Anda di halaman 1dari 65

Askep Sifilis

A. KONSEP DASAR

I. DEFINISI

Sifilis adalah penyakit infeksi oleh treponema pallidum dengan perjalanan penyakit

yang kronis, adanya remisi dan eksasarbasi, dapat menyerang semua organ dalam

tubuh terutama sistem kardiovaskuler, otak dan susunan saraf, srta dapat terjadi

sifilis kongenital.

II. KALSIFIKASI

1. Menurut WHO

a. Sifilis Dini

Dapat menularkan penyakit karena terdapat treponema pallidum pada lesi kulitnya.

b. Sifilis Lanjut

Tidak menular karena Treponema pallidum tidak ada.

2. Secara Klinis

a. Sifilis Kongenital

Penularan intrauterin setelah pembentukan plasenta (bulan ke V kehamilan) tidak

berakibat keguguran awal / prematur, tetai dapat menyebabkan bayi lahir mati.
b. Sifilis Akuisita

Penularan dengan senggama, melalui luka mikroskopik, karena kuman tidak menembus

kulit / mukosa setelah masuk jaringan, segera melakukan pembiakan dan masuk

saluran limfatik sehingga dalam 24 jam sudah didapati dalam kelenjar limfatik

regional.

Stadium I

Terjadi 7 hari sampai 3 bulan setelah invasi kuman, berupa nodulsoliter pada penis,

vulva, serviks atau ekstragenital, yang kemudian membentuk ulkus durum dengan

tepi meninggi dan tidak dirasa nyeri.

Stadium II

Terjadi 2 sampai 12 minggu setelah ulkus durum, sebagai lesi mukokutan yang

menyeluruh tubuh disertai limfa denopati generalisata, demam, rasa lesu dan sekita

kepala.

Stadium III

Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3 7 tahun setelah infeksi.

c. Sifilis Kardiovaskuler

Biasanya disebabkan oleh nekrosis aorta yang berlanjut ke arah katup. Tanda-tanda

sifiliis kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau aneurisma berbentuk kantong

pada arota torakal.


Umumnya bermanifestasi 10 20 tahun setelah interaksi, seumlah 10 % pasien

sifilis akan mengalami fase ini. Pria dan orang denga kulit warna lebih banyak

terkena, jantung pembuluh darah, yang terkena terutama yang besar. Kematian pada

sifilis terjadi akibat kelainan sistem ini.

d. Neurosifilis

Umumnya bermanifestasi dalam 10 20 tahun setelah terinfeksi. Kelainan ini lebih

banyak didapat pada orang kulit putih. Neurosifilis dibagi menjadi :

1. Neurosifilis Asimtomatik

Pemeriksaan serologi reaktif tidak ada tanda dan gejala kerusakan susunan saraf

pusat. Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukkan kenaikan sel, protein

total, dan tes serologi reaktif.

2. Neurosifilis Meningovaskuler

Terdapat tanda dan gejala kerusakan susunan saraf pusat, berupa kerusakan

pembuluh darah serebrum, infark dan ensefalomalasia dengan tanda-tanda adanya

fokus neurologis sesuai dengan ukuran dan lokasi lesi. Pemeriksaan sumsum tulang

beakang menunjukkan kenaikan sel, protein total, dan tes serologi reaktif.

3. Neurosifilis Parenkimatosa, yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis.

Paresis :
Tanda dan gejala paresis sangat banyak dan selalu menunjukkan penyebaran

kerusakan parenkimatosa perubahan sifat diri dapat terjadi, mulai dari yang ringan

hingga psikotik. Terdapat tanda-tanda fokus neurologis. Pemeriksaan sumsum tulang

belakang menunjukkan kenaikan sel, protein total, dan tes serologi reaktif

Tabes dorsalis :

Tanda dan gejala pertama tabes dorsalis akibat degenerasi kolumna posterior

adalah parestesia, ataksia, arefleksia, gangguan kandungan kemih impotensi, dan

perasaan nyeri seperti dipotong-potong, pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang

abnormal pada hampir semua penderita dan pemeriksaan serologis sebagian

menunjukkan reaktif.

III. ETIOLOGI

Treponema pallidum yang termasuk ordex sirochaetaeas, familli Treponematoceae.

IV. PATOFISIOLOGI

Treponema
Selaput lendir yang utuh / kulit dengan lesi.

Peredaran darah / semua organ

Masa inkubasi ( 3 minggu)

Makula

Papula

Ulkus yang berisi jaringan nekroti

Sifilis
V. DIAGNOSIS TEST

Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus di konfirmasikan dengan

pemeriksaan laboratorium berupa :

1. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field).

2. Mikroskop fluoresensi.

3. Penentuan antibodi di dalam serum.

Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi non spesifik,akan

tetapi dapat menunjukkan reaksi ddengan IgM da juga IgG, ialah :

a. Tes yang menentukan antibodi non spesifik.

- Tes Wasserman.

- Tes Khan

- Tes VDRL ( Venereal Diseases Research Laboratory).

- Tes RPR (Rapid Plasma Reagin).

- Tes Automated Reagin.

b. Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu tes RPCF (Reiter Protein Complement

Fixation)

c. Yang menentukan antibodi yaitu :

- Tes TPI (Trponema Pallidum Immobilization)

- Tes FTA ABS (Fluorecent Treponema Absorbed).


- Tes TPHA ( Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)

- Tes Elisa (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay).

VI. KOMPLIKASI

Komplikasi sifilis menurut Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (1998) yaitu:

Limfadenitis inguinalis luetikum.

Ulkus durum.

Dimensia paralitika.

Aneurisma aorta luetikum.

Taber dorsalis

- Krisis lambung luetik

- Gangguan miksi.

Periostitis/osteomielitis

Guma:

- Otak

- Mulut dan atau hidung

- Hepar

- Testis

- Kadang orchitis luetika


VII. MANIFESTASI KLINIS

- Tukak - Demam

- Lesi - Anorexia

- Pada pria selalu dis ertai pembesaran kelenjar limfe ingunal medial unilateral /

bilateral

- Terjadi kelainan kulit yaitu timbul berupa makula, postul dan rupia.

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa

Sifilis Primer dan Sekunder

- Penisilin benzalin 6 dosis 4,8 juta unit injeksi intramuskular (2,4 juta unit / kali)

dan diberikan satu kali seminggu, atau.

- Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi inframuskular

sehari selama 10 hari, atau

- Penisilin prokain + 2 % aluminium monostearat, dosis 4,8 juta unit, diberikan 2,4

juta unit / kali sebanyak 2 kali seminggu.

Sifilis Laten

- Penisilin Benzatin 6 dosis total 7,2 juta unit, atau

- Penisilin 6 prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit sehari)

atau
- Penisilin prokain + 2 % aluminium monostearat, dosis total 7,2 juta unit (diberikan

1,2 juta unit / kali, 2 kali seminggu).

Sifilis Stactom III

- Penisilin benzatin 6 dosis total 9,6 juta unit, atau

- Penisilin 6 prokain dalam aqua denga dosis total 18 juta unit (600.000 unit sehari)

atau

- Penisilin prokain 2 % aluminium monostearat, dosis total 9,6 juta unit (dibeirkan

1,2 juta unit / kali, 2 kali seminggu).

Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan :

- Tetrasiklin 5000 mg per oral 4 kali sehari selama 15 hari, atau.

- Eritromisin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 15 hari, atau.

Untuk pasien sifilis laten lanjut (71 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat

dierikan :

- Tetrasiklin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 30 hari, atau

- Eritrmisin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 30 hari

Obat ini tidak boleh dibeirkan kepada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak.

2. Pemantauan Serologik dilakukan pada bulan I, II, VI, dan XII tahun pertama \,

dan setiap 6 bulan per tahun kedua.

3. Non medikamentosa
Memberikan pendidikan kepada px dengan menjelaskan hal-hal sebagai beriut :

- Bahaya PKTS dan Komplikasinya

- Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan.

- Cara penularan PKTS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya.

- Hindari hubungan seksual sebelum sembuh, dan memakai kondom jika tak dapat

menghindarkan lagi.

- Cara-cara menghindari infeksi PKTS di masa datang.

B. KONSEP KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

1. Identitas

Sifilis bisa menyerang pada semua usia dan jenis kelamin.

2. Keluhan Utama

Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat adanya penyakit sifilis pada anggota keluarga lainnya sangat menentukan.
6. Pengkajian Persistem

a. Sistem integumen

Kulit : biasanya terdapat lesi. Berupa papula, makula, postula.

b. Kepala dan Leher

Kepala : Biasanya terdapat nyeri kepala

Mata : Pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata (keratitis inter stisial).

Hidung : Pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada hidung dan palatum.

Telinga : Pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.

Mulut : Pada sifilis kongenital, gigi hutchinson(incisivus I atas kanan dan kiri

bentuknya seperti obeng).

Leher : Pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.

c. Sistem Pernafasan

d. Sistem kardiovaskuler

- Kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis dan penyakit jantung reumatik

sebelumnya.

e. Sistem penceranaan

- Biasanya terjadi anorexia pada stadium II.

f. Sistem muskuloskeletal

Pada neurosifilis terjadi athaxia.


g. Sistem Neurologis

Biasanya terjadi parathesia.

h. Sistem perkemihan

Biasanya terjadi gangguan pada sistem perkemihan.

i. Sistem Reproduksi

Biasanya terjadi impotensi.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang kemungkinan muncul pada diagnosa sifilis

1. Gangguan integritas kulit sehubungan dengan diagnosa sifilis.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan proses peradangan.

3. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan infasi kuman.

4. Gangguan gambaran diri sehubungan dengan anatomi kulit dan bentuk tubuh.

III. INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx 1 :

Gangguan integritas kulit sehubungan dengan diagnosa sifilis.

Kriteria hasil : Kembalinya kulit normal.


Intervensi dan rasional :

1. Anjurkan menggunakan baju katun dan hindari baju ketat.

R/ : Menurunkan iritasi

2. Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat.

R/ : Untuk menyeimbangkan cairan.

3. Berikan dengan latihan rentang gerak.

R/ : Mencegah kerusakan lebih lanjut.

4. Kolaborasi dengan tim medis lain.

R/ : Untuk mempercepat proses penyembuhan.

Dx 2 :

Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan proses peradangan.

Kriteria hasil : Nyeri berkurang

Intervensi dan Rasional :

1. Kaji tingkat nyeri

R/ : Untuk mengetahui rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.

2. Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi.

R/ : Tekhnik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri.

