ASUHAN
KEPERAWATAN
KEGAWAT
DARURATAN
PADA KLIEN
GAGAL HATI
Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu
Mata Ajaran Keperawatan KRITIS II
Dosen : Ibu
Sarifatimah, S.Kp.,M.Kep Di
Susun Oleh :
Eldessa Vava Rilla
220120110521
KATA PENGANTAR...............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
Kesimpulan ..............................................................................................................................
Saran .........................................................................................................................................
Daftar Pustaka..........................................................................................................................
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya, kelompok dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Trancultural Nursing
dengan judul “ Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan Pada Klien Dengan Gagal Hati”
tepat pada waktunya.
Makalah ini dapat diselesaikan tentunya tidak terlepas dari dorongan dan bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Sarifatimah., S.Kp.,M. Kep, selaku pembimbing dan sekaligus pemberi materi
dalam mata kuliah Keperawatan Kritis I.
2. Semua anggota kelompok, terima kasih atas kekompakkan dan kerjasamanya
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini yang tidak bisa
penulis sebutkan namanya satu-persatu.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran
yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan. Akhirnya, semoga
makalah ini dapat berguna bagi semua pihak. Terima kasih.
Kelompok
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit hati adalah suatu istilah untuk sekumpulan kondisi-kondisi, penyakit-
penyakit dan infeksi-infeksi yang mempengaruhi sel-sel, jaringan-jaringan, struktur dan
fungsi dari hati. Efek-efek jangka panjang tergantung dari kehadiran tipe penyakit
hatinya. Contohnya, hepatitis kronis dapat menjurus ke: Gagal hati, Penyakit-penyakit
pada bagian lain tubuh, seperti kerusakan ginjal atau jumlah darah yang rendah, Sirosis
hati. Efek-efek jangka panjang lainnya dapat termasuk: Encephalopathy adalah
memburuknya fungsi otak yang dapat berlanjut ke koma, Gastrointestinal bleeding
(perdarahan gastrointestinal). Ini termasuk perdarahan esophageal varices, yang
merupakan pembesaran vena yang abnormal di esophagus dan/atau didalam perut,
Kanker hati, Peptic ulcers, yang mengikis lapisan perut/lambung.
Gagal hati akut (ALF) adalah kondisi umum di mana kerusakan cepat fungsi hati
pada koagulopati dan perubahan dalam status mental dari individu yang sebelumnya
sehat. Gagal hati akut sering mempengaruhi orang-orang muda dan membawa kematian
sangat tinggi.
Kegagalan hati akut Istilah ini digunakan untuk menggambarkan perkembangan
koagulopati, biasanya dengan rasio normalisasi internasional (INR) lebih besar dari 1,5,
dan setiap tingkat perubahan mental (ensefalopati) pada pasien tanpa sirosis hati dan
dengan penyakit kurang dari 26 minggu durasi.
Gagal hati akut adalah istilah yang luas yang mencakup baik kegagalan hati
fulminan (FHF) dan kegagalan hati subfulminant (atau akhir-onset kegagalan hati).
Kegagalan hati fulminan umumnya digunakan untuk menggambarkan perkembangan
ensefalopati dalam waktu 8 minggu dari timbulnya gejala pada pasien dengan hati yang
sebelumnya sehat. Kegagalan hati Subfulminant dicadangkan untuk pasien dengan
penyakit hati sampai 26 minggu sebelum pengembangan ensefalopati hati.
Ada perbedaan penting antara FHF pada anak-anak dan FHF pada orang dewasa.
Misalnya, pada anak dengan FHF, ensefalopati mungkin terlambat, atau tidak dikenal..
Beberapa pasien dengan penyakit hati kronis yang sebelumnya tidak dikenal
dekompensasi dan hadir dengan gagal hati, meskipun hal ini tidak secara teknis FHF,
diskriminasi seperti pada saat presentasi mungkin tidak dapat dilakukan. Pasien dengan
penyakit Wilson, vertikal tertular hepatitis B, atau hepatitis autoimun dapat dimasukkan
4
terlepas dari kemungkinan sirosis jika penyakit mereka telah terwujud selama kurang dari
26 minggu.. Langkah yang paling penting dalam penilaian pasien dengan gagal hati akut
adalah untuk mengidentifikasi penyebabnya, karena penyebab tertentu menuntut
perawatan segera dan spesifik (lihat hasil pemeriksaan). Obat-hepatotoksisitas terkait,
terutama dari asetaminofen, merupakan penyebab utama gagal hati akut di Amerika
Serikat . Aspek yang paling penting dari pengobatan adalah untuk memberikan dukungan
perawatan yang baik intensif. Perhatian harus dibayarkan kepada manajemen cairan dan
hemodinamik. Pemantauan parameter metabolik, surveilans untuk infeksi, pemeliharaan
gizi, dan pengakuan cepat perdarahan gastrointestinal sangat penting.
