OLEH :
NI WAYAN MUJANI (P07120216021)
NI PUTU NUR ADIANA DEWI (P07120216022)
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya selaku penulis dapat
menyusun makalah ini yang berjudul "Asuhan Keperawatan Sehat Jiwa Sepanjang
Rentang Kehidupan : Bayi, Toddler, Pra Sekolah" tepat pada waktunya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para
pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
D. Manfaat penulisan.........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
A. Simpulan.....................................................................................................34
B. Saran............................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................36
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dari sekitar 1000 anak berusia 4–15 tahun, yang mengalami
masalah mental dan emosional sebanyak 140 anak. Jawa Barat menduduki
tingkat tertinggi untuk masalah kesehatan jiwa dibandingkan daerah lain di
Indonesia. Persentase penderita gangguan mental emosional sebesar 20%
dengan kata lain bahwa dari setiap 100 penduduk di Jawa Barat terdapat 20
orang yang mengalami gangguan mental emosional. Data di atas
menggambarkan jumlah orang yang mengalami masalah mental emosional
sangat banyak sehingga diperlukan adanya upaya untuk mencegah agar tidak
mengalami gangguan jiwa (Istiana et al., 2017).
1
optimal baik fisik, sosial maupun jiwanya yang dapat memenuhi tanggung
jawab kehidupannya, berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal
tersebut sumber daya manusia harus lebih diperhatikan sedini mungkin sejak
anak dalam kandungan, melahirkan, bayi usia 0-18 bulan, masa toddler usia
18 bulan – 3 tahun, masa prasekolah usia 3-6 tahun, masa sekolah usia 6-12
tahun, masa remaja usia 12-18 tahun, masa dewasa muda usia 18-40 tahun,
masa dewasa tua usia 40-60 tahun dan lansia 60 tahun keatas (Potter, 2009),
sehingga pertumbuhan dan perkembangan akan berproses dengan baik (Istiana
et al., 2017).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
1. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan sehat jiwa pada bayi.
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan sehat jiwa pada toddler.
3. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan sehat jiwa pada pra
sekolah.
D. Manfaat penulisan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
1. Pendekatan Model Konseptual Keperawatan dalam Pelayanan
Kesehatan Jiwa Usia Bayi Rasa Percaya
5
1) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor yang menjadi sumber stress, yang terdiri
dari biologis, psikologis dan sosial cultural. Beberapa faktor yang dapat
mendukung terjadinya kesehatan janin menurut Stuart (2009) pada saat sedang
hamil.
a) Biologis
Pengkajian aspek biologis didapatkan dari ibu saat hamil tersebut meliputi
Genetik ada riwayat penyakit keturunan (DM, hypertensi, jantung,
kelainan kromosom). Riwayat prenatal ( gizi saat ibu hamil, trouma,
keracunan obat atau makanan), perokok, minum alkohol, kelainan
hormone (Tyroid dan DM), paparan radiasi, infeksi (TROCH, varisella,
HIV, campak dan penyakit hepatitis), riwayat Intranatal (lahir spontan/
caesar, BB & TB lahir, riwayat trouma dalam persalinan, pemberian ASI.
Riwayat gangguan jiwa.
b) Psikologis
Kehamilan yang diharapkan, stimulasi perkembangan janin (merasakan
keterikatan janin, merasakan gerakan janin, sering mengelus perut, sering
mengajak bicara sama janin. Melakukan bounding attachmen setelah
melahirkan, memberikan ASI sedini mungkin. Khawatiran dalam merawat
anak/sedih kehadiran anak, stress pada waktu hamil.
c) Sosialkultural
Usia ibu, anak yang keberapa, pendidikan ibu dan ayah (SD, SMP, SMA,
PT), pendapatan kurang/lebih, pekerjaan tetap atau tidak tetap, status peran
social: kegagalan berperan social, latar belakang agama dan keyakinan,
keikutsertaan politik, pola komunikasi dengan keluarga.
