukan dengan menyusun informasi-informasi tentang aktivitas yang dilakukan
oleh penderita DM tipe 2 sehingga data yang siap untuk disajikan yakni data yang
berkaitan atau sesuai dengan fokus Studi kasus tentang Asuhan Keperawatan dengan
Pemberian Buerger Allen Exercise untuk Meningkatkan Perfusi Perifer pada Pasien
Diabetes Mellitus di Puskesmas Sungai Abang Tahun 2023.

3.7.3 Conclusion Drawing


Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau memahami makna,
keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat atau proporsi. Kesimpulan yang
ditarik secara diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali sambil
melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih tepat. Selain itu
juga, dapat dilakukan dengan mendiskusikannya. Hal tesebut dilakukan agar data
35

yang diperoleh dan penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas sehingga
kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh.

3.8 Etika Studi Kasus


3.8.1 Anonymity
Dalam melakukan pengisian form informed consent dan form pengkajian
keperawatan medikal bedah identitias pasien dalam Studi kasus ini diberikan inisial nama
depan yang bertujuan memberikan jaminan kepada pasien terkait informasi yang diperoleh
hanya disajikan sebagai studi kasus dalam penerapan intervensi keparawatan dengan EBNP
agar tidak disalahgunakan.

3.8.2 Confidentiality
Penulis menjelaskan kepada pasien yang dijadikan sebagai responden studi kasus
bahwa informasi yang diperoleh akan dijaga kerahasiaannya, baik itu informasi dari pasien,
keluarga maupun data yang telah penulis peroleh terkait masalah kesehatan pasien.

3.8.3 Beneficience
Intervensi yang dilakukan bertujuan untuk memberikan manfaat pada pasien yaitu
untuk meningkatkan perfusi perifer pada pasien DM tipe 2.

3.8.4 Nonmaleficience
Prinsip yang bearti seseorang perawat dalam melakukan pelayanannya sesuai dengan
ilmu dan kiat keperawatan dengan tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis
pada pasien.

3.8.5 Justice
Dalam melakkan studi kasus ini penulis tidak membedakan jenis kelamin, suku atau
budaya, maupun agama asien dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
DM tipe 2.
BAB IV
LAPORAN STUDI KASUS

4.1 Pengkajian
4.1.1 Pasien 1
Pengkajian dilakukan pada tanggal 06 Maret 2023 Pukul 09.00 WIB di
Puskesmas Sungai Abang Kabupaten Tebo, hasil pengkajian didapatkan pada pasien
1 dengan identitas klien Ny. M usia 55 tahun, alamat Desa Aur Cino Kecamatan VII
Koto Kabupaten Tebo, agama islam, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan sebagai
Ibu Rumah Tangga. Identitas penanggung jawab pasien yaitu Tn. B yang merupakan
suami dari Ny. M usia 60 tahun alamat Desa Aur Cino Kecamatan VII Koto
Kabupaten Tebo, pendidikan terakhir SMA. Keluhan utama pasien saat pengkajian
pasien mengatakan kaki terasa kram dan sering mengalami kesemutan dan rasa kebas
pada kaki, edema ekstermitas (+) 1, disertai kepala terasa pusing, badan lemas, rasa
haus meningkat, mukosa mulut kering, frekuesni urine meningkat 8-8x/hari. Hasil
pemeriksaan GDS 424 mg/dl. Riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan dirawat
di Puskesmas Sungai Abang pada tanggal 05 Maret 2023 pada jam 08.00 WIB pasien
masuk dengan keluhan badan terasa lemas dan pusing. Pada saat dilakukan
pengkajian pasien mengatakan kepala masih terasa pusing, badan lemah dan letih,
pasien mengatakan mudah merasa haus, sering mengalami kesemutan pada kaki,
kram pada kaki, sering BAK di malam hari, pasien mengatakan nafsu makan
berkurang, pasien hanya menghabiskan ½ porsi diet yang diberikan dipuskesmas,
pasien tampak lesu dan aktivitas dibantu oleh keluarga.
Berdasarkan riwayat kesehatan dahulu pasien mengatakan suka
mengkonsumsi makanan yang bersantan, manis, dan pola makan tidak teratur. Pasien
rutin minum teh manis setiap pagi, kopi sekali-kali, dan minuman instan lainnya.
Pasien mengatakan mengalami Diabetes Melitus Tipe II sejak tahun 2014 dan pernah
dirawat dengan keluhan yang sama pada tahun 2014 (sekitar 8 tahun yang lalu).
Pasien mengatakan ayah pasien juga mengalami penyakit yang sama yaitu riwayat
diabetes. Tidak ada riwayat penyakit keturunan lainnya seperti hipertensi, Penyakit
jantung koroner, stroke dan lain-lainya. Selama dirawat pasien mendapakan diet

36
37

dari puskesmas, pasien hanya menghabiskan 1/2 porsi saja, sering merasa haus, BAK
lebih kurang 8-9 kali sehari. Pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien
didapatkan hasil kesadaran compementis, GCS : 15, tinggi badan 155 cm, berat
badan : 49 kg, nadi : 88x/menit, pernapasan : 18x/menit, tekanan darah : 120 / 87
mmHg, suhu : 36,5 C, nadi perifer teraba dan lemah, nilai ABI 0,56 mmHg.
Pemeriksaan pada ekstermitas atas : terpasang infus RL 8 jam/kolf di tangan kanan,
CRT <2 detik, akral teraba dingin, dan pada ekstermitas bawah : terdapat edema +1,
kaki sering merasa kebas dan kesemutan, tidak terdapat lesi, CRT <3 detik, turgor
kulit menurun, suhu kaki menurun, akral kaki teraba dingin. Hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan hemoglobin : 10,8 g/dl, leukosit: 7.300/mm3, GDS 424
mg/dl. Hematokrit 42%, trombosit 400.000 mm. Terapi pengobatan pada pasien
diberikan IVFD RL 8 jam/kolf, ranitidin 2 x 50 mg (IV), ceftriaxone 2 x 1gr (IV),
glibenamid 1x2,5mg (oral), metformin 2x500 mg (oral).

4.1.2 Pasien 2
Pengkajian dilakukan pada tanggal 13 Maret 2023 Pukul 09.30 dengan
identitas pasien 2 yaitu Ny.Y usia 58 tahun beragama Islam, suku indonesia, status
menikah, pekerjaan IRT dan alamat di desa Sungai Abang Kecamatan VII Koto
Kabupaten Tebo. Pasien datang kepoli lansia dengan keluhan kaki terasa kram dan
sering kesemutan, edema pada ekstermitas bawah, badan terasa lemas, kepala
pusing, wajah pucat, pasien memiliki riwayat diabetes mellitus lebih kurang 6 tahun
yang lalu, pasien melakukan kontrol ke puskesmas jika memiliki keluhan. Hasil
pemeriksaan GDS 356 mg/dl. Pasien juga mengatakan sudah sering dirawat di
Puskesmas dengan penyakit diabetes melitus di sekitar 1 tahun yang lalu. Pasien tidak
mempunyai riwayat merokok, dan alkohol, dan pasien juga tidak mempunyai
riwayat alergi.
Pada saat dilakukan pengkajian kebutuhan aktivitas/mobilisasi pasien
mengatakan badannya lemas, terdapat perasaan lemah otot, dan terdapat keterbatasan
pergerakan dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas seperti personal hygine. Hasil
pemeriksaan fisik tekanan darah 120/84 mmHg, nadi 89x/menit, pernafasan
28x/menit, suhu 36,50C, tingkat kesadaran composmentis (E4M6V5), keadaan umum
sedang. Frekuensi nadi dorsalis pedis 50x, Irama nadi lambat, lemah, tidak ada
38

distensi vena jugularis, terdapat edema di tungkai kanan, CRT <3 detik, turgor kulit
kering, warna kulit pucat, akral kaki teraba dingin, kekuatan otot 5/5/4/4. Hasil
pemeriksaan nilai ABI 0,58 mmHg. Pasien mendapatkan terapi oral yaitu metformin
2x500 mg, glibenamid 1x2,5 mg.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan hasil pengkajian dan data yang diperoleh dari pasien 1 dan pasien
2 maka dirumuskan masalah keperawatan utama adalah Perfusi perifer tidak efektif
berhubungan dengan hipeglikemia ditandai dengan pasien mengatakan kram pada
kaki, kaki sering terasa kebas dan kesemutan, adanya edema pada ekstermitas bawah,
CRT > 3 detik, indeks ankle brachial <0,90, warna kulit pucat, akral teraba dingin,
nadi perifer menurun, dan pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus tipe II.

