Anda di halaman 1dari 26

TUGAS KELOMPOK ANATOMI II

MAKALAH SIROSIS HEPATIS

Penyusun :
Naura Fadhila 021911133042
Ayu Annafi 021911133043
Husniya Juwita Farha 021911133044
Padma Cahyaning Pertiwi 021911133045
Aufra Rezka Putri Kirani 021911133046
Annisa Indah Pertiwi 021911133047
Raden Ajeng Wulandini A.K. 021911133048

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020

i
DAFTAR ISI
JUDUL MAKALAH....................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan.............................................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................... 3
2.1 Anatomi............................................................................................................................................ 3
2.2 Fisiologi Hati.................................................................................................................................. 5
2.3 Etiologi Sirosis Hepatis.............................................................................................................. 6
2.4 Patofisiologi Sirosis hepatis..................................................................................................... 7
2.5 Definisi.............................................................................................................................................. 8
2.6 Tipe Sirosis..................................................................................................................................... 8
2.7 Mekanisme (Patoflow)................................................................................................................ 9
2.8 Manifestasi Klinik..................................................................................................................... 10
2.9 Komplikasi Sirosis Hepatis................................................................................................... 10
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................................................... 13
3.1 Prevalensi Sirosis Hepatis...................................................................................................... 13
3.2 Pengertian Sirosis Hepatis..................................................................................................... 14
3.3 Klasifikasi Sirosis Hepatis..................................................................................................... 15
3.4 Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis...................................................................................... 16
3.5 Komplikasi Pada Sirosis Hepatis........................................................................................ 18
3.6 Pengobatan Sirosis Hepatis................................................................................................... 19
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................................... 20
4.1 Kesimpulan.................................................................................................................................. 20
4.2 Saran.............................................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................. 21

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
ridho dan rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Sirosis Hepatis”. Tujuan dari makalah kami ini, untuk menyelesaikan tugas
perkuliahan yang di berikan oleh dosen kami An'nisa Chusnida, drg., M. Kes., PA,
selain itu, kami juga ingin mengetahui lebih jauh tentang apa itu sirosis hepatis dan
memberikan informasi kepada pembaca.
Penyelesaian makalah kami ini tidak lepas dari bantuan teman-teman dan juga
para dosen kami, oleh sebab itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang
kami buat ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, masukkan atau saran
dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap
makalah ini dapat mencapai sasaran dan memberikan manfaat bagi pembaca.

Penyusun

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata


prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di
bangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati
yang dirawat (Emiliana W. 2013). Selain itu, dalam beberapa dekade terakhir,
NAFLD telah menjadi penyebab utama penyakit hati kronis di negara-negara
Barat seperti Amerika Serikat, dengan prevalensi setinggi 30% pada populasi
umum. Dengan demikian, NAFLD telah menarik perhatian luas sebagai
penyebab penting penyakit hati kronis (Wen-Ce Z, dkk. 2014).
Sirosis didefinisikan sebagai perkembangan histologis nodul regeneratif
yang dikelilingi oleh pita fibrosa sebagai respons terhadap cedera hati kronis,
yang mengarah pada hipertensi portal dan penyakit hati stadium akhir (Detlef S.
and Nezam H. 2008). Sirosis hepatis merupakan jalur patologis umum akhir dari
kerusakan hati yang timbul dari berbagai macam penyakit hati kronis ((Wen-Ce
Z, dkk. 2014). Sirosis hepatis (SH) mengakibatkan penurunan hingga hilangnya
fungsi hati (Emiliana W. 2013).
Saat ini, transplantasi hati tetap menjadi satu-satunya pilihan kuratif untuk
kelompok pasien yang dipilih, tetapi terapi farmakologis yang dapat
menghentikan perkembangan menjadi sirosis dekompensasi atau bahkan sirosis
terbalik saat ini sedang dikembangkan. Tinjauan singkat ini berfokus pada
diagnosis, komplikasi dan manajemen sirosis, dan perkembangan klinis dan
ilmiah baru (Detlef S. and Nezam H. 2008).

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sirosis hepatis?


2. Bagaimana klasifikasi dari sirosis hepatis?
3. Bagaimana manifestasi klinik pada sirosis hepatis?
4. Apa yang terjadi jika terjadi komplikasi pada penderita sirosis hepatis?
5. Bagaimana bentuk pengobatan yang sedang berkembang dalam menangani
sirosis hepatis?

