DOSEN PEMBIMBING:
Monalisa, S. Kep., Ners., M. Kep
DISUSUN OLEH
SULISTIANI, S.Kep
PO71202220074
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat NYA sehingga tugas
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sulistiani
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR……………………………………………………….……..ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….1
A. Latar Belakang……………………………………………………………...1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………..1
C. Tujuan……………………………………………………………………….2
D. Manfaat……………………………………………………………………...2
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………..18
3.2 Saran………………………………………………………………………18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk memahami diri
orang lain, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi (Potter & Perri,
2009).
Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik
keperawatan. Konsep caring pun mengalami perkembangan yang pesat, karena caring
merupakan suatu sikap universal yang dapat dilakukan dalam kehidupan manusia. Caring harus
tercermin dalam sepuluh faktor kuratif, yaitu pembentukan sistem nilai humanisme dan
altruistik, memberikan kepercayaan dan harapan dengan memfasilitasi dan meningkatkan asuhan
keperawatan yang holistik, menumbuhkan rasa sensitif terhadap diri dan orang lain,
mengembangkan hubungan saling percaya, meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan
positif dan negatif klien, penggunaaan sistematis metode penyelesaian masalah untuk
pengambilan keputusan, peningkatan pembelajaran, dan pengajaran interpersonal, menciptakan
lingkungan mental, sosial cultural dan spiritual yang mendukung, memberi bimbingan dan
memuaskan kebutuhan manusiawi dan mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat
fenomologis agar pertumbuhan diri dan kematangan jiwa dapat dicapai (Watson, 1979 dalam
Potter & Perry, 2009).
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada anak harus memahami bahwa
semua asuhan keperawatan anak harus berpusat pada keluarga (family center care) dan
mencegah terjadinya trauma (atraumatik care). Dalam hal memberi asuhan keperawatan anak
caring akan sangat membantu baik untuk kenyamanan dan menenangkan hati anak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah “apa itu bagaimana
caring dalam keperawatan Anak”.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan caring dalam keperawatan anak.
D. Manfaat
1.Bagi Penulis
2. Bagi Pembaca
Caring merupakan hal yang esensial bagi pertumbuhan, perkembangan dan keberlanjutan
hidup manusia. Caring merupakan perilaku yang assistif, supportif, dan fasilitatif terhadap atau
bagi orang atau kelompok lain dengan kebutuhan tertentu (Leininger, 1984 dalam Kozier et al.,
2004).Caring dapat didemonstrasikan dan dipraktekkan dengan efektif hanya secara
interpersonal. Caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan individu dan
keluarga. Respon caring menerima seseorang tidak hanya sebagai dia saat ini, tetapi juga
menerima akan jadi apa dia kemudian (Watson, 2004).
Menurut Kozier et al. (2004), caring dapat meningkatkan aktualisasi diri, meningkatkan
pertumbuhan individual, mempertahankan harga diri dan martabat, meningkatkan penyembuhan,
dan menurunkan stres. Perilaku caring mungkin tidak dapat memperlihatkan hasil secara
langsung, namun manfaat caring sering ditemukan dalam proses itu sendiri, berupa keterlibatan
dan keterkaitan.
Menurut UU RI No. IV tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, disebutkan bahwa anak
adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah Sedangkan menurut
UU RI No. I tahun 1974 Bab IX pasal 42 disebutkan bahwa anak yang sah adalah yang
dilahirkan dalam atau sebagai perkawinan yang sah. Dari kedua pengertian diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pengertian anak adalah seseorang yang dilahirkan dalam atau sebagai
perkawinan yang sah yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah.
Di Indonesia anak dipandang sebagai pewaris keluarga, yaitu penerus keluarga yang
kelak akan melanjutkan nilai – nilai dari keluarga serta dianggap sebagai seseorang yang bisa
memberikan perawatan dan perlindungan ketika kedua orang tua sudah berada pada tahap lanjut
usia ( jaminan hari tua ). Anak masih dianggap sebagai sumber tenaga murah yang dapat
membantu ekonomi keluarga. Keberadaan anak dididik menjadi pribadi yang mandiri (Hidayat,
2005).