4.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan disusun berdasarkan masalah keperawatan utama yang
ditemukan pada pasien 1 dan 2. Tujuan dan kriteria hasil ditentukan berdasarkan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Rencana tindakan keperawatan
disusun berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Perencanaan
mencakup 4 komponen tindakan yaitu observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi.
Perencanaan yang disusun berdasarkan masalah keperawatan utama yaitu Perfusi
perifer tidak efektif berhubungan dengan hipeglikemia. Tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 6 kali kunjungan diharapkan perfusi perifer
meningkat, dengan kriteria hasil denyut nadi perifer meningkat, warna kulit pucat
menurun, edema perifer menurun, nyeri ekstermitas menurun, kelemahan otot
menurun, kram otot menurun, pengisian kapiler membaik, tekanan darah sistolik
membaik, tekanan darah diastolic membaik, tekanan arteri rata-rata indeks ankle
brachial membaik. Intervensi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan masalah
keperawatan utama yaitu edukasi latihan fisik dengan EBNP Buerger Allen Exercise
meliputi sebagai berikut:
1) Observasi
(1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.
39

2) Terapeutik
(1) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan.
(2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan.
(3) Berikan kesempatan untuk bertanya.
3) Edukasi
(1) Jelaskan manfaat kesehatan dan efek fisiologis olahraga.
(2) Jelaskan jenis latihan yang sesuai dengan kondisi kesehatan yaitu dengan
penerapan EBNP Buerger Allen Exercise
(3) Identifikasi kesiapan dan kemampuan pasien menerima informasi,
(4) Ukur nilai ABI (Anckle Brachial Index),
(5) Jelaskan jenis latihan yang sesuai dengan kondisi kesehatan yaitu dengan Buerger
Allen Exercise,
(6) Melakukan latihan Buerger Allen sesuai dengan Standar Operasional Prosedur

4.4 Implementasi Keperawatan


4.4.1 Pasien 1
Tindakan Keperawatan
Pasien 1 Pasien 2
Tanggal 06 Maret 2023/ 09.00 Tanggal 13 Maret 2023/ 09.00
1. Melakukan pengukuran tanda – 1. Melakukan pengukuran tanda –
tanda vital tanda vital
R: TD 120/87 mmHg, N R: TD 110/70 mmHg, N
86x/menit, RR 18x/menit, s: 88x/menit, RR 28x/menit, s:
36,5C 36,5C
2. Mengukur nilai ABI 2. Mengukur nilai ABI
R: 0,59 mmHg R: 0,58 mmHg
3. Mengajarkan pasien latihan fisik 3. Mengajarkan pasien latihan fisik
buerger allen exercise buerger allen exercise
R: pasien mampu melakukan R: pasien mampu melakukan
latihan dengan bantuan perawat latihan dengan bantuan perawat
4. Mengkaji kekuatan tonus otot 4. Mengkaji kekuatan tonus otot
ekstermitas bawah ekstermitas bawah
R: kekuatan tonus otot 4/4 R: kekuatan tonus otot 4/4
5. Mengkaji keluhan nyeri pasien 5. Mengkaji keluhan nyeri pasien
R: pasien mengatakan pusing R: pasien mengatakan pusing
dan badan terasa lemas dan badan terasa lemas
6. Mengkaji keluhan nyeri pada 6. Mengkaji keluhan nyeri pada
ekstermitas bawah ekstermitas bawah
R : pasien mengatakan kaki nyeri R : pasien mengatakan kaki nyeri
40

dan terasa berat sering merasa dan terasa berat sering merasa
kebas dan kesemutan, akral kebas dan kesemutan, akral
teraba dingin, edema +1, CRT < teraba dingin, edema CRT < 3
3 detik detik
7. Memonitor kadar glukosa darah 7. Memonitor kadar glukosa darah
R: GDS : 389 mg/dl R: GDS : 356 mg/dl
8. Memonitor tanda dan gejala 8. Memonitor tanda dan gejala
hiperglikemia hiperglikemia
R : pasien mengatakan badan R : pasien mengatakan badan
terasa lemas, dan sering merasa terasa lemas, mukosa bibir
haus, sering BAK dimalam hari, kering, BAK 5-6x/hari
BAK 7-8x/hari, mukosa mulut 9. Melakukan kolaborasi dengan
kering dokter dalam pemberian therapy
9. Melakukan kolaborasi dengan R:
dokter dalam pemberian therapy Metformin tablet 2x500 mg
R: Gliben tablet 1x2,5 mg
Metformin tablet 2x500 mg
Gliben tablet 1x2,5 mg
Inj. Ceftriaxone 2x1gr (IV)
Inj. Ranitidine 2x50 mg (IV)

Tanggal 07 Maret 2023/ 09.00 Tanggal 14 Maret 2023/ 09.00


1. Melakukan pengukuran tanda – 1. Melakukan pengukuran tanda –
tanda vital tanda vital
R: 120/80 mmHg, nadi R: TD 110/80 mmHg, N
83x/menit, S 36c, RR 22x/menit 88x/menit, RR 24x/menit, s:
2. Mengukur nilai ABI 36’C
R: 0,56 mmHg (sedang) 2. Mengukur nilai ABI
3. Mengajarkan pasien latihan fisik R: 0,58 mmHg
buerger allen exercise 3. Mengajarkan pasien latihan fisik
R: pasien mmapu melakukan buerger allen exercise
latihan dengan bantuan perawat, R: pasien mampu melakukan
4. Mengkaji kekuatan tonus otot latihan dengan bantuan perawat
ekstermitas bawah 4. Mengkaji kekuatan tonus otot
R : kekuatan tonus otot 4/4 ekstermitas bawah
5. Mengkaji keluhan nyeri pada R: kekuatan tonus otot 4/4
ekstermitas bawah 5. Mengkaji keluhan nyeri pasien
R pasien mengatakan masih R: pasien mengatakan pusing
terasa nyeri dan kebas pada dan badan terasa lemas
ekstermitas bawah, edema +1, 6. Mengkaji keluhan nyeri pada
akral dingin pada ekstermitas ekstermitas bawah
bawah, R : pasien mengatakan kaki nyeri
6. Memonitor kadar glukosa darah dan terasa berat sering merasa
GDS: 355 mg/dl kebas dan kesemutan, akral
7. Memonitor tanda dan gejala teraba dingin, edema CRT < 3
hiperglikemia detik
R: pasien mengatakan badan 7. Memonitor tanda dan gejala
terasa lemas, lesu, sering BAK hiperglikemia
41

dimalam hari, frekuensi BAK 7- R : pasien mengatakan badan


8x/hari terasa lemas, mukosa bibir
kering, BAK 5-6x/hari

Tanggal 08 Maret 2023/ 09.00 Tanggal 15 Maret 2023/ 09.00


1. Melakukan pengukuran tanda – 1. Melakukan pengukuran tanda –
tanda vital tanda vital
R: 110/80 mmHg, nadi R: TD 110/70 mmHg, N
85x/menit, RR 22x/menit, S 36’c 85x/menit, RR 24x/menit, s:
2. Mengukur nilai ABI 36’C
R : 0,58 mmHg ( sedang) 2. Mengukur nilai ABI
3. Mengajarkan pasien latihan fisik R: 0,62 mmHg
buerger allen exercise 3. Mengajarkan pasien latihan fisik
4. Mengkaji kekuatan tonus otot buerger allen exercise
ekstermitas bawah R: pasien mampu melakukan
R: kekuatan tonus otot 4/4 latihan dengan bantuan perawat
5. Mengkaji keluhan pasien 4. Mengkaji kekuatan tonus otot
R: pasien mengatakan pusing ekstermitas bawah
berkurang R: kekuatan tonus otot 5/5
6. Mengkaji keluhan nyeri pada 5. Mengkaji keluhan nyeri pasien
ekstermitas bawah R: pasien mengatakan pusing
R: kaki terasa kebas berkurang, dan lemas berkurang
edema +1, akral dingin, CRT< 3 6. Mengkaji keluhan nyeri pada
detik ekstermitas bawah
7. Memonitor tanda dan gejala R : pasien mengatakan kaki nyeri
hiperglikemia berkurang rasa kesemutan
R: pasien mengatakanbadan berkurang , akral teraba dingin
masih terasa lemas, sering berkurang , edema berkurang,
merasa haus, mukosa bibir CRT < 2 detik
kering, BAK 6-7x/hari 7. Memonitor kadar glukosa darah
R: GDS : 275 mg/dl
8. Memonitor tanda dan gejala
hiperglikemia
R : pasien mengatakan badan
terasa lemas, berkurang, mukosa
bibir lembab, frekuesni BAK
menurun