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:


1. Mengetahui pengertian sirosis hepatis

2. Mengetahui klasifikasi sirosis hepatuis

3. Mengetahui manifestasi klinik pada penderita sirosis hepatis

4. Mengetahui bentuk komplikasi pada penderita sirosis hepatis

5. Mengetahui bentuk pengobatan yang sedang berkembang dalam menangani


sirosis hepatis

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Gambar diakses dari google.com

Hati terletak intraperitoneal pada epigastrica dekstra. Pada bagian atas


berbatasan dengan intercostal keempat, pada bagian kiri agak ke dalam vena
intercostal. Lobus kiri hati terletak pada epigastrica kiri (kira-kira sampai garis
midclavicula kiri) yang berhadapan dengan gaster. Letak dari hati bergantung
pada pernafasan (mengempis saat inspirasi dan mengembang saat ekspirasi) area
permukaannya berdampingan dengan diafragma. Oleh karena itu, posisinya
bergantung pada ukuran dari paru-paru. Bentuk melengkung dari diafragma
mempengaruhi bagian anterior dan posterior hati yang dilapisi oleh ruang pleura
(pleural cavity) (Paulsen F & Waschke J. 2018).

3
Hati merupakan kelenjar terbesar (1200-1800 g) dan merupakan organ
metabolisme yang utama pada tubuh. Facies diaphragmatica terletak berdekatan
dengan diafragma dan facies visceralis bersama margo inferiornya berhadapan
langsung dengan organ abdominalis. Facies diaphragmatica sebagian tumbuh
kedalam diafragma dan tidak dibungkus dengan peritoneum (area nuda). Hati
dibagi menjadi lobus besar kanan dan lobus kecil kiri (lobus dekstra dan lobus
sinistra), bagian depan dipisahkan oleh ligamentum falciforme yang akan
berjalan naik menuju ligamentum coronarius, dan akan berakhir pada bagian
kanan dan kiri ligamentum triangulare yang terhubung ke diafragma.
Ligamentum triangulare kiri berjalan melewati ujung apendiks fibrosa hati.
Dibawahnya, ligamentum teres hati (sisa dari sirkulasi portal vena umbilikalis)
bergabung dengan ligamentum falciforme keduanya mencapai dinding ventral
(Paulsen F & Waschke J. 2018).
Pada permukaan visceral, fisura ligamenti teretis hati melanjutkan ke
hilum dari hati (porta hati), menuju sirkulasi neurovaskular yang masuk dan
keluar dari hati (vena porta hepatica, arteri hepatica propia, ductus hepaticus
communis). Ligamentum venosum (arantii, sisa dari sirkulasi porta ductus
venosus) diperlihatkan pada ujung atas. Pada bagian kanan porta hati (hilum dari
hati), vena cava inferior terletak pada cekungan superior, dan vesica billiaris
tertanam pada fossa inferior (fossa vesicae biliaris). Ligamentum teres hati,
ligamentum venosum, vena cava inferior, dan vesica billiaris menggambarkan
dua area persegi panjang pada kedua sisi porta hati bagian inferior lobus dekstra
hati, di bagian ventral disebut lobus quadratus dan di bagian dorsal disebut lobus
caudatus. Hati tidak dibungkus oleh peritoneum pada empat area besar yaitu area
nuda, hilum dari hati, badan vesica billiaris, dan cekungan vena cava inferior
(Paulsen F & Waschke J. 2018)

4
2.2 Fisiologi Hati

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, menyumbang sekitar 2


persen berat tubuh total, atau sekitar 1,5kg (3,3 pon) pada rata-rata manusia
dewasa. Unit fungsional dasar pada hati adalah lobulus hati, struktur berbentuk
silindris dengan diameter 0,8 – 2 ml. Hati manusia mengandung 50.000 –
100.000 lobulus (Hall & Guyton. 2016)
Di dalam septum terdapat venula porta kecil yang menerima darah
terutama dari vena saluran pencernaan melalui vena porta. Dari venula-venula ini
darah mengalir ke sinusoid hati gepeng dan bercabang, yang terletak antara
lempeng-lempeng hati dan kemudian mengalirv ke vena sentralis. Sel-sel hati
akan terus terpajan pada darah vena porta (Hall & Guyton. 2016)
Vena porta hepatika mengalirkan darah keluar dari sistem venous usus
dengan membawa nutrien yang diserap di dalam saluran cerna ke hati. Hati
melaksanakan berbagai fungsi metabolik. Sebagai contoh, pada saat puasa hati
akan menghasilkan sebagian besar glukosa melalui glukoneogenesis serta
glikogenolisis, melakukan detoksifikasi, menyimpan glikogen dan memproduksi
getah empedu disamping berbagai protein serta lipid (Berkowitz. 2013).
Menurut Guyton & Hall (2008), hati mempunyai beberapa fungsi yaitu:
a. Metabolisme karbohidrat
Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan
glikogen dalam jumlah besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa menjadi
glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa kimia yang
penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat.
b. Metabolisme lemak
Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain:
mengoksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang
lain, membentuk sebagian besar kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein,
membentuk lemak dari protein dan karbohidrat.

