PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebenarnya tidak ada anak cacat melainkan anak berkebutuhan khusus, karena anak-anak yang
dianggap cacat itu sebenarnya sama saja dengan anak-anak pada umumnya, punya kelebihan dan
kekurangan. Tetapi karena pemahaman sebagian masyarakat yang kurang, maka masyarakatlah
yang memberi label cacat itu.
Untuk itu perlu dipahami sebuah pendekatan kepada masyarakat bahwa mereka yang
mempunyai keterbatasan ada dalam lingkungan mereka, sama-sama mempunyai hak yang sama
dengan anak yang normal pada umumnya.
Jika kita melihat anak-anak yang mengalami kecacatan mental, mungkin kita beranggapan
bahwa mereka mengalami jenis kecacatan mental yang sama. Namun kita harus mengetahui
kecacatan mental yang dialami anak-anak tersebut berbeda penyebabnya yang dalam hal ini
adalah cerebral palsy.
Walaupun perkembangan dan kemajuan dalam bidang obstetrik dan perinatologi akan
mengakibatkan penurunan angka kematian bayi yang pesat, namun tidak dapat mencegah
peningkatan jumlah anak cacat. Ini disebabkan, meskipun bayi berhasil diselamatkan dari
keadaan gawat, akan tetapi biasanya meninggalkan gejala sisa akibat kerusakan jaringan otak
yang gejala-gejalanya dapat terlihat segera ataupun di kemudian hari.
Cerebral Palsy adalah salah satu gejala sisa yang cukup banyak dijumpai. Istilah Cerebral Palsy
(CP) pertama kali dikemukakan oleh Phelps. Cerebral : yang berhubungan dengan otak; Palsy :
ketidaksempurnaan fungsi otot. Dalam kepustakaan, CP sering juga disebut diplegia spastik,
tetapi nama ini kurang tepat, sebab CP tidak hanya bermanifestasi spastik dan mengenai 2
anggota gerak saja, tetapi juga dapat ditemukan dalam bentuk lain dan dapat mengenai ke 4
anggota gerak. Nama lain ialah : Little’s disease, oleh karena dokter John Little adalah orang
yang pertama pada pertengahan abad ke 19 menguraikan gambaran klinik CP.
Makalah ini menguraikan secara singkat : definisi, insidensi, etiologik, neurofisiologik dan
patologik, gambaran klinik dan klasifikasi, diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan khusus,
penanganan, pencegahan dan prognosis CP.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang makalah diatas, kami ingin menguraikan beberapa rumusan masalah
sebagai berikut :
4. Apa saja gejala klinis pada klien yang mengalami Cerebral Palsy ?
5. Bagaimana Penatalaksanaannya ?
C. TUJUAN
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang permasalahan yang timbul
pada kasus Cerebral Palsy.
2. Memperoleh pemahaman konsep yang benar tentang Cerebral Palsy sehingga nantinya
dapat diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien.
3. Asuhan keperawatan yang kita berikan akan lebih bermutu bila ada keseimbangan antara
pengetaahuan teori dan kecakapan praktice.
BAB II
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para sarjana. Clark (1964) mengemukakan,
yang dimaksud dengan CP adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak pada pusat motorik
atau jaringan penghubungnya, yang kekal dan tidak progresif, yang terjadi pada masa prenatal,
saat persalinan atau sebelum susunan saraf pusat menjadi cukup matur, ditandai dengan adanya
paralisis, paresis, gangguan kordinasi atau kelainan-kelainan fungsi motorik. Pada tahun 1964
World Commission on Cerebral Palsy mengemukakan definisi CP sebagai berikut : CP adalah
suatu kelainan dari fungsi gerak dan sikap tubuh yang disebabkan karena adanya kelainan atau
cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Sedangkan Gilroy dkk (1975),
mendefinisikan CP sebagai suatu sindroma kelainan dalam cerebral control terhadap fungsi
motorik sebagai akibat dari gangguan perkembangan atau kerusakan pusat motorik atau jaringan
penghubungnya dalam susunan saraf pusat.