Tanggal 09 Maret 2023/ 09.00 Tanggal 16 Maret 2023/ 09.00


1. Melakukan pengukuran tanda – 1. Melakukan pengukuran tanda –
tanda vital tanda vital
R: TD 110/70 mmhg, Nadi R: TD 110/80 mmHg, N
86x/menit, RR 23x/menit, S 36’c 80x/menit, RR 22x/menit, s:
2. Mengukur nilai ABI 36’C
R 0,63 (sedang) 2. Mengukur nilai ABI
3. Mengajarkan pasien latihan fisik R: 0,67 mmHg
buerger allen exercise 3. Mengajarkan pasien latihan fisik
R: pasien mampu melakukan buerger allen exercise
42

latihan secara mandiri R: pasien mampu melakukan


4. Mengkaji kekuatan tonus otot latihan dengan bantuan perawat
ekstermitas bawah 4. Mengkaji kekuatan tonus otot
R: 4/5 ekstermitas bawah
5. Mengkaji keluhan nyeri pada R: kekuatan tonus otot 5/5
ekstermitas bawah 5. Mengkaji keluhan nyeri pasien
R: rasa kebas dan kesemutan R: pasien mengatakan pusing
dikaki berkurang, akral teraba hilang dan lemas berkurang
dingin berkurang , edema pada 6. Mengkaji keluhan nyeri pada
ekstermitas bawah berkurang, ekstermitas bawah
CRT <2 detik R : pasien mengatakan kaki nyeri
6. Memonitor kadar glukosa darah berkurang rasa kesemutan
GDS: 285 mg/dl berkurang , akral teraba hangat ,
7. Memonitor tanda dan gejala edema berkurang, CRT < 2 detik
hiperglikemia
R: mukosa bibir kering menurun,
rasa haus menurun, BAK 6-
7x/hari

Tanggal 10 Maret 2023/ 09.00 Tanggal 17 Maret 2023/ 09.00


1. Melakukan pengukuran tanda – 1. Melakukan pengukuran tanda –
tanda vital tanda vital
R: TD 110/70 mmHg, Nadi R: TD 120/70 mmHg, N
85x/menit, RR 24x/menit, S 80x/menit, RR 22x/menit, s:
36’C 36’C
2 Mengukur nilai ABI 2. Mengukur nilai ABI
R: 0,65 mmHg (sedang) R: 0,69 mmHg
3 Mengajarkan pasien latihan fisik 3. Mengajarkan pasien latihan fisik
buerger allen exercise buerger allen exercise
R: pasien mampu mempraktekkan R: pasien mampu melakukan
latihan secara maandiri latihan dengan bantuan perawat
4 Mengkaji kekuatan tonus otot 4. Mengkaji keluhan nyeri pada
ekstermitas bawah ekstermitas bawah
R:kekuatan tonus otot ekstermitas R : pasien mengatakan tidak ada
bawah 4/5 nyeri pada kaki dan rasa kebas
5 Mengkaji keluhan nyeri pada hilang,, akral teraba hangat ,
ekstermitas bawah edema tidak ada, CRT < 2 detik
R : rasa nyeri berkurang, edema
berkurang, CRT<2 detik, akral
teraba hangat
6 Memonitor tanda dan gejala
hiperglikemia
R: k/u sedang, lemas
berkurang, mukosa bibir
kering berkurang, BAK 5-
6x/hari, rasa hau berkurang
43

Tanggal 11 Maret 2023/ 09.00 Tanggal 18 Maret 2023/ 09.00


1. Melakukan pengukuran tanda – 1. Melakukan pengukuran tanda –
tanda vital tanda vital
R: TD : 110/70 mmHg, nadi R: TD 120/80 mmHg, N
84x/menit, RR 24x/menit, S 80x/menit, RR 22x/menit, s:
36’C 36’C
2. Mengukur nilai ABI
R: 0,68 mmHg (sedang) 2. Mengukur nilai ABI
3. Mengajarkan pasien latihan fisik R: 0,72 mmHg
buerger allen exercise 3. Mengajarkan pasien latihan fisik
R: pasien mampu melakukan buerger allen exercise sesuai
latihan secara mandiri SOP
4. Mengkaji kekuatan tonus otot R: pasien mampu melakukan
ekstermitas bawah latihan dengan bantuan perawat
R: kekuatan tonus otot 5/5 4. Memberikan edukasi kepada
5. Mengkaji keluhan nyeri pada pasien dan keluarga tentang
ekstermitas bawah upaya penatalaksanaan DM
R: nyeri pada kaki berkurang, R: pasien dan keluarga mengerti
tidak ada edema pada
ekstermitas, akral teraba hangat,
CRT < 2 detik
6. Memonitor kadar glukosa darah
R: GDS 186 mg/dl
7. Memonitor tanda dan gejala
hiperglikemia
R: mukosa bibir lembab, rasa
haus menurun, jumlah urin
menurun, BAK 5-6x/hari
8. Memberikan edukasi kepada
pasien dan keluarga tentang
penatalaksanaan DM
R: pasien dan keluarga mengerti
tentang penatalaksanaan DM

Tanggal 12 Maret 2023/ 09.00 Tanggal 19 Maret 2023/ 09.00


1. Melakukan pengukuran tanda – 1. Melakukan pengukuran tanda –
tanda vital tanda vital
R: TD : 110/80 mmHg, nadi R: TD 110/84 mmHg, N
83x/menit, RR 24x/menit, S 80x/menit, RR 22x/menit, s:
36’C 36’C
2. Mengukur nilai ABI 2. Mengukur nilai ABI
R: 0,72 mmHg (ringan) R: 0,77 mmHg
3. Mengajarkan pasien latihan fisik 3. Mengajarkan pasien latihan fisik
buerger allen exercise buerger allen exercise sesuai
R: pasien mampu melakukan SOP
latihan secara mandiri R: pasien mampu melakukan
4. Mengkaji kekuatan tonus otot latihan dengan bantuan perawat
ekstermitas bawah
44

R: kekuatan tonus otot 5/5


5. Mengkaji keluhan nyeri pada
ekstermitas bawah
R: nyeri pada kaki berkurang,
tidak ada edema pada
ekstermitas, akral teraba hangat

4.5 Evaluasi Keperawatan


4.5.1 Pasien 1
Kondisi pasien sebelum dilakukan intervensi Buerger Allen Exercise pasien
mengeluh sering merasa kram, kesemutan pada kaki, badan terasa lemas, warna kulit
pada ekstermitas bawah pucat, edema esktermitas +1, CRT 3 detik, nilai sistolik
arteri brachialis pada lengan kanan tertinggi 120 mmHg, dan nilai sistolik tertinggi
dari arteri dorsalis pedis posterior 68 mmHg dengan nilai ABI 0,56 (sedang).
Evaluasi kunjungan 1 dilakukan pada tanggal 07 Maret 2023 jam 09.00 WIB pasien
mengatakan badan masih terasa lemas, pusing, nyeri pada kaki masih terasa, sering
merasa kesemutan dan kram pada kaki, edema esktermitas , CRT <3 detik, nilai
sistolik arteri brachialis pada lengan kanan tertinggi 120 mmHg, dan nilai sistolik
tertinggi dari arteri dorsalis pedis posterior 68 mmHg dengan nilai ABI 0,56
(sedang). Evaluasi kunjungan 2 dilakukan pada tanggal 08 Maret 2023 jam 09.00
WIB pasien mengatakan badan masih terasa lemas, pusing berkurang, nyeri pada
kaki masih terasa, sering merasa kesemutan dan kram pada kaki, edema esktermitas ,
CRT <3 detik, nilai sistolik arteri brachialis pada lengan kiri tertinggi 120 mmHg,
dan nilai sistolik tertinggi dari arteri dorsalis pedis posterior 70 mmHg dengan nilai
ABI 0,58 (sedang). Evaluasi kunjungan 3 dilakukan pada tanggal 09 Maret 2023 jam
09.00 WIB pasien mengatakan badan masih terasa lemas, pusing berkurang, nyeri
pada kaki masih terasa, sering merasa kesemutan dan kram pada kaki, edema
esktermitas berkurang, CRT <3 detik, nilai sistolik arteri brachialis pada lengan kiri
tertinggi 110 mmHg, dan nilai sistolik tertinggi dari arteri dorsalis pedis posterior 70
mmHg dengan nilai ABI 0,63 (sedang). Evaluasi kunjungan 4 dilakukan pada tanggal
10 Maret 2023 jam 09.00 WIB pasien mengatakan badan lemas berkurang, pusing
berkurang, nyeri pada kaki masih terasa, kesemutan dan kram pada kaki berkurang,
edema esktermitas berkurang, CRT <3 detik, nilai sistolik arteri brachialis pada
lengan kiri tertinggi 110 mmHg, dan nilai sistolik tertinggi dari arteri dorsalis tibialis
45