5
c. Metabolisme protein
Metabolisme protein di hati antara lain, albumin dan faktor
pembekuan yang terdiri dari faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X. Selain
metabolisme protein tadi, juga melakukan degradasi asam amino, yaitu
melalui proses deaminasi atau pembuangan gugus NH2, pembentukan ureum
untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma,
dan interkonversi beragam asam amino dan membentuk senyawa lain dari
asam amino.
d. Penyimpanan Vitamin
Hati merupakan tempat penyimpanan vitamin A, D, E, K, dan
vitamin B12, hati sebagai penyimpan darah, hati sebagai tempat menyimpan
besi dalam bentuk feritin, hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk
koagulasi darah dalam jumlah banyak dan hati mengeluarkan atau
mengekskresikan obat-obatan, hormon dan zat lain.

2.3 Etiologi Sirosis Hepatis

Etiologi dari sirosis hepatis ini bervariasi secara geografis. Alkoholisme,


infeksi kronis virus hepatitis C, dan nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD)
menjadi penyebab paling umum di negara-negara Barat. Sedangkan hepatitis B
kronis menjadi penyebab utama sirosis hepatis di kawasan Asia-Pasifik. Selain
itu, sirosis hepatis memiliki beberapa penyebab lain, termasuk penyakit bawaan
seperti hemochromatosis dan Wilson’s disease, primary biliary cirrhosis,
primary sclerosing cholangitis, dan autoimun hepatitis. Beberapa kasus memiliki
penyebab yang tidak diketahui atau cryptogenic (Zhou, 2014).
Beberapa dekade belakangan, NAFLD telah menjadi penyebab utama
dalam penyakit liver kronis di negara-negara Barat seperti US, dengan prevalensi
setinggi 30% pada populasi umum. Maka dari itu, NAFLD menarik perhatian
sebagai penyebab terpenting dalam penyakit liver kronis (Zhou, 2014).

6
Meskipun penyebab dari sirosis hepatis sangat bervariasi, terdapat
beberapa karakteristik patologis yang secara umum ada pada semua kasus
sirosis hepatis, yaitu degenerasi dan nekrosis dari hepatocyte, penggantian dari
sel-sel parenkim liver oleh jaringan fibrous dan regenerative nodule, serta
hilangnya fungsi liver (Zhou, 2014).

2.4 Patofisiologi Sirosis Hepatis

Liver fibrosis adalah hasil dari respon penyembuhan luka normal yang
berkelanjutan, menghasilkan fibrogenesis yang abnormal (produksi dan deposisi
jaringan ikat). Fibrosis ini berkembang secara bervariasi tergantung pada
penyebab penyakitnya, lingkungan, dan host factors. Sirosis adalah kelanjutan
dari liver fibrosis yang disertai oleh distorsi dari pembuluh darah hepatik. Hal ini
mengakibatkan shunting antara portal dan arterial menyuplai darah langsung ke
central veins, memperjelas pertukaran antara hepatic sinusoids dan liver
parenchyma atau hepatosit. Hepatic sinusoids dilapisi oleh fenestrated
endothelia yang bertumpu pada jaringan ikat permeabel (space of Disse) yang
mengandung sel stelata hepatik dan beberapa sel mononuklear. Bagian lain dari
jaringan ikat ini dilapisi oleh hepatosit yang menjalankan sebagian besar fungsi
liver. Pada sirosis, jaringan ikat ini diisi oleh jaringan parut dan kehilangan
fenestrated endothelia, sebuah proses yang dinamai kapilarisasi sinusoid
(Schuppan and Afdhal, 2008)
Secara histologis, sirosis dicirikan dengan vaskularisasi septa fibrotik yang
menghubungkan saluran portal yang satu dengan yang lain dan central veins,
yang kemudian merujuk pada hepatocyte islands yang dikelilingi septa fibrotik.
Konsekuensi klinikal terbesar dari sirosis adalah gangguan fungsi hepatosit
(liver), peningkatan hipertensi portal, dan perkembangan hepatocellular
carcinoma (HCC). Beberapa kelainan sirkulasi pada sirosis (vasodilatasi
splanchnic, vasokontriksi dan hipoperfusi ginjal, retensi air dan garam,
peningkatan curah jantung) berhubungan erat dengan perubahan vascular hepatik

7
dan hasil dari hipertensi portal (Schuppan and Afdhal, 2008)

2.5 Definisi

Sirosis didefinisikan sebagai perkembangan histologis dari nodul


regenerative yang dikelilingi oleh pita-pita fibrosa sebagai respons terhadap
penyakit hati kronis yang mengarah pada hipertensi portal dan penyakit hati
stadium akhir (Schuppan and Afdhal, 2008)
Sirosis adalah suatau keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hati, dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi
akibat adanya nekrosis hepatoselular (PPHI, 2013)
Sirosis dapat didefinisikan juga sebagai proses difusi yang di
karakteristikan oleh fibrosis dan perubahan struktur hati normal menjadi penuh
nodul yang tidak normal. Sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Pada sirosis
dini biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila
ditekan (Rusli R, dkk. 2015)

