A. DEFINISI
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik.Hiperglikemia ini dapat
disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya adalah gangguan sekresi hormon insulin,
gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge
S. 2005).
pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan
perubahan dalam masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, gaya hidup,
perilaku, dan sebagainya. Namun, perubahan-perubahan ini juga tak luput dari efek negatif. Salah
satu efek negatif yang timbul dari perubahan gaya hidup masyakarat modern di Indonesia antara
lain adalah semakin meningkatnya angka kejadian Diabetes Mellitus(DM) yang lebih dikenal
oleh masyarakat awam sebagai kencing manis.
Diabetes Mellitusadalah penyakit metabolik yang bersifat kronik.Oleh karena itu, onset
Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan peranan penting dalam kehidupan penderita.
Setelah melakukan pendataan pasien di seluruh Indonesia selama 2 tahun, Unit Kelompok Kerja
(UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendapatkan 674 data
penyandang Diabetes Mellitustipe 1 di Indonesia. Data ini diperoleh melalui kerjasama berbagai
pihak di seluruh Indonesia mulai dari para dokter anak, endokrinolog anak, spesialis penyakit
dalam, perawat edukator Diabetes Mellitus, data Ikatan Keluarga Penyandang Diabetes
MellitusAnak dan Remaja (IKADAR), penelusuran dari catatan medis pasien, dan juga kerjasama
dengan perawat edukator National University HospitalSingapura untuk memperoleh data
penyandang Diabetes Mellitusanak Indonesia yang menjalani pengobatannya di Singapura.Data
lain dari sebuah penelitian unit kerja koordinasi endokrinologi anak di seluruhwilayah Indonesia
pada awal Maret tahun 2012 menunjukkan jumlah penderita Diabetes Mellitususia anak-anak juga
usia remaja dibawah 20 tahun terdata sebanyak 731 anak. Ilmu Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia) melansir, jumlah anak yang terkena Diabetes
Mellituscenderung naik dalam beberapa tahun terakhir ini. Tahun 2011 tercatat 65 anak
menderita Diabetes Mellitus, naik
40% dibandingkan tahun 2009. Tiga puluh duaanak diantaranya terkena Diabetes Mellitustipe
2.(Pulungan, 2010)
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup signifikan di Indonesia ini perlu
mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya risiko anak terkena Diabetes
Mellitus.Deteksi dini pada Diabetes Mellitus merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk
menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis yang dapat mengakibatkan
kematian.Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang anak- anak sering tidak terdiagnosis oleh
dokter karena gejala awalnya yang tidak begitu
jelas dan pada akhirnya sampai pada gejala lanjut dan traumatis seperti mual, muntah, nyeri perut,
sesak nafas, bahkan koma. Dengan deteksi dini, pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin
terhadap penyandang Diabetes Mellitus sehingga dapat menurunkan risiko kecacatan dan
kematian (Pulungan, 2010)
2. DM tipe-2
3. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel
b. Defek genetik pada kerja insulin
d. Gangguan endokrin
Akromegali; Sindrom Cushing; Glukagonoma; Feokromositoma;
Hipertiroidisme; Somatostatinoma; Aldosteronoma; dll.
jauh berbeda.
e) Elektrolit :
· Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan
control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya
sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA
yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (
asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal
sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder
terhadap pembentukan antibody .( autoantibody)
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.
Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan gejala
(polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu kali sudah dapat
menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali
pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang
berbeda (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
penunjang, yaitu C-peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini merupakan salah satu
penanda banyaknya sel β-pankreas yang masih berfungsi. Pemeriksaan lain adalah adanya
autoantibodi, yaitu Islet cell autoantibodies(ICA), Glutamic acid decarboxylase
autoantibodies(65K GAD), IA2( dikenal sebagai ICA 512 atau tyrosine posphatase)
autoantibodiesdan Insulin autoantibodies(IAA). Adanya autoantibodi mengkonfirmasi DM
tipe 1 karena proses autoimun. Sayangnya
pemeriksaan autoantibodi ini relatif mahal (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical
Practice Consensus Guidelines 2009).