posterior 72 mmHg dengan nilai ABI 0,65 (sedang). Evaluasi kunjungan 5 dilakukan
pada tanggal 11 Maret 2023 jam 09.00 WIB pasien mengatakan badan lemas
berkurang, pusing berkurang, nyeri pada kaki masih terasa, kesemutan dan kram
pada kaki berkurang, edema esktermitas berkurang, CRT <3 detik, nilai sistolik arteri
brachialis pada lengan kiri tertinggi 110 mmHg, dan nilai sistolik tertinggi dari arteri
dorsalis tibialis posterior 75 mmHg dengan nilai ABI 0,68 (sedang). Dan Evaluasi
kunjungan 6 dilakukan pada tanggal 12 Maret 2023 jam 09.00 WIB pasien
mengatakan badan lemas berkurang, pusing berkurang, kram pada kaki berkurang,
tidak ada edema ekstermitas, CRT <2 detik, nilai sistolik arteri brachialis pada lengan
kanan tertinggi 110 mmHg, dan nilai sistolik tertinggi dari arteri dorsalis tibialis
posterior 80 mmHg dengan nilai ABI 0,62 (Ringan).

4.5.2 Pasien 2
Kondisi pasien sebelum dilakukan intervensi Buerger Allen Exercise pasien
mengeluh kaki terasa kram dan sering kesemutan, badan terasa lemas, kepala pusing,
wajah pucat, pasien memiliki riwayat diabetes mellitus lebih kurang 6 tahun yang
lalu, hasil pemeriksaan GDS 356 mg/dl, warna kulit pada ekstermitas bawah pucat,
edema esktermitas, ekestermitas bawah CRT <3 detik, nilai sistolik arteri brachialis
pada lengan kanan tertinggi 120 mmHg, dan nilai sistolik tertinggi dari arteri dorsalis
pedis posterior 70 mmHg dengan nilai ABI 0,58 (sedang).
Evaluasi kunjungan 1 dilakukan pada tanggal 14 Maret 2023 jam 09.00 WIB
pasien mengatakan kram pada kaki, kaki sering terasa kebas pada pagi hari, badan
lemas, edema esktermitas, CRT <3 detik, nilai sistolik arteri brachialis pada lengan
kanan tertinggi 120 mmHg, dan nilai sistolik tertinggi dari arteri dorsalis pedis
posterior 75 mmHg dengan nilai ABI 0,62 (sedang). Evaluasi kunjungan 2 dilakukan
pada tanggal 15 Maret 2023 jam 09.00 WIB pasien mengatakan kram pada kaki
sedikit berkurang, kaki sering terasa kebas pada pagi hari masih terasa, badan lemas,
edema esktermitas, CRT <3 detik, nilai sistolik arteri brachialis pada lengan kanan
tertinggi 120 mmHg, dan nilai sistolik tertinggi dari arteri dorsalis pedis posterior 75
mmHg dengan nilai ABI 0,62 (sedang). Evaluasi kunjungan 3 dilakukan pada tanggal
16 Maret 2023 jam 09.00 WIB pasien mengatakan kram pada kaki berkurang, kaki
sering terasa kebas pada pagi hari masih terasa, edema esktermitas, CRT <2 detik,
46

nilai sistolik arteri brachialis pada lengan kanan tertinggi 115 mmHg, dan nilai
sistolik tertinggi dari arteri dorsalis pedis posterior 78 mmHg dengan nilai ABI 0,67
(sedang). Evaluasi kunjungan 4 dilakukan pada tanggal 17 Maret 2023 jam 09.00
WIB pasien mengatakan kram pada kaki berkurang, kaki kebas pada pagi hari
berkurang , edema esktermitas (-), CRT <2 detik, nilai sistolik arteri brachialis pada
lengan kanan tertinggi 115 mmHg, dan nilai sistolik tertinggi dari arteri dorsalis
pedis posterior 80 mmHg dengan nilai ABI 0,69 (sedang). Evaluasi kunjungan 5
dilakukan pada tanggal 18 Maret 2023 jam 09.00 WIB pasien mengatakan kram pada
kaki berkurang, kaki kebas pada pagi hari berkurang , tidak ada edema esktermitas,
CRT <2 detik, nilai sistolik arteri brachialis pada lengan kiri tertinggi 110 mmHg,
dan nilai sistolik tertinggi dari arteri dorsalis pedis posterior 80 mmHg dengan nilai
ABI 0,72 (ringan). Evaluasi kunjungan 6 dilakukan pada tanggal 19 Maret 2023 jam
09.00 WIB pasien mengatakan kram pada kaki berkurang, kaki kebas pada pagi hari
berkurang , tidak ada edema esktermitas, CRT <2 detik, nilai sistolik arteri brachialis
pada lengan kiri tertinggi 110 mmHg, dan nilai sistolik tertinggi dari arteri dorsalis
pedis posterior 88 mmHg dengan nilai ABI 0,77 (ringan).

4.6 Hasil Evidance Based Nursing Practice (EBNP)


Tabel 4.1
Evaluasi Pengukuran Anckle Brachial Index (ABI)
dengan Penatalaksanaan Buerger Allen Exercise
Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II

Kunjungan Pasien 1 Pasien 2

Nilai ABI Kategori Nilai ABI Kategori


Ke 1 0,56 mmHg Sedang 0,58 mmHg Sedang
Ke 2 0,58 mmHg Sedang 0,62 mmHg Sedang
Ke 3 0,63 mmHg Sedang 0,57 mmHg Sedang
Ke 4 0,65 mmHg Sedang 0,69 mmHg Sedang
Ke 5 0,68 mmHg Sedang 0,72 mmHg Ringan
Ke 6 0,72 mmHg Ringan 0,77 mmHg Ringan
47

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan hasil penerapan Evidance Based Nursing


Practice (EBNP) yang dilakukan pada pasien 1 dan pasien 2 adalah sebagai beikut:
1. Pada pasien 1 terlihat peningkatan nilai ABI lebih lama yaitu meningkat pada
kunjungan ke 6 setelah dilakukan EBNP dengan Buerger Allen Exercise selama
6 hari, sebelum dilakukan intervensi dengan nilai ABI 0,58 (sedang) dan setelah
dilakukan intervensi dengan nilai ABI 0,77 (ringan).
2. Pada pasien 2 terlihat peningkatan nilai ABI lebih cepat pada kunjungan ke 5
setelah dilakukan EBNP buerger Allen Exercise selama 6 hari, sebelum
dilakukan intervensi dengan nilai ABI 0,68 (sedang) dan setelah dilakukan
intervensi terjadi peningkatan yaitu 0,77 (ringan).
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Analisis dan Diskusi Hasil