2.6 Tipe Sirosis

Menurut Mariyani (2005) jenis sirosis hepatis adalah:


1. Sirosis portal lanneic, dimana jaringan parut secara khas mengelilingi
daerah portal. Sering isebabkan oleh alkoholik kronis
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari virus hepatitis akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis billiaris, dimana pembentukan jaringan parut yang terjadi
dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi billier
yang kronis dan infeksi (kkolangitis)

8
Secara fungsional sirosis terbagi atas (Sutadi. 2003):
1. Sirosis hepatis kompensata
Sering disebut dengan laten sirosis hepatis. Pada tipe kompensata
ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata, tekanan vena porta belum
terlalu tinggi dan masih terdapat sel-sel hati yang sehat untuk memenuhi
kebutuhan tubuh.
2. Sirosis hepatis dekompensata
Dikenal dengan aktifsirosis hepatis. Pada stadium ini terlihat gejala
yang sudah jelas, misalnya ascites, edema dan ikterus.Pada hati terjadi
gangguan arsitektur hati yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan
kegagalan parenkim hati yang masing-masing memperlihatkan gejala
klinis berupa spider nevi, alopesia pectoralis, ginekomastia, kerusakan
hati, ascites, rambut pubis rontok, eritema palmaris, atropi testis, kelainan
darah (anemia,hematom/mudah terjadi perdarahan) dan koma.

2.7 Mekanisme (Patoflow)

Pengaruh alkohol, virus hepatitis, toksin -> terbentuk jaringan luka atau
jaringan parut (kerusakan beruntun pada sel hati) -> terjadi inflamasi atau
peradangan(fibrosis hati) -> regenerasi noduler menurun -> kematian sel ->
menganggu aliran darah sehingga akan menghambat kerja hati dalam fungsi
kekebalan tubuh, pencernaan, detoksifikasi racun, serta mencegah pembekuan
darah -> terjadilah Sirosis heapatis (sirosis laneic, pascanekrotik, biliaris)

9
2.8 Manifestasi Klinik

Sirosis sering bersifat lambat, asimptomatik, dan tidak terdeteksi hingga


komplikasi dari penyakit liver muncul. Sebagian besar dari pasien ini tidak
pernah mendapatkan perhatian klinis, dan sirosis yang tidak terdiagnosis
sebelumnya masih sering ditemukan pada otopsi. Diagnosis sirosis asimptomatik
biasanya terlihat saat tes screening seperti transaminase liver atau temuan
radiologis yang menunjukkan penyakit liver dan pasien menjalani evaluasi lebih
lanjut dan biopsi liver (Schuppan, D., & Afdhal, N. H. 2008)
Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan
fisiologis: gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoselular
adalah ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palmaris,
angioma spidernevi, ensefalopati hepatik. Gambaran klinis yang terutama
berkaitan dengan hipertensi portal adalah splenomegali, varises esofagus dan
lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral lainnya. Asites dapat dianggap
sebagai manifestasi kegagalan hepatoselular dan hipertensi portal (Saskara,
2013).

2.9 Komplikasi Sirosis Hepatis

a. Oesophageal varices
Akibat dari peningkatan tekanan vena portal yang menyertai sirosis,
portosystemic. Anastomoses terbentuk di beberapa tempat. Yang paling
berpengaruh terletak di bagian bawah esophagus. Studi prospektif
menunjukkan bahwa 25-40% pasien sirosis dengan oesophageal varices pada
akhirnya mengalami pendarahan dengan potensi komplikasi serius dan tingkat
mortalitas 5-50% pada pendarahan pertama, tergantung pada seberapa parah
penyakit liver yang mereka derita.

10
b. Hepatic encephalopathy
Hepatic encephalopathy atau ensefalopati hepatik adalah komplikasi
serius dari penyakit hati kronis. Lebih dari sepertiga pasien sirosis menjalani
rawat inap karena ensefalopati hepatik. Prevalensi terjadinya ensefalopati
hepatik adalah sebesar 30-40% dari pasien dengan sirosis hepatis, sedangkan
untuk ensefalopati hepatik minimal sebanyak 20-80%. Sebanyak 30% pasien
ensefalopati hepatik mengalami kematian (Suyoso, 2015).
Patogenesis dari penyakit ini masih belum jelas, beberapa hipotesa
sudah diusulkan dan kemungkinan penyebabnya sangat beragam. Identifikasi
awal sangat diperlukan supaya manajemen penangannya dapat berfungsi
maksimal.

c. Hepatocellular carcinoma
Di antara 60% dan 90% pasien dengan hepatocellular carcinoma
(HCC) menderita sirosis hepatis. HCC dapat membuat sirosis menjadi lebih
kompleks dalam etiologi apapun, tapi di UK sebagian besar paling sering
berhubungan dengan alcoholic liver disease sebagai tambahan dari hepatitis B
dan C. penyakit ini biasanya muncul dengan anorexia, sakit di bagian perut,
dan turunnya berat badan, tetapi sering kali tanpa gejala (Williams, 1998)

d. Ascites
Ascites didefinisikan sebagai akumulasi cairan lebih dari 25 mL di
rongga perut. Timbulnya ascites adalah tanda awal dari dekompensasi pada
banyak pasien sirosis hepatis. Mekanisme terjadinya ascites pada sirosis tidak
diketahui dengan pasti, dan kemungkinan dapat terjadi karena beberapa faktor
(Williams, 1998).
Beberapa teori sudah dikemukakan termasuk hipotesis tentang
vasodilatasi arteri perifer sampai portal hypertension , yang merujuk pada

11
‘underfilling’ dari kompartemen vaskular dan aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosterone, yang kemudian meningkatkan kerja sistem saraf
parasimpatik dan meningkatkan produksi hormon antidiuretik. Karena ascites
menurunkan fungsi sistem sirkulasi dan ginjal, pasien yang menderita ascites
juga berpotensi tinggi terkena hyponatremia and hepatorenal syndrome (HRS)
(Pedersen, 2015).

e. Hepatorenal syndrome
Hepatorenal syndrome adalah gagal ginjal fungsional yang terjadi
secara spontan sebagai akibat dari pergeseran cairan pada pasien dengan
penyakit hati yang parah. HRS didefinisikan sebagai insufisiensi ginjal yang
muncul pada pasien dengan penyakit liver kronis. Vasokontriksi renal,
sebagai hasil dari kegagalan fungsi liver menjadi penyebab utama gagal ginjal
pada hepatorenal syndrome (Dundar, 2015).
Mekanisme patofisiologi utama dari hepatorenal syndrome adalah
pengurangan volume darah yang bersirkulasi karena peningkatan resistansi
darah yang mengalir di hati yang terkena sirosis, yang berakibat pada
penggumpalan darah di splanchnic circulation.

12
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Prevalensi Sirosis Hepatis

Prevalensi sirosis hepatis di dunia diperkirakan 100 (kisaran 25-


100)/100.000 penduduk tetapi hal tersebut bervariasi menurut negara dan
wilayah. Sirosis hepatis menempati urutan ke-14 penyebab tersering kematian
pada orang dewasa di dunia (Tsochatzhis et.al, 2014). Menurut laporan rumah
sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hepatis adalah
3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam. Penyebab
utama sirosis hepatis di negara barat adalah alkohol dan Hepatitis C, sedangkan
di Indonesia penyebab utama sirosis hepatis adalah Hepatitis B (40%-50%) dan
Hepatitis C (30%-40%) Penelitian Patasik et al (2015) di RSUP Prof. Dr. D.
Kandou Manado dari Agustus 2012−Agustus 2014, mendapatkan bahwa pasien
sirosis hepatis terbanyak adalah laki-laki (62,7%) dengan rentang usia terbanyak
50-59 tahun (31,4%), penyebab sirosis hepatis terbanyak adalah hepatitis B
(13,7%) dan komplikasi terbanyak varises esophagus (23,5%) (Patasik et.al,
2012). Penelitian yang dilakukan Tambunan et al di Di RSUP Dr. Soedarso
Pontianak periode Januari 2008 − Desember 2010 juga mendapatkan pasien
sirosis hepatis terbanyak adalah laki-laki (69,6%) dengan kelompok usia
terbanyak adalah 50-59 tahun (31,0%), penyebab terbanyak adalah hepatitis B
(43,5%), komplikasi terbanyak adalah perdarahan saluran cerna bagian atas
(50%), dan klasifikasi Child pugh terbanyak adalah Child pugh C (53,3%).
(Tambuan et.al, 2013).

13
3.2 Pengertian Sirosis Hepatis

Sirosis hepatis merupakan suatu penyakit dimana pembuluh darah besar


dan seluruh sistem hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi
penambahan jaringan ikat disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi
(Guyton dan Hall, 2011). Sirosis hepatis (SH) merupakan konsekuensi dari
penyakit hati kronis yang ditandai dengan penggantian jaringan hati oleh fibrosis,
jaringan parut dan nodul regeneratif (benjolan yang terjadi sebagai hasil dari
sebuah proses regenerasi jaringan yang rusak) akibat nekrosis hepatoseluler,
yang mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi hati (PPHI, 2011).
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak hal. Penyebabnya antara lain adalah
penyakit infeksi, penyakit keturunan dan metabolik, obat-obatan dan toksin.
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak hal. Penyebabnya antara lain adalah
penyakit infeksi, penyakit keturunan dan metabolik, obat-obatan dan toksin. Di
Negara barat penyebab terbanyak sirosis hepatis adalah konsumsi alkohol,
sedangkan di Indonesia terutama disebabkan oleh virus hepatitis B maupun C.
(Nurjanah, 2009).
Diagnosis klinis sirosis hepatis dibuat berdasarkan kriteria Soedjono dan
Soebandiri tahun 1973, yaitu bila ditemukan 5 dari 7 keadaan berikut: eritema
palmaris, spider nevi, vena kolateral atau varises esofagus, asites dengan atau
tanpa edema, splenomegali, hematemesis dan melena, rasio albumin dan globulin
terbalik. Timbulnya komplikasi-komplikasi seperti asites, ensefalopati, varises
esofagus menandai terjadinya pergantian dari sirosis hepatis fase kompensasi
yang asimtomatik menjadi sirosis hepatis dekompensasi (Vidyani dkk, 2011).

14
3.3 Klasifikasi Sirosis Hepatis

Klasifikasi sirosis hepatis berdasarkan morfologinya antara lain :


a. Sirosis mikronoduler ; nodul berbentuk uniform, diameter kurang dari 3 mm.
Penyebabnya antara lain: alkoholisme, hemakromatosis, obstruksi bilier dan
obstruksi vena hepatika.
b. Sirosis makronoduler: nodul bervariasi dengan diameter lebih dari 3mm.
Penyebabnya antara lain: hepatitis kronik B, hepatitis kronik C, defisiensi α-1-
antitripsin dan sirosis bilier primer .
c. Sirosis campuran kombinasi antara mikronoduler dan makronoduler.

Klasifikasi sirosis hepatis berdasarkan derajat sirosis atau tingkat


keparahannya dibagi menjadi beberapa yakni dengan menggunakan modifikasi
kriteria Child-Turcotte-Pugh. Kriteria ini menilai derajat penyakit berdasarkan
adanya ensefalopati hepatikum, asites, pemeriksaan kadar albumin dan bilirubin
serum serta waktu prothrombin atau International Normalized Ratio (INR).
Sesuai kriteria tersebut pasien SH diklasifikasikan menjadi tiga yaitu Child A, B
dan C (Peng et al., 2016; Lee et al, 2003).

Keterangan :
Jumlah nilai 5 – 6 : Child A ( gangguan fungsi hati ringan )
Jumlah nilai 7 – 9 : Child B (gangguan fungsi hati sedang )
Jumlah nilai 10 – 15 : Child C (gangguan fungsi hati berat )

15
3.4 Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis

Sirosis hepatis memberikan gambaran klinis terutama akibat gangguan


metabolik dan hipertensi portal. Agar dapat melakukan penegakan diagnosis
sirosis maka harus mengenali manifestasi klinis ini baik dari anamnesis,
pemeriksaan fisis maupun pemeriksaan penunjang.

Temuan pada Anamnesis


Untuk mendiagnosis sirosis lanjut, dari anamnesis sudah dapat
ditegakan kondisi sirosis. Namun pada kondisi awal, sirosis seringkali tidak
memberikan gejala sampai munculnya komplikasi. Banyak pasien yang tidak
menyadari bahwa dirinya mengalami sirosis. Terkadang pasien terdiagnosis
sirosis karena temuan tidak sengaja misalnya saat pemeriksaan USG. Oleh sebab
itu, banyak pasien yang datang saat sudah terjadi sirosis dekompensata misalnya
adanya perdarahan saluran cerna, asites, dan ensefalopati (Tsao G, Garcia et al,
2009).

Temuan pada Pemeriksaan Fisis


● Ikterik, yaitu tampak kuning terutama di kulit, sklera mata, dan membran
mukosa. Penyebabnya adalah gangguan fungsi sekresi hati dan tampak jelas
jika kadar bilrubin >2 mg/dL
● Spider nevi, yaitu arteriole sentral yang tampak penyebaran pembuluh darah
di sekitarnya, banyak didapat di badan, dada, dan wajah. Penyebabnya
adalah peningkatan estradiol karena degradasi estradiol di hati berkurang
● Nodul di hati, hati teraba ireguler pada saat palpasi. Penyebabnya adalah
fibrosis dan regenerasi noduler.
● Splenomegali, pembesaran limpa saat palpasi maupun USG. Akibat
hipertensi portal yang menyebabkan kongesti limpa
● Asites, cairan di rongga peritoneum, disebabkan oleh hipertensi portal
● Caput medusae, vena tampak jelas menyebar dari umbilikus, akibat
hipertensi portal, terbukanya kembali vana umbilikalis yang mengalirkan

16
aliran darah dari sistem porta
● Cruveilhier Baumgarten syndrome, murmur di vaskular epigastrium, akibat
adanya pirau (shunt) dari vena porta ke sistem vena umbilikalis dan dapat
muncul tanpa adanya caput medusae
● Palmar eritem, telepak tangan tampak kemerahan kecuali bagian tengah
telapak. Disebabkan peningkatan estradiol karena berkurangnya
metabolisme estradiol di hati
● Kuku putih, pita putih horizontal di bagian proksimal kuku, disebabkan oleh
hipoalbuminemia
● Clubbing finger, osteoartropati proliperatif dari tulang panjang, disebabkan
hipoksemia akibat adanya pirau kanan ke kiri atau hipertensi porto-pulmoner
● Kontraktur Dupuyten, fibrossi dan kontraksi dari fasia palmaris, peningkatan
stres oksidatif, peningkatan hipoxanthine (alkohol atau diabetes)
● Ginekomastia serta hilangnya bulu badan pada pria, disebabkan konversi
androstenedione ke estron dan estradiol namun tidak disertai degradasi
estrogen karena berkurangnya fungsi hati
● Hipogonadisme, terutama pada sirosis alkohol dan hemokromasitosis,
disebabkan efek langsung alkohol atau penumpukan besi
● Foetor hepaticus, bau khas pada sirosis, disebebkan dimethysulfide terutama
karena hipertensi portal dan gagal hati
● Anoreksia, otot mengecil, terjadi apda >50% pasien sirosis, akibat
katabolisme meningkat karena gangguan hati
● Diabetes mellitus tipe 2, terjadi pada 15-30% pasien sirosis, gangguan
metabolisme glukosa karena gangguan hati serta metabolisme insulin
terganggu. (Tsao G, Garcia et al, 2009).

Temuan pada Pemeriksaan Penunjang


● SGOT/SGPT: seringkali normal atau meningkat moderate, menggambarkan
kerusakan hepatosit. Rasio AST/ALT > 1 menggambarkan siorosis alkoholik
karena defisiensi relatif vitamin B6

17
● ALP, meningkat <3 kali kecuali pada PBC dan PSC akibat kolestasis
● GGT, lebih spesifik untuk hati dari ALP, meningkat sekali di alkoholik yang
aktif, penyebabnya adalah kolestasis
● Bilirubin, meningkat lebih lambat dibandingkan GGT dan ALP, penting
sebagai prediktor mortalitas (skor Thurgott-Pugh), disebabkan kolestasis,
berkurangnya hepatosit, gangguan ekskresi di ginjal.
● Hipoalbumin, akibat penurunan produksi di hati.
● Peningkatan waktu PT, produksi faktor V/VII yang menurun di hati serta
defisiensi vitamin K akibat obstruksi bilier
● Peningkatan globulin terutama IgG, karena shunting hipertensi portal yang
membawa banyak antigen dari usus sehingga menstimulasi sel plasma
● Hiponatremia, akibat asites, meningkatnya hormon ADH.
● Anemia karena defisiensi folat, hipersplenisme, perdarahan saluran cerna,
atau akibat langsung alkohol pada sirosis alkoholik
● Trombositopenia, akibat hipersplenisme, dysfibrinogenemia, dan penurunan
produksi trombopietin oleh hati (Tsao G, Garcia et al, 2009).

3.5 Komplikasi Pada Sirosis Hepatis

Ketika sel-sel hati sudah mengalami sirosis, maka akan timbul berbagai
kemungkinan komplikasi antara lain hipertensi portal, ascites, spontaneous
bacterial peritonitis (SBP), varises esofagus, dan ensefalopati hepatik. Antara
komplikasi satu dengan yang lain saling terkait. Sebagai contoh, ascites hanya
akan muncul jika pasien mengalami hipertensi portal (European Association for
the Study of the Liver, 2010). Pasien yang mengalami varises esofagus akan
berisiko terjadi perdarahan karena ruptur esofagus, pada keadaan perdarahan
akan menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya ensefalopati hepatik (Tasnif
dan Hebert, 2013).

18
3.6 Pengobatan Sirosis Hepatis

Pengobatan utama adalah menghentikan penyebab sirosis hepatis.


Misalkan penderita hepatitis B atau hepatitis C maka langkah utama adalah
mengobati penyakit hepatitis tersebut. Kemudian penanganan nutrisi serta
komplikasi yang sudah timbul. Misalnya melakukan endoskopi untuk varises
esofagus, mengendalikan asites, memperbaiki gejala ensefalopati, dan lain
sebagainya.
Menurut Tarigan (2001) Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya.
Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan
diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-90
gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba
dengan pemberian D penicilamine dan Cochicine.
b. Hemokromatis, dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/
terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu
sebanyak 500cc selama setahun.
c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid

19
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sirosis hepatis merupakan penyebab kematian (setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker). Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai
pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1
dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan
puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi, dan regenerasi sel – sel hati sehingga susunan parenkim hati
terganggu (rusak). Etiologi penyakit Sirosis hepatis belum diketahui secara
jelas, namun terdapat factor predisposisi yakni diantaranya pasien dengan
riwayat penyakit hepatitis, alkoholik, malnutrisi, dll.
Untuk menegakkan diagnosa sirosis hepatis dapat diperoleh dari gejala
klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan darah
maupun pemeriksaan radiologis, pemeriksaan USG, dan pemeriksaan CT scan.
Penatalaksanaan Sirosis hepatis tergantung kondisi, komplikasi, dan
prognosisnya.