Berbagai obat mungkin diperlukan karena berbagai komplikasi yang terjadi dari
kegagalan hati fulminan. Dalam kasus-kasus tertentu, penangkal yang efektif mengikat
atau menghilangkan racun sangat penting. Pengembangan sistem pendukung hati
memberikan beberapa janji untuk pasien dengan FHF, meskipun masih bersifat sementara
dan, sampai saat ini, tidak berdampak pada kelangsungan hidup. Lainnya modalitas terapi
yang diteliti, termasuk hipotermia, telah diusulkan tetapi tetap belum terbukti.
Hasil dari gagal hati akut berhubungan dengan etiologi, derajat ensefalopati, dan
komplikasi yang terkait . Meskipun kematian dari FHF masih cukup tinggi, perawatan
intensif baik dan penggunaan transplantasi hati orthotopic telah meningkatkan
kelangsungan hidup dari kurang dari 20% menjadi sekitar 60%.
2. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah:
a. Anatomi dan fisiologi hati
b. Apakah yang dimaksud dengan gagal hati?
c. Bagaimana insidensi gagal hati ?
d. Apa saja etiologi dari gagal hati?
e. Apa Manifestasi gagal hati?
f. Apa patofisiologi gagal hati?
g. Apa pemeriksaan diagnostik gagal hati?
h. Apa diagnostik gagal hati?
i. Bagaimana prognosis gagal hati?
j. Bagaimana terapi gagal hati?
k. Apa saja komplikasi dari gagal hati ?
l. Bagaimana cara melakukan rencana dan tindakan untuk mengatasi gangguan pada
gagal hati?
3. Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN PADA KLIEN GAGAL
HATI” ini adalah metode pustaka dan mengintisarikan buku-buku pustaka.
5
4. Tujuan Penulisan
a. Dapat melakukan pengkajian pada penderita gagal hati
b. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada penderita gagal hati
c. Dapat membuat perencanaan pada penderita gagal hati
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada penderita gagal hati
e. Dapat mengevaluasikan semua hasil tindakan pada penderita gagal hati
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
3. Insidensi
a. Kurang lebih 30 % terjadi pada anak umur kurang dari 15 tahun.
b. Sering diasosiasikan dengan viral koinfeksi.
c. Anak yang terpapar HBV (pada negara berkembang gagal hati fulminan lebih
banyak disebabkan oleh karena infeksi HBV).
d. Anak yang terinfeksi HCV.
e. 5 – 30 % pada anak yang lahir dari ibu yang HCV dan HIV +.
f. Pasien superinfeksi Hepatitis D pada Hepatitis B.
g. Pasien superinfeksi Hepatitis A pada Hepatitis C.
h. Individu immunocompromised yang terpapar non hepatitis virus seperti herpes
simplex virus, cytomegalo virus, adenovirus, Epstein Barr virus, dan varicella.
4. Etiologi
Sebab tersering adalah hepatitis virus baik A, B, maupun non-A dan non-B.
Pada sekitar 50% pasien positif hepatitis B, perjalanan fulminan dicetuskan oleh
faktor lain, biasanya akut atau superinfeksi dengan virus hepatitis D. Pada pasien
positif hepatitis B yang menerima kemoterapi untuk keganasan bersamaan, hepatitis B
bisa direaktivasi dan menjadi fulminan.
Virus lain juga dapat menyebabkan nekrosis hati fatal pada individu
immunocompromised; antara lain herpes simplex, cytomegalovirus, Ebstein-barr dan
varicella.
Yang sering juga adalah reaksi obat hepatotoksis, yang tersering meliputi
obat anestesi, AINS, antidepresan dan isoniazid yang diberikan bersama rifampicin,
juga overdosis acetaminofen dan karbon tetraklorida (CCl4).