5.1.1 Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien 1 dan II dengan diagnosa medis
diabetes mellitus tipe II memiliki keluhan utama yang sama yaitu adanya kram pada
kaki, dan sering merasa kebas dan kesemutan, kulit tampak pucat, dan badan lemas.
Pada pasien 1 hampir menunjukkan semua tanda dan gejala pada pasien diabetes
mellitus tipe II sedangkan pada pasien 2 i tidak menujukan semua tanda gejala
yang dirasakan pasien DM Tipe II. Pada pasien 2 hanya merasakan beberapa tanda
dan gejala seperti kesemutan/kebas, badan terasa lemah. Hal ini terjadi karena setiap
tanda dan gejala yang ditimbulkan pasien berbeda, bergantung pada kondisi klinis
pasien. Sesuai teori yang yang dikemukan oleh (Fitriyanti dkk, 2019) beberapa gejala
DM tipe 2 yaitu sering berkemih (poliuria), meningkatnya rasa haus (polidipsia),
banyak makan (polifagia), kehilangan berat badan secara drastis, pandangan kabur,
dan merasa kelelahan (fatigue), selain itu ditandai dengan sering buang air kecil pada
malam hari (nokturia) dan lesu (lethargy).
Hasil pengkajian menunjukkan adanya rasa kesemutan/kebas pada pasien 1 dan
pasien 2, hal ini terjadi karena hiperglikemia pada penderita DM mempengaruhi
terjadinya fleksibilitas sel darah merah yang melepas O2, sehingga O2 dalam darah
berkurang dan terjadi hipoksia perifer yang menyebabkan perfusi jaringan tidak
efektif (Aziah dan Supriyanti, 2019). Ketidakefetifan perfusi jaringan perifer ini pada
pasien DM Tipe 2 dapat menyebabkan rasa kesemutan yang sering timbul, hal ini
berkaitan sirkulasi darah perifer menurun hingga ke serabut saraf, sedangkan untuk
keluhan kelelahan/fatigue, lesu/lethargy pada kedua pasien dapat terjadi karena
defisiensi insulin yang menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun,
sehingga kadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia). Glukosa yang hilang
melalui urin dan resistensi insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang diubah
menjadi energi sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai
kompensasi terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan

48
49

mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut (Arif T,
2020).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien 1 dan pasien 2 hanya
pemeriksaan laboratorium, dimana hasil laboratorium GDS pada pasien 1 didapatkan
424 mg/dl, sedangkan pada pasien 2 didaptakan hasil GDS 356 mg/dl. Pemeriksaan
ini sama dengan tinjauan teoriritis prinsippenatalaksanaan keperawatan antara teoritis
dan kasus untuk menegakan diagnosa medis. Pemeriksaan Diagnostik lain yang
seharusnya dilakukan untuk pasien diabetes melitus antara lain pemeriksaan fisik,
pemeriksaan vaskuler yang terdiri dari pemeriksaan radiologi; yang meliputi : gas
subkutan, adanya benda asing, osteomelietus (Smelzer and Bare, 2008).

5.1.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan objektif
yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis
keperawatan. Diagnosis keperawatan melibatkan proses berfikir kompleks tentang
data yang dikumpulkan dari pasien, keluarga, rekam medik dan pemberian
pelayanan kesehatan yang lain. Komponen-komponen dalam pernyataan diagnosis
keperawatan meliputi masalah (problem), penyebab (etiologi), tanda dan gejala (sign
and symptom).
Berdasarkan hasil pengkajian pada kedua pasien ditemukan keluhan utama
yaitu kram pada kaki, kesemutan/kebas pada kaki, yang ditandai dengan akral kaki
teraba dingin, kulit sekitar kaki tampak pucat, nadi dorsalis pedis lemah/tidak
teraba, CRT <3 detik, turgor kulit kering dan terdapat edema pada kaki, nilai ABI
<0,90. Sehingga diperoleh diagnosa utama yang terjadi pada kasus adalah perfusi
perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia, sesuai dengan beberapa
kriteria yang disyaratkan pada diagnosa tersebut. Sehingga pada studi kasus ini tidak
ada kesenjangan antara laporan kasus dan teori. Penulis memprioritaskan diagnosa
perfusi perifer tidak efektif karena pasien yang mengalami kesemutan/kebas pada
kaki perlu ditangani secara cepat dan seoptimal mungkin, karena jika tidak ditangani
dengan benar maka dapat menyebabkan komplikasi yang berat yaitu ulkus
diabetik yang membuat penderita tidak mampu lagi beraktivitas atau bekerja
seperti biasa (Lamkang dkk, 2017).
50

5.1.3 Intervensi keperawatan


Berdasarkan tahap perencanaan penulis mengacu pada perencanaan yang
terdapat di landasan teoritis di mana perencanaan di bagi menjadi 3 tahap yaitu
menentukan prioritas masalah, menentukan tujuan, menentukan kriteria hasil dan
merencanakan tindakan keperawatan berdasarkan Standar Intrvensi Keperawatan
Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) prinsip secara
umum rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien 1 dan pasien 2
Pada kasus pasien 1 dan pasien 2 rencana tindakan keperawatan yang
dilakukan yaitu edukasi latihan fisik dengan penerapan EBNP Buerger Allen
Exercise dilakukan selama 6x kunjungan sesuai dengan standar operasional prosedur
(SOP) yang bertujuan untuk mengatasi masalah perfusi perifer tidak efektif pada
pasien dengan kriteri perfusi perifer dipertahankan pada level 4 dan ditingkatkan
pada level 5 dengan 1 (Menurun), 2 (Cukup Menurun), 3 (Sedang), 4 (Cukup
Meningkat), 5 (Meningkat), dengan kriteria hasil denyut nadi perifer dalam batas
normal, sensasi, warna kulit tidak pucat, tidak ada kelamahan otot, pengisian kapiler
<3 detik, akral teraba hangat, turgor kulit baik, nilai ABI dalam rentang normal.
Intervensi pada studi kasus ini sesuai dengan intervensi pada teoritis menurut
Standar Intrvensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2019) dengan intervensi tambahan
yaitu Evidance Based Nursing Practice (EBNP) Buerger Allen Exercise untuk
meningkatkan nilai ABI ditambahkan pada intervensi keperawatan. Rencana
intervensi keperawatan edukasi latihan fisik meliputi observasi (mengidentifikasi
tingkat pengetahuan dan keterampilan latihan fisik), terapetik (memberikan brosur
informasi tingkat risiko cedera dan perawatan kaki, memberikan kesempatan untuk
bertanya), edukasi (menjelaskan faktor risiko luka pada kaki (mis. panas, dingin,
penipisan, dan kapalan), mengajarkan hubungan antara neuropati, cedera, dan
penyakit vascular dan resiko ulserasi dan amputasi ekstrimitas bawah, mengajarkan
pemeriksaan seluruh bagian kaki setiap hari (mis. luka, kemerahan, bengkak, hangat,
kering, maserasi), mengajarkan memotong dan mengikir kuku secara lurus,
menganjurkan untuk melakukan gerakan buerger allen exercise sesuai dengan SOP.
51

5.1.4 Implementasi keperawatan


Berdasarkan tahap implementasi keperawatan, upaya untuk merealisasikan
rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan yaitu membina hubungan saling
percaya adalah hal yang sangat penting dalam tahap pelaksanaan ini, sehingga upaya
pelaksanaan atau tindakan yang dilaksanakan dapat diterima sebagai upaya untuk
memecahkan masalah. Implementasi yang dilakukan berlangsung selama 6 hari pada
pasien 1 dimulai tanggal 07 s/d 12 Maret 2023 dan implementasi yang
dilaksanakan pada pasien 2 berlangsung selama 6 hari yang dimulai dari tanggal 14
s/d 19 Maret 2023.
Pada diagnosa perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia,
implementasi yang dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yaitu mengkaji
keadaan umum pasien, mengukur tanda- tanda vital pasien. Intervensi pada kasus ini
sesuai dengan intervensi pada teoritis dan rencana dapat dilaksanakan berdasarkan
intervensi dari diagnosa pada tinjauan kasus. Dengan Standar Intrvensi Keperawatan
Indonesia (SIKI) memberikan edukasi latihan fisik, memonitoring nilai ankle-
brachial index (ABI), memonitoring kadar gula darah dan melakukan implementasi
Evidence based yang diterapkan yaitu Buerger Allen Exercise (Djamaludin, Dkk.
2019).
Buerger Allen Exercise merupakan salah satu variasi gerakan aktif pada area
plantar dengan menerapkan gaya gravitasi (Chang, et al, 2016). Melalui latihan ini
dengan perubahan-perubahan posisi dan kontraksi otot, latihan postural dapat
menjamin meningkatkan sirkulasi pembuluh darah vena serta sirkulasi perifer ke
ekstermitas, sehingga meningkatkan kebutuhan nutrisi ke jaringan dan suplai ke area
plantar kaki (Irhas dkk, 2020). Salah satu upaya pencegahan terjadinya neuropati dan
angiopati pada penderita DM yaitu dengan Buerger Allen Exercise. Latihan ini
merupakan salah satu tindakan keperawatan yang bertujuan untuk mengoptimalkan
vaskularisasi pada daerah kaki diabetes yang merupakan salah satu terapi yang
diprioritaskan karena memiliki fungsi yang berfokus pada kontraksi dan relaksasi
otot betis melalui dua gerakan yaitu dorsofleksi dan plantarfleksi, kontraksi dan
relaksasi otot betis merupakan calf pumping yang berperan penting mengembalikan
venous return yang berdampak positif pada penurunan edema dan memfasilitasi
difusi oksigen dan nutrisi (Djamaludin, Dkk. 2019).
52

Komplikasi PAD dan neuropati disebabkan oleh penurunan sirkulasi darah


perifer hingga ke serabut saraf, menyebabkan penderita DM mudah mengalami luka
gangren. Salah satu cara untuk menigkatkan sirkulasi darah yaitu dengan
meningkatkan vaskularisasi melalui Buerger Allen Exercise untuk mencegah
terjadinya luka dan membantu melancarkan sirkulasi darah bagian bawah, mengatasi
keterbatasan gerak, memperkuat otot kaki, dan mencegah kelainan bentuk kaki
(Permata, 2019). Sesuai dengan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Ainul dkk
(2020) intervensi diberikan sebanyak 6 kali selama 6 hari dengan durasi 15 menit
setiap kali pertemuan. Skala ABI diukur sesuai SPO (Standar Operasional Prosedur)
yang sudah ditentukan dengan menggunakan stetoskop dan Dropller.