3. Berikan posisi yang nyaman


R/ : posisi yang nyaman dapat meningkatkan relaksasi sehingga membantu

menurunkan nyeri.

4. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat golongan penisilin.

R/ : Memberikan penurunan rasa nyeri.

Dx 3 :

Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan infasi kuman.

Kriteria hasil : Suhu tubuh normal (36 37o)

Intervensi dan Rasional

1. Anjurkan pasien untuk memakai baju tipis.

R/ : Agar terjadi pemindahan panas.

2. Pantau suhu tubuh pasien

R/ : Mengetahui adanya infeksius akut.

3. Beri pasien kompres hangat.

R/ : Untuk menurunkan suhu tubuh.

4. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti piretik.

R/ : Untuk mengurangi demam / menurunkan suhu tubuh

Dx 4 :

Gangguan gambaran diri sehubungan dengan anatomi kulit dan bentuk tubuh.
Kriteria hasil :

- dapat mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.

- Mengenali penggabungan peruaban dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa

menimbulkan harga diri negatif.

Intervensi dan Rasional :

1. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa marah.

R/ : Membantu pasien untuk mengenal dan mulai memahami perasaan.

2. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.

R/ : Membantu peningkatkan [erasaan harga diri dan kontrol atas salah satu bagian

kehidupan.

3. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan pada klien melakukan sesuatu

untuk dirnya sendiri.

R/ : membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan diri sendiri dan

meningkatkan proses rehabilitasi.

IV. EVALUASI

1. Apakah integritas kulit klien sudah kembali normal / baik ?

2. Apakah gangguan rasa nyaman (nyeri) klien teratasi ?

3. Apakah suhu tubuh klien kembali normal ?

4. Apakah gangguan gambaran diri klien sudah teratasi ?


DAFTAR PUSTAKA

- Mansjoer Arif ; 2000 ; Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid 2 ; Media

aesculapius ; Jakarta.

- Daili Fahmi Syaiful ; 2003 ; Penykit Menular Seksual ; FKUI ;Jakarta.

- Doenges E. Marillyn ; 1999 ; Rencana Asuhan Keerawtan, Edisi 3 ; EGC ; Jakarta.

- Compenito J. Lynda ; 1999 ; Rencana Asuhan Keperawatan ; Edisi 2 ; EGC

; Jakarta.

- Ramali Ahmad. Med. Dr. ; 2000 ; Kamus Kedokteran ;Djambatan ; Jakarta.

- http://www.pakar-bangsa.com/2012/07/konsep-dasar-sifilis.html

Askep Sifilis

A. PENGERTIAN

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Penyakit menular
seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat
sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh.

B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah Treponema pallidum yang termasuk ordo spirochaetales, familia
spirochaetaceae, dan genus treponema. Bentuk spiral, panjang antara 6 15 m, lebar 0,15 m.
Gerakan rotasi dan maju seperti gerakan membuka botol. Berkembang biak secara pembelahan
melintang, pembelahan terjadi setiap 30 jam pada stadium aktif.

C. EPIDEMIOLOGI

Asal penyakit tidak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Pada tahun 1494 terjadi epidemi
di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis melelui hubungan seksual. Pada abad
ke-15 terjadiwabah di Eropa. Sesudah tahun 1860, morbilitas sifilis menurun cepat. Selama perang dunia
II, kejadian sifilis meningkat dan puncaknya pada tahun 1946, kemudian menurun setelah itu.

Kasus sifilis di Indonesia adalah 0,61%. Penderita yang terbanyak adalah stadium laten, disusul sifilis
stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.

D. PATOFISIOLOGI

1. Stadium Dini

Pada sifilis yang didapat, Treponema pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau
selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut berkembang biak, jaringan bereaksi
dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di
perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi oleh Treponema pallidum
dan sel-sel radang. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofi
endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Pada pemeriksaan klinis
tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional
secara limfogen dan berkembang biak, terjadi penjalaran hematogen yang menyebar ke seluruh
jaringan tubuh. Multiplikasi diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II yang terjadi 6-8 minggu
setelah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut berkurang
jumlahnya. Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatrik. S II juga
mengalami regresi perlahan-lahan lalu menghilang. Timbul stadium laten. Jika infeksi T.pallidum
gagal diatasi oleh proses imunitas tubuh, kuman akan berkembang biak lagi dan menimbulkan
lesi rekuren. Lesi dapat timbul berulang-ulang.
2. Stadium Lanjut

Stadium laten berlangsung bertahun-tahun karena treponema dalam keadaan dorman.


Treponema mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan
perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis.
Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi gejala.

E. KLASIFIKASI

Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisital (didapat). Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis
dini (sebelum dua tahun), lanjut (setelah dua tahun), dan stigmata. Sifillis akuisita dapat dibagi menurut
dua cara yaitu:

Klinis (stadium I/SI, stadium II/SII, stadium III/SIII)


Epidemiologik, menurut WHO dibagi menjadi:

o Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi), terdiri atas S I, S II, stadium
rekuren, dan stadium laten dini.
o Stadium lanjut tak menular (setelah satu tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium laten
lanjut dan S III.

F. GEJALA KLINIS

Sifilis Akuisita

1. Sifilis Dini

o Sifilis Primer (S I)
o Sifilis Sekunder (S II)

2. Sifilis Lanjut
G. PENCEGAHAN

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit sifilis. Hal-hal
yang dapat dilakukan antara lain :

Tidak berganti-ganti pasangan


Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan protective sex.
Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang sudah
terinfeksi.

H. PENATALAKSANAAN
Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif). Bagi yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin
4500 mg/hr, atau eritromisin 4500 mg/hr, atau doksisiklin 2100 mg/hr. Lama pengobatan 15 hari
bagi S I & S II dan 30 hari untuk stadium laten. Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas
meragukan. Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu 90-100%, sedangkan
tetrasiklin hanya 60-80%.

Obat lain adalah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4500 mg/hr selama 15 hari, Sefaloridin
memberi hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin dapat digunakan untuk S I dan S II.

I. PROGNOSIS
Prognosis sifilis menjadi lebih baik setelah ditemukannya penisilin. Jika penisilin tidak diobati, maka
hampir seperempatnya akan kambuh, 5% akan mendapat S III, 10% mengalami sifilis kardiovaskuler,
neurosifilis, dan 23% akan meninggal.

Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kelainan kulit akan sembuh dalam 7-
14 hari. Pembesaran kelenjar getah bening akan menetap berminggu-minggu.

Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S I dan S II. Kambuh klinis umumnya terjadi setahun setelah terapi
berupa lesi menular pada mulut, tenggorokan, dan regio perianal. Selain itu, terdapat kambuh serologik.

Pada sifilis laten lanjut, prognosis baik. Pada sifilis kardiovaskuler, prognosis sukar ditentukan. Prognosis
pada neurosifilis bergantung pada tempat dan derajat kerusakan.

Sel saraf yang sudah rusak bersifat irreversible. Prognosis neurosifilis pada sifilis dini baik, angka
penyembuhan dapat mencapai 100%. Neurosifilis asimtomatik pada stadium lanjut juga baik, kurang
dari 1% memerlukan terapi ulang

Prognosis sifilis kongenital dini baik. Pada yang lanjut, prognosis tergantung pada kerusakan yang sudah
ada.
Asuhan Keperawatan Sifilis (Syphilis)

Asuhan Keperawatan Sifilis (Syphilis)

A. Definisi
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan melalui
hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi sewaktu-waktu selain itu
bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat cepat diobati bila sudah dapat dideteksi sejak
dini. Kuman yang dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus
selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi janin
(Soedarto, 1998).
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit
ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh (Hidayat, 2009).
Sifilis ialah penyakit infeksi oleh Treponema palidum dengan perjalanan penyakit yang
kronis, adanya remisi dan aksaserbasi, dapat menyerang semua organ dalam tubuh terutama
sistem kardiovaskular, otak, dan susunan saraf, serta dapat terjadi sifilis kongenital (Mansjoer,
Arif, et al, 2000: 153).
Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa sifilis adalah penyakit
infeksi yang dapat digolongkan Penyakit Menular Seksual (PMS), yang disebabkan oleh
Treponema palidium, yang bersifat kronis dan bekerja secara sistemik.

B. Etiologi
Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum termasuk ordo
Spirochaeta, famili Treponemetoceae yang berbentuk seperti spiral dengan panjang antara 5- 20
mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan nampak
seperti spiral yang bisa melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah
dimatikan oleh sabun, oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah donor yang
disimpan dalam lemari es Treponema Pallidum akan mati dalam waktu tiga hari tetapi dapat
ditularkan melalui tranfusi mengunakan darah segar (Soedarto, 1990). Sifilis ini juga dapat
menular melalui hubungan seksual dengan penderita sifilis. Kontak kilit dengan lesi yang
mengandung T. pallidum juga akan menularkan penyakit sifilis.
C. Manifestasi Klinis
1. Sifilis primer
Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah infeksi ditandai oleh Chancre sifilis dan adenitis
regional. Papula tidak nyeri tampak pada tempat sesudah masuknya Treponema pallidum.
Papula segera berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri dengan tepi menonjol yang disebut
chancre. Infeksinya sebagai lesi primer akan terlihat ulserasi (chancre) yang soliter, tidak nyeri,
mengeras, dan terutama terdapat di daerah genitalia disertai dengan pembesaran kelenjar regional
yang tidak nyeri. Chancre biasanya pada genitalia berisi Treponema pallidum yang hidup dan
sangat menular, chancre extragenitalia dapat juga ditemukan pada tempat masuknya sifilis
primer. Chancre biasanya bisa sembuh dengan sendirinya dalam 4 6 minggu dan setelah
sembuh menimbulkan jaringan parut. Penderita yang tidak diobati infeksinya berkembang ke
manifestasi sifilis sekunder.

2. Sifilis Sekunder
Terjadi sifilis sekunder, 210 minggu setelah chancre sembuh. Manifestasi sifilis
sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi ruam, mukola papuler non pruritus, yang dapat
terjadi diseluruh tubuh yang meliputi telapak tangan dan telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga
berkembang pada daerah yang lembab di sekitar anus dan vagina, terjadi kondilomata lata (plak
seperti veruka, abuabu putih sampai eritematosa). Dan plak putih disebut (Mukous patkes)
dapat ditemukan pada membran mukosa, gejala yang ditimbulkan dari sifilis sekunder adalah
penyakit seperti flu seperti demam ringan, nyeri kepala, malaise, anoreksia, penurunan berat
badan, nyeri tenggorokan, mialgia, dan artralgia serta limfadenopati menyeluruh sering ada.
Manifestasi ginjal, hati, dan mata dapat ditemukan juga, meningitis terjadi 30% penderita. Sifilis
sekunder dimanifestasikan oleh pleositosis dan kenaikan cairan protein serebrospinal (CSS),
tetapi penderita tidak dapat menunjukkan gejala neurologis sifilis laten.