Bagi anak usia sekolah, caring dapat ditanamkan dengan membangun kecerdasan moral
mereka. Menurut Borba (2001), kecerdasan moral adalah kemampuan memahami hal yang benar
dan yang salah, dalam hal ini memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan
keyakinan tersebut, sehingga orang bersikap benar dan terhormat. Kecerdasan yang sangat
penting ini mencakup karakter- karakter utama seperti kemampuan untuk memahami penderitaan
orang lain dan tidak bertindak jahat, mampu mengendalikan dorongan dan menunda pemuasan,
mendengarkan dari berbagai pihak sebelum memberikan penilaian, menerima dan menghargai
perbedaan, bisa memahami pilihan yang tidak etis, dapat berempati, memperjuangkan keadilan,
dan menunjakkan kasih sayang dan rasa hormat terhadap orang lain. Ini merupakan sifat-sifat
utama yang akan membentuk anak menjadi baik hati, berkarakter kuat, dan menjadi warga
negara yang baik.
Perawat memerlukan kemampuan khusus saat melayani orang atau pasien yang sedang
menderita sakit. Kemampuan khusus tersebut mencakup keterampilan intelektual, teknikal,
daninterpersonal yang tercermin dalam perilaku caring (Johnson, 1989). Caring merupakan
fenomena universal yang berhubungan dengan bagaimana seseorang berpikir, berperasaan, dan
bersikap terhadap orang lain. Dalam teori caring, human care merupakan hal yang mendasar. Human
care terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan menjaga atau mengabdikan rasa
kemanusiaan dengan membantu orang lain, mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaannya
serta membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri (Pasquali dan Arnold,
1989 dan Watson, 1979). Di samping itu, Watson dalam Theory of Human Care mempertegas bahwa
caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk
meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan
pasien untuk sembuh.
Dari sini kita tahu, caring bukan semata-mata perilaku. Sikap caring dalam memberikan asuhan
keperawatan, perawat menggunakan keahlian, kata- kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan
harapan, selalu berada di samping klien, dan bersikap sebagai media pemberi asuhan (Carruth et al.,
1999). Caring dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam merawat
pasien.
Perilaku caring perawat menjadi jaminan apakah perawat bermutu atau tidak. Caring sebagai inti
profesi keperawatan dan fokus sentral dalam praktik keperawatan, bersifat universal dan terdiri dari
perilaku-perilaku khusus yang ditentukan oleh dan terjadi dalam konteks budaya. Di dalamnya memiliki
makna yang bersifat aktifitas, sikap (emosional) dan kehati-hatian (Barnum, 1994).
Perbedaan antara caring dan curing dapat lebih jelas jika dilihat dari diagnosis, intervensi, dan
tujuannya. Di dalam caring terdapat diagnosis keperawatan yang merupakan suatu kegiatan
mengidentifikasi masalah dan penyebab berdasarkan kebutuhan dan respon klien. Sedangkan di dalam
curing terdapat diagnosis medis yaitu suatu bentuk kinerja yang mengungkapkan penyakit yang
diderita klien. Dengan kata lain dapat disebut diagnosa penyakit. Dalam caring lebih dititik-
beratkan pada kebutuhan dan respon klien untuk ditanggapi dengan pemberian perawatan.
Berbeda dengan curing lebih memperhatikan penyakit yang diderita serta penanggulangannya.
Selain itu, dapat juga dilihat dari intervensinya. Intervensi keperawatan (caring) yaitu
membantu klien memenuhi masalah klien baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual dengan
tindakan keperawatan yang meliputi intervensi keperawatan, observasi, pendidikan kesehatan,
dan konseling. Sedangkan intervensi kedokteran (curing) lebih ke melakukan tindakan
pengobatan dengan obat (drug) dan tindakan operatif. Dari sini dapat dipahami bahwa caring
memperhatikan klien dari aspek fisik, psikologi, sosial, serta spiritualnya sedangkan curing
menekankan pada aspek kesehatan dan fisik kliennya.
Satu hal lagi yang dapat dipahami dari perbedaan caring dan curing yaitu dari aspek tujuan.
Tujuan dari perilaku caring, yaitu:
Sedangkan tujuan dari kegiatan curing adalah menentukan dan menyingkirkan penyebab
penyakit atau mengubah problem penyakit dan penanganannya.
Dari berbagai penjelasan tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa caring lebih kompleks daripada
curing. Karena caring memberikan pelayanan yang menyangkut seluruh kebutuhan pasien baik fisik,
psikologi, sosial maupun spiritual. Curing hanya bagian dari caring. Sebagai seorang perawat, kita harus
mampu membedakannya dan melakukan caring dengan sebaik-baiknya. Kesejahteraan klien didapat dari
totalitas kita dalam melakukan caring. Caring tidak akan pernah lepas dari profesi keperawatan. Karena
caring merupakan esensi keperawatan itu sendiri.