5.1.5 Evaluasi keperawatan


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang mengadakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai berdasarkan tujuan yang telah dibuat dalam
perencanaan keperawatan. Evaluasi dilakukan setiap hari pada kedua pasien. Pada
pasien 1 dan pasien 2 sama-sama menunjukkan perbaikan. Perbaikan gejala yang
dapat diamati antara lain: akral teraba hangat, CRT <2 detik, turgor kulit baik, tidak
ada pucat disekitar kulit area kaki, nadi dorsalis pedis meningkat, tidak ada oedema,
nilai ABI meningkat.
Pada pasien 1 setelah dilakukan implementasi keperawatan dengan Buerger
Allen Exercise selama 6x kunjungan (6 hari) terdapat peningkatkan nilai ABI
sebelum dilakukan intervensi 0,56 mmHg (sedang), dan setelah dilankukan
implementasi selama 6 hari nilai ABI 0,72 (ringan) dengan manifestasi klinis pasien
mengatakan kram berkurang, rasa kesemutan yang dirasakan sudah berkurang,
sensasi kaki meningkat, tidak ada odema, CRT < 2 detik, warna kulit pucat pada
ekstermitas berkurang.
Pada pasein 2 setelah dilakukan implementasi keperawatan dengan Buerger
Allen Exercise selama 6x kunjungan (6 hari) terdapat peningkatkan nilai ABI
sebelum dilakukan intervensi 0,58 mmHg (sedang), dan setelah dilankukan
implementasi selama 6 hari nilai ABI 0,77 (ringan) dengan manifestasi klinis pasien
mengatakan kram berkurang, rasa kesemutan yang dirasakan sudah berkurang,
53

sensasi kaki meningkat, tidak ada odema, CRT < 2 detik, warna kulit pucat pada
ekstermitas berkurang.
Hasil studi kasus ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Ainul dkk
(2020) yang mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan perfusi
ekstermitas bawah setelah melakukan Buerger Allen Exercise (BAE). Metode BAE
terbukti memberikan efek terhadap perubahan nilai ABI yang bearti meningkatkan
perfusi ekstermitas bawah di antara pasien dengan diabetes mellitus dengan
gangguan perfusi sebelumnya.

5.2 Keterbatasan Pelaksanaan


Selama pelaksanaan intervensi Buerger Allen Exercise pada pasien 1 dan
pasien 2 tidak ditemukan kendala yang bearti. Pada pasien 1 peningkatan nilai ABI
lebih lama karena pasien dengan kondisi klinis yang membutuhkan perawatan
dengan gejala klinis yang lebih banyak dibandingkan pada pasien 2.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus dari asuhan keperawatan pada pasien 1 dan
pasien 2 dengan keluhan kram pada kaki, kaki sering kesemutan, oedema pada
ekstermitas bawah, CRT > 3 detik, nilai ABI 0,56 mmHg (pasien 1), dan nilai ABI
0,58 mmHg (pasien 2), badan lemas, warna kulit ektermitas pucat, akral ekstermitas
teraba dingin dengan diagnose medis yaitu diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas
Sungai Abang. Pengkajian dilakukan oleh perawat pada kedua pasien dengan fokus
utama pengkajian pada pasien diabetes mellitus adalah mengkaji keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang dan penyakit sebelumnya, pemeriksaan fisik meliputi
pengkajian pada ekstermitas, pengkajian nilai ABI, dan pemeriksaan penunjang
laboratorium yaitu GDS.
Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan pada pasien 1 dan pasien 2
diperoleh masalah keperawatan utama yaitu perfusi perifer tidak efektif
berhubungan dengan hiperglikemia. ditandai dengan adanya keluhan kram pada
kaki, kaki sering merasa kesemutan, oedema pada ekstermitas bawah, CRT > 3
detik, kulit tampak pucat, akral teraba dingin. Intervensi yang dilakukan berdasarkan
masalah keperawatan utama yaitu manajemen sensasi perifer dengan EBNP
Buerger Allen Exercise yang dilakukan selama 6 hari. Implementasi dilakukan
sesuai dengan intervensi yaitu dengan penatalaksanaan Buerger Allen Exercise
yang dilakukan pada pasien 1 selama 6x kunjungan tanggal 06 maret s/d 12 Maret
2023 dan pada pasien 2 dilakukan 6x kunjungan tanggal 13 Maret s/d 19 Maret
2023. Setelah dilakukan implementasi BAE pada kedua pasien terdapat
peningkatkan sensasi perifer dibuktikan dengan peningkatan nilai ABI.

54
55

6.2Saran
6.2.1 Bagi Praktek Keperawatan
Hasil studi kasus ini diharapkan agar selalu menambah dan memperdalam
ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus tipe II dengan
menggunakan literatur-literatur terbaru.

6.2.2 Bagi Puskesmas Sungai Abang


Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi Puskesmas
Sungai Abang dalam melakukan intervensi keperawatan khususnya pada pasien
dengan Diabetes Mellitus Tipe II dengan penatalaksanaan Buerger Allen
Exercise sebagai salah satu Evidance Based Nursing Practice yang dapat
meningkatkan sirkulasi perifer untuk mencegah terjadinya ulkus diabetikum
akibat neuropati perifer pada pasien DM Tipe II yang dapat dilakukan oleh
perawat di Puskesmas Sungai Abang.

6.2.3 Bagi Pasien Diabetes Mellitus Tipe II


Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan motivasi kepada pasien
dengan diabetes mellitus tipe II bahwa penatalaksanaan Buerger Allen Exercise i
dapat dijadikan sebagai intervensi yang dapat dilakukan secara mandiri dan rutin
pada penderita DM Tipe II untuk meningkatkan sirkulasi perifer dan mencegah
komplikasi lanjutan dari DM tipe II yaitu ulkus diabetikum.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz. (2018). The Diabetic Foot. World Scientific. London.

Arif. Dkk. (2018). Terapi Latihan Dasar. Muhammadiyah University Press.


Surakarta.

ADA. (2020). StandardS of Medical Care in Diabetes 2020. The Journal of


CliniCal and applied researCh and eduCaTion, 43,
www.DiAbetes.org/DiAbetescAre.

Arif, T. (2020). Peningkatan Yaskularisasi Perifer Dan Pengontrolan Glukosa


Klien Diabetes Mellitus . Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal Of Ners And
Midwifery), 7(1), 082–088. Https://Doi.Org/10.26699/Jnk.V7i1.Art.P082-
088

Aruna. Dkk (2015). Efectiveness Of Allen Buerger Exercise in Preventing


Periheral Arterial Disease Among People with Type II Diabetes Mellitus.
Internaional Journal of Pharma and Bio Science,6 (2), 966-970.

Ainul. Nurul. (2020). Efek Buerger Allen Exercise Terhadap Perubahan NIlai ABI
(Ankle Brachial Index) Pasien Diabetes Tipe II. Jurnal Ilmu Kesehatan.
Volume 3 No 2. Diakses pada tanggal 10 Januari 2023 Pukul 13.00 WIB
oleh Sulistiani.

Azizah, N., & Supriyanti, E. (2019). Pergerakan Sendi Ekstremitas Bawah Untuk
Meningkatkan Perfusi Jaringan Perifer Pasien Dm Tipe 2. Jurnal
Manajemen Asuhan Keperawatan, 3(2), 32–37.
Https://Doi.Org/10.33655/Mak.V3i2.72

Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Bahjatun. SUpriatna. (2021). Buerger Allen Exercise Dan Ankle Brachiall Indeks
(ABI) Pada Penyandang Diabetes Mellitus. NEM. Jakarta.