1. Relapsing sifilis.
Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang tidak tepat dosis dan
jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala gejala klinik dapat timbul kembali, tetapi
mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan serologinya yaitu dari reaksi STS (Serologis Test
for Syfilis) yang negatif menjadi positif. Gejala yang timbul kembali sama dengan gejala klinik
pada stadium sifilis sekunder.
Relapsing sifilis yang ada terdiri dari :
a. Sifilis laten
Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis sekunder dan tersier, ini
berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten (laten awal). Tidak terjadi kekambuhan sesudah
tahun pertama disertai sifilis lambat yang tidak mungkin bergejala. Sifilis laten yang infektif
dapat ditularkan selama 4 tahun pertama sedang sifilis laten yang tidak menular berlangsung
setelah 4 tahun tersebut. Sifilis laten selama berlangsung tidak dijumpai gejala klinik hanya
reaksi STS positif.

b. Sifilis tersier
Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun tahun sejak sesudah gejala sekunder menghilang.
Pada stadium ini penderita dapat mulai menunjukkan manifestasi penyakit tersier yang meliputi
neurologis, kardiovaskuler dan lesi gummatosa, pada kulit dapat terjadi lesi berupa nodul,
noduloulseratif atau gumma. Gumma selain mengenai kulit dapat mengenai semua bagian tubuh
sehingga dapat terjadi aneurisma aorta, insufisiensi aorta, aortitis dan kelainan pada susunan
syaraf pusat (neurosifilis ).

c. Sifilis kongenital
Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil yang menderita sifilis kepada
anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan sifilis dengan pengobatan tidak tepat atau tidak
diobati akan mengakibatkan sifilis kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis
mengakibatkan anak lahir mati, infantille congenital sifilis atau sifilis timbul sesudah anak
menjadi besar dan bahkan sesudah dewasa. Pada infantil kongenital sifilis bayi mempunyai lesi
lesi mukokutan. Kondiloma, pelunakan tulang tulang panjang, paralisis dan rinitis yang
persisten. Sedangkan jika sifilis timbul sesudah anak menjadi besar atau dewasa maka kelainan
yang timbul pada umumnya menyangkut susunan syaraf pusat misalnya parasis atau tabes, atrofi
nervous optikus dan tuli akibat kelainan syaraf nervous kedelapan, juga interstitial keratitis, stig
mata tulang dan gigi, saddel nose, saber shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang ) dan
kadang kadang gigi Hutchinson dapat dijumpai. Prognosis sifilis kongenital tergantung
beratnya infeksi tetapi kelainan yang sudah terjadi akibat neurosifilis biasanya sudah bisa
disembuhkan. (Soedarto, 1990).

D. Patofisiologi

1. Stadium Dini

Pada sifilis yang didapat, Treponema pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi
atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut berkembang biak, jaringan
bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma,
terutama di perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi oleh
Treponema pallidum dan sel-sel radang. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan
perubahan hipertrofi endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans).
Pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar
getah bening regional secara limfogen dan berkembang biak, terjadi penjalaran hematogen yang
menyebar ke seluruh jaringan tubuh. Multiplikasi diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II yang
terjadi 6-8 minggu setelah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut
berkurang jumlahnya. Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatrik. S
II juga mengalami regresi perlahan-lahan lalu menghilang. Timbul stadium laten. Jika infeksi T.
pallidum gagal diatasi oleh proses imunitas tubuh, kuman akan berkembang biak lagi dan
menimbulkan lesi rekuren. Lesi dapat timbul berulang-ulang.

2. Stadium Lanjut

Stadium laten berlangsung bertahun-tahun karena treponema dalam keadaan dorman.


Treponema mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan
perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis.
Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi gejala.

E. Pathway

Kurang pengetahuan Treponema pallidum


Unhealthy sex Mikrolesi/Selaput lender (port de entry)

Berkembang biak

Jaringan bereaksi

Membentuk infiltrate ( Sel limfosit dan sel plasma)

Pembuluh darah kecil

Berproliferasi

Dikelilingi T. pallidum dan sel radang

Hipertropi endothelium

Obstruksi lumen

Gangguan integritas kulit Lesi


Gangguan konsep diri

Pengobatan Tidak ada pengobatan

Sifilis sembuh Kelenjar getah bening regional

Penyebaran hematogen
Hipertermi
Infeksi sistemik

Neuro Kardio

Gangguan
perfusi
jaringan
Inflamasi membran&
Cairan sekitar otak serta inflamasi aorta,
Spinal cord arteri mayor, dan

pembuluh darah lainnya Nyeri

Meningitis, Koordinasi otot yang buruk,


Paralysis, Numbness Gangguan
mobilitas fisik

F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau
pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Pada kasus
tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non protonema. Uji non
protonema seperti Venereal Disease Research Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui antibodi
dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif uji VDRL cenderung
berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amat membantu dalam skrining, titer naik bila
penyakit aktif (gagal pengobatan atau reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan
sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui
hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma inguinale, limfogranuloma venerium, verrucae
acuminata, skabies, dan keganasan ( kanker ).

G. Komplikasi
Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh. Sifilis juga
meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat menyebabkan gangguan selama hamil.
Pengobatan dapat membantu mencegah kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat
memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.
Benjolan kecil atau tumor
Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat berkembang dari kulit, tulang, hepar, atau organ
lainnya pada sifilis tahap laten. Jika pada tahap ini dilakukan pengobatan, gummas biasanya akan
hilang.
Masalah Neurologi
Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa masalah pada nervous sistem, seperti:
Stroke
Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal cord (meningitis)
Koordinasi otot yang buruk
Numbness (mati rasa)
Paralysis
Deafness or visual problems
Personality changes
Dementia
Masalah kardiovaskular
Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan inflamasi aorta, arteri mayor, dan pembuluh
darah lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan valvular heart desease, seperti aortic valve
stenonis.
Infeksi HIV
Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok genital lainnya mempunyai
perkiraan dua sampai lima kali lipat peningkatan resiko mengidap HIV. Lesi sifilis dapat dengan
mudah perdarahan, ini menyediakan jalan yang sangat mudah untuk masuknya HIV ke aliran
darah selama aktivitas seksual.
Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir
Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati, salah satunya melalui keguguran,
atau dapat hidup namun dengan umur beberapa hari saja. Resiko untuk lahir premature juga
menjadi lebih tinggi.
Pada stadium primer komplikasi diatas belum terjadi. Manifestasi di atas dapat muncul
pada sifilis dengan stadium tersier dan kongenital karena infeksi Treponema mencapai sistem
saraf pusat (SSP), sehingga apabila sudah mengenai SSP maka akan mengganggu semua sistem
tubuh sehingga akan terjadi penurunan daya imun yang memudahkan masuknya infeksi lainnya,
pada organ ginjal akan menyebabkan gangguan sistem perkemihan dan akan mengganggu sistem
organ lainnya.

H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Penatalaksanaan Medis
Sifilis primer dan sekunder
1. Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan diberikan 1 x seminggu
2. Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari selama 10 hari.
3. Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit, diberikan 2,4 juta
unit/kali sebanyak dua kali seminggu.
Sifilis laten
1. Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit
2. Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit sehari).
3. Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit (diberikan 1,2 juta
unit/kali, dua kali seminggu).
Sifilis III
1. Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit
2. Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit)
3. Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit (diberikan 1,2 juta
unit/kali, dua kali seminggu)
Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:
1. Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
2. Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:
1. Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari
2. Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari.
*Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak.

Penatalaksanaan Keperawatan
Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1. Bahaya PMS dan komplikais
2. Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan
3. Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
4. Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat dihindarkan lagi.
5. Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin
6. Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.

I. Pengkajian Keperawatan
Sifilis merupakan infeksi kronik menular yang dapat menyebabkan penurunan daya
imum seseorang dan bersifat kongenital sehingga dapat mengakibatkan kematian dan
kemandulan.

1. Aktivitas
Gejala: kelelahan terus- menerus, kaku kuduk, malaise,.
Tanda: kelemahan, perubahan tanda- tanda vital.
2. Sirkulasi
Gejala: komplikasi kardiovaskuler, aneurisma.
Tanda: tekanan darah kadang-kadang naik.
3. Intergritas ego
Gejala: ansietas, kuatir dan takut.kurang pengetahuan tentang penyakit.
Tanda: cemas, gelisah, bertanya-tanya terus tentang penyakit, menyendiri.
4. Eliminasi
Gejala: penurunan berkemih, nyeri pada saat kencing, kencing keluar Nanah.
Tanda: kencing bercampur nanah,nyeri pada saat kencing.
5. Makanan dan cairan
Gejala: anoreksia, nausea
Tanda: vomiting
6. Hygiene
Gejala: kurang kebersihan genitalia
7. Neurosensori
Gejala: pusing, paresis
Tanda: Kerusakan SSP, atralgia
8. Nyeri dan kenyamanan
Gejala: nyeri BAK
Tanda: gelisah dan perilaku menghindari nyeri
9. Interaksi sosial
Gejala: kurang percaya diri bergaul dengan masyarakat

J. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronis b.d adanya lesi pada jaringan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, nyeri klien hilang dan kenyamanan
terpenuhi
Kriteria:
Nyeri klien berkurang
Ekspresi wajah klien tidak kesakitan
Keluhan klien berkurang
Skala 0-1
TTV TD: 110/80-120/90 mmHg, T: 360-370C, HR: 70-100x/mnt, RR:16-20x/mnt
Intervensi:
1. Kaji riwayat nyeri dan respon terhadap nyeri
2. Kaji kebutuhan yang dapat mengurangi nyeri dan jelaskan tentang teknik
mengurangi nyeri dan penyebab nyeri
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman (mengganti alat tenun)
2. Kurangi stimulus yang tidak menyenangkan
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik

b. Hipertermi b.d proses infeksi


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, klien akan memiliki suhu tubuh normal
Kriteria:
Suhu 3637 C
Klien tidak menggigil
Klien dapat istirahat dengan tenang
Intervensi:
o Observasi keadaan umum klien dengan tanda vital tiap 2 jam sekali
o Berikan antipiretik sesuai anjuran dokter dan monitor keefektifan 30-60 menit
o kemudian
o Berikan kompres di dahi dan lengan
o Anjurkan agar klien menggunakan pakaian yang tipis dan longgar
o Berikan minum yang banyak pada klien

c. Kerusakan integritas kulit b.d. substansi kimia (T. pallidum)


