Bencana dibedakan menjadi bencana alam, non alam, dan sosial. Bencana yang
dialami oleh individu dapat membuat respon / reaksi yang menimbulkan berbagai
banyak hal mulai dari reaksi fisik dan psikis. Bencana juga merupakan peristiwa atau
sehingga menimbulkan pengalaman traumatis pada saat bencana itu terjadi, dan
ketika setelah terjadi bencana tersebut individu juga akan mengalami hal-hal yang
traumatis pasca bencana yang dialami maka akan menimbulkan dampak seperti
Gangguan stress pasca trauma (post traumatic stress disorder / PTSD) adalah
traumatis yang dialami dan disaksikan oleh individu secara langsung. PTSD berbeda
dengan gangguan stress akut (acute stress disorder / ASD), stress akut merupakan
gejala pertama atau reaksi maladatif yang terjadi dibulan pertama sesudah
Selain itu, symptom PTSD yang dialami oleh anak-anak berbeda dengan orang
dewasa. Hal tersebut seringkali menyebabkan reaksi psikologis pada anak-anak tidak
teridentifikasi ( Davidson, 2014 ). Salah satu faktor yang dapat menyebabkan trauma
dan PTSD pada anak-anak adalah bencana alam dan non alam. Setelah terjadi
bencana tersebut gejala PTSD lebih umum terjadi daripada sindrom PTSD ( Yasmin,
2019 ). PTSD terjadi diakibatkan karena hormone stimulasi (Ketokolamin) yang lebih
tinggi bahkan pada saat kondisi normal. Hal ini mengakibatkan tubuh terus berespon
seakan bahaya itu masih ada. Setelah sebulan dalam kondisi ini, dimana hormone
stres meningkat dan pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan fisik dan
Gejala fisik pada PTSD seperti jantung berdebar-debar, nafas cepat, nafas tersegal-
segal, sakit perut berkeringat banyak dan rasa lemas serta pusing. Setiap anak dapat
mengalami tanda atau gejala PTSD yang berbeda. Ada beberapa bentuk terapi yang
digunakan untuk mengatasi gejala PTSD salah satu yang akan dilakukan dalam
menekankan kekuatan dalam permainan sebagai alat dalam membantu klien untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya dan memiliki tujuan agar mudah melihat
ekspresi alami seorang anak yang tidak bisa diungkapkannya dalam bahasa verbal
adalah bahasa mereka. Secara perkembangan bermain merupakan metode yang sesuai
bagi anak-anak untuk menunjukkan dunia mereka melalui penggunaan mainan dan
teknik seni ekspresif (Green & Drewes, 2013). Terapi bermain berbeda dari teknik
terapi pada umumnya. Terapi bermain menghargai kognisi dan perilaku anak- anak
dan tanpa penilaian sepihak oleh terapis. Oleh sebab itu intervensi dengan pendekatan
Green & Myrick, 2014 ). Banyak fenomena yang dapat diamati selama bermain yang
tidak dapat dimunculkan secara lisan. Secara kolektif, dua studi meta-analitik
Ulasan ini memberikan bukti untuk 10 kegunaan klinis dan keberhasilan intervensi
bermain dengan anak-anak dan keluarga (Reddy & Schaefer 2016). Intervensi yang
dilakukan pada penelitian ini lebih diarahkan (directive play therapy), seperti Gestalt,
membatasi atau memilih mainan atau tema permainan yang akan digunakan untuk
berdasarkan hasil dari berbagai penelitian yang menyatakan bahwa dapat mengurangi
trauma pada anak-anak dan memberikan hasil positif untuk intervensi ( Doumas &
Garcia, 2012 ).
yang efektif untuk menjawab kebutuhan kesehatan mental anak dan diterima secara
luas sebagai intervensi yang berharga dan sesuai dengan tahapan perkembangan.
Schultz (2016) menjelaskan bahwa terapi bermain memiliki potensi yang lebih
menjanjikan dari pada terapi menggunakan obat. Terapi bermain merupakan alternatif
solusi dalam membantu anak traumatik dapat kembali pada pribadi yang sehat secara
mental dan berkembang secara optimal. Hasil penelitian lain yang dilakukan
dengan keadaan. Melalui permainan anak berusaha untuk beradaptasi dengan situasi
dan kondisi lingkungan tertetu dalam bentuk, berat, isi, sifat, jarak, waktu dan bahasa.