Konsensus tentang definisi Cerebral palsy yang terbaru yaitu, Cerebral palsy adalah suatu
terminasi yang umum yang meliputi suatu kelompok kelainan yang bersifat non-progresif, tetapi
seringkali berubah dan menampakkan sindrom kelainan gerakan sekunder, sebagai akibat
kerusakan atau anomali pada susunan saraf pusat diawal perkembangan sel–sel motorik. (Kuban,
1994; Soetjiningsih, 1995; Stanley, 2000).
Gambar 1. Bentuk kelumpuhan pada anak dengan cerebral palsy (diperoleh dari
B. ETIOLOGI
Suatu definisi mengatakan bahwa penyebab Cerebral Palsy berbeda–beda tergantung pada suatu
klasifikasi yang luas yang meliputi antara lain : terminologi tentang anak–anak yang secara
neurologik sakit sejak dilahirkan, anak–anak yang dilahirkan kurang bulan dengan berat badan
lahir rendah dan anak-anak yang berat badan lahirnya sangat rendah, yang berisiko Cerebral
Palsy dan terminologi tentang anak–anak yang dilahirkan dalam keadaan sehat dan mereka yang
berisiko mengalami Cerebral Palsy setelah masa kanak–kanak. (Swaiman, 1998). Cerebral
Palsydapat disebabkan faktor genetik maupun faktor lainnya. Apabila ditemukan lebih dari satu
anak yang menderita kelainan ini dalam suatu keluarga, maka kemungkinan besar disebabkan
faktor genetik. (Soetjiningsih, 1995) Waktu terjadinya kerusakan otak secara garis besar dapat
1. Pranatal
(Soetjiningsih, 1995).
b. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun (Nelson, 1994).
c. Usia ayah < 20 tahun (Cummins, 1993) dan > 40 tahun (Fletcher, 1993).
g. Keracunan kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok dan alkohol.
i. Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati, riwayat melahirkan anak dengan
berat badan < 2000 gram atau lahir dengan kelainan morotik, retardasi mental atau
j. Toksemia gravidarum.
Dalam buku–buku masih dipakai istilah toksemia gravidarum untuk kumpulan gejala–gejala
dalam kehamilan yang merupakan trias HPE (Hipertensi, Proteinuria dan Edema),
pada kehamilan dengan kejadian CP masih belum jelas. Namun, hal ini mungkin
terjadi karena toksemia menyebabkan kerusakan otak pada janin. (Gilroy, 1979).
a. Inkompatibilitas Rh.
b. Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian pranatal pada salah satu
2. Perinatal
a. Anoksia / hipoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah brain injury. Keadaan
inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal initerdapat pada keadaan presentasi
(Anonim. 2002).
dan peredaran darah, sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang
1. Prematuritas
3. Postmaturitas
4. Primipara
5. Antenatal care
6. Hiperbilirubinemia
Bentuk Cerebral Palsy yang sering terjadi adalah athetosis, hal ini disebabkan karena frekuensi
yang tinggi pada anak–anak yang lahir dengan mengalami hiperbilirubinemia tanpa
mengalami jaundice biasanya tampak setelah hari kedua dan ketiga kelahiran. Anak
menjadi lesu dan tidak dapat menyusu dengan baik. Kadangkala juga terjadi demam
dan tangisan menjadi lemah. Sulitmendapatkan Reflek Moro dan tendon pada
mereka, dan gerakan otot secara umum menjadi berkurang. Setelah beberapa
3. Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat
4. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya
5. Kelahiran sungsang
6. Partus lama
Partus lama yaitu persalinan kala I lebih dari 12 jam dan kala II lebih dari 1 jam.
Pada primigravida biasanya kala I sekitar 13 jam dan kala II sekitar 1,5 jam.
Sedangkan pada multigravida, kala I : 7 jam dan kala II : 1/5 jam. Persalinan yang
sukar dan lama meningkatkan risiko terjadinya cedera mekanik dan hipoksia janin.
(Wiknjosastro, 2002).