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada anak harus memahami bahwa
semua asuhan Keperawatan anak harus berpusat pada keluarga (family center care) dan
mencegah terjadinya trauma (traumatik care). Family center care (perawatan berfokus pada
keluarga) merupakan unsur penting dalam perawatan anak karena anak merupakan bagian dari
anggota keluarga, sehingga kehidupan anak dapat ditentukan oleh lingkungan keluarga. Untuk
itu keperawatan anak harus mengenal keluarga sebagai tempat tinggal atau sebagai konstanta
tetap dalam kehidupan anak yang dapat mempengaruhi status kesehatan anak (Hidayat, 2005).
Sedangkan maksud dari traumatik care adalah semua tindakan keperawatan yang
ditujukan kepada anak tidak menimbulkan trauma pada anak dan keluarga dengan
memperhatikan dampak dari setiap tindakan yg diberikan. Prinsip dari atraumatic care adalah
menurunkan dan mencegah dampak perpisahan dari keluarga, meningkatkan kemampuan orang
tua dalam mengontrol perawatan pada anak, mencegah dan mengurangi cedera (injury) dan nyeri
(dampak psikologis), tidak melakukan kekerasan pada anak dan modifikasi lingkungan fisik
(Hidayat, 2005).
Dalam keperawatan anak, perawat harus mengetahui bahwa prinsip keperawatan anak (Nelson,
2000) adalah :
2) Anak sebagai individu unik dan mempunyai kebutuhan sesuai tahap perkembangan.
3) Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada pencegahan dan peningkatan derajat
kesehatan bukan mengobati anak sakit
1) Manusia (Anak)
Anak baik sebagai individu maupun bagian dari keluarga merupakan salah satu sasaran
dalam pelayanan keperawatan. Untuk dapat memberikan pelayanan keperawatan yang tepat
sesuai dengan masa tumbuh kembangnya, anak di kelompokkan berdasarkan masa tumbuh
kembangnya yaitu
a) Bayi : 0 – 1 th
b) Toddler : 1 – 2,5 th
d) Sekolah : 5 – 11 th
e) Remaja : 11 – 18 th
Terdapat perbedaan dalam memberikan pelayanan keperawatan antara orang dewasa dan
anak sebagai sasarannya. Perbedaan itu dapat dilihat dari struktur fisik, dimana secara fisik anak
memiliki organ yang belum matur sepenuhnya. Sebagai contoh bahwa komposisi tulang pada
anak lebih banyak berupa tulang rawan, sedangkan pada orang dewasa sudah berupa tulang
keras. Proses fisiologis juga mengalami perbedaan, kemampuan anak dalam membentuk zat
penangkal anti peradarangan belum sempurna sehingga daya tahan tubuhnya masih rentan dan
mudah terserang penyakit. Pada aspek kognitif, kemampuan berfikir anak serta tanggapan
terhadap pengalaman masa lalu sangat berbeda dari orang dewasa, pengalaman yang tidak
menyenangkan selama di rawat akan di rekam sebagai suatu trauma, sehingga pelayanan
keperawatan harus meminimalisasi dampak traumatis anak (Nelson, 2000).
Menurut WHO, sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna baik fisik,
mental, sosial, dan tidak semata-mata hanya bebas dari penyakit atau cacat. Konsep sehat
& sakit merupakan suatu spektrum yang lebar & setiap waktu kesehatan seseorang
bergeser dalam spektrum sesuai dengan hasil interaksi yang terjadi dengan kekuatan yang
mengganggunya.
3) Lingkungan
4) Keperawatan
1) Pemberi perawatan.
Sebagai client advocate, perawat bertanggung jawab untuk membantu klien dan
keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan
informasi yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concent) atas tindakan
keperawatan yang diberikan kepadanya. Peran perawat sebagai advocate keluarga dapat
ditunjukkan dengan memberikan penjelasan tentang prosedur operasi yang akan
dilakukan sebelum pasien melakukan operasi.
3) Pendidik
4) Konseling
5) Kolaborasi
Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga, team kesehatan lain berupaya
mengidentfikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk tukar pendapat terhadap
pelayanan yang diperlukan klien, pemberian dukungan, paduan keahlian dan
keterampilan dari berbagai professional pemberi palayanan kesehatan. Sebagai contoh,
perawat berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat pada anak
dengan nefrotik syndrome. Perawat berkolaborasi dengan dokter untuk menentukan dosis
yang tepat untuk memberikan Antibiotik pada anak yang menderita infeksi
6) Peneliti
Kecerdasan moral terbangun dari tujuh kebajikan utama, yaitu empati, hati nurani,
kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati, toleransi, dan keadilan. Tujuh kebajikan ini akan
membantu anak menghadapi tantangan dan tekanan etika yang tidak dapat dihindarkan dalam
kehidupannya kelak. Tujuh kebajikan ini juga akan melindungi anak agar tetap berada di jalan
yang benar dan membantunya agar selalu bermoral dalam bertindak. Semua kebajikan tersebut
dapat diajarkan, dicontohkan, disadarkan serta didorong sehingga dapat dicapai anak (Borba,
2001). Berikut ketujuh kebajikan untuk membentuk moral anak.