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, klien memiliki integritas kulit yang baik.
Kriteria:
Integritas kulit yang baik bias dipertahankan (sensasi, elastic, temperature, hidrasi, pigmentasi).
Tidak ada luka/lesi pada kulit
Perfusi jaringan baik
Menunjukkan adanya perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang.
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.
Intervensi:
o Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
o Hindari kerutan pada tempat tidur.
o Jaga kenersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
o Monitor kulit akan adanya kemerahan.
o Monitor status nutrisi pasien.
o Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat.

d. Cemas b.d proses penyakit


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, cemas berkurang atau hilang
Kriteria:
Klien merasa rileks
TTV TD: 110/80-120/90 mmHg, T: 360-370C, HR: 70-100x/mnt, RR:16-20x/mnt
Klien dapat menerima dirinya apa adanya
Intervensi:
o Kaji tingkat ketakutan dengan cara pendekatan dan bina hubungan saling percaya
o Pertahankan lingkungan yang tenang dan aman serta menjauhkan benda-benda berbahaya
o Libatkan klien dan keluarga dalam prosedur pelaksanaan dan perawatan
o Ajarkan penggunaan relaksasi
o Beritahu tentang penyakit klien dan tindakan yang akan dilakukan secara sederhana.

askep sifilis dan gonorhe

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sifilis ( lues venera, penyakit raja singa ) termasuk penyakit akibat hubungan seksual
yang paling ditakuti, karena mempunyai jangkauan yang sangat luas.
Menurut laporan WHO, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa pada saat ini umumnya
terlihat penurunan insiden sifilis, kecuali pada beberapa Negara tertentu mulai meningkat lagi,
misalnya di Kuba, Amerika Serikat, dan Denmark. Laporan ini juga mengatakan bahwa penyakit
ini cenderung menyerang usia muda dan laki laki lebih sering terkena dibandingkan dengan
wanita. Pada masa sekarang sifilis dengan gejala berat jarang ditemukan. Di Indonesia, insiden
sifilis terlihat menurun, demikian juga di Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FKUA / RSU Dr.
Soetomo tetapi sekitar 2 3 tahun terakhir ini terlihat meningkat kembali.
Gonoroe ( Gonorhoeae ) adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh kuman Neisseria
gonorhoeae, suatu diplokokus gram negatif. Infeksi umumnya terjadi karena aktivitas seksual
secara genito genital, namun dapat juga melalui kontak seksual secara oro genital dan ano
genital.Pada laki laki umumnya menyebabkan urethritis akut, sementara pada perempuan
menyebabkan servisitis yang mungkin saja asimtomatis.
Di Negara Amerika Serikat, rata rata tertinggi yang terkena penyakit gonoroe
ditemukan pada orang orang yang belum menikah yang berusia sekitar 15 30 tahun. Tempat
tersering pada wanita yang terkena infeksi gonoroe adalah endoserviks ( 80 90 % ), diikuti
uretra ( 80 % ), rectum ( 40 % ), dan faring ( 10 20 % ).
Dari data data yang telah kami peroleh tersebut diatas, maka dengan ini kami akan
membahasnya dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan Sifilis dan Gonoroe ?
1.2.2 Apakah yang menjadi penyebab terjadinya Sifilis dan Gonoroe?
1.2.3 Bagaimana manifestasi klinis penyakit Sifilis dan Gonoroe ?
1.2.4 Bagaimana komplikasi yang terjadi pada Sifilis dan Gonoroe?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi terjadinya Sifilis dan Gonoroe ?
1.2.6 Apa saja pemeriksaan penunjang pada Sifilis dan Gonoroe ?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan Sifilis dan Gonoroe ?
1.2.8 Bagaimana proses asuhan keperawatan pada penyakit Sifilis dan Gonoroe ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk menghasilkan deskripsi tentang definisi Sifilisdan Gonoroe
1.3.2 Untuk menghasilkan deskripsi tentang penyebab terjadinya Sifilis dan Gonoroe
1.3.3 Untuk menghasilkan gambaran tentang manifestasi klinis penyakit Sifilis dan Gonoroe
1.3.4 Untuk menghasilkan gambaran tentang komplikasi yang terjadi pada Sifilis dan Gonoroe
1.3.5 Untuk menghasilkan gambaran tentang patofisiologi terjadinya Sifilis dan Gonoroe
1.3.6 Untuk menghasilkan deskripsi tentang pemeriksaan penunjang pada Sifilis dan Gonoroe
1.3.7 Untuk menghasilkan gambaran tentang penatalaksanaan Sifilis dan Gonoroe
1.3.8 Untuk menghasilkan gambaran tentang proses asuhan keperawatan pada penyakit Sifilis dan
Gonoroe

1.4 Manfaat
1.4.1 Memberikan informasi tentang penyakit Sifilis dan Gonoroe
1.4.2 Memberikan informasi tentang proses asuhan keperawatan pada pasien dengan Sifilis dan
Gonoroe

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 SIFILIS
2.1.1 Definisi
Sifilis ialah penyakit infeksi oleh Treponema pallidum dengan perjalanan penyakit yang
kronis, adanya remisi dan eksaserbasi, dapat menyerang semua organ dalam tubuh terutama
system kardiovaskular, otak dan susunan saraf, serta dapat terjadi sifilis kongenital ( Husna,
Atiek, Purnawan ).
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum dan
mempunyai beberapa sifat, yaitu : perjalanan penyakitnya sangat kronis, dalam perjalanannya
dapat menyerang semua organ tubuh, dapat menyerupai macam macam penyakit, mempunyai
masa laten, dapat kambuh kembali ( rekuren ), dan dapat ditularkan dari ibu ke janinnya
sehingga menimbulkan kelainan kongenital ( Dwi Murtiastutik ).
Sifilis ( sering disebut lues atau raja singa ) adalah penyakit menular akibat hubungan
seksual ( PHS ) yang disebabkan oleh bakteri dari jenis Treponema pallidum, bersifat menahun,
dapat menimbulkan komplikasi yang luas yaitu merusak hamper semua jaringan tubuh (
termasuk otak dan kardiovaskular ) ( Drs. H Akhsin Zulkoni M Si ).

Klasifikasi
Secara garis besar sifilis dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Sifilis kongenital ( bawaan )
Sifilis yang terjadi akibat infeksi Treponema yang berasal dari ibu yang terinfeksi sifilis
primer atau sekunder, jarang infeksi laten. Infeksi dapat terjadi pada tahap atau usia kehamilan
manapun.
2. Sifilis akuisita ( didapat )
Penyebaran yang terjadi akibat kontak seksual langsung, transfusi darah atau kontak
dengan jaringan yang terinfeksi.
Sifilis dikelompokkan berdasarkan gambaran klinis :
1. Sifilis Primer ( SI )
Kuman masuk dan melalui masa inkubasi antara 9 90 hari ( rata rata 2 4 minggu ).
Infeksi diawali dari munculnya daerah penonjolan kecil yang dengan segera akan berubah
menjadi suatu ulkus ( luka terbuka ), tanpa disertai nyeri ( disebut chancre / cangker ). Luka
tersebut tidak mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang
sangat menular. Luka atau ulkus terjadi yang tersering adalah pada penis, vulva atau vagina,
anus, rectum, bibir, lidah, tenggorokan, leher Rahim, jari jari tangan atau bagian tubuh lainnya,
luka inilah yang merupakan tempat infeksi Treponema pallidum pertama kali.Luka tersebut
hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan.Luka biasanya membaik
dalam waktu 3 12 minggu dan penderita tampak sehat secara keseluruhan.
2. Sifilis Sekunder ( SII )
Biasanya stadium II timbul 6 8 minggu kemudian dan pada waktu timbulnya, sepertiga
masih disertai SI.Karena sifat kelainannya sistemik, maka selalu didahului gejala prodromal,
misalnya sakit di daerah otot atau sendi, suhu badan subfebris, sukar menelan, malaise,
anoreksia, dan sefalgia. Kelainan yang timbul dapat mengenai kulit ( 75 % ), selaput lender ( 30
% ), kelenjar ( 50 %), dan alat alat dalam ( 10 % ).
3. Sifilis Laten
Kalau sifilis stadium dua masih juga belum diobati, para penderitanya akan mengalami apa
yang disebut dengan sifilis laten. Hal ini berarti bahwa semua gejala penyakit akan menghilang,
namun penyakit tersebut sesungguhnya masih bersarang dalam tubuh, dan bakteri penyebabnya
pun masih bergerak di seluruh tubuh. Sifilis laten ini dapat berlangsung hingga bertahun tahun
lamanya.
4. Sifilis Tersier ( sifilis benigna lanjut / SIII )
Kelainan timbul 3 10 tahun sesudah stadium I. Pada stadium ini, bakteri telah menyebar
ke seluruh tubuh dan dapat merusak otak, jantung, batang otak dan tulang.Pada fase tersier
penderita tidak lagi menularkan penyakitnya.Gejala bervariasi mulai ringan sampai sangat parah.
5. Sifilis Kardiovaskular dan Neurosifilis
Sifilis kardiovaskular timbul 10 40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat pada sekitar
10 % kasus lanjut dan 40 % dapat bersama neurosifilis. Sifilis kardiovaskular dapat dibagi dalam
3 tipe :
a. Sifilis pada jantung
b. Sifilis pada pembuluh darah besar
c. Sifilis pada pembuluh darah sedang
Sifilis neurosifilis merupakan sifilis pada system saraf dan terjadi pada sekitar 5 %
penderita yang tidak diobati.Infeksi terjadi pada stadium dini.Sebagian besar kasus tidak
memberikan gejala, setelah bertahun tahun baru menimbulkan gejala.Gejala klinis neurosifilis
terjadi setelah 5 25 tahun dari afek primer atau infeksi awal. Neurosifilis dibagi menjadi 4 jenis
:
a. Neurosifilis asimtomatis
b. Neurosifilis meningovaskuler
c. Neurosifilis parenkimatosa

2.1.2 Etiologi
Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum termasuk golongan
Spirochaeta yang berbentuk seperti spiral dengan panjang antara 5- 20 mikron dan lebar 0,1- 0,2
mikron, mudah dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan nampak seperti spiral yang bisa
melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah dimatikan oleh sabun,
oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah donor yang disimpan dalam lemari es
Treponema Pallidum akan mati dalam waktu tiga hari tetapi dapat ditularkan melalui tranfusi
mengunakan darah segar.