3. Postnatal
C. KLASIFIKASIKI
Berdasarkan gejala dan tanda neurologis (Swaiman, 1998; Gilroy, 1979;Rosenbaum, 2003)
1. Spastik
a. Monoplegia
Pada monoplegia, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik. Umumnya hal ini
b. Diplegia
Spastik diplegia atau uncomplicated diplegia pada prematuritas. Hal ini disebabkan oleh
spastik yang menyerang traktus kortikospinal bilateral atau lengan pada kedua sisi tubuh
c. Hemiplegia
ekstremitas atas/lengan atau menyerang lengan pada salah satu sisi tubuh.
d. Triplegia
Spastik pada triplegia menyerang tiga buah ekstremitas. Umumnya menyerang lengan
pada kedua sisi tubuh dan salah satu kaki pada salah salah satu sisi tubuh.
e. Quadriplegia
Spastis yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi juga ekstremitas bawah dan
2. Ataksia
Kondisi ini melibatkan cerebelum dan yang berhubungan dengannya. Pada CP tipe ini
terjadi abnormalitas bentuk postur tubuh dan / atau disertai dengan abnormalitas gerakan.
gerakan–gerakan yang involunter dengan ayunan yang melebar. Athetosis terbagi menjadi
a. Distonik
Kondisi ini sangat jarang, sehingga penderita yang mengalami distonik dapat mengalami
misdiagnosis. Gerakan distonia tidak seperti kondisi yang ditunjukkan oleh distonia
lainnya. Umumnya menyerang otot kaki dan lengan sebelah proximal. Gerakan yang
b. Diskinetik
c. Atonik
Anak–anak penderita CP tipe atonik mengalami hipotonisitas dan kelemahan pada kaki.
d. Campuran
a. Level 1 (ringan)
Anak dapat berjalan tanpa pembatasan/tanpa alat bantu, tidak memerlukan pengawasan
orangtua, cara berjalan cukup stabil, dapat bersekolah biasa, aktifitas kehidupan sehari–
b. Level 2 (sedang)
Anak berjalan dengan atau tanpa alat bantu, alat untuk ambulasi ialah brace, tripod atau
tongkat ketiak. Kaki / tungkai masih dapat berfungsi sebagai pengontrol gaya berat
badan. Sebagian besar aktifitas kehidupan sehari–hari dapat dilakukan sendiri dan dapat
bersekolah.
c. Level 3 (berat)
Mampu untuk makan dan minum sendiri, dapat duduk, merangkak atau mengesot, dapat
bergaul dengan teman–temannya sebaya dan aktif. Pengertian kejiwaan dan rasa
keindahan masih ada, aktifitas kehidupan sehari–hari perlu bantuan, tetapi masih dapat
Tidak ada kemampuan untuk menggerakkan tangan atau kaki, kebutuhan hidup yang vital
(makan dan minum) tergantung pada orang lain. Tidak dapat berkomunikasi, tidak dapat
D. PATOFISIOLOGI
Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenerasi laminar
akan menimbulkan narrowergyiri, suluran suci dan berat otak rendah. Cerebral palsy
digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacad non
progresive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi cerebral palsy dapat diakibatkan
dengan suatu dasar kelainan (struktural otak: awal sebelum dilahirkan, perinatal, atau luka-
luka/kerugian setelah melahirkan dalam kaitan dengan ketidak cukupan vaskuler, toksin atau
infeksi). Dalam beberapa kasus manifestasi atau etiologi dapat berhubungan dengan daerah
anatomi. Misal cerebral palsy yang berhubungan dengan kelahiran prematur yang disebabkan
oleh infark hipoksia atau perdarahan dengan leukomalasia didaerah yang berdekatan dengan
ventrikel lateral dalam antetoid jenis cerebral palsy yang disebabkan oleh kenikterus dan
kelainan genetik metabolisme seperti gangguan mitokondria. Hemiplegia cerebral palsy sering
dikaitkan dengan serangan sereberal vokal sekunder ke intra uterin atau trombo emboli perinatal
biasanya akibat trombosis ibu atau gangguan pembekuan herediter (Wilson 2007)
E.
Menurut Perlstein dan Barnett, suatu trauma kepala dan perdarahan intrakranial pada
umumnya akan melibatkan sistem piramidal, sedangkan anoksia terutama mengenai sistem
ekstrapiramidal. Manifestasi klinik kelainan ini bergantung pada hebatnya dan lokalisasi lesi
yang terjadi, apakah ia di korteks serebri, ganglia basalis ataukah di serebelum. Kernikterus
menyebabkan kerusakan pada masa nukleus yang