1) Kebajikan yang pertama, empati, merupakan inti emosi moral yang membantu
anak memahami perasaan orang lain. Kebajikan ini membuatnya menjadi peka
terhadap kebutuhan dan perasan orang lain, mendorongnya menolong orang yang
kesusahan atau kesakitan, serta menuntutnya memperlakukan orang dengan kasih
sayang. Emosi moral yang kuat mendorong anak bertindak benar karena ia bisa
melihat kesusahan oranglain sehingga mencegahnya melakukan tindakan yang
dapat melukai orang lain.
2) Kebajikan yang kedua, hati nurani, adalah suara hati yang membatu anak
memilih jalan yang benar daripada jalan yan salah serta tetap berada di jalur yang
bermoral, membuat dirinya merasa bersalah ketika menyimpang dari jalur yang
semestinya. Kebajikan ini membentengi anak dari pengaruh buruk dan
membantunya mampu bertindak benar meski tergoda untuk melakukan hal yang
sebaliknya. Kebajikan ini merupakan fondasi bagi perkembangan sifat jujur,
tanggung jawab dan integritas diri yang tinggi.
3) Kebajikan ketiga, kontrol diri, membantu anak menahan dorongan dari dalam
dirinya dan berpikir sebelum bertindak, sehingga ia melakukan hal yang benar,
dan kecil kemungkinan melakukan tindakan yang akan menimbulkan akibat
buruk. Kebajikan ini membantu anak menjadi mandiri karena ia tahu bahwa
dirinya bisa mengendalikan tindakannya sendiri. Sifat ini membangkitkan sikap
murah dan baik hati karena anak mampu menyingkirkan keinginan memuaskan
diri serta merangsang kesadaran mementingkan keperluan orang lain.
4) Kebajikan ke-empat, rasa hormat, mendorong anak bersikap baik dan
menghormati orang lain. Kebajikan ini mengarahkan anak memperlakukan orang
lain sebagaimana orang lain memperlakukan dirinya, sehingga mencegah anak
bertindak kasar, tidak adil, dan bersikap memusuhi. Jika anak terbiasa bersikap
hormat pada orang lain, ia akan memperhatikan hak-hak serta perasaan orang
lain. Akibatnya, ia juga akan menghormati dirinya sendiri.
5) Kebajikan kelima, kebaikan hati, membantu anak mempu menunjukkan
kepeduliannya terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain. Dengan
mengembangkan kebajikan ini, anak lebih belas kasih dan tidak terlalu
memikirkan diri sendiri, serta menyadari perbuatan baik sebagai tindakan yang
benar. Kebaikan hati membuat anak lebih banyak memikirkan kebutuhan orang
lain, menunjukka kepedulian, memberi bantuan kepada yang memerlukan, serta
melindungi mereka yang kesulitan atau kesakitan.
6) Kebajikan keenam, toleransi, membuat anak mampu menghargai perbedaan
kualitas dalam diri orang lain, membuka diri terhadap pandangan dan keyakinan
baru, dan menghargai orang lain tanpa membedakan suku, gender, penampilan,
budaya, kepercayaan, kemampuan atau orientasi seksual. Kebajikan ini membuat
anak memperlakukan orang lain dengan baik dan penuh pengertian, menentang
permusuhanm kekejaman, kefanatikan, serta menghargai orang-orang
berdasarkan karakter mereka.
7) Kebajikan ketujuh, keadilan, menuntut anak agar memperlakukan orang lain
dengan baik, tidak memihak, dan adil, sehingga ia mematuhi aturan, mau
bergiliran dan berbagi, serta mendengar semua pihak secara terbuka sebelum
memberi penilaian apapun. Karena kebajikan ini meningkatkan kepekaan moral anak, ia
pun akan terdorong membela pihak yang diperlakukan secara tidak adil dan menuntut
agar semua orang diperlakukan setara, tanpa memandang suku, bangsa, budaya, status
ekonomi, kemampuan, atau keyakinan.