8
Pada wanita hamil cukup bulan bisa timbul nekrosis hati fulminan karena
eklampsi atau perlemakan hati. Sebab vaskular mencakup episode curah jantung
rendah pada pasien penyakit jantung, sindroma Budd-Chiari secara akut dan syok
bedah. Infiltrasi masif hati dengan sel blast, seperti pada histiositosis maligna, dapat
menyebabkan gagal hati fulminan.
a. Gagal hati akut terjadi ketika sel-sel hati yang rusak secara signifikan dan tidak
mampu lagi untuk berfungsi. Gagal hati akut dapat disebabkan oleh, antara lain:
b. Overdosis acetaminophen
Mengonsumsi terlalu banyak acetaminophen (Tylenol, dan lain-lain) adalah
penyebab paling umum dari gagal hati akut di Amerika Serikat. Gagal hati akut
dapat terjadi jika mengonsumsi acetaminophen dengan dosis yang sangat besar
sekaligus.
c. Atau dapat terjadi jika mengonsumsi acetaminophen dengan dosis yang lebih
tinggi dari yang direkomendasikan setiap hari selama beberapa hari berturut-turut,
terutama pada orang dengan penyakit hati kronis.
d. Resep obat
Beberapa resep obat, termasuk antibiotik, obat anti-inflamasi, dan antikonvulsan
dapat menyebabkan gagal hati akut.
9
Salisilat (sebagai akibat dari sindrom Reye)
e. Suplemen herbal
Obat dan suplemen herbal, termasuk kava, ephedra, skullcap, dan pennyroyal,
telah dikaitkan dengan kejadian gagal hati akut.
Ginseng
Pennyroyal minyak
Teucrium polium
Kawakawa
g. Racun
Racun yang dapat menyebabkan gagal hati akut termasuk jamur liar beracun
Amanita phalloides, yang kadang-kadang keliru dengan spesies jamur yang dapat
dimakan.
Kuning fosfor
h. Penyakit autoimun
Gagal hati dapat disebabkan oleh hepatitis autoimun, yang merupakan sebuah
penyakit di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel hati, menyebabkan
peradangan dan cedera.
j. Penyakit metabolik
Penyakit metabolik langka, seperti penyakit Wilson dan lemak hati akut oleh
karena kehamilan, jarang menyebabkan gagal hati akut.
k. Kanker
Kanker yang dimulai di hati atau kanker yang menyebar ke hati dari organ lain di
tubuh dapat menyebabkan gagal hati.
l. Selain penyebab yang telah disebutkan diatas, banyak kasus gagal hati akut tidak
memiliki penyebab yang jelas.
11
12
5. Manifestasi Klinik
Gambaran neuropsikiatri adalah rangsangan sistem retikularis otak yang
diikuti oleh depresi akhir fungsi batang otak. Pasien bisa memperlihatkan tingkah laku
anti sosial atau gangguan karakter. Mimpi buruk, nyeri kepala, dan dizziness
merupakan gejala tak spesifik lainnya. Delirium, mania, dan kejang menunjukkan
rangsangan sistem retikularis. Perilaku tak kooperatif sering berlanjut, sementara
kesadaran berkabut. Deliriumnya dari jenis mania, diawali gelisah, dan serangan
spontan atau diinduksi rangsangan cahaya. Flapping tremor bisa sepintas dan
terlewatkan. Biasanya ada foetor hepaticus.
Dalam stadium dini, ikterus menunjukkan hubungan kecil ke perubahan
neuropsikiatri yang kemudian bisa berkembang sebelum ikterus. Kemudian ikterus
hebat. Biasanya ukuran hati mengecil.
Pada stadium lebih lanjut, gambarannya rigiditas desebrasi dengan spastisitas,
ekstensi, dan hiperpronasi lengan, ekstensi tungkai dan respon fleksor plantaris.
Kejang bisa timbul. Respon plantaris tetap fleksor sampai sangat lanjut. Gerakan mata
diskonjugat dan posisi mata melenceng bisa terlihat. Biasanya reflek pupil menetap
sampai sangat lanjut. Gagal pernapasan dan sirkulasi dengan hipotensi, aritmia
jantung dan henti pernapasan merupakan indikasi lain depresi fungsi batang otak.
Muntah lazim terjadi, tetapi nyeri abdomen jarang. Takhikardi, hipertensi,
hiperventilasi dan demam merupakan gambaran lanjut. Klinikus harus menyadari
penundaan pengenalan kerusakan hati setelah kelebihan dosis acetaminofen yang bisa
terjadi setelah masa dua sampai tiga hari atau pemulihan klinik yang jelas.
Tanda neurologi fokal, demam tinggi atau respon lambat terhadap terapi
konvensional seharusnya mendorong pencarian sebab pengganti ensefalopati.
Gejala-gejala sebagian tergantung dari tipe dan jangkaun penyakit hatinya.
Pada banyak kasus, mungkin tidak terdapat gejala. Tanda-tanda dan gejala-gejala
yang umum pada sejumlah tipe-tipe berbeda dari penyakit hati termasuk:
Mual
Diare
Gatal-gatal
Kelelahan
Demam ringan
Sakit otot-otot
Depresi
Gejala
Gejala yang nampak dari penderita gagal hati bisa berupa sakit kuning, mudah
mengalami pendarahan, asistes, gangguan fungsi otak, keadaan kesehatan yang
menurun drastis, penurunan air seni dan panas badan yang merupakan indikasi
masuknya virus dalam tubuh
14
6. Patofisiologi
15
Patogenesis gagal hati fulminan dimulai dengan terpaparnya individu yang
rentan pada agen yang dapat menimbulkan kerusakan hati berat, meskipun etiologi
yang sebenarnya sulit untuk diidentifikasi (pada sebagian besar kasus).
Virus dapat menyebabkan kerusakan pada hepatosit baik langsung (melalui
efek sitotoksik) atau sebagai hasil dari respon imun yang berlebihan. Interaksi antara
agen dan host menentukan insidensi gagal hati fulminan.
Mekanisme patofisiologi yang berlanjut ke arah ensefalopati pada anak-anak
dengan gagal hati fulminan masih belum diketahui sepenuhnya. Meski demikian,
peningkatan tekanan intraserebral akibat edema serebral serta hipoglikemi merupakan
salah satu penyebab timbulnya defisit neurologis.
Salah satu teori menekankan efek dari akumulasi substansi neurotoksik atau
neuroaktif yang timbul akibat kegagalan hati. Substansi ini meliputi neurotransmitter,
amonia, peningkatan aktivitas reseptor GABA, dan peningkatan kadar substansi
endogen yang menyerupai benzodiazepine pada sirkulasi.
Metabolit hepatotoksik, yang terakumulasi akibat gangguan metabolisme atau
mengkonsumsi obat-obat hepatotoksik, dapat menimbulkan kerusakan pada hepatosit.
Kadar amonia dalam serum dapat normal atau sedikit meningkat, bahkan pada pasien
koma.
16
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Serologi virus
b. Skrining toksikologi (kadar asetaminofen tiap 1-2 jam hingga puncaknya di
tentukan)
c. Pemeriksaan pencitraan(usg pada abdomen kuadran kanan atas atau CT abdomen,
pemeriksaan Doppler terhadap vena porta dan hepatica)
d. Uji lainnya: serologi autoimun,seruloplasmain dan tembaga dalam urin)
e. Biopsi hati (kecuali ada koagulopati)
f. Perhitungan darah lengkap, yang melihat pada tipe dan jumlah dari sel-sel darah
didalam tubuh
g. Scan hati dengan radiotagged substances untuk menunjukan perubahan-
perubahan struktur hati
8. Diagnosis
Untuk mendiagnosis gagal hati fulminan, seorang dokter perlu mempelajari
riwayat medik dari pasien dan dilakukan pemeriksaan fisik. Anamnesis dilakukan
dengan seksama, akan ditemukan keluhan perut membesar: asites, ada demam,
sakit perut, kulit gatal-gatal, mual-mual, badan terasa lemas, dan pasien
mungkin mengeluhkan air kencingnya berwarna gelap. Pada bayi, orang tua akan
mengeluhkan bayi tersebut menjadi rewel, sulit makan, dan adanya gangguan
dari siklus tidur dari bayi. Bila gagal hati fulminan semakin lanjut, akan ditemukan
17
gangguan kesadaran kurang lebih 2 minggu setelah terjadinya kuning. Pada
pemeriksaan fisik akan ditemukan kulit kuning, asites, bisa terdapat hepatomegali
atau justru hati menjadi kecil, mungkin juga ditemukan perdarahan gastrointestinal.
Perhatikan juga gejala-gejala adanya oedem serebral yaitu adanya peningkatan dari
tonus otot, hipertensi, kejang, dan agitasi.
Untuk lebih yakin akan adanya gagal hati fulminan dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan enzim hati tidak dapat memberi gambaran khas untuk
gagal hati fulminan. Pada pemeriksaan biokimia akan didapatkan bilirubin darah baik
yang indirek maupun yang direk meningkat. Hiperbilirubinemia conjugata/ direk
biasanya lebih sering terjadi. Pada bayi akan diperoleh kadar gula yang menurun.
Juga akan terjadi hiponatremi, hiperkalemi, alkalosis respiratori, atau asidosis
metabolik. Pada pemeriksaan darah akan didapatkan pemanjangan dari protombin
time yang tidak memberi respon pada pemberian vitamin K, selain pemeriksaan
tersebut dapat juga diperiksa antigen/ antibodi dari virus hepatitis A, B, C, EBV,
CMV, HSV, dan lain-lain. Pemeriksaan lain dapat dilakukan pemeriksaan urin, USG,
CT scan, dan biopsi hati. Biopsi hati tidak dapat dilakukan bila terdapat koagulopati.
9. Prognosis
Prognosis jauh lebih buruk daripada gagal hati kronika, tetapi lesi hati
mungkin reversibel dan biasanya yang bertahan hidup lesi sembuh sempurna. Hal ini
membuat perawatan intensif dan sokongan hati sementara amat penting.
Gagal hati fulminan sering pula dikaitkan dengan angka kematian yang
tinggi, dimana lebih dari setengah jumlah pasien yang menderita gagal hati fulminan
meninggal apabila tidak segera dilakukan transplantasi hati.
Usia lebih dari 30 tahun dan adanya penyakit lain bersamaan
memperburuk prognosis. Hasilnya terbaik dalam anak-anak. Jika pencetus apapun
dapat dikenali, maka prognosisnya lebih baik.
Prognosis tergantung atas sebab gagal hati fulminan. Jika pasien tingkat 3
dan yang lebih buruk dipertimbangkan, maka yang 40% yang dengan virus A, 15%
dengan virus B, 10% dengan non-A, non-B, serta 5% dengan penyakit yang
berhubungan dengan obat akan bertahan hidup. Prognosis terbaik untuk kelompok
kelebihan dosis asetaminofen.
Prognosis dapat dihubungkan ke waktu antara mulainya penyakit dan koma.
Hasilnya buruk jika ini kurang dari tiga minggu. Dengan peningkatan lama koma,
maka kesempatan pemulihan menjadi kurang. Jika pemulihan mengikuti perjalanan
kurang dari empat minggu, maka normalitas klinik akhirnya dapat diharapkan.
18
Prognosis tergantung atas kapasitas hati untuk beregenerasi. Yang bertahan hidup
tidak menderita sirosis.
Rigiditas deserebrasi, dengan kehilangan reflek okulo-vestibularis dan gagal
pernafasan merupakan gambaran yang didapatkan jika mereka bertahan hidup dengan
sisa lesi cortex cerebri dan batang otak.
Perdarahan menghalangi biopsi hati. Tetapi jika penting, ia bisa dilakukan
dengan jalur transjugularis. Histologi menunjukkan bahwa luas nekrosis sel hati dan
nekrosis konfluens interlobularis kritis dalam menentukan hasilnya. Tidak ada
gambaran histologi tunggal yang memungkinkan ramalan tertentu.
Sebab kematian adalah perdarahan, gagal pernapasan dan sirkulasi, edema
cerebrum, gagal ginjal, infeksi, hipoglikemia, dan pankreatitis.
10. Terapi
o Intensive care unit (ICU) dan pediatric hepatology setting dengan fasilitas
untuk transplantasi hati tersedia untuk diagnosis dan penanganan yang tepat.
19
o Platelet transfusion bila terdapat indikasi gagal hati fulminan dengan
coagulopathy dan thrombocytopenia. Platelet transfusion dibutuhkan untuk
mempertahankan jumlah platelet lebih dari 50,000.
Perawatan khusus
20
o Overdosis acetaminophen dirawat dengan hepatotoxic drugs (ie, N-
acetylcysteine).
Pada keadaan gawat, segment liver transplant atau living related donor
transplant dilaksanakan untuk menghindari anak dengan FHF dari bahaya
rapidly progressive liver necrosis.
Diet: Pasien dengan kalori tinggi, karbohidrat tinggi dan lemak berlebih. Total
parenteral nutrition (TPN) diperlukan untuk mencukupi nutrisi, terutama bila
nutrisi parenteral tidak dapat dilakukan. Monitoring glukosa dan menghindari
volume overload.
11. Komplikasi
a. Infeksi
Infeksi bakteri dan jamur sering terjadi, hal ini yang menyebabkan terjadinya
peritonitis, pneumonia, infeksi saluran kencing atau septikemia.
b. Udem cerebral
Cerebral udem terjadi pada 80% pasien.
Kerusakan pada hati dapat menimbulkan gangguan dalam produksi faktor-
faktor pembekuan darah, yang berakibat antara lain berkurangnya faktor VIII
(diproduksi oleh hepatosit). Hal tersebut dapat menimbulkan gangguan dalam
pembekuan darah.
21
c. Koagulopati yang disebabkan karena penurunan sintesa faktor pembekuan darah
oleh hati, trombositopenia dan fungsi platelet yang abnormal.
d. Perdarahan saluran pencernaan
e. Elektrolit imbalance
f. Disfungsi ginjal dengan gagal ginjal. Hal ini terjadi 50% dari pasien
g. Gangguan keseimbangan asam- basa
h. Gangguan respirasi dan kardiovaskuler
i. Sepsis, syok dan post necrotic cirrhosis
j. Kematian
12. Pencegahan
Gagal hati fulminan merupakan sindrom yang menyebabkan kerusakan multi
organ. Oleh karena itu perlu dilakukan metode-metode pencegahan untuk
menghindari terjadinya oedem cerebri, hepatik ensefalopati, dan gagal ginjal. Dapat
dilakukan monitoring tekanan intrakranial menggunakan elektroda intrakranial, dan
juga mempertahankan volume sirkulasi dengan koloid atau dengan fresh frozen
plasma.
Terapi suportif hati dengan menggunakan porcrine hepatocytes atau hepatoma
cell lines telah terbukti memperbaiki koagulopati dan mengurangi ensefalopati baik
pada dewasa dan anak-anak.Penggunaan obat seperti paracetamol, sodium valproat,
dan obat anti konvulsi dapat merupakan suatu penyebab terjadinya kerusakan hati
fulminan pada anak-anak. Toksisitas dapat terjadi apabila menggunakan dosis
parasetamol lebih dari 150mg/kg berat badan. Proses kerusakan hati dapat terjadi 2-4
hari setelah mengonsumsi obat dengan dosis berlebih, yang ditandai dengan
terjadinya metabolik asidosis dan gagal ginjal.
13. Pengobatan
Orang dengan gagal hati akut biasanya dirawat di unit perawatan intensif di rumah
sakit. Dalam banyak kasus, pengobatan melibatkan mengendalikan komplikasi dan
memberikan waktu untuk menyembuhkan gagal hati.
22
B. Transplantasi hati
C. Kegagalan hati akut tidak dapat dipulihkan secara tuntas dalam banyak
kasus. Dalam situasi ini, pengobatan mungkin hanya dapat dilakukan
dengan transplantasi hati. Selama transplantasi hati, ahli bedah akan
mengambil hati yang rusak dan menggantinya dengan hati sehat dari
donor.
Pengkajian
Data Subjektif
23
1. Keluhan : anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen
2. Kulit, selaput lendir, sclera : kekuning-kuningan, gatal, urine berwarna kuning tua dan
berbuih.
Data subjektif
2. Status cairan dan elektrolit : deficit volume, munyah, pendarahan, dehidrasi akibat
asites dan edema dan kelebihan volume akibat retensi natrium dan air.
Diagnosa keperawatan
1 Gangguan volume cairan: lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan terganggunya
mekanisme pengaturan(penurunan plasma protein)
Ditandai dengan:
a. Edema, anasarka, peningkatan berat badan, intake lebih besar dari output, oliguria,
perubahan pada berat jenis urine.
b. Dispnoe, bunyi nafas tambahan, efusi pleura
c. Perubahan TD
d. Gangguan elektrolit
24
e. Perubahan status mental.
Tujuan/criteria evaluasi:
2) Berikan diuretik
3) Berikan kalium.
26
2 Resiko gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat(ketidakmampuan untuk mencerna makanan, anoreksia,
mual/muntah, tidak mau makan, mudah kenyang (asitas) fungsi usus abnormal.)
Ditandai:
27
Intervensi Rasional
resiko ensephalopati.
6. Membantu dalam menurunkan iritasi
5. Berikan tambahan garam bila
gaster/diare dan ketidaknyamanan
diizinkan, hindari yang mengandung
abdomen yang dapat mengganggu
amonium.
pemasukan oral.
7. Perdarahan dari varises esophagus.
6. Batasi masukan kafein, makanan
yang menghasilkan gas atau
8. Pasien cenderung mengalami luka
berbumbu dan terlalu panas atau
atau perdarahan gusi dan rasa tak
terlalu dingin.
enak pada mulut dimana menambah
anoreksia.
7. Berikanan makanan halus, hindari 9. Penyimpanan energi menurunkan
makanan kasar sesuai indikasi. kebutuhan metabolik pada hati dan
8. Berikan perawatan mulut sering dan meningkatkan regenerasi seluler.
sebelum makan. 10.Menurunkan rangsangan gaster
berlebihan dan resiko
iritasi/perdarahan.
11.Glukosa menurun karena
9. Tingkatkan periode tidur tanpa glikogenesis, protein menurun
gangguan, khususnya sebelum makan. dikarenakan gangguan metabolisme
atau kehilangan ke rongga peritoneal
(ascites) peningkatan kadar amonia
10. Anjurkan mengentikan merokok.
perlu pembatasan masukan protein.
12.Pengistirahatan G.I diperlukan untuk
menurunkan kebutuhan pada hati dan
produksi urea G.I.
11. Awasi pemeriksaan laboratorium,
13.Makanan tinggi kalori dibutuhkan
glukosa serum, albumin, total protein,
pada setiap pasien, KH memberikan
amonia.
energi siap pakai, protein untuk
perbaikan, protein serum untuk
menurunkan edema dan
meningkatkan regenerasi sel hati.
28
Intervensi Rasional
29
Intervensi Rasional
a. Kaji adanya tanda-tanda dan gejala- a. Traktus GI paling biasa untuk sumber
gejala perdarahan GI. perdarahan sehubungan dengan
mukosa yang mudah rusak.
b. Sekunder terhadap gangguan faktor
b. Observasi adanya ptekie,
pembekuan.
ekimosis dan peradarahan dari satu
sumber atau lebih.
c. Awasi nadi dan tekanan darah. c. Dapat menunjukan kehilangan
volume sirkulasi.
d. Menunjukan penurunan perfusi
d. Catat perubahan mental.
jaringan serebral sekunder terhadap
hipovolemi.
e. Trauma minimal dapat menyebabkan
perdarahan mukosa.
e. Dorong menggunakan sikat gigi
halus, pengukur elektrik, hindari
mengejan saat defekasi. f. Meminimalkan kerusakan jaringan.
f. Gunakan jarum kecil untuk
injeksi, tekan lebih lama pada bekas
g. Koagulasi memanjang, berpotensi
suntikan.
untuk resiko perdarahan.
g. Hindari penggunaan produk yang
h. Indikator anemia, perdarahan
mengandung aspirasi.
aktivitas atau terjadinya komplikasi.
h. Awasi Hb, Ht dan pembekuan.
BAB IV
PENUTUP
31
DAFTAR PUSTAKA
http://www.totalkesehatananda.com/liver1.html
http://www.totalkesehatananda.com/liver2.html
http://www.totalkesehatananda.com/liver3.html
http://www.totalkesehatananda.com/liver4.html
http://www.totalkesehatananda.com/liver5.html
http://www.rudytandra.com/2011/06/penyakit-hati-liver.html
http://melilea021.wordpress.com/2008/06/22/penyakit-liver/
J. Corwin Elizabeth, BSN. BhD. 1996, Hand Book Of Pathophysiology, Buku Kedokteran
EGC.
32
Mansjoer Arif. Edisi III Jilid I 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran UI
Hirano, T.; Kaplowitz, N.; Tsukamoto, H.; et al. Hepatic mitochondrial glutathione depletion
and progression of experimental alcoholic liver disease in rats. Hepatology 16:1423–1427,
1992.
33