Troponema Pallidum
2.1.3 Manifestasi Klinis
1. Sifilis Primer ( SI )
Terjadi 10-90 hari setelah infeksi
Tanda klinis yang pertama berupa tukak, biasanya hanya berjumlah satu meskipun dapat juga
multiple
Sedikit nyeri pada papula, papula berukuran 1-2 cm, teraba keras
Lesi bisa ditemukan di genitalia eksterna serta pada bibir, lidah, tonsil, puting susu, jari dan anus
Berbentuk bulat/lonjong, bersih, merah dan tidak ada tanda-tanda radang
Terjadi pembesaran getah bening
2. Sifilis Sekunder ( SII )
Terjadi 1-6 bulan stelah infeksi
Kebotakan pada rambut, alis dan bulu mata
Kondilomatalata
Lesi membran mukosa, lesi dapat berupa papula dan macula
Gejala penyakit sistemik mencakup demam ringan, sakit kepala, anoreksia dan nyeri pada tulang
Terjadi pembesaran kelanjar limfe
3. Sifilis Laten
Semua gejala penyakit akan menghilang, namun penyakit tersebut sesungguhnya masih
bersarang dalam tubuh, dan bakteri penyebabnya pun masih bergerak di seluruh tubuh. Sifilis
laten ini dapat berlangsung hingga bertahun tahun lamanya.
4. Sifilis Tersier
Sifilis tersier yang muncul pada 1/3 dari penderita yang tidak ditangani dengan baik. Biasanya
timbul 1-10 tahun setelah infeksi awal, tetapi pada beberapa kasus bisa sampai 50 tahun baru
timbul, stadium ini bisa dilihat dengan tanda-tanda timbul benjolan seperti tumor yang lunak.
Pada stadium ini, banyak kerusakan organ yang bisa terjadi, mulai dari kerusakan tulang, saraf,
otak, otot, mata, jantung, dan organ lainnya.
5. Sifilis Kardiovaskular dan Neurosifilis
Sifilis kardiovaskular
Umumnya gejala baru timbul setelah 10 20 tahun setelah infeksi primer. 10 % penderita sifilis
akan mengalami fase ini. Kematian akibat sifilis fase ini biasanya akibat kematian kematian
pembuluh darah besar jantung seperi aorta.
Sifilis neurosifilis
Neurosifilis baru timbul setelah 10 20 tahun terjadinya infeksi primer.Pada neurosifilis dapat
terjadi gangguan mental ringan sampai berat.Dapat juga terjadi gangguan saraf seperti
kelumpuhan, kehilangan reflex, gangguan kandung kemih, impotensi, dan perasaan nyeri seperti
dipotong potong.

2.1.4 Komplikasi
Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh.Sifilis juga
meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat menyebabkan gangguan selama
hamil.Pengobatan dapat membantu mencegah kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat
memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.
Benjolan kecil atau tumor. Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat berkembang dari
kulit, tulang, hepar, atau organ lainnya pada sifilis tahap laten. Jika pada tahap ini dilakukan
pengobatan, gummas biasanya akan hilang.
Masalah Neurologi
Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa masalah pada nervous sistem,
seperti:
Stroke
Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal cord (meningitis)
Koordinasi otot yang buruk
Numbness (mati rasa)
Paralysis
Deafness or visual problems
Personality changes
Dementia
Masalah kardiovaskular
Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan inflamasi aorta, arteri mayor, dan
pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan valvular heart desease, seperti aortic
valve stenonis.
Infeksi HIV
Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok genital lainnya
mempunyai perkiraan dua sampai lima kali lipat peningkatan resiko mengidap HIV. Lesi sifilis
dapat dengan mudah perdarahan, ini menyediakan jalan yang sangat mudah untuk masuknya
HIV ke aliran darah selama aktivitas seksual.
Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir
Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati, salah satunya melalui
keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur beberapa hari saja. Resiko untuk lahir
premature juga menjadi lebih tinggi.
Pada stadium primer komplikasi diatas belum terjadi. Manifestasi di atas dapat muncul
pada sifilis dengan stadium tersier dan kongenital karena infeksi Treponema mencapai sistem
saraf pusat (SSP), sehingga apabila sudah mengenai SSP maka akan mengganggu semua sistem
tubuh sehingga akan terjadi penurunan daya imun yang memudahkan masuknya infeksi lainnya,
pada organ ginjal akan menyebabkan gangguan sistem perkemihan dan akan mengganggu sistem
organ lainnya.

2.1.5 Patofisiologi

Treponema pallidum

Unhealthy sex Mikrolesi / selaput lender


berkembangbiak
Jaringan bereaksi

Membentuk infiltrate
( sel limfosit dan sel plasma )
di pembuluh darah kulit

Berploriferasi

Menekan serabut saraf nyeri Dikelilingi T. pallidum


Dan sel radang
Medula spinalis di hipothalamus

Hipertropi endothelium

Obstruksi lumen

Lesi

Pengobatan Tidak ada pengobatan


Sifilis sembuh Kelenjar getah bening regional

Penyebaran hematogen

Infeksi sistemik

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau
pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope).Padakasus
tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non protonema.Uji non
protonema seperti Venereal. Disease Research Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui antibodi
dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum.Hasil ujikuantitatif uji VDRL cenderung
berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga amatmembantu dalam skrining, titer naik bila
penyakit aktif (gagal pengobatan atau reinfeksi) danturun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis
primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan
kelamin yaitu chancroid, granulomainguinale, limfogranuloma venerium, verrucae acuminata,
skabies, dan keganasan ( kanker ).

2.1.7 Penatalaksanaan
2.1.7.1 Medikamentosa
Sifilis primer dan sekunder
Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit injeksi IM ( 2,4 juta unit/kali ) dan diberikan satu kali
seminggu, atau
Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari selama 10 hari, atau
Penisilin prokain +2 % aluminium monostearat, dosis total 4,8 juta unit, diberikan 2,4 juta
unit/kali sebanyak 2 kali seminggu.

Sifilis laten
Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit, atau
Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit ( 600.000 unit sehari ), atau
Penisilin prokain +2 % aluminium monostearat, dosis total 7,2 juta unit ( diberikan 1,2 juta
unit/kali, 2 kali seminggu )
Sifilis tersier
Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit, atau
Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit ( 600.000 unit sehari ), atau
Penisilin prokain +2 % aluminium monostearat, dosis total 9,6 juta unit ( diberikan 1,2 juta
unit/kali, 2 kali seminggu )
Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan :
Tetrasiklin 500 mg/oral 4 kali/hari selama 15 hari, atau
Eritromisin 500 mg/oral 4 kali/hari selama 15 hari, atau
Untuk pasien sifilis laten lanjut(> 1 tahun ) yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan :
Tetrasiklin 500 mg/oral 4 kali/hari selama 30 hari, atau
Eritromisin 500 mg/oral 4 kali/hari selama 30 hari, atau
Obat ini tidak boleh diberikan kepada wanita hamil, menyusui, dan anak anak.
2.1.7.2 Pemantauan serologik dilakukan pada bulan I, II, VI, dan XII tahun pertama, dan setiap 6 bulan
pada tahun kedua.
2.1.7.3 Nonmedikamentosa
Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal hal sebagai beikut :
Bahaya PMS dan komplikasinya
Pentingnua mematuhi pengobatan yang diberikan
Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
Hindari hubungan seksual sebelum sembuh, dan memakai kondom jika tak dapat
menghindarkan lagi
Cara cara menghindari infeksi PMS di masa dating

2.1.8 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SIFILIS


PENGKAJIAN
1. Identitas
Sifilis bisa menyerang pada semua usia dan jenis kelamin.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya penyakit sifilis pada anggota keluarga lainnya sangat menentukan.
6. Pengkajian Persistem
a. Sistem integumen
Kulit : biasanya terdapat lesi. Berupa papula, makula, postula.
b. Kepala dan Leher
Kepala : Biasanya terdapat nyeri kepala
Mata : Pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata (keratitis inter stisial).
Hidung : Pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada hidung dan palatum.
Telinga : Pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.
Mulut : Pada sifilis kongenital, gigi hutchinson (incisivus I atas kanan dan kiri bentuknya seperti
obeng).
Leher : Pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.
c. Sistem Pernafasan
d. Sistem kardiovaskuler
Kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis dan penyakit jantung reumatik sebelumnya.
e. Sistem penceranaan
Biasanya terjadi anorexia pada stadium II.
f. Sistem muskuloskeletal
Pada neurosifilis terjadi athaxia.
g. Sistem Neurologis
Biasanya terjadi parathesia.
h. Sistem perkemihan
Biasanya terjadi gangguan pada sistem perkemihan.
i. Sistem Reproduksi
Biasanya terjadi impotensi.

DIAGNOSA
Diagnosa yang kemungkinan muncul pada diagnosa sifilis
a. Gangguan integritas kulit sehubungan dengan diagnosa sifilis.
b. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan proses peradangan.
c. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan infasi kuman.
d. Gangguan gambaran diri sehubungan dengan anatomi kulit dan bentuk tubuh.

INTERVENSI
a. Gangguan integritas kulit sehubungan dengan diagnosa sifilis.
Kriteria hasil : Kembalinya kulit normal.
Intervensi :
1. Anjurkan menggunakan baju katun dan hindari baju ketat.
R/ : Menurunkan iritasi
2. Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat.
R/ :Untuk menyeimbangkan cairan.
3. Berikan dengan latihan rentang gerak.
R/ : Mencegah kerusakan lebih lanjut.
4. Kolaborasi dengan tim medis lain.
R/ : Untuk mempercepat proses penyembuhan.
b. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan proses peradangan.
Kriteria hasil : Nyeri berkurang
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri
R/ : Untuk mengetahui rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
2. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
R/ : Tekhnik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri.
3. Berikan posisi yang nyaman
R/ : posisi yang nyaman dapat meningkatkan relaksasi sehingga membantu menurunkan nyeri.
4. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat golongan penisilin.
R/ : Memberikan penurunan rasa nyeri.
c. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan infasi kuman.
Kriteria hasil : Suhu tubuh normal (36 37o)
Intervensi :
1. Anjurkan pasien untuk memakai baju tipis.
R/ : Agar terjadi pemindahan panas.
2. Pantau suhu tubuh pasien
R/ : Mengetahui adanya infeksius akut.
3. Beri pasien kompres hangat.
R/ : Untuk menurunkan suhu tubuh.
4. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti piretik.
R/ : Untuk mengurangi demam / menurunkan suhu tubuh
d. Gangguan gambaran diri sehubungan dengan anatomi kulit dan bentuk tubuh.
Kriteria hasil :
1. dapat mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.
2. Mengenali penggabungan peruaban dalam konsep diri dalam cara yang akurat tanpa
menimbulkan harga diri negatif.
Intervensi:
1. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa marah.
R/ : Membantu pasien untuk mengenal dan mulai memahami perasaan.
2. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.
R/ : Membantu peningkatkan [erasaan harga diri dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan.
3. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan pada klien melakukan sesuatu untuk dirnya
sendiri.
R/ : membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan diri sendiri dan
meningkatkan proses rehabilitasi.