Christopher. (2020). Imaging In Peripheral Arterial Disease. Springer. USA.

Chang, et.al. (2016). A Quantitative Real-Time Assesment Of Buerger Exercise


On Dorsal Foot Eripheral Sin Circulation In Patients With Diabetes Foot.
Nursing. 95 (46).

Djamaludin, D., Setiawati, S., & Yulendasari, R. (2019). Pengaruh Latihan Range
Of Motion (Rom) Ankle Terhadap Pencegahan Terjadinya Neuropati Dan
Angiopati Pada Klien Diabetes Melitus. Holistik Jurnal Kesehatan, 13(3),
263–269. Https://Doi.Org/10.33024/Hjk.V13i3.1941
Fitriyanti, M. E., Febriawati, H., & Yanti, L. (2019). Pengalaman Penderita
Diabetes Mellitus Dalam Pencegahan Ulkus Diabetik. Jurnal Keperawatan
Muhammadiyah Bengkulu, 7(2), 99 05

IDF. (2019). Global and regional diabetes prevalence estimates for 2019 and
projections for 2030 and 2045: Results from the International Diabetes
Federation Diabetes Atlas, 9th edition. Diabetes Research and Clinical
Practice, 157, https://doi.org/10.1016/j.diabres.2019.107843.

Jannaim. Dkk. (2018). Pengaruh Buerger Allen Exercise Terhadap Sirkulasi


EKstermitas Bawah Pada Pasien Luka Kaki Diabetik. Jurnal Keperawatan.
Diakses pada tanggal 10 Januari 2023 Pukul 14.00 WIB oleh Sulistiani.

Kemenkes, R. (2018). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)


Indonesia tahun 2018. Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.

Lamkang. Dkk. (2017). Effectiveness Of Buerger Allen Exercise on Level of


Lower Extremity Perfussion Among Patient With Type 2 Diabetes Mellitus.
International Journal of Development Research Saveeta Medical, 7 (8).
14723-14726.

LeMone. Dkk. (2020). Diabetes Melitus & Penatalaksanaan Keperawatan. Nuha


medika. Yogyakarta.

Ida. (2021). Buku Keperawatan Latihan EFektif Untuk Pasien Diabetes Mellitus
Berbasih Hasil Penelitian. Deepublish. Yogyakarta.

Irhas dkk. (2020). Efektifitas Buerger Allen Exercise dengan Range Of Motion
(ROM) terhadap Nilai Sensitivitas Kaki Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe
II. Jurnal Endurance.

Nugroho, S. (2015). Pencegahan Dan Pengendalian Diabetes Melitus Melalui


Olahraga. Medikora, IX(1). https://doi.org/10.21831/medikora.v0i1.4640

Perkeni. (2019). Pedoman Pemantauan Glukosa Darah Mandiri. Jakarta: PB


Perkeni.

Rikesdas. (2020). Tetap Produktif, Cegah dan Atasi Diabetes Melitus. Pusat Data
dan Informasi Kemenkes RI.

Rudy. Richard. (2022). Buku Pegangan Diabetes Edisi 4.Bumi Medika. Jakarta.

Rosliana. (2022). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diabetes Mellitus.


Deepublish. Yogyakarta.

Refvia. Dkk (2022). Asuhan Keperawatan Perfusi Perifer Tidak Efektif dengan
Terapi Buerger Allen Exercise Pada Pasien Diabetes Mellitus. Jurnal Ilmu
Kesehatan. Diakses pada tanggal 10 Januari 2023 Pukul 13.30 WIB oleh
Sulistiani.

Permata, K. D., Ratnawati, D., & Anggraini, N. V. (2019). Efektifitas Terapi


Kombinasi Senam Kaki Dan Rendam Air Hangat Terhadap Sensitivitas
Kaki Pada Lansia Dengan Diabetes Melitus. Jurnal Jkft, 5(2), 16.
Https://Doi.Org/10.31000/Jkft.V5i2.3918

Supriyadi. (2017). Panduan Praktis Skirining Kaki Diabetes Mellitus. CV Budi


Utama. Yogyakarta.

Sugihantono, A. (2019). Rencana Aksi Program Pencegahan Dan Pengendalian


Penyakit 2015-2019 (Revisi I - 2018). Direktorat Jenderal Pencegahan Dan
Pengendalian Penyakit.

Sya’diyah, H., Widayanti, D. M., Kertapati, Y., Anggoro, S. D., Ismail, A., Atik,
T., & Gustayansyah, D. (2020). Penyuluhan Kesehatan Diabetes Melitus
Penatalaksnaan Dan Aplikasi Senam Kaki Pada Lansia Di Wilayah Pesisir
Surabaya. Jurnal Pengabdian Kesehatan, 3(1), 9–27.
https://doi.org/10.31596/jpk.v3i1.64

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H. 2008. Brunner &
Suddarth’s Textbook of medical-surgical nursing, (11th edition).
Philadelphia : Lippincott William & Wilkins.

Vijayabarathy.dkk. (2019). Buerger Allen Exercise for Type II Diabestes Mellitus


Foot Ulcer Patients. International Journal of Innovative Research,
ngineering, and Technology, 3 (12), 243-250.

Wang, F. (2017). Diagnostic Accuracy of Monofilament Tests for Detecting


Diabetic Peripheral Neuropathy: A Systematic Review and Meta-Analysis.
Journal of Diabetes Research, 1-12.
Lampiran 1
PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI STUDI KASUS

1. Kami adalah penulis berasal dari Program Studi Profesi Ners Poltekkes
Kemenkes Jambi dengan ini meminta anda untuk ikut berpartisipasi dengan
sukarela dalam Studi kasus yang berjudul Asuhan Keperawatan dengan
Pemberian Buerger Allen Exercise untuk Meningkatkan Perfusi Perifer pada
Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Sungai Abang Kabupaten
Tebo Tahun 2023.
2. Tujuan Studi kasus studi kasus ini adalah untuk menganalisis Asuhan
Keperawatan dengan Pemberian Buerger Allen Exercise untuk Meningkatkan
Perfusi Perifer pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Sungai
Abang Kabupaten Tebo Tahun 2023.
3. Prosedur pengambilan bahan data dengan cara wawancara terpimpin dengan
menggunakan wawancara yang akan berlangsung lebih kurang 15 menit.
Cara ini mungkin menyebabkan ketidaknyamanan tetapi anda tidak perlu
khawatir karena Studi kasus ini untuk kepentingan pengembangan
asuhan/pelayanan kesehatan
2. Apabila anda bersedia berpartisipasi dalam Studi kasus ini, anda diminta
untuk menandatangani surat persetujuan ( Informed Consent ).
3. Keuntungan yang anda peroleh dalam keikut sertaan pada Studi kasus ini
adalah anda turut terlibat aktif mengikuti perkembangan asuhan/tindakan
yang diberikan.
6. Seandainya Anda tidak menyetujui cara ini makan anda dapat menolak untuk
menjadi responden. Partisipasi anda bersifat sukarela, tidak ada paksaan, dan
dapat mengundurkan diri sewaktu waktu tanpa sanksi apapun.
7. Kegiatan ini hanya untuk keperluan Studi kasus sehingga nama dan jati diri
anda akan tetap di rahasiakan. Apabila ada hal-hal yang kurang jelas dapat
menghubungi SULISTIANI dengan no telephone 085369129668

Penulis

SULISTIANI
Lampiran 2
INFORMED CONSENT
(Persetujuan menjadi Partisipan)

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa saya telah


mendapat penjelasan segala sesuatu mengenai studi kasus yang dilakukan oleh
Sulistiani dengan judul “Asuhan Keperawatan dengan Pemberian Buerger Allen
Exercise untuk Meningkatkan Perfusi Perifer pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe
2 di Puskesmas Sungai Abang Kabupaten Tebo Tahun 2023”.

Saya memutuskan untuk ikut berpartisipasi pada Studi kasus ini secara
sukarela tanpa paksaan. Bila selama peneilitian ini saya menginginkan
mengundurkan diri, maka saya dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu tanpa
sanksi apapun.