Bermain juga merupakan suatu sarana pelepasan atau pembebasan dari tekanan-
tekanan yang dihadapi anak. Aktifitas bermain dapat memberikan kesempatan kepada
anak dalam dunia naturalnya sebagai anak. Bermain juga dapat membuat anak akan
merasa aman dalam mengekspresikan dan melakukan eksplorasi terhadap diri mereka
baik pikiran, perasaan, pengalaman maupun tingkah laku, karena anak tidak
berhadapan langsung dengan kondisi yang mengingatkan pada trauama yang dialami
2016).
Penelitian lain juga dilakukan oleh Endah Nawangsih pada tahun 2014 dengan
adalah salah satu cara yang dapat digunakan dalam memahami dunia anak-anak
melalui permainan, sehingga bila digunakan pada situasi dan kondisi yang tepat dapat
Fase penilaian awal adalah saat persiapan untuk terapi. Selama fase ini,
dilakukan pengumpulan informasi tentang anak dan masalah anak. Informasi ini
pada anak. Fase penilaian awal juga mencakup bertemu dan membuat perjanjian
dengan orang tua. Dengan berpegang pada hipotesis ini, selanjutnya proses
2. Proses konseling . Pada proses konseling ini anak perlu didorong dan dimotivasi
adaptasi anak baik terhadap perubahan yang terjadi secara fisik maupun
diberikan.
a. Tahap pengenalan. Pada tahap ini, terapis menunjukkan kepada klien bahan-
b. Tahap bermain. Permainan yang akan dilakukan yaitu sesuai intruksi yang
akan diberikan oleh terapis. Kemudian klien akan bermain dengan bahan dan
media yang disediakan tanpa campur tangan dari terapis. Permainan akan
kebutuhan yang khusus dan unik. Beberapa mungkin sulit dilibatkan karena
berbagai alasan. Anak yang masih sangat kecil mungkin belum mempunyai
setiap anak, hal ini dapat menggunakan mediasi permainan agar dapat
bentuk dari gambar dan clay / lilin yang dibuat kepada terapis.
“dunia” yang dibangun oleh klien. Terapis mengalami “dunia” dari sudut
berisi “dunia dan karakternya”. Selama tahap ini berlangsung terapis dan klien
e. Tahap refleksi. Pada tahap ini, klien diberi pertanyaan tentang apa yang dia
pikirkan dan rasakan selama permainan. Terapis perlu untuk membantu anak
memecahkan isu-isu tertentu sehingga isu ini tidak lagi mengganggu. Jika isu
ini sudah dipecahkan dengan tepat, anak akan bisa menjalin hubungan dengan
orang lain secara lebih nyaman atau terbebas dari kecemasan, dan bisa lebih
klien melihat kesalahan mendasar (basic mistake). Pada tahap ini, terapis
positif pula terhadap pemikiran, sikap, dan perilaku klien. Terapis dapat
depan.
anak untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui berbagai macam / jenis
permainan. Beberapa teknik yang dapat digunakan dalam terapi bermain adalah
visualiasasi kreatif, story telling, memahat, role play, menari dan bergerak, serta
yang dibuat sendiri bersama anak pun dapat menjadi sebuah kegiatan yang
menguatkan hubungan orang tua dan anak. Agar proses terapi bermain ini dapat
berjalan efektif, yang terpenting adalah membuat anak merasa nyaman, aman dan
mau untuk mengikuti terapi bermain, sehingga anak dapat bermain lebih percaya
diri dan mudah untuk berbagi apa yang dirasakan ketika bermain. Hubungan
positif yang terjalin dalam bermain dapat membantu perkembangan kognitif anak
akan menjadi lebih terbuka kepada orang lain dan dapat mengekspresikan
perasaan yang ada dalam dirinya sehingga rasa kecewa, marah, putus asa, sedih
akan mejadi hilang. Hal ini terjadi karena, saat anak bermain anak mengeluarkan
semua perasaan dan kreativitas mereka dalam sebuah permainan yang dimainkan
sehingga saraf pada anak menstimulus neurotransmitter yaitu zat kimiawi pada
hati senang, santai, rileks), bheta-endorphin ( membuat hati tidak mudah putus
asa, cengeng, maupun malu dan lebih percaya diri) yang kemudian diserap
sedangkan respon maladaptif sebaliknya, individu akan berada pada kondisi yang
buruk dan tidak mampu beradaptasi dengan berbagai persoalan dalam hidupnya
sehingga dapat menurunkan kualitas hidup individu tersebut ( Torney & Alligood,