2) Faktor Presipitasi
6
untuk koping (Stuart, 2009). Tercapainya atau tidaknya rasa percaya diri
tergantung pada banyaknya stimulasi positif yang diterima bayi ketika
memasuki usia bayi, seperti stimulasi-stimulasi perkembangan dan
kesempatan yang diberikan lingkungan. Faktor presipitasi dapat dilihat dari
tiga faktor :
7
perkembangan motorik adalah perkembangan pengendalian gerak
jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan otot yang
terkoordinasi (Hurlock 1991). Keterampilan dibagi menjadi keterampilan
motorik kasar dan keterampilan motorik halus. Pada usia 0-3 bulan
kemampuan motorik kasar bayi adalah mengangkat kepala, berguling- guling
serta menahan kepala tetap tegak sedangkan kemampuan motorik halusnya
melihat, meraih dan menendang mainan gantung, memperhatikan benda
berserak melihat benda-benda kecil memegang benda meraba dan merasakan
bentuk permukakaan. Pada usia 3-6 bulan kemampuan motorik kasar adalah
berguling-guling, menahan kepala tetap tegak, menyangga berat, duduk
sedang. Motorik halus melihat, meraih dan menendang mainan gantung,
memegang benda dengan kuat, memengang benda dengan kedua tangan,
makan sendiri, mengambil benda kecil ( Wong, D.L, et al. 2011).
8
mulai mengantisipasi urutan prilakunya sendiri, bertindak secara bertujuan
untuk mengubah lingkungan awal perilaku bertujuan (Sandock, 2010).
9
tiap minggunya, dapat mengidentifikasi benda sederhana, mengerti sampai
150 kata dan menggunakan 20 kata pada usia 18 bulan. Konsonan awal dan
akhir sering dilupakan (Depkes 2006). Bayi yang sehat cenderung lebih cepat
belajar bicara ketimbang bayi yang tidak sehat motivasi berkomunikasi lebih
kuat. Bayi yang dapat menyesuaikan diri dengan baik cenderung kemampuan
bicaranya lebih baik, baik secara kuantitaitf mampu secara kualitatif
ketimbang bayi yang penyesuaian dirinya jelek. Sebagaimana dengan
perkembangan kognitif, perkembangan bahwa seseorang anak menstimulasi
khsusus dari orang tua dan pengasuh. Tanpa adanya stimulasi serta
rangsangan perkembangan bahasa anak akan mengalami hambatan. Hambatan
yang dialami dalam perkembangan akan memberikan dampak terhadap aspek
perkembangan lainnya, terutama perkembangan sosial dan emosi anak.
Perkembangan emosi pada usia 0-1 bulan adalah adanya senyuman sosial,
pada usia 3 bulan ada senyum kesenangan, usia 3-4 bulan kehati-hatian, usia 4
bulan keheranan, usia 4-7 bulan kegembiraan dan kemarahan, usia 5-9 bulan
ketakutan dan usia 18 bulan ada rasa malu. Piaget (Sadock, 2010) Kebutuhan
emosi/ kasih sayang, kasih sayang dari orang tua akan menciptakan ikatan
yang erat (bonding) dan kepercayaan dasar (basic trust). Ikatan batin yang
10
erat, mesra dan selaras yang diciptakan lebih awal dan lebih permanen sangat
penting, karena turut menentukan perilaku bayi kemudian hari, menstimulasi
perkembagan otak bayi, merangsang perhatian bayi terhadap dunia luar,
menciptakan kelekatan (attachment) antara ibu dan bayi, serta meningkatkan
rasa kepercayaan dari bayi. Pemberi ASI dapat meningkatkan ikatan batin bayi
dan ibu sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada
bayi.
11
kode moral sendiri, maka perlu ditumbuhkan disiplin pada masa ini untuk
mengajarkan kepada bayi, apa yang menurut dia dianggap kelompok sosial
sebagai benar dan salah, sehubungan pada masa ini timbul rasa benar dan
salah adalah apa yang terasa baik atua buruk.
Bayi mengenal tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata orang yang ada
dalam lingkunganya, yang pada awalnya diterima secara acuh, tuhan bagi bayi
pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya
serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap tuhan pada
tahap pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang
menyenangkan maupun yang menyusahkan. Namun setelah ia menyaksikan
reaksi orang-orang disekelinginya yang disertai oleh emosi atau perasaan
tertentu yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap
kata tuhan itu tumbuh. (Islamil 2009, dalam Restiana, Keliat, Gayatri &
Helena, 2010). Keyakinan spiritual sangat berkaitan dengan bagian moral dan
etis dalam konsep diri bayi. Tahap perkembang spiritual pada masa bayi
adalah tahap undifferentiated yaitu periode masa bayi tidak memiliki konsep
benar atau salah, tidak memiliki keyakinan yang membimbing perilaku
mereka. Mesti demikian, awal keimanan terbentuk dari pengembangan rasa
percaya dasar melalui hubungannya dengan pemberi asuhan primer.
12
pertama lainnya dan akan berusaha untuk senantiasa dekat dengannya, akan
menangis ketika berpisah denganya (Depkes 2006). Perkembangan psikososial
selama masa bayi adalah kepercayaan. Bayi mempelajari apa yang diharapkan
dari orang-orang penting dalam kehidupannya dan mengembangkan suatu
perasaan mengenai siapa yang mereka senangi atau yang tidak mereka senangi
dan makanan apa yang mereka sukai atau tidak di sukai.
4) Sumber Koping
(1) bayi
13
Ibu (caregiver) belum mengatahui cara menstimulasi perkembangan anak
usia bayi. belum tahu cara menstimulasi perkembangan anak usia bayi. atau
sudah mengetahui cara mensitumasi perkembangan anak usia bayi atau belum
tahu cara menstimulasi perkembangan anak usia bayi.
Dukungan sosial adalah salah satu fungsi dan ikatan sosial yang
menggambarkan kualitas hubungan interpersonal dianggap sebagai aspek
kepuasaan secara emosional dalam kehidupan individu (Smet 1994).
Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa percaya diri,
tenang, diperhatikan, dicintai dan kompeten. Dukungan sosial terdiri dari
informasi verbal, non verbal, dan tindakan yang diberikan oleh orang lain
sehingga mempunyai manfaat emosioanal bagi individu. Dukungan sosial
dalm perkembangan anak usia bayi meliputi : keluarga, kader kesehatan jiwa,
kelompok dan masyarakat
14
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau
masyarakat. Upaya mewujudkan kesehatan ini dilakukan oleh individu,
kelompok dan masyarakat baik secara melembaga oleh pemerintah, ataupun
swadaya masyarakat (LSM), dilihat dari sifat upaya mewujudkan kesehatan
tersebut dilihat dari dua aspek yaitu pemeliharan dan peningkatan kesehatan.
15
(b) Mekanisme koping cognitively focused (yang berfokus pada kognitif),
mekanisme koping seseorang berusaha untuk mengontrol dan berusaha
untuk mengontrol arti masalah dan berusaha untuk menentralkan (Stuart,
2009)
(c) Mekanisme koping Emotion Fecused (yang berfokus pada emosi), dimana
individu diorentasikan untuk menenangkan emosi yang mengancam
(Stuart, 2009). Pada usia bayi mekanisme koping anak menangis saat
basah, lapar atau haus.
b. Model Promosi Kesehatan Precede/proceed
16
maupun dengan melakukan pengumpulan data secara langsung dari
masyarakat, ( Green (1991, dalam Notoatmodjo, 2010).
2) Tahap 2 : Diagnosa Epidemiologi
17
4) Tahap 4 : Diagnosa Pendidikan dan Organisasional
Pada tahap ini dilakukan analisa kebijakkan, sumber daya dan peraturan
yang berlaku yang dapat memfasilitasi atau mengambat program promosi
kesehatan, untuk stimulasi perkembangan anak usia bayi
18
diterima dan dapat dipertanggungjawabkan. Green (1991, dalam Notoatmodjo,
2012).
6) Tahap 6 : Implementasi Program
19
pada tahap ini disebut otonomi versusragu-ragu dan malu (autonomy
versus doubt and shame) (Sacco, 2013).
Pada fase ini anak mulai belajar untuk berdiri sendiri (otonomi). Untuk itu
orangtua diharapkan untuk mampu bertindak tegas tetapi melindungi,
mendukung dan memberi kesempatan keinginan otonomi serta melindungi
dari keraguan dan rasa bersalah. Apabila fase ini dapat dilalui dengan baik,
anak akan mengemban otonomi, dengan memandang diri sebagai pribadi yang
terpisah dengan orangtua tapi masih tergantung. Sebaliknya jika gagal, anak
akan mengembangkan rasa malu dan ragu, merasa diri tidak mampu dan
meragukan diri sendiri dan dapat menyebabkan enggan belajar kemampuan
dasar seperti berjalan dan berbicara.
1. Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Kesiapan
Peningkatan Perkembangan Kemandirian Anak Toddler dengan
Konsep Model Stres Adaptasi Stuart dan Teori Modeling-Role
Modeling (MRM)
20
perkembangan kognitif (Piaget, 1952); kebutuhan dasar manusia (Maslow,
1968), dan stress adaptasi (Selye, 1976; Engel, 1962).
Konsep model stres adaptasi Stuart dan teori MRM memandang klien
sebagai makhluk yang holistik (biopsikososiokultural). Pada teori MRM
psikologis tersebut terkait pada aspek emosi dan kognitif (Stuart, 2013). Hasil
pengkajian pada klien anak toddler dapat dilakukan secara holistik dengan
menggunakan konsep model tersebut.
a. Konsep Model Stress Adaptasi Stuart dan Teori MRM pada
Pengkajian Keperawatan pada Klien Anak Toddler
21
paparan terhadap toksin (Stuart, 2013). Faktor genetik dan pemenuhan
kebutuhan dasar manusia pada tingkat pertama hirarki Maslow berpengaruh
terhadap pencapaian kesejahteraan klien seperti nutrisi, tidur, perawatan diri,
dan lain-lain (Erickson, Swain, & Tomlin 2002 dalam Alligood, 2014). Faktor
intrinsik/ genetik heredokonstitusional yang berisiko menyebabkan gangguan
pada perkembangan anak balita antara lain retardasi pertumbuhan intra uterin,
berat lahir rendah, prematuritas, infeksi intra uterin, gawat janin, asfiksia,
perdarahan intrakranial, kejang neonatal, hiperbilirubinemia, hipoglikemia,
infeksi, dan kelainan kongenital (Soedjatmiko, 2001). Oleh karena itu, tidak
adanya kelainan pada riwayat prenatal; intranatal; postnatal anak toddler,
pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, status gizi anak balita yang normal,
kelengkapan imunisasi, riwayat alergi, riwayat penyakit herediter dari
keluarga yang telah terdeteksi sejak dini merupakan faktor protektif biologis
anak toddler dalam mencapai tugas perkembangan kemandirian anak toddler.
22
(perkembangan kemandirian, tidak ragu-ragu dan tidak minder dalam
bertindak).
23
3) Aspek Kemampuan Perkembangan Kemandirian Anak Usia Toddler
24
menyelesaikan masalah secara efektif. Sumber koping meliputi kemampuan
individu (pengetahuan dan kecerdasan, ketrampilan dalam mengatasi
masalah), dukungan sosial, material aset, dan keyakinan positif. Hubungan
interpersonal individu dengan keluarga, kelompok, dan masyarakat (Stuart,
2013). Teori MRM menguraikan sumber koping individu meliputi
pengetahuan klien (self care of knowledge); sumber – sumber internal yang
dimiliki individu (self care resources); dan kemampuan klien untuk
memanfaatkan pengetahuan dan sumber – sumber internal tersebut untuk
mencapai derajat kesehatan anak yang holistik (self care of action) (Erickson,
Tomlin, & Swain, 2002 dalam Alligood, 2014). Sumber – sumber koping anak
toddler merupakan potensi yang dimiliki anak toddler untuk memenuhi tugas
perkembangan kemandirian. Sumber koping anak toddler tersebut dibedakan
menjadi dua yaitu internal dan eksternal.
25
pengganti ibu) merupakan lingkungan pertama dan paling erat sejak janin di
dalam kandungan sampai remaja oleh karena itu disebut lingkungan mikro
(Soedjatmiko, 2001). Oleh karena itu, ibu berperan memberikan lingkungan
kondusif memenuhi kebutuhan anak toddler dalam proses belajar tentang
dunia.
b. Diagnosa Keperawatan
NANDA International menetapkan diagnosis keperawatan pada kelompok
sehat/ promosi kesehatan pada anak toddler adalah kesiapan peningkatan
perkembangan: kemandirian pada anak usia toddler
26
c. Rencana Tindakan Keperawatan
Peningkatan kemampuan individu untuk mencapai perkembangan secara
optimal sesuai rentang usia perkembangan merupakan salah satu tujuan utama
dari promosi kesehatan jiwa (Stuart, 2013; WHO, 2013). Peningkatan
pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan anak dalam rentang
normal adalah strategi meningkatkan kesehatan anak secara menyeluruh
termasuk kesehatan jiwa pada anak (Potss & Mandleco, 2012). Pemberi
asuhan anak usia toddler adalah keluarga sehingga perawat jiwa diharapkan
mampu memberdayakan keluarga dalam merawat anak usia toddler tersebut
(Stuart, 2013). Promosi kesehatan tentang perkembangan pada anak usia
toddler dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
orang tua terutama ibu sebagai pengasuh utama anak untuk melakukan
stimulasi perkembangan anak. Rencana tindakan keperawatan untuk promosi
kesehatan kesejahteraan anak usia toddler secara holistik yaitu mencapai tugas
perkembangan kemandiriannya dalam melakukan kegiatan sehari – hari.
Rencana tindakan keperawatan tersebut ditujukan pada anak toddler, keluarga,
dan KKJ.
27
6) Berikan mainan sesuai usia perkembangan (boneka, mobil – mobilan,
balon, bola, kertas gambar, dan pensil warna).
7) Saat anak mengamuk (tempertantrum), pastikan ia aman dan awasi dari
jauh.
8) Beri tahu tindakan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan,
tindakan baik dan buruk dengan kalimat positif.
9) Libatkan anak dalam kegiatan keagamaan.
b) Rencana Tindakan Keperawatan Spesialis
28
(1) Terapi kelompok terapeutik pada anak toddler: Mendemonstrasikan
kegiatan – kegiatan untuk menstimulasi kemampuan perkembangan anak
toddler pada aspek motorik kasar dan motorik halus, kognitif, bahasa/
komunikasi, emosi – kepribadian, moral spiritual, dan psikososial dan
memberi kesempatan ibu untuk melakukannya kepada anak.
(2) Fasilitasi ibu dengan anak toddler memanfaatkan sumber dukungan dari
teman dan KKJ (Kader Keperawatan Jiwa) juga tenaga kesehatan dalam
merawat anak.
(3) Fasilitasi ibu memperoleh dukungan emosional dan pengetahuan cara
menstimulasi perkembangan anak toddler dari anggota kelompok.
(4) Terapi suportif
(Keliat, Akemat, Daulima, & Nurhaeni, 2007; Bulucheck, Butcher, &
Dochterman, 2013)
29
e) Latih KKJ untuk melakukan kunjungan rumah pada keluarga dengan anak
toddler yang telah mengikuti terapi kelompok terapeutik.
f) Latih KKJ untuk melakukan pemantauan perkembangan anak toddler
ketika penimbangan balita di posyandu.
g) Ciptakan iklim motivasi yang positif terhadap kinerja perawat.
(Keliat, Akemat, Daulima, & Nurhaeni, 2007).
Hurlock (1978) menjelaskan bahwa anak usia 3-6 tahun adalah anak yang
sedang berada pada periode sensitif atau masa peka yaitu masa dimana suatu
fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terlambat
perkembangannya. Golden Age adalah istilah yang sering digunakan bagi
anak pra sekolah. Hal ini dikarenakan masa anak merupakan fase penting,
berharga dan sangat fundamental bagi perkembangan individu, masa
pembentukan periode kehidupan manusia serta adanya peluang sangat besar
untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang.
30
2. Perkembangan Anak Usia Pra Sekolah
Potter (2005) membagi perkembangan anak usia pra sekolah menjadi tiga
bagian yaitu perkembangan fisik, perkembangan kognitif dan perkembangan
psikososial. Perkembangan fisik pada anak pra sekolah berfokus pada bentuk
dan fungsi organ tubuh yang meliputi denyut jantung dengan rata-rata
90x/menit, rata-rata pernapasan 22-24x/menit, rata-rata tekanan darah
95/58mmHg, berat badan meningkat + 2,5 kg per tahun, panjang badan pada
usia 4 tahun 2 kali panjang lahir, ukuran kepala anak 90% ukuran dewasa pada
usia 6 tahun, anak dapat berlari dengan baik, berjalan naik dan turun tangga,
melompat, melempar dan menangkap bola.
31
Potts dan Mandleco (2012) membangi perkembangan pra sekolah menjadi
5 yaitu perkembangan fisik, psikoseksual, kognitif, psikososial dan moral
sebagai berikut :
a. Perkembangan Fisik
b. Perkembangan Psikoseksual
Pada usia 3 tahun, anak mampu mengenal jenis kelamin sendiri dan orang
lain dan mulai meniru peran dan sikap di lingkungan sekitarnya. Pada usia 4
tahun, perkembangan seksual semakin matang ditandai dengan kemampuan
mengenal dan menjelaskan perbedaan jenis kelamin, serta bermain peran
sesuai dengan jenis kelaminnya. Pada usia 5 tahun, anak mulai belajar
memahami peran dari setiap jenis kelamin dan dapat menerima penjelasan
tentang adanya kemungkinan kekerasan seksual pada anak.
32
c. Perkembangan Kognitif
d. Perkembangan Psikososial
33
cenderung regression, denial, projection, displacement, attack, ratinalization
dan sublimation. Pada usia 4 tahun, rasa sibling semakin terlihat dengan
munculnya rasa bersaing dengan saudara, dan dapat berkembang menjadi
perasaan frustasi terhadap orang tua dan saudara, namun demikian anak mulai
mandiri dalam berpakaian dan makan, mudah bercerita terhadap orang lain,
dan mulai mengungkapkan rasa takut terhadap hewan, kondisi gelap dan rasa
sakit. Pada usia 5 tahun, anak merasa nyaman bersama orang tua, senang
beraktivitas dengan keluarga, belajar menjalankan aturan, belajar
bertanggungjawab, dan mampu mengungkapkan secara verbal tentang
perasaannya.
e. Perkembangan Moral
Anak usia pra sekolah mulai belajar meminta maaf, mengucapkan terima
kasih dan mulai perhatian terhadap orang lain. Spiritual anak pun mulai
berkembang dengan meniru kegiatan agama, sikap orang tua, dan belajar
memahami konsep Tuhan dalam bahasa anak.
Keliat, et al (2011) menjelaskan perkembangan inisiatif anak pra sekolah
antara lain mengkhayal, kreatif, berinisiatif bermain dengan alat-alat di rumah,
belajar ketrampilan fisik baru, bermain bersama anak seusia, mudah berpisah
dengan orang tua, mengetahui salah dan benar, mengikuti aturan, mengenal
minimal 4 warna, merangkai kata menjadi kalimat, melakukan pekerjaan
rumah yang sederhana dan mengenal jenis kelamin.
34
mudah, sikap yang lambat, hangat dan perilaku yang sukar diatur. Sedangkan
kekuatan eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
terdiri dari faktor keluarga, kelompok teman sebaya, pengalaman hidup,
kesehatan lingkungan, kesehatan prenatal, nutrisi, pemenuhan kebutuhan
istirahat tidur, olah raga, status kesehatan dan lingkungan tempat tinggal.
a. Peran Stimulus
35
Peran ini dilakukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
tetapi juga menjalankan peran domestik dalam merawat dan membesarkan
anak.
Peran ini dilakukan sejak anak masih dalam kandungan dimana orang tua
tidak pernah melewatkan setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak
dan berusaha menjadi teman yang baik buat anak.
d. Peran Pendidikan bagi Anak
Keluarga atau orang tua mengajarkan kepada anak penguasaan diri, nilai
dan peran sosial, sehingga anak mempunyai pondasi atau dasar kepribadian
yang terarah ketika memasuki lingkungan sekunder atau lingkungan di luar
keluarganya.
36
b. Mengambil keputusan dalam memberikan stimulasi
Ibung (2009), menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan orang tua
agar pujian yang diberikan kepada anak menjadi lebih efektif, yaitu memuji
dilakukan segera setelah sikap atau perbuatan terjadi, memuji dilakukan secara
verbal dan non verbal, dan pujian yang diberikan bersifat deskriptif dan bukan
evaluatif. Melalui pujian yang bersifat deskriptif anak menjadi mengerti
hubungan sikap atau perbuatannya dengan hasil yang didapat serta pujian
yang diterima. Sementara jika pujian bersifat evaluatif, anak merasa dinilai
sikap dan perbuatannya.
37
d. Mempertahankan suasana kondusif di rumah
38
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
39
Perkembangan psikososial pada anak usia prasekolah menurut Erikson
(1963), berada pada tahap inisiative versus guilt (inisiatif versus rasa bersalah)
dimana anak menunjukkan imajinasi , meniru orang dewasa, mengetes
kenyataan atau fakta yang ada. Tugas utama anak prasekolah adalah
perkembangan rasa inisiatif. Hurlock (1978) menjelaskan bahwa anak usia 3-6
tahun adalah anak yang sedang berada pada periode sensitif atau masa peka
yaitu masa dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga
tidak terlambat perkembangannya. Golden Age adalah istilah yang sering
digunakan bagi anak pra sekolah. Hal ini dikarenakan masa anak merupakan
fase penting, berharga dan sangat fundamental bagi perkembangan individu,
masa pembentukan periode kehidupan manusia serta adanya peluang sangat
besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang.
B. Saran
40
41
DAFTAR PUSTAKA
Istiana, D., Keliat, B. A., & Nuraini, T. (2017). Terapi Kelompok Terapeutik
Anak Dengan Orang Tua Dan Guru Meningkatkan Perkembangan Mental
Anak Usia Sekolah. Jurnal Ners, 6(1), 93–99. Retrieved From
Http://Dx.Doi.Org/10.20473/Jn.V6i1.3971
42