2.2 GONORHOE
2.2.1 Definisi
Gonoroe adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae ( N.
Gonorrhoeae )
Gonoroe ( Gonorhoeae ) adalah infeksi bakteri yang disebabkan oleh kuman Neisseria
gonorhoeae, suatu diplokokus gram negatif. Infeksi umumnya terjadi karena aktivitas seksual
secara genito genital, namun dapat juga melalui kontak seksual secara oro genital dan ano
genital.Pada laki laki umumnya menyebabkan urethritis akut, sementara pada perempuan
menyebabkan servisitis yang mungkin saja asimtomatis.
Kuman N. gonorhoeae paling mudah menginfeksi daerah dengan mukosa epitel kuboid
atau lapis gepeng yang belum berkembang ( imatur ), misalnya pada vagina wanita sebelum
pubertas.
Umumnya penularan melalui hubungan kelamin, yaitu secara genito genital, oro
genital, dan ano genital.

2.2.2 Etiologi
Penyebab gonoroe adalah gonokok yang ditemukan oleh NEISSER pada tahun 1879 dan
baru diumumkan pada tahun 1882. Kuman tersebut termasuk dalam grup Neisseria dan dikenal
ada empat spesies, yaitu N. gonorrhoeae dan N. meningiditis yang bersifat pathogen serta N.
catarrhalis dan N. faringis sicca yang bersifat komensal. Keempat spesien ini sukar dibedakan
kecuali dengan tes fermentasi.
Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi berukuran lebar 0,8 dan
panjang 1,6 bersifat tahan asam. Pada sediaan langsung dengan pewarnaan gram bersifat
negative gram terlihat di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati
dalam keadaan kering, tidak tahan suhu diatas 39o C dan tidak tahan zat disinfektan.
Secara morfologis gonokok ini terdiri dari 4 tipe yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili
yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan yang tidak mempunyai pilidan bersifat non virulen. Pili
akan melekat pad mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang.
Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis
gepeng yang belum berkembang ( imatur ), yakni pada vagina wanita sebelum pubertas.

Gonokok

2.2.3 Manifestasi Klinis


Pada pria:
Gejala awal gonore biasanya timbul dalam waktu 2-7 hari setelah terinfeksi
Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada uretra kemudian diikuti nyeri ketika berkemih
Disuria yang timbul mendadak, rasa buang air kecil disertai dengan keluarnya lendir mukoid
dari uretra
Retensi urin akibat inflamasi prostat
Keluarnya nanah dari penis.
Pada wanita:
Gejala awal biasanya timbul dalam waktu 7-21 hari setelah terinfeksi
Penderita seringkali tidak merasakan gejala selama beberapa minggu atau bulan (asimtomatis)
Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Namun, beberapa penderita menunjukkan gejala
yang berat seperti desakan untuk berkemih
Nyeri ketika berkemih
Keluarnya cairan dari vagina
Demam
Infeksi dapat menyerang leher rahim, rahim, indung telur, uretra, dan rektum serta menyebabkan
nyeri pinggul yang dalam ketika berhubungan seksual
Wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubunga seks melalui anus, dapat
menderita gonore di rektumnya. Penderita akan merasa tidak nyaman disekitar anusnya dan dari
rektumnya keluar cairan. Daerah disekitar anus tampak merah dan kasar serta tinja terbungkus
oleh lendir dan nanah
.
2.2.4 Komplikasi
Pada Pria :
a. Tysonitis
b. Parauretritis
c. Radang kelenjar Littre ( litritis )
d. Infeksi pada kelenjar Cowper ( Cowperitis )
e. Prostatitis akut
f. Gejala prostatitis kronik ringan dan intermiten
g. Vesikulitis
h. Epididimitis akut
i. Infeksi asendens dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika urinaria
Pada wanita :
a. Parauretritis
b. Kelenjar bartholin dan labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah, dan nyeri
tekan
c. Salpingitis
2.2.5 Patofisiologi

N. Gonorhoeae

Hubungan seksual genito-genital,

Oro-genital, ano-genital

Infeksi oro-genital pria

Inkubasi 2 7 hari

Infeksi uretra Infeksi


genital

Uretrositi Pria
Wanita

Inflamasi
Epididimitis Salfingitis
Hipervaskularisasi Obstruksi saluran

Sperma / ovum

Edema uretra aliran urin terganggu

Mendesak daerah Urin tersendat

Inflamasi Disuria

Menekan serabut

Saraf nyeri

Menyerang medula spinalis Peningkatan leukosit

Pada hipothalamus Pus purulen

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Sediaan langsung
Pada sediaan langsung dengan pewarnaan Gram akan ditemukan diplokokus Gram negative,
intraseluler dan ekstraseluler, leukosit PMN. Bahan duh tubuh pada pria diambil dari daerah
setelah fosa navikularis, sedangkan pada wanita diambil dari serviks, uretra, muara kelenjar
Bartholin, dan rectum.
b. Kultur
Untuk identifikasi perlu dilakukan pembiakan ( kultur ). Dua macam media yang dapat
digunakan :
Media transport, misalnya media Stuart dan media Transgrow ( merupakan gabungan media
transport dan pertumbuhan yang selektif dan nutritive untuk N. gonorrhoeae dan N. meningitides
).
Media pertumbuhan, misalnya Mc Leods chocolate agar, media Thayer Martin ( selektif untuk
mengisolasi gonokok ), agar Thayer Martin yang dimodifikasi.
c. Tes definitif
1. Tes oksidasi. Semua Neisseria memberi reaksi positif
2. Tes fermentasi. Kuman gonokok hanya meragikan glukosa
d. Tes lactamase
Hasil tes positif ditunjukkan dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah apabila kuman
mengandung enzim lactamase.
e. Tes Thomson
Dengan menampung urin pagi dalam dua gelas, tes ini digunakan untuk mengetahui sampai
dimana infeksi sudah berlangsung
Pada sarana pelayanan kesehatan di luar rumah sakit ( puskesmas, klinik/praktek pribadi ),
pemeriksaan Gram sudah cukup memadai.

2.2.7 Penatalaksanaan
2.2.7.1 Medikamentosa
Pilihan utama dan kedua adalah siprofloksasin 500 mg dan ofloksasin 400 mg. Berbagai rejimen
yang dapat diberikan adalah :
Siprofloksasin 500 mg/oral, atau
Ofloksasin 400 mg/oral, atau
Seftriaxone 250 mg injeksi IM, atau
Spektinomisin 2 g injeksi IM
Dikombinasi dengan
Diksisiklin 2 x 100 mg, selama 7 hari, atau
Tetrasiklin 4 x 500 mg, selama 7 hari, atau
Eritrimisin 4 x 500 mg, selama 7 hari
Untuk daerah dengan insidens galur N. gonorrhoeae penghasil penisilinase ( NGPP ) rendah,
pilihan utamanya adalah penisilin G prokain aqua 4,8 juta unit + 1 gram probenesid. Obat lain
yang dapat dipakai antara lain :
Ampislin 3,5 gram + 1 gram probenesid, atau
Amoksisilin 3 gram + 1 gram probenesid
Pada kasus gonoroe dengan komplikasi dapat diberikan salah satu obat di bawah ini :
Siprofloksasin 500 mg/hari per oral selama 5 hari
Ofloksasin 400 mg/hari per oral selama 5 hari
Sefriaxone 250 mg/hari injeksi IM selama 3 hari
Kanamisin 2 g injeksi IM selama 3 hari
Spektinomisin 2 g/hari injeksi IM selama 3 hari
Dikontraindikasikan untuk wanita hamil, menyusui, dan anak anak berusia kurang dari 12
tahun.
2.2.7.2 Nonmedikamentosa
Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan tentang :
Bahaya penyakit menular seksual ( PMS ) dan komplikasinya
Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
Hindari hubungan seksual sebelum sembuh, dan memakai kondom jika tak dapat dihindarkan
Cara cara menghindari infeksi PMS di masa datang
Pengobatan pada pasangan seksual tetapnya
2.2.8 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama, Umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan,
alamt, tanggal masuk Rumah Sakit.
2. Keluhan Utama
Biasanya nyeri saat kencing
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Tanyakan penyebab terjadinya infeksi, bagaimana gambaran rasa nyeri, daerah mana yang sakit,
apakah menjalar atau tidak, ukur skala nyeri dan kapan keluhan dirasakan.
4. Riwayat Penyakit Dulu
Tanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit parah sebelumnya, (sinovitis, atritis)
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah dikeluarga klien ada yang menderita penyakit yang sama dengan klien.
6. Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Biasanya pasien tidak menyadari bahwa ia telah menderita penyakit gonorhea. Dia akan
menyadari setelah penyakit tersebut telah parah.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya kebutuhan nutrisi tidak terganggu, namun apabila infeksi terjadi pada tenggrokan maka
pasien akan merasakan nyeri pada tenggorokannya sehingga ia akan sulit makan.
c. Pola eliminasi
Penderita akan mengalami gejala seperti desakan untuk berkemih, nyeri ketika berkemih dan
keluar cairan pada alat kelamin. Kaji frekwensi, warna dan bau urin.
d. Pola latihan /aktivitas
Tanyakan bagaiman pola aktivitas klien. Biasanya aktivitas klien tidak begitu terganggu.
e. Pola istirahat tidur
Tanyakan bagaimana pola tidur klien, apakah klien merasa terganggu dengan nyeri yang
dirasakannya.
f. Pola persepsi kognitif
Biasanya pola ini tidak terganggu, namun apabila terjadi infeksi pada mata pasien maka kita
harus mengkaji peradangan pada konjunctiva pasien.
g. Pola persepsi diri
Tanyakan kepada klien bagaimana ia memandang penyakit yang dideritanya. Apakah klien bisa
menerima dengan baik kondisi yang ia alami saat ini. Tanyakan apakah sering merasa marah,
cemas, takut, depresi, karena terjadi perubahan pada diri pasien.Biasanya klien merasa cemas
dan takut terhadap penyakitnya.
h. Pola Koping dan toleransi stress
Kaji bagaimana pola koping klien, bagaimana tingkat stres klien, apakah stres yang dialami
mengganggu pola lain seperti pola tidur, pola makan dan lain-lain. Tanyakan apa yang dilakukan
klien dalam menghadapi masalah dan apakah tindakan tersebut efektif untuk mengatasi masalah
tersebut atau tidak. Apakah ada orang lain tempat berbagi dan apakah orang tersebut ada sampai
sekarang. Apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress
i. Pola peran hubungan
Bagaimana peran klien dalam keluarga dan masyarakat.Apakah hubungan klien dengan keluarga
dan masyarakat.Apakah klien mampu bergaul dengan masyarakat dengan baik. Tanyakan
tentang sistem pendukung dalam kehidupan klien seperti: pasangan, teman, dll. Biasanya klien
merasa kesepian dan takut tidak diterima dalam lingkungannya.
j. Pola reproduksi seksual
Perawat perlu mengkaji bagaimana pola reproduksi seksual klien.Berapa jumlah anak
klien.Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya.
k. Pola keyakinan
Tanyakan apa keyakinan atau agama klien, bagaimana aktivitas ibadah klien, apakah klien taat
beibadah. Tanyakan apakah ada pengaruh agama dalam kehidupan.

DIAGNOSA
a. Nyeri berhubungan dengan reaksi infeksi
b. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan proses inflamasi
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
d. Risiko penularan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang sifat menular dari penyakit
e. Harga diri rendah berhubungan dengan penyakit

INTERVENSI
a. Nyeri berhubungan dengan reaksi infeksi
Tujuan:
Mengenali faktor penyebab
Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi nyeri
Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
Melaporkan nyeri yang sudah terkontrol
Intervensi:
1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, dan onset, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas / beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.
2. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya ketidakmampuan untuk
komunikasi secara efektif.
3. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri
4. Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
5. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien terhadap
ketidaknyamanan (contoh : temperatur ruangan, penyinaran, dll)
6. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologik (contoh : relaksasi, guided imagery, terapi musik,
distraksi, aplikasi panas-dingin, massage, TENS, hipnotis, terapi aktivitas)
7. Berikan analgesik sesuai anjuran
8. Tingkatkan tidur atau istirahat yang cukup
9. Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan.

b. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan proses inflamasi


Tujuan:
Urin akan menjadi kontinens
Eliminasi urin tidak akan terganggu: bau, jumlah, warna urin dalam rentang yang diharapkan
dan pengeluaran urin tanpa disertai nyeri
Intervensi :
1. Pantau eliminasi urin meliputi: frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna dengan tepat
2. Rujuk pada ahli urologi bila penyebab akut ditemukan

c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.


Tujuan:
Suhu dalam rentang normal
Nadi dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi:
1. Monitor vital sign
2. Monitor suhu minimal 2 jam
3. Monitor warna kulit
4. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
5. Selimuti klien untuk mencegah hilangnya panas tubuh
6. Kompres klien pada lipat paha dan aksila
7. Berikan antipiretik bila perlu

d. Risiko penularan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang sifat menular dari penyakit
Tujuan:
Dapat meminimalkan terjadinya penularan penyakit pada orang lain
Intervensi :
1. Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dengan menjelaskan tentang:
Bahaya penyakit menular
Pentingnya memetuhi pengobatan yang diberikan
Jelaskan cara penularan PMS dan perlunya untuk setia pada pasangan
Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat
menghindarinya.
e. Harga diri rendah berhubungan dengan penyakit
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan mengekspresikan pandangan positif untuk
masa depan dan memulai kembali tingkatan fungsi sebelumnya dengan indikator:
Mengindentifikasi aspek-aspek positif diri
Menganalisis perilaku sendiri dan konsekuensinya
Mengidentifikasi cara-cara menggunakan kontrol dan mempengaruhi hasil
Intervensi :
1. Bantu individu dalam mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan
2. Dorong klien untuk membayangkan masa depan dan hasil positif dari kehidupan
3. Perkuat kemampuan dan karakter positif (misal: hobi, keterampilan, penampilan, pekerjaan)
4. Bantu klien menerima perasaan positif dan negative
5. Bantu dalam mengidentifikasi tanggung jawab sendiri dan kontrol situasi

2.3 Perbedaan Sifilis dan Gonoroe


Perbedaan Sifilis Gonoroe
Definisi Penyakit infeksi oleh Treponema Penyakit infeksi kelamin oleh
pallidum dengan perjalan Neisseria gonorrhoee yang
penyakit yang kronis dan dapat umumnya terjadi akibat
menyerang semua organ dalam hubungan seks secara genito-
tubuh genital, oro-genital, ano-genital.
Etiologi Treponema Pallidum Neisseria Gonorrhoeae
Manifestasi Fase Primer Pada Pria
klinis Terbentuk luka / ulkus yang Rasa tidak enak pada uretra
tersering pada penis dan vagina Nyeri
Jika luka digaruk akan Keluar nanah pada salurang
mengeluarkan cairan jernih yang kencing / penis
sangat menular Sering berkemih dan merasakan
Fase Sekunder desakan untuk berkemih
Terbentuk luka Pada Wanita
Malaise Nyeri
Anoreksia Desakan untuk berkemih
Mual Keluarnya cairan dari vagina
Lelah Demam
Demam
Anemia
Fase Laten
Setelah sembuh dari fase
sekunder, penyakit akan
memasuki fase laten dimana
tidak Nampak gejala sama sekali
Fase Tersier
Muncul benjolan ( gumma ) bias
ditemukan hampir di seluruh
bagian tubuh,
Nyeri
Aneurisma aorta

Tuan S. berumur 37 tahun mengatakan nyeri pada daerah genitalia dari semenjak 2 bulan
terakhir. Rasa nyeri bertambah parah setelah beraktivitas dan pada saat malam hari. Tuan S juga
mengeluhkan gejala-gejala flu, seperti demam dan pegal-pegal, serta kemerahan pada kaki dan
tangan.

Tuan S. bekerja sebagai wiraswastawan dan sering bepergian ke luar kota dalam jangka waktu
yang lama, berpisah dengan anak dan istrinya. Tn. S kadang-kadang memenuhi kebutuhan
seksnya dengan pekerja seks komersial dan tidak suka menggunakan kondom karena tidak
nyaman. Tn. D juga masih tetap melakukan hubungan seksual dengan istrinya apabila pulang.

Tn. S merasa cemas kalau dirinya mungkin mengidap penyakit sifilis dan sebelumnya juga
pernah menderita infeksi pada genitalia. Tn. S mengakui tidak teratur minum obat karena lupa.
Tn. S juga khawatir menularkan penyakitnya kepada istrinya, serta merasa sangat bersalah.
Pemeriksaan tanda vital : TD = 120/90 mmHg, N = 88x/menit, RR = 22x/menit, suhu = 38o C.
Pada pemeriksaan genitalia, pada daerah genitalia keadaannya tidak bersih terdapat luka
kemerahan dan terdapat bintik bintik di daerah inguinal dan ditemukan adanya ulkus kemerahan
pada penis.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SYPHILIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SYPHILIS

A. Pengertian
Sifilis merupakan penyakit infeksi kronik sistemik vaskuler yang disebabkan oleh treponema
pallidum/spiroketa, dikarakteristikkan dalam tingkat atau tahapan yang berbeda-beda

B. Etiologi
Bentuk dari treponema pallidum adalah spiral dengan panjang antara 6-15 um, lebar 0,15 um dan
terdiri atas 8-24 lekukan, gerakannya berupa rotasi. Penularan penyakit ini dapat melalui:
a. Berhubungan dengan orang yang terinfeksi dan hubungan seksual yang tidak aman.
b. Transfusi darah
c. Plasenta (ibu yang terinfeksi ke janin)

C. Klasifikasi
Sifilis dibagi menjadi:
a. Sifilis Kongenital terbagi atas:
Sifilis Dini (sebelum umur 2 tahun)
Sifilis lanjut (sesudah 2 tahun)
Stigmata (jaringan parut/deformitas)
b. Sifilis Aquisita terbagi atas:
Sifilis klinis terdapat 5 stadium yakni: Inkubasi, Primer, Sekunder, Laten dan Tersier.
Sifilis Epidemik terdapat 2 stadium: (Stadium dini menular dan Stadium lanjut tidak menular)
c. Sifilis Kardiovaskuler
d. Neorosifilis

D. Phatofisiologi
a. Sifilis Kongenital
Yaitu infeksi yang didapat oleh janin dalam kandungan karena ibunya terinfeksi sifilis. Gejala
yang dapat dilihat:
1. Pada Sifilis Kongenital Dini
Abdomen: Hepatospenomegali; skeletal: osteokondritis, periostitis; Nasofaring: Rhinitis; kulit
dan kuku: makulopapular rash, supurasi kuku, rambut dan alis mata rontok; Mukosa membrane:
Fisura pada bibir, hidung dan anus
2. Sifilis Kongenital Lanjut
Guma pada hidung dan mulut, sabretibia, Cluttons Joins, ketulian nerfus VIII
3. Stigmata
Yaitu fase penyembuhan dari kedua stadium tersebut ditandai oleh adanya bulldog jaw, gigi
Hutchinson, mulberry molar, ragades keratitis interstisial.
b. Sifilis Akuisita
1. Klinis (terdiri dari 5 stadium):
Fase Inkubasi
Pada fase ini treponema pallidum memasuki membran mukosa/menembus kulit, beberapa
pathogen masuk menuju daerah limpa nodus dan memproduksi lesi yang akan timbul pada tahap
primer.
Fase Primer (10-90 hari, rata-rata 21 hari)
Pada stadium ini muncul lesi yang tidak nyeri keras dan tak bernanah yang disebut chancre.
Chancre tumbuh pada vagina, serviks, skrotum dan rectum. Sebagai reaksi kompensasi maka
terdapat limpa denopati pada seluruh tubuh. Jika pada titik ini tidak diobati maka chancre akan
hilang tetapi T Pallidum akan berkembang dibawah kulit
Fase Sekunder
Stadium ini akan muncul lesi merah kecoklatan yang menyeluruh pada tubuh (akan pecah 2-6
minggu). Karena tahap ini Treponema Pallidum sudah memasuki aliran darah maka penderita
akan mengalami sakit kepala demam, nyeri sendi, kaku kuduk, kelainan kulit (berupa macula,
papula, papulskuamosa, pustule).
Fase Laten
Pada stadium ini tidak ditemukan tanda-tanda klinis dan hanya diketahui hasil serologi yang
positif. Keadaan ini umumnya ditemukan pada pemeriksaan donor darah atau pemeriksaan
kehamilan. Wanita hamil pada stadium ini dapat mengeluarkan penyakitnya pada janin sehingga
diperlukan pemeriksaan pada ayah dan ibu bila ada riwayat kontak dengan penderita sifilis.
Fase Tersier
Pada stadium ini tidak menular tetapi mengakibatkan kerusakan pada penderita dengan adanya
kelainan khas berupa guma, lesi yang lunak, tuli, penyakit jantung, serangan koma, dan
meninggal bila tidak diobati.
2. Epidemik
Stadium ini menular gejalanya sama dengan fase inkubasi primer dan sekunder.
Stadium lanjut tidak menular gejalanya sama dengan fase laten dan tersier.