Perlukah orang tua terlibat dalam merawat anak saat anaknya sedang dirawat? Tentu
harus terlibat. Mengapa harus melibatkan orang tua? Karena anak tidak bisa jauh dari orang tua
dan orang tua mempunyai sumberdaya yang bisa membantu penyembuhan anak sehingga
keluarga sangat penting dilibatkan dalam perawatan, dimana istilahnya adalah family centered
care. Family Centered Care (FCC) atau perawatan yang berpusat pada keluarga didefinisikan
sebagai filosofi perawatan berpusat pada keluarga, mengakui keluarga sebagai konstanta dalam
kehidupan anak. Family Centered Care meyakini adanya dukungan individu, menghormati,
mendorong dan meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga. Intervensi keperawatan
dengan menggunakan pendekatan family centered care menekankan bahwa pembuatan
kebijakan, perencanaan program perawatan, perancangan fasilitas kesehatan, dan interaksi
sehari-hari antara klien dengan tenaga kesehatan harus melibatkan keluarga. Keluarga diberikan
kewenangan untuk terlibat dalam perawatan klien, yang berarti keluarga dengan latar belakang
pengalaman, keahlian dan kompetensi keluarga memberikan manfaat positif dalam perawatan
anak. Memberikan kewenangan kepada keluarga berarti membuka jalan bagi keluarga untuk
mengetahui kekuatan, kemampuan keluarga dalam merawat anak.
b. Meningkatkan pengambilan keputusan klinis berdasarkan informasi yang lebih baik dan
proses kolaborasi.
h. Meningkatkan lingkungan pembelajaran untuk spesialis anak dan tenaga profesi lainnya dalam
pelatihan-pelatihan.
b. Mengenali dan memperkuat kelebihan yang ada pada anak dan keluarga.
Mengkaji kelebihan keluarga dan membantu mengembangkan kelebihan
keluarga dalam proses asuhan keperawatan pada klien.
c. Mendukung dan memfasilitasi pilihan anak dan keluarga dalam memilih
pelayanankesehatannya. Memberikan kesempatan kepada keluarga dan anak
untuk memilih fasilitas kesehatan yang sesuai untuk mereka, menghargai pilihan
dan mendukung keluarga.
d. Menjamin pelayanan yang diperoleh anak dan keluarga sesuai dengan kebutuhan,
keyakinan, nilai, dan budaya mereka. Memonitor pelayanan keperawatan yang
diberikan sesuai dengan kebutuhan, nilai, keyakinan dan budaya pasien dan
keluarga.
e. Berbagi informasi secara jujur dan tidak bias dengan anak dan keluarga sebagai
cara untuk memperkuat dan mendayagunakan anak dan keluarga dalam
meningkatkan derajat kesehatan. Petugas kesehatan memberikan informasi yang
berguna bagi pasien dan keluarga, dengan benar dan tidak memihak. Informasi
yang diberikan harus lengkap, benar dan akurat.
f. Memberikan dan menjamin dukungan formal dan informal untuk anak dan
keluarga. Memfasilitasi pembentukan support grup untuk anak dan keluarga,
melakukan pendampingan kepada keluarga, menyediakan akses informasi support
grup yang tersedia dimasyarakat.
3.1 Kesimpulan
Caring merupakan hal yang esensial bagi pertumbuhan, perkembangan dan keberlanjutan
hidup manusia. Caring merupakan perilaku yang assistif, supportif, dan fasilitatif terhadap atau
bagi orang atau kelompok lain dengan kebutuhan tertentu (Leininger, 1984 dalam Kozier et al.,
2004). Kecerdasan moral terbangun dari tujuh kebajikan utama, yaitu empati, hati nurani, kontrol
diri, rasa hormat, kebaikan hati,toleransi, dan keadilan. Tujuh kebajikan ini akan membantu anak
menghadapi tantangan dan tekanan etika yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupannya
kelak.
3.2 Saran
Dari kesimpulan diatas diharapkan kepada perawat ketika memberi asuhan keperawatan kepada
anak harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
e. Praktik keperawatan anak harus sesuai dengan moral (etik) & aspek hukum
(legal)
DAFTAR PUSTAKA
Borba, M. (2008). Membangun kecerdasan moral: Tujuh kebajikan utama agar anak bermoral
tinggi. Terjemahan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hidayat, Aziz, Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta : Salemba Medika.
Kozier, et al. (2004). Fundamentals of nursing: concepts, process, and practice (7th Ed.).
Upper Saddle River: Pearson Education, Inc. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
EGC.
Pender, N. J., Murdaugh, C. L., Parsons, M. A. (2002). Health promotion in nursing practice
(4th Ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.
Potter & Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta Salemba Medika Sacharin,
Rossa. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC.