A. Latar Belakang
Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis, mempunyai ciri dan sifat khusus
yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.
Untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan
dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat
menjamin pelaksanaannya (Depkes RI, 2009).
Autisme terjadi pada 5 dari setiap 10.000 kelahiran dimana jumlah
penderita laki-laki lebih besar dibandingkan penderita wanita. Meskipun
demikian, bila kaum wanita mengalaminya maka penderitanya akan lebih
parah dibandingkan kaum pria. Di California pada tahun 2002 disimpulkan
terdapat 9 kasus autisme perharinya. Di Amerika serikat disebutkan autisme
terjadi pada 15.000-60.000 anak dibawah 15 tahun. Di Indonesia berpenduduk
200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penderita
namun diperkiran jumlah anak autisme dapat mencapai 150-200 ribu orang.
Perbandigan antara laki dan perempuan adalah 2,6-4:1, namun anak
perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat
(Andriani,2008).
Ada beberapa jenis terapi yang digunakan untuk menangani autism,
yaitu: Analisa tingkah laku (Applied Nehavioral Analysis (ABA)): merupakan
system pelatihan intensif dengan menggunakan hadiah yang berfokus terhadap
sistem pengajaran tertentu, terapi wicara: terapi bicara ataupun berbahasa
dapat membantu penderita autis untuk berkomunikasi dengan orang lain,
terapi okupasi: terapi okupasi berfokus untuk membentuk kemampuan hidup
sehari-hari. Seorang terapis okupasi juga dapat memberikan latihan sensorik
terintegrasi, yaitu suatu teknik untuk mengatasi hipersensitifitas terhadap
suara, cahaya maupun sentuhan, terapi kemampuan sosial: dapat membantu
untuk menciptakan atau memfasilitasi terjadinya interaksi sosial, terapi
fisik/fisioterapi: terapi fisik bertujuan untuk melatih kekuatan, koordinasi dan
kemampuan dasar berolahraga, terapi bermain: terapi dapat digunakan sebagai
alat untuk melatih percakapan, kemapuan berkomunikasi dan sosial, terapi
tingkah laku (Galih, 2008).
Terapi bermain adalah bentuk-bentuk pemgalaman bermain yang
direncanakan sebelum anak menghadapi tindakan keperawatan untuk
membantu strategi koping merekan terhadap kemarahan, ketakutan,
kecemasan dan mengajarkan kepada mereka tentang tindakan keperawatan
yang dilakukan selama hospitaslisasi (Dera, 2011).
Tujuan diberikan terapi bermain pada anak autis adalah untuk
meningkatkan tingkat bersosialiasi, bermain, pemahaman dan berbahasa.
Terapi bermain yang dilakukan di yayasan Kiddy Autism Centre Jambi
diberikan kepada anak autis dengan menyediakan lingkungan yang aman
dilakukan dijam istirahat atau istilah di Kiddy Autism Centre Jambi disebut
dengan Transisi selama ± 15 menit dengan metode permainan yang berbeda
setiap harinya, dengan bemain bersama diajarkan cara berinteraksi dengan
teman.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
setelah mengikuti kegiatan terapi bermain diharapkan anak dapat
meningkatkan kemampuan kognitif anak, respon motorik, melatih motorik
kasar dan melatih motorik halus.
2. Tujuan khusus
Setelah mengikuti terapi aktivitas bermain di harapkan anak mampu :
a. Menunjukkan respon motorik halus sesuai dengan stimulasi yang
diberikan.
b. Menunjukkan kemampuan kognitif klien.
c. Menunjukkan respon motorik kasar sesuai dengan stimulasi yang
diberikan
C. Pelaksanaan Kegiatan
1. Topik
Terapi bermain yang akan dilakukan antara lain :
a. Bermain membuat menara dengan gelas
b. Bermain lomba memasang kaos kaki dan topi
c. Bermain memasukan puzzele sesuai bentuknya
3. Metode
Simulasi
4. Bentuk permainan
a. Membuat menara dengan gelas
b. Memasang kaos kaki dan topi
c. memasukan puzzle sesuai bentuknya
Ket:
= Leader = Peserta
= Observer
O
D. Persiapan
Persiapan Alat :
a. Peluit
b. Doorprize
c. 2 buah Puzzle
d. Kaos kaki
e. Topi
f. Gelas plastic
3 Penutup 5 menit
a. Leader menanyakan perasaan Menjawab pertanyaan
anak setelah mengikuti terapis
permainan.
b. Memberikan pujian atas Mendengarkan.
keberhasilan anak
Memperhatikan
c. Memberikan hadiah kepada
semua anak yang mengikuti
kegiatan
8. Pengorganisasian
a. Leader : Anisa Puspa sari, S.Kep
Tugas :
1) Membuka acara
2) Menjelaskan tujuan pertemuan
3) Membuat kontrak waktu
4) Memimpin dan mengarahkan Terapi Aktivitas Kelompok
5) Menutup acara