4.2 Saran
1. Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat membantu kita semua dalam
berbagai ilmu pada proses pembelajaran.
2. Diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan penyakit sirosis
hepatis.
3. Bagi pembaca semua, diharapkan mampu mendalami penyakit sirosis
hepatis sehingga dapat diimplementasikan dalm proses pembelajaran.

20
DAFTAR PUSTAKA

Dundar, H. Z., & Yılmazlar, T. (2015). Management of hepatorenal syndrome. World


journal of nephrology, 4(2), 277.

Mustika, S., & Achmad, H. (2013). Ensefalopati Hepatik pada Sirosis hepatis :
Faktor Presipitasi dan Luaran Perawatan di RSUD dr . Saiful Anwar Malang
Hepatic Encephalopathy in Liver Cirrhosis : Precipitating Factors and
Outcomes at dr . Saiful Anwar Hospital Malang. 28(4), 340–344.

Pedersen, J. S., Bendtsen, F., & Møller, S. (2015). Management of cirrhotic ascites.
Therapeutic advances in chronic disease, 6(3), 124-137.

Schuppan, D., & Afdhal, N. H. (2008). Liver cirrhosis. The Lancet, 371(9615), 838–
851. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(08)60383-9

Williams, E. J., & Iredale, J. P. (1998). Classic diseases revisited Liver cirrhosis.
193–202.

Zhou, W. C., Zhang, Q. B., & Qiao, L. (2014). Pathogenesis of liver cirrhosis. World
Journal of Gastroenterology, vol. 20. p:7312–7324.
https://doi.org/10.3748/wjg.v20.i23.7312

Berkowitz, A., 2013, Patofisiologi Klinik Disertai Contoh Kasus Klinik,


Diterjemahkan oleh Andry Hartono, Halaman 108, Tangerang, Binarupa
Aksara.

Saskara, P. M. A., & Suryadarma, I. G. A. 2013. CASE REPORT : LIVER


CIRRHOSIS. E-Jurnal Medika Udayana, 560-580.

Guyton, A. C., Hall, J. E., 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta :
EGC, 806-809

21
Garcia-Tsao G, Lim JK, Lim J, Members of Veterans Affairs Hepatitis C Resource
Center Program. Management and treatment of patients with cirrhosis and
portal hypertension: recommendations from the Department of Veterans
Affairs Hepatitis C Resource Center Program and the National Hepatitis C
Program. Am J Gastroenterol. 2009 Jul;104(7):1802–29.

Sutadi, S. 2003. Sirosis hepatis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

Rusli R, dkk. 2015. Makalah Farmakoterapi II Cirrhosis Hati. STIFARM PADANG

Schuppan, D., & Afdhal, N. H. (2008). Liver cirrhosis. The Lancet, 371(9615), 838-
851.

Sirosis hepatis (Serial Online). 2013. PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia)

Mariyani, Sri. 2005. Jurnal Sirosos hepatitis. FK UNSUMSEL

Paulsen F & Waschke J. 2018. Sobotta Atlas of Anatomy Internal Organ. EGC :
Jakarta. Edisi 16. Hal 154&157

Saskara, P. M. A., & Suryadarma, I. G. A. 2013. CASE REPORT: LIVER


CIRRHOSIS. E-Jurnal Medika Udayana, 560-580.

Schuppan, D., & Afdhal, N. H. (2008). Liver cirrhosis. The Lancet, 371(9615), 838-
851.

Vidyani Ami, Denny Vianto. 2011. Faktor risiko terkait perdarahan varises esofagus
berulang pada penderita sirosis hepatis. Jurnal Penyakit Dalam 12(3): 56-62

Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI). 2010. Sirosis hepatis. Available on


http://pphi-online.org/

22
Nurdjanah Siti. 2009. Sirosis hepatis. Buku Ajar Penyakit Dalam, Edisi ke 5, Jilid I.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.p. 668-673

Tsochatzhis EA, Bosch J, Burroughs AK. Liver cirrrhosis. The Lancet.


2014;383(9930):1749-61.

Patasik YZ, Waleleng BJ, Wantania F. Profil pasien sirosis hepatis yang dirawat inap
di RSUP Prof. Dr. D. Kandou Manado periode Agustus 2012 sampai Agustus
2014. Eclinic. 2015;3(1):342-7.

Tambunan A, Mulyadi Y, Kahtan MI. Karakteristik pasien sirosis hepatis di RSUP


Dr. Soedarso Pontianak periode Januari 2008 - Desember 2010. Jurnal
Mahasiswa PSPD FK Universitas Tanjungpura. 2013;2(1):1-19.

23

Anda mungkin juga menyukai