C. ETIOLOGI
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe- 1.Namun yang
pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetik/keturunan. Resiko perkembangan
diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite
antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
sel beta.
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice Consensus
Guidelines tahun 2009, yaitu:
Periode pra-diabetes
Periode honey-moon
1. Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada
proses destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan terjadinya proses
destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-
pankreas yang berfungsi.Kadar C-peptide mulai menurun.Pada periode ini autoantibodi
mulai ditemukan apabila dilakukan
pemeriksaanlaboratorium.
pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula
darah tidak dapat di-uptake kedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat
badan akan semakin kurus. Pada periode ini penderita memerlukan insulin dari luar agar gula
darah di-uptakekedalam sel.
3. Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisa- sisa sel β-
pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri.
Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan
berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun periode ini hanya
berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya
edukasi ada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap.
4. Periode ketergantungan insulin yang menetap. Periode ini merupakan periode terakhir dari
penderita DM. Pada periode ini penderita akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh
seumur hidupnya.
Diagnosis diabetes seringkali salah, disebabkan gejala-gejala awalnya tidak terlalu khas dan
mirip dengan gejala penyakit lain. Di samping kemiripan gejala dengan penyakit lain, terkadang
tenaga medis juga tidak menyadari kemungkinan
penyakit ini karena jarangnya kejadian DM tipe 1 yang ditemui ataupun belum pernah menemui
kasus DM tipe 1 pada anak. Beberapa gejala yang sering menjadi
1. Sering kencing: kemungkinan diagnosisnya adalah infeksi saluran kemih atau terlalu banyak
minum (selain DM). Variasi dari keluhan ini adalah adanya enuresis (mengompol) setelah
sebelumnya anak tidak pernah enuresis lagi.
2. Berat badan turun atau tidak mau naik:kemungkinan diagnosis adalah asupan nutrisi yang
kurang atau adanya penyebab organik lain. Hal ini disebabkan karena masih tingginya
kejadian malnutrisi di negara kita. Sering pula dianggap sebagai salah satu gejala
tuberkulosis pada anak.
3. Sesak nafas:kemungkinan diagnosisya adalah bronkopnemonia. Apabila disertai gejala
lemas, kadang juga didiagnosis sebagai malaria. Padahal gejala sesak nafasnya apabila
diamati pola nafasnya adalah tipe Kusmaull (nafas cepat dan dalam) yang sangat berbeda
dengan tipe nafas pada bronkopnemonia. Nafas Kusmaull adalah tanda dari ketoasidosis.
4. Nyeri perut:seringkali dikira sebagai peritonitis atau apendisitis. Pada penderita DM tipe 1,
nyeri perut ditemui pada keadaan ketoasidosis.
berkala
pemberian insulin. Ada hal-hal lain selain insulin yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana agar
penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka
pendek maupun jangka panjang (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus
Guidelines. 2009)
1. Insulin
2. Diet
3. Aktivitas fisik/exercise
4. Edukasi
5. Monitoring kontrol glikemik
1. Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM Tipe 1. Dalam
pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis insulin, regimen yang digunakan,
cara menyuntik serta penyesuaian dosis yang diperlukan.
a. Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat, kerja
pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin campuran (campuran kerja
cepat/pendek dengan kerja menengah). Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen
yang digunakan.
b. Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 unit/kg
beratbadan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan diatur
disesuaikan dengan faktor-faktor yang ada, baik pada penyakitnya maupun
penderitanya.
c. Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen konvensional serta regimen
intensif. Regimen konvensional/mix-split regimendapat berupa
pemberian dua kali suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen intensif
berupa pemberian regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara
insulin yang diberikan untuk memberikan dosis basal maupun dosis bolus.
d. Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal absorpsinya
yaitu di daerah abdomen (paling baik absorpsinya), lengan atas, lateral paha. Daerah
bokong tidak dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
e. Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa hal, seperti
hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia pubertas terkadang kebutuhan
meningkat hingga 2 unit/kg berat badan/hari), kondisi stress maupun saat sakit.
2. Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk
mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri dari 50- 55%
karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak.Pada anak DM tipe 1 asupan kalori perhari
harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain
monitoring pertumbuhannya.Kebutuhan kalori
pengaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25% makan siang serta 25%
makan malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-masing 10% total kebutuhan kalori
perhari. Pemberian diet ini juga memperhatikan regimen yang digunakan. Pada regimen
basal bolus, pasien harus mengetahui rasio insulin:karbohidrat untuk menentukan dosis
pemberian insulin.
3. Aktivitas fisik/exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga akanmembantu
mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat
badanapabila menjadi obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan membantu
menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun
perlu diketahui pula bahwa olahraga dapat meningkatkan risiko hipoglikemia maupun
hiperglikemia (bahkan ketoasidosis).Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang
diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta monitoring gula darah yang
aman.
Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan adanya
ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah 90 mg/dl, maka
sebelum berolahraga perlu menambahkan diet karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia.
4. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita maupun orang
tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya,
patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada penderita DM, insulin(regimen, dosis,
cara menyuntik, lokasi menyuntik serta efek samping
penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah ataupun HbA1c yang
diinginkan.
baik atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup
panjang. Pasien harus melakukan pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari.Setiap 3
bulan memeriksa HbA1c. Di samping itu, efek samping
Target Baik
<120 <140
<180 >180
mg/dL mg/dL
Preprandial
mewarisi mempunyai tipe antigen Kegagalan fungsi seperti virus penyakit gondok
suatu HLA ( Human Leucocyte sistem Imun (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh
predisposisi Antigen ) tertentu agen kimia yang bersifat toksik,
Tubuh menyerang
jaringannya sendiri
Defisiensi insulin
NOC:Nutrition Status
Ketidakseimba lipolisis
ngan Nutrisi NIC: nutritional management
Kurang dari
Kolaborasi dg ahli gizi u/ mnentukan
keb.tubuh
jumlah kalori & nutrisi yg dibutuhkan
pasien
Berikan makanan yg terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
M Kep : Gang. Katarak
Persepsi Sensori
(Pengelihatan)
Pelepasan O2 M. Kep:
Kekurangan Dehidrasi polidipsia
Volume cairan
M. Kep:
Ketidakefektifan
Hipoksia Perifer
perfusi jar. perifer
NOC: Fluid Balance, Hydration
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari
pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, riwayat kesehatan,
keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
a. Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal
masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan
untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan lingkungan
kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan
respon verbal klien.
d. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
üTekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi
patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD yang meningkat/ tinggi/
hipertensi.
ü Pulse rate
ü Respiratory rate ü
Suhu
e. Pemeriksaan Fisik
· Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot, adanya luka
ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya retinopati, kekaburan
pandangan.
e) Elektrolit :
· Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control
DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat
untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan
insiden ( mis, ISK baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis
metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai
penyebab dari DKA.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai
tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah
dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin
jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien
untuk menanggulangi penyakitnya.
Hal – hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus : 1.
Aktivitas/ Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun. 2.
Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus padA kaki yang
penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
4. Eliminasi
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1 meliputi:
1. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit diabetes melitus
2. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik ditandai dengansering lelah,
lemah, pucat, klien tampak letargi/tidak bergairah.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam
mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat badan
pasien menurun walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat,
pasien tampak lemah, GDS >200 mg/dl
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan fungsi limfosit).
3. RENCANA INTERVENSI
1. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit diabetes melitus
Intervensi
Intervensi
3. Monitor TTV
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam
mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat badan
pasien menurun walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat,
pasien tampak lemah, GDS >200 mg/dl
3. libatkan kelurga pasien dalam perencanaan makanan sesuai dengan indikasi 4. Berikan
terapi insulin sesuai dengan program
4. resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan fungsi limfosit).
Intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010).Diabetes in children and adolescents, basic training
manual for healthcare professionals in developing countries, 1sted. Argentina: ISPAD, h 20-21.
Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam: Moshang T Jr.
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010).Diabetes Melitus. Dalam:
Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B. Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi
Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h 124-161.
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf (Diakses pada tanggal 1
Maret 2015)