Oleh
Kelompok 12
A5-C
11.321.1137
11.321.1146
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
5. Patofisologi
Bakteri Treponema masuk ke dalam tubuh manusia mengalami kontak, organisme
dengan cepat menembus selaput lendir normal atau suatu lesi kulit kecil dalam beberapa
jam. Kuman akan memasuki limfatik dan darah dengan memberikan manifestasi infeksi
sistemik. Pada tahap sekunder, SSP merupakan target awal infeksi, pada pemeriksaan
menunjukkan bahwa lebih dari 30 % dari pasien memiliki temuan abnormal dalam cairan
cerebrospinal (CSF).
Selama 5-10 tahun pertama setelah terjadinya infeksi primer tidak diobati, penyakit
ini akan menginvasi meninges dan pembuluh darah, sehingga dapat mengakibatkan
neurosifilis meningovaskuler. Kemudian parenkim otak dan sumsum tulang belakang
mengalami kerusakan sehingga terjadi kondiri parenchymatousneurosifilis.Terlepas dari
tahap penyakit dan lokasi lesi, hispatologi dari sifilis menunjukkan tanda- tanda
endotelialarteritis.Endotelialarteritis disebabkan oleh pengikatan spirochaeta dengan sel
endotel yang dapat sembuh dengan jaringan parut.
6. Klasifikasi
Klasifikasi dari Penyakit Sifilis secara khusus, antara lain:
a. Sifilis Stadium I : Terjadi efek primer berupa papul, tidak nyeri (indolen). Sekitar 3
minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar inguinal medial.Timbul lesi pada alat
kelamin, ekstragenital seperti bibir, lidah, tonsil, puting susu, jari dan anus, misalnya
pada penularan ekstrakoital.
b. Sifilis Stadium II : Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, subfebris, anoreksia, nyeri
pada tulang, leher, timbul macula, papula, pustul, dan rupia. Kelainan selaput lendir, dan
limfadenitis yang generalisata.
c. Sifilis Stadium III :Terjadi guma setelah 3 7 tahun setelah infeksi.Guma dapat timbul
pada semua jaringan dan organ, membentuknekrosis sentral juga ditemukan di organ
dalam, yaitu lambung, paru-paru, dll. Nodus di bawah kulit (dapat berskuma), tidak
nyeri.
d. Sifilis Kongenital :
3
1) Sifilis Kongenital Dini :Dapat muncul beberapa minggu (3 minggu) setelah bayi
dilahirkan. Kelainan berupa vesikel, bula, pemfigus sifilitika, papul, skuma, secret
hidung yang sering bercampur darah, adanya osteokondritis pada foto roentgen.
2) Sifilis Kongenital Lanjut : Terjadi pada usia 2 tahun lebih. Pada usia 7 9 tahun
dengan adanya keratitis intersial (menyebabkan kebutaan), ketulian, gigi Hutchinson,
paresis, perforasi palatum durum, serta kelainan tulang tibia dan frontalis.
3) Sifilis Stigmata :Terdapat garis-garis pada sudut mulut yang jalannya radier, gigi
Hutchinson, gigi molar pertama berbentuk murbai dan penonjolan tulang frontal
kepala (frontal bossing).
e. Sifilis Kardiovaskular :Umumnya bermanifestasi selama 10 20 tahun setelah infeksi.
Biasanya disebabkan oleh nekrosis aorta yang berlanjut ke arah katup dan ditandai oleh
insufisiensi aorta atau aneureksma, berbentuk kantong pada aorta torakal.
f. Neurosifilis :
1) Neurosifilis asimtomatik. : Pada sifilis ini tidak ada tanda dan gejala kerusakan
susunan saraf pusat. Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukan kenaikan sel,
protein total dan tes serologis reaktif.
2) Neurosifilis meningovaskuler :Adanya tanda kerusakan susunan saraf pusat yakni
kerusakan pembuluh darah serebru, infark dan ensefalomalasia. Pemeriksaan sumsum
tulang belakang menunjukan kenaikan sel, protein total dan tes serologis reaktif.
3) Neurosifilis parekimatosa yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis : Gejala dan
tanda
paresis
sangatlah
banyak
dan
menunjukan
penyebaran
kerusakan
terjadi aneurisma aorta, insufisiensi aorta, aortitis dan kelainan pada susunan syaraf
pusat (neurosifilis).
c) Sifilis kongenital : Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil
yang menderita sifilis kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan sifilis
dengan pengobatan tidak tepat atau tidak diobati akan mengakibatkan sifilis
kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis mengakibatkan anak lahir
mati, infantille congenital sifilis atau sifilis timbul sesudah anak menjadi besar dan
bahkan sesudah dewasa. Pada infantil kongenital sifilis bayi mempunyai lesi lesi
mukokutan. Kondiloma, pelunakan tulang tulang panjang, paralisis dan rinitis yang
persisten. Sedangkan jika sifilis timbul sesudah anak menjadi besar atau dewasa maka
kelainan yang timbul pada umumnya menyangkut susunan syaraf pusat misalnya
parasis atau tabes, atrofi nervous optikus dan tuli akibat kelainan syaraf nervous
kedelapan, juga interstitial keratitis, stig mata tulang dan gigi, saddel nose, saber
shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang ) dan kadang kadang gigi Hutchinson
dapat dijumpai. Prognosis sifilis kongenital tergantung beratnya infeksi tetapi
kelainan yang sudah terjadi akibat neurosifilis biasanya sudah bisa disembuhkan.
(Soedarto, 1990).
8. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum, Kesadaran, status gizi, TB, BB, suhu, TD, nadi,
respirasi.
b. Pemeriksaan sistemik : Kepala (mata, hidung, telinga, gigi&mulut), leher (terdapat
perbesaran tyroid atau tidak), tengkuk, dada (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi),
genitalia, ekstremitas atas dan bawah.
9. Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau
pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope).Pada
kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non
protonema. Uji non protonema seperti VenerealDisease Research Laboratory( VDRL ).
Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum.Hasil uji
kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat
6
membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal pengobatan atau reinfeksi)
dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari
berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma
inguinale, limfogranuloma
(kanker).
a. Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin, darah
rutin)
1) pemeriksaan T Palidum
Cara pemeriksaannya adalah : mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat bentuk dan
pergerakannya dengan microskop lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan 3 hari
berturut-turut jika pada hasil pada hari 1 dan 2 negatif sementara itu lesi dikompres
dengan larutan garam saal bila negative bukan selalu berarti diagnosisnya bukan
sifilis, mungkin kumannya terlalu sedikit.
2) pemeriksaan TSS
TSS atau serologic test for sifilis . TSS dibagi menjadi 2 :
a) Test non treponemal : pada test ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu
kardiolopin yang dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu test ini
dsdapat memberi Reaksi Biologik Semu (RBS) atau Biologic Fase Positif (BFP).
Contoh test non treponemal :
(1) Test fiksasi komplemen : Wasseman (WR) kolmer
(2) Test flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories). Kahn, RPR
(Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan RST (Reagin
Screen Test).
b) Tes treponemal
Test ini bersifat spesifik karena antigennya ialah treponema atau ekstratnya dan
dapat digolongkan menjadi 4 kelompok :
(1) Tes immobilisasi : TPI (Treponemal Pallidium Immbolization Test)
(2) Test Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test)
(3) Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent treponemal Antibody Absorption
Test), ada dua : IgM, IgG; FTA-Abs DS (Fluorecent treponemal Antibody
Absorption Double Staining)
(4) Tes
hemoglutisasi
: TPHA (Treponemal
pallidum
Haemoglutination
(Hemagglutination
Treponemal
Test
for
Syphilis),
MHA-TP
1) Histopatologi
Kelainan yang utama pada sifilis ialah proliferasi sel-sel endotel terutama terdiri atas
infiltrate perivaskular tersusun oleh sel-sel limpoid dan sel-sel plasma.
2) Imunologi
Pada percobaan kelinci yang disuntik dengan T.Pallidium secara intradermal, yang
sebelumnya telah diberi serum penderita sifilis menunjukan adanya antibody. Terdapat
dua antibody yang khas yaitu terhadap T. Pallidum dan yang tidak khas yaitu yang
ditujukan pada golongan antigen protein Spirochaetales yang pathogen
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis :Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif).
Bagi yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin 4500 mg/hr, atau eritromisin 4500
mg/hr, atau doksisiklin 2100 mg/hr. Lama pengobatan 15 hari bagi S I & S II dan
30 hari untuk stadium laten. Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas
meragukan. Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu
90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%. Obat lain adalah golongan
sefalosporin, misalnya sefaleksin 4500 mg/hr selama 15 hari, Sefaloridin memberi
hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin dapat digunakan untuk S I dan S II.
1) Sifilis primer dan sekunder
8
a) Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan diberikan 1
x seminggu
b) Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari
selama 10 hari.
c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit,
diberikan 2,4 juta unit/kali sebanyak dua kali seminggu.
2) Sifilis laten
a) Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit
b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit
sehari).
c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit
(diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu).
3) Sifilis III
a) Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit
b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit)
c) Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit
(diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu)
4) Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:
a) Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
5) Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat
diberikan:
a) Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari
b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari.
*Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1) Bahaya PMS dan komplikain
2) Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan
3) Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
4) Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat
dihindarkan lagi.
5) Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin
6) Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.
9
HIV. Lesi sifilis dapat dengan mudah perdarahan, ini menyediakan jalan yang
sangat mudah untuk masuknya HIV ke aliran darah selama aktivitas seksual.
e. Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir
Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati, salah satunya
melalui keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur beberapa hari saja.
Resiko untuk lahir premature juga menjadi lebih tinggi.
dan
apakah
menyebar/menetap.
3) Apakah ada sensasi panas, gatal serta cairan yang menyertai.
4) Obat apa saja yang telah dipakai dan bagaimana pengaruh obat tersebut apakah
membaik, memburuk atau menetap.
5) Apakah klien mengeluhkan adanya nyeri pada tulang, nyeri pada kepala, mengeluh
kesemutan, mati rasa (sebagai tanda kerusakan neurologis)
6) Tanyakan sosi-ekonomi keluarga, jumlah anggota keluarga, gaya hidup dan penyakit
keluarga/ individu sekitarnya.
7) Bagaimana aktivitas seksual (pernah /sering melakukan sex berisiko missal bergantiganti pasangan, oral / anal sex, homo seksual, melakuakan dengan psk,)
8) Apakah ada tanda-tanda kelainan pada alat kelamin pasangan seperti kemerahan,
muncul benjolan, dan vesikel.
9) Bagaimana dengan urine klien apakah bercampur darah, urine tdak lancer, nyeri saat
berkemih.
10) Apa disertai dengan febris, anoreksia
11) Pada sifilis kongietal selain ananmnesa diatas, perlunya ditanya orang tua apakah
pernah keluar secret bercampur darah dari hidung, perforasi palatum durum,
gangguan pengelihatan dan pendengaran, gangguan berjalan, serta keterlambatan
tumbuh kembang.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi:
a) Kaji jenis efloresensi: Eritema dan papula, macula, pustule, vesikula dan ulkus
11
b) Timbulnya lesi pada alat kelamin , ekstragenital, bibir, lidah, tonsil, putting susu,
jari dan anus
c) Kelainan selaput lendir dan limfadenitis
d) Kelainan pada mata dan telinga
e) Kelainan pada tulang dan gaya berjalan
f) Kelainan pada kepala (invasi pada meningen)
2) Palpasi
Adanya pembesaran limfe, adanya nyeri tekan,
3) Auskultasi: apakah ada perubahan suara pada paru-paru, jantung dan system
pencernaan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi b/d proses infeksi d/d adanya peningkatan suhu tubuh (lebih dari 37,2oC),
kulit teraba hangat.
b. Nyeri akut b/d agen cedera biologis d/d laporan nyeri secara verbal, sikap melindungi
area nyeri, wajah tampak meringis, klien tampak gelisah.
c. Kerusakan integritas kulit b/d peradangan pada lapisan kulit d/d adanya tanda
elfloresensi
d. Gangguan citra tubuh b/d penyakit d/d respon nonverbal terhadap perubahan actual pada
tubuh (bentuk/struktur dan fungsi), perasaan negative terhadap tubuh.
e. Kurang pengetahuan b/d ketikmampuan mengenal penyakit d/d pengungkapan secara
verbal ketidak tahuan penyakit, permintaan informasi.
f. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b/d respon nyeri
g. Risiko tinggi cedera b/d disfungsi sensorik
h. Risiko keterlambatan tumbuh kembang b/d infeksi kongietal
12
3. Rencana Keperawatan
No
Intervensi
Rasional
Dx
1
Setelah
dilakukan
asuhan 1.
Pantau
suhu 1. Suhu
menunjukkan
Berikan
kompres hangat
infeksius
2. Membantu
proses
mengurangi
demam
3. Untuk mengganti
hasil :
37,2oCd
diatas
cairan
37,2 C).
3.
Akral teraba hangat, tidak
kemerahan,
Turgor kulit elastic
Mukosa bibir lembab
Anjurkan
pasien untuk banyak minum 1500-2000
evaporasi
4. Memeberikan rasa nyaman
dan
cc/hari
pakaian
yang
tipis
Anjurkan
pasien untuk menggunakan pakaian yang
tipis dan mudah menyerap keringat
dan
tidak
merangsang
5.
Kolaborasi
dalam pemberian cairan intravena
6.
Kolaborsi
panas
tubuh
pasien.
antipiretik
2.
1.
1.
suhu)
2.
berkurang/hilang, dengan
kriteria hasil :
Tand
tandaperkembangan atau
resolusi komplikasi
3.
4.
Perny
ataan memungkinkan
Mem
fokuskan kembali pehatian,
5.
6.
noninvasive
dapat menurunkan
ketergantungan farmakologis
5.
Pend
ekatan dengan menggunakan
relaksasi dan nonfarmakologi
14
Anal
getik memblok lintasan nyeri
3.
memberikan informasi
kriteria hasil :
Pertumbuhan jaringan
meningkat
Keadaan luka membaik
Luka menutup
Mencapai penyembuhan
luka tepat waktu
.
digunakan.
2. Memberikan informasi dasar
tentang kebutuhan dan petunjuk
tentang sirkulasi
3. Perawatan luka dengan teknik
keringmenjaga kebersihan
mengalir.
komplikasi
5. Diet TKTP diperlukan untuk
meningkatkan asupan dari
kebutuhan pertumbuhan
jaringan
6. Mengurangi tekanan pada area
yang sama
dan
keperawatan selama x
hasil :
dibutuhkan dengan
kemungkinan komplikasi.
Mengenal perubahan gaya
penyembuhan
16
komplikasi
1.
K 1. Mengetahuai adanya
sesuai umur
mengalami keterlambatan,
2.
dengan KH:
sesuai dengan usia
Orang tua mampu mengenal
dan memanfaatkan
pelayanankesehatan dalam
proses penyembuhan
kembang anak
2. Pengumpulan data guna
L
keterlambatan tumbuh
pemeriksaan diagnostic
melakukan intervensi
sesuai kebutuhan
3. Pengetahuan orang tua
terhadap tumbuh kembang
3.
meminimalisir
komlikasilebih lanjut
4. Melakukan pengobatan
sesuai dengan kondisi anak
17
18
4. Implementasi Keperawatan
Disesuaikan dengan intervensi yang ada
5. Evaluasi Keperawatan
Dx 1: Suhu tubuh normal (36 37oC), Kulit tidak pasnas, tidak kemerahan, Turgor kulit
elastic, Mukosa bibir lembab.
Dx 2: Pasien tidak mengeluh nyeri, Skala nyeri 0-1 (0-10), Pasien tidak gelisah.
Dx 3: Pertumbuhan jaringan meningkat ,Keadaan luka membaik, Luka menutup, Mencapai
penyembuhan luka tepat waktu.
Dx 4 dan 5: Mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, pencegahan, perawatan
tindakan yang dibutuhkan dengan kemungkinan komplikasi.Mengenal perubahan
gaya hidup/ tingkah laku untuk mencegah terjadinya komplikasi
Dx 8:Proses trumbuh kembang sesuai dengan usia, Orang tua mampu mengenal dan
memanfaatkan pelayanankesehatan dalam proses penyembuhan
19
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda,Adhi.2007.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Jakarta:FKUI
Doenges,Marilyin E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC
Mansjoer,Arif.2001.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Medis Aesculapius
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta:EGC.
Price,Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi.Jakarta:EGC
Siregar, R.S. 2004. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC
Smeltzer,Suzzanne C 2001.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
20
Pajanan
treponema
paldium
Masuk ke mukosa
Treponema masuk ke saluran limfatik dan menginvansi
Sifilis
Limfatik
Mukosa
Infeksi primer
Diobati
Sembuh
Tidak diobati
Terbentuk jaringan parut
Infeksi sekunder
Infeksi meningens
Nyeri
tenggorokan
Nyeri kepala
Kenaikan
suhu tubuh
Penurunan BB
Nyeri akut
Kurang pengetahuan
Infeksi SSP
Lesi pustuler
Risiko nutrisi kurang
dari kebutuhan
Gerakan abnormal
saat berjalan
Gangguan citra
tubuh
Limfa
Infark otak
Optic athropi
Hipertermi
ginjal
Limfadenopati
demensia
Gagal ginjal
Tremor
penurunanpengelihatan
Risiko tinggi cedera
21