Jambi, 2023

Yang Membuat Persetujuan

(…………………….)
Lampiran 3

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


BUERGER ALLEN EXERCISE

Pengertian Buerger Allen Exercise adalah salah satu bentuk


gerakan aktif pada area plantar yang menerapkan
gaya gravitasi dimana dapat meningkatkan
vaskularisasi pembuluh darah ke ekstremitas bawah.

Tujuan 1. Meningkatkan sirkulasi perifer ke ekstremitas


bawah
2. Mencegah terjadinya penyakit pembuluh darah
perifer pada penderita diabetes melitus.
Persiapan Latihan 1. Persiapan alat : Penyanggah kaki (seperti : bantal)
2. Persiapan klien : Kontrak topik, waktu, tempat
dan tujuan dilaksanakanya Buerger Allen
Exercise
3. Persiapan lingkungan : Menciptakan lingkungan
yang aman dan nyaman bagi klien, juga menjaga
privasi klien.

Indikasi Dapat diberikan kepada semua penderita Diabetes


Mellitus baik perempuan dan laki-laki.
Kontraindikasi Penderita yang memiliki ulkus kaki dengan gangrene
yang kronik
Daftar Pustaka Bhuvaneshwari, S., & Tamilselvi, S. (2018). A study
to assess the effectiveness of Buerger Allen
exercise on lower extremity perfusion among
patients with type 2 diabetes mellitus in Saveetha
Medical College and Hospital in Chennai.
International Journal for Advance Research and
Development, 3(9), 15-20.
https://www.ijarnd.com/manuscripts/v3i9/V3I9-
1148.pdf
Linton, A. D. (2015). Introduction to medical
surgical nursing. Elsevier Health Sciences.
https://books.google.co.id/books?id=adBOBAAA
QBAJ&pg=PA731&dq=buerger+allen+exercise
&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjFobDCx_voAh
UiIbcAHb4jCTEQ6AEIKDAA#v=onepage&q=b
uerger%20allen%20exercise&f=falsea
Prosedur Pelaksanaan a. Fase Orientasi
1) Memberi salam/ menyapa paisen
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan tujuan tindakan
4) Menjelaskan langkah prosedur
5) Menanyakan kesiapan pasien
b. Fase kerja
1) Mencuci tangan
2) Mendekatkan alat-alat dengan klien
3) Memasang handscoon
4) Menyiapkan posisi klien.
5) Menyiapkan suasana dan lingkungan yang
aman.
6) Menjaga privacy klien.
7) Saat melakukan latihan Buerger Allen,
penderita harus berbaring dalam posisi
terlentang selama ± 3 menit

8) Kemudian angkat kaki ke tempat yang lebih


tinggi dengan sudut ± 45 selama ± 3 menit
menggunakan bantal

9) Selanjutnya silahkan bangun dan duduk


dipinggir tempat tidur dengan posisi kaki
menggantung. Kemudian tekuk kaki anda ke
atas semaksimal mungkin dan regangkan
kaki anda ke arah bawah, lakukan gerakan
tersebut selama kurang lebih 3 menit.

10) Gerakan selanjutnya yaitu, gerakkan kaki


anda selama 3 menit kearah samping luar dan
kearah samping dalam.
11) Kemudian tekuk jari-jari kaki anda ke bawah
dan tarik jari-jari kaki anda ke atas, lakukan
gerakan tersebut selama kurang lebih 3
menit.

12) Setelah anda melakukan gerakan-gerakan


tersebut, silahkan berbaring di tempat tidur
dengan menyelimuti seluruh kaki
menggunakan selimut selama kurang lebih 3
menit.

13) Membereskan alat


14) Mencuci tangan
c. Fase Terminasi
1) Melakukan evaluasi tindakan
2) Menyampaikan rencana tindak lanjut
3) Berpamitan
Lampiran 4
LEMBAR OBSERVASI
Nama : Ny. M
Usia : 55 Tahun
Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga
Alamat : Desa Aur Cino Kecamatan VII Koto Kabupaten Tebo.

No Tanggal Nilai ABI Interprestasi Ttd


1. 07 -03-23
Brachial Brachial Dorsalis Pedis Dorsalis Nilai ABI Sedang
( Lengan ) kanan ( Lengan ) kiri Tibialis
120 mmHg 115 mmHg 68 mmHg 65 mmHg 0,56 mmHg

2. 08-03-23
Brachial Brachial Dorsalis Pedis Dorsalis Nilai ABI Sedang
( Lengan ) kanan ( Lengan ) kiri Tibialis
110 mmHg 120 mmHg 70 mmHg 65 mmHg 0,58 mmHg
3. 09-03-23
Brachial Brachial Dorsalis Pedis Dorsalis Nilai ABI Sedang
( Lengan ) kanan ( Lengan ) kiri Tibialis
108 mmHg 110 mmHg 70 mmHg 60 mmHg 0,63 mmHg
4. 10-03-23
Brachial Brachial Dorsalis Pedis Dorsalis Nilai ABI Sedang
( Lengan ) kanan ( Lengan ) kiri Tibialis
105 mmHg 110 mmHg 70 mmHg 72 mmHg 0,65 mmHg
5. 11-03-23
Brachial Brachial Dorsalis Pedis Dorsalis Nilai ABI Sedang
( Lengan ) kanan ( Lengan ) kiri Tibialis
108 mmHg 110 mmHg 70 mmHg 75 mmHg 0,68 mmHg
6. 12-03-23
Brachial Brachial Dorsalis Pedis Dorsalis Nilai ABI Ringan
( Lengan ) kanan ( Lengan ) kiri Tibialis
110 mmHg 105 mmHg 75 mmHg 80 mmHg 0,72 mmHg
LEMBAR OBSERVASI
Nama : Ny. Y
Usia : 58 Tahun
Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga
Alamat : Desa Sungai Abang Kecamatan VII Koto Kabupaten Tebo.

No Tanggal Nilai ABI Interprestasi Ttd


1. 14 -03-23
Brachial Brachial Dorsalis Pedis Dorsalis Nilai ABI Sedang
( Lengan ) kanan ( Lengan ) kiri Tibialis
110 mmHg 120 mmHg 70 mmHg 65 mmHg 0,58 mmHg

2. 15-03-23
Brachial Brachial Dorsalis Pedis Dorsalis Nilai ABI Sedang
( Lengan ) kanan ( Lengan ) kiri Tibialis
120 mmHg 115 mmHg 75 mmHg 70 mmHg 0,62 mmHg
3. 16-03-23
Brachial Brachial Dorsalis Pedis Dorsalis Nilai ABI Sedang
( Lengan ) kanan ( Lengan ) kiri Tibialis
115 mmHg 110 mmHg 78 mmHg 75 mmHg 0,67 mmHg
4. 17-03-23
Brachial Brachial Dorsalis Pedis Dorsalis Nilai ABI Sedang
( Lengan ) kanan ( Lengan ) kiri Tibialis
115 mmHg 110 mmHg 80 mmHg 78 mmHg 0,69 mmHg
5. 18-03-23
Brachial Brachial Dorsalis Pedis Dorsalis Nilai ABI Ringan
( Lengan ) kanan ( Lengan ) kiri Tibialis
105 mmHg 110 mmHg 80 mmHg 75 mmHg 0,72 mmHg
6. 19-03-23
Brachial Brachial Dorsalis Pedis Dorsalis Nilai ABI Ringan
( Lengan ) kanan ( Lengan ) kiri Tibialis
105 mmHg 110 mmHg 85 mmHg 80 mmHg 0,77 mmHg
Lampiran 5

DOKUMENTASI KEPERAWATAN

Buerger Allen Exercise


Pasien 1 Pasien 2 Intervensi
Saat melakukan latihan
buerger allen exercise
pasien harus berbaring
posisi terlentang
selama ±3 menit
menggunakan bantal

Kemudian kaki
diangkat ketempat
yang lebih tinggi
dengan sudut ±45
selama ± 3 menit
menggunakan bantal

Selanjutnya pasien
diperilahkan bangun
dan duduk dengan
posisi kaki
menggantung.
Lakukan geakan :
1. kaki ditekuk keatas
semaksimal
mungkin dan
regangkan kaki
anda kearah bawah,
lakukan gerakan
tersebut selama
kurang lebih 3
menit

68
2. gerakan kaki
selama 3 menit
kearah samping
luar dan kearah
samping dalam.
3. Kemudian jari kaki
kebawah dan tarik
jari kaki ketas,
lakukan gerakan
tersebut kurang
lebih 3 menit, dan
pasien
dipersilahkan
berbaring selama
kurang lebih 3
menit.

69

Anda mungkin juga menyukai