PATHWAY
Treponema Pallidum

E. Komplikasi
a. Sifilis sekunder
b. Sifilis tersier
c. Sifilis congenital

F. Test diagnostic
Pemeriksaan Hasil
a. Treponema Pallidum
Dengan cara mengambil dari kulit dan limpa nodus kemudian dilihat pergerakannya dengan
mikroskop lapangan gelap yang dilakukan 3 kali berturut-turut
b. Test nontreponemal serologic misalnya:
- Veneral disease research laboratory (VDRL)
- Rapid plasma regain (RPP)
- Automated regain test (RST)
c. Treponemal serologi test
Misalnya:
- Florescent treponema antibody absorption (FTA-ABS)
- Microrohemagglutination Assay (MHA-TP)
- Treponema Pallidum hemaggulation assay (TPHA-TP)
d. Neorosifilis: Test CSF
- WBC
- VDRL Positif Treponema Pallidum pada tahap primer dan sekunder namun tidak ditemukan
pada tahap laten dan tersier
Digunakan untuk konfirmasi screening test positif, meningkatnya antibody non spesifik 1-3
minggu timbulnya chancre atau 4-6 minggu. Kembali negative pada 6-12 bulan setelah
penatalaksanaan sifilis primer, dan 12-18 bulan setelah pengobatan sifilis sekunder.

Digunakan untuk screening positif yang dilaporkan seperti reaktif lebih cepat pada tahap primer
dan tetap reaktif lebih lama pada sifilis laten serta akan tetap reaktif sampai sesudah pengobatan
dan hasilnya tak berubah dengan aktifitas penyakitnya.

> 5 WBC mm3


diagnostic neorosifilis jika hasilnya positif

G. Manajemen Medik
a. Agent anti infeksi
Sifilis primer, sekunder dan dini. Pengobatannya:
Penicillin G henzotin dosis 0,8 juta unit/IM diberikan 1x1 minggu.
Penicillin G procaine dalam aqua dosis total 6 juta unit 0,6 juta/hari selama 10 hari
Penicillin Procaine 2% aluminum menstreat total 0,8 juta unit yang diberikan 1,2 juta unit 2x
seminggu
Sifilis Laten Pengobatannya:
Penicillin G henzotin dosis 7,2 juta unit.
Penicillin G procaine dalam aqua dosis total 12 juta unit 0,6 juta/hari.
Penicillin Procaine 2% aluminum menstreat total 7,2 juta unit/hari 2x seminggu
b. Pasien Alergi Penicillin
Tetrasiklin (akromisin dosis 500 mg untuk infeksi dini dan lanjut, atau doksisisilin 100 mg
untuk sifilis laten)
c. Sifilis Kongenital
Penicillin G kristalin dalam aqua 100.000-150.000 unit/kg/hari
Penicillin Procaine 50.000 unit/kg

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan pada pasien apakah ada keputihan yang tidak biasa, nyeri saat BAK, ulkus atau luka
pada alat kelamin, pembengkakan kelenjar lipat paha, nyeri abdomen bagian bawah (selain saat
haid), tumbuh daging atau kutil pada alat kelamin (seperti jengger ayam).
Pada pasangan apakah ada nanah dari alat kelamin (penis), ulkus pada alat kelamin,
pembengkakan kelenjar lipat paha, pembengkakan scrotum, tumbuh daging atau kutil pada alat
kelamin
Factor resiko (pasien sendiri bukan pasangannya) lebih dari satu pasangan seksual dalam satu
bulan terakhir, hubungan seksual dengan pekerja seks dalam 1 bulan terakhir, mengalami 1 atau
lebih episode PMS dalam 1 tahun terakhir, pekerjaan suami beresiko tinggi.
b. Keluhan sekarang
Gejala: keputihan tidak biasa jumlah banyak atau terus keluar warna tidak biasa, rasa gatal, bau
busuk amis atau asam. Apakah nyeri saat BAK, apakah ada pembengkakan kelenjar lipat paha,
nyeri perut bagian bawah (nyeri berkepanjangan, hanya saat haid, hanya saat hubungan seksual),
apakah ada daging atau kutil pada alat kelamin, gangguan menstruasi, kapan terjadi haid terakhir
(sedang haid sekarang atau sedang hamil),
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan alat kelamin bagian luar
Ulkus genital: sakit bila disentuh, tepi luka jelas atau tepi mengantong
Pembengkakan Kelenjar Inguinal: sakit bila disentuh, bekas luka kelenjar lipat paha
Kutil Genital: vulva vagina, anus.
Pemeriksaan speculum
Duh tubuh vagina (keputihan atau cairan): kaji jumlah warna dan kekentalan
Duh tubuh serviks: kaji jumlah dan warna.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap penularan infeksi berhubungan dengan sifat organisme yang dapat
menular.
2. Resiko tinggi mengalami komplikasi berhubungan dengan adanya perluasan dan penyebaran
penyakit jika tidak diobati.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan transmisi, pencegahan komplikasi dan pengaturan
obat-obatan.

3. Perencanaan
Diagnosa I.
Goal : Infeksi pasien tidak akan tertular pada orang lain, dan tidak kambuh pada pasien sesudah
pengobatan.
Objektif : Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi (tidak ada lesi, secret atau eksudat dari serviks,
uretra, mata, faring dan anus, test serologi non reaktif dan tidak ada gejala lain.
Diagnosa II
Goal : Infeksi pasien akan sembuh sebelum meluas atau menyebar
Objektif : Tidak ada tanda-tanda sifilis sekunder atau tersier, CSF normal (tidak berisi treponema
pallidum, follow up untuk test serologi menunjukkan penurunan titer antibody

Diagnosa III.
Goal : Pasien akan meningkatkan pengetahuan tentang sifilis.
Objektif : Setelah diberikan penyuluhan pasien dapat menjelaskan kembali pengertian, penyebab,
cara penularan, pengobatan, pencegahan lebih lanjut untuk mencegah transmisi sifilis.
4. Implementasi
Diagnosa Implementasi Rasional
Dx. 1

Dx. 2
Ambil specimen untuk pemeriksaan laboratorium dan ambil darah untuk test serologi.Dx. 3
gunakan tindakan pencegahan saat pengambilan specimen dan pemeriksaan pasien
test serologi pada ibu hamil paling kurang sekali selama kehamilan

beri anti infeksi sesuai ketentuan

pemeriksaan kembali dan obati ibu hamil dengan riwayat sifilis sebelum proses persalinan,
periksa tanda dan gejala bayi baru lahir.

Kolaborasi pemberian obat anti infeksi dan dosis.

monitor immonokompromised untuk tanda-tanda penyebaran infeksi.

monitor temperature tubuh dan gejala sifilis

gunakan teknik aseptic dalam merawat luka

Untuk diagnosa pasti dan pengobatan

Lesi dan eksudat mukosa sangat menular

Resiko tinggi pada trimester 3 mulai pada saat melahirkan


Sifilis dapat ditransisikan pada fetus. Pengobatan yang adekuat pada ibu sebelum 15 minggu
akan mencegah kerusakan pada fetus.
Neonatus akan terinfeksi lewat mukosa membrane saat kelahiran jika ada infeksi pada serviks.

Pengobatan dapat mencegah komplikasi dan transmisi sifilis.


Immunocompromised beresiko tinggi untuk penyakit sistemik.

Deteksi dini infeksi, pengobatan dan agen infeksi akan mencegah penyebaran pathogen
Mencegah penyebaran pathogen

5. Evaluasi
1. Infeksi tidak transmisikan ke orang lain atau kembali kepada pasien pengobatan.
2. Infeksi telah dapat diobati sebelum memburuk atau meluas
3. Pasien mengetahui tentang pemberian obat-obat anti infeksi sesuai anjuran
4. Pasien mengetahui informasi untuk mencegah episode PMS dan mencegah transmisi PMS.

6. Pendidikan Kesehatan
1. Pasangan seks seharusnya memeriksa diri.
2. Aktifitas seksual dihindari sampai pasien dan pasangannya mendapat pengobatan cukup dan
semua lesi sembuh.
3. Pengobatan pasien secara teratur dan test serologi 3, 6, 12 dan 24 bulan setelah terapi.
4. Hindari produk-produk susu antacid, zat besi, mineral yang mengandung zat buatan setelah
konsumsi tetrasitin.
5. Penjelasan reaksi sistemik seperti demam, sakit kepala dan tachicardi setelah pengobatan
langsung.
6. Istirahat yang cukup dan hindari penggunaan aspirin.

PENUTUP

Kesimpulan
Sifilis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh treponema pallidum dapat ditularkan
lewat hubungan seks, transfuse darah dan plasenta.
Sifilis dibagi menjadi:
a. Sifilis Kongenital terbagi atas:
- Sifilis Dini (sebelum umur 2 tahun)
- Sifilis lanjut (sesudah 2 tahun)
- Stigmata (jaringan parut/deformitas)
b. Sifilis Aquisita terbagi atas:
1. Sifilis klinis terdapat 5 stadium yakni: Inkubasi, Primer, Sekunder, Laten dan Tersier.
2. Sifilis Epidemik terdapat 2 stadium: (Stadium dini menular dan Stadium lanjut tidak menular)
c. Sifilis Kardiovaskuler
d. Neorosifilis

DAFTAR PUSTAKA

Grimes E. Deanna dkk (1991) Infection Disease Clinical Nursing Series, Mosby

Prof. Dr. Adhi Djuanda (1999) Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Penerbit Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta.

Linda J. Carpenito (1995) Nursing Care Plans and Documentation J. B Lippin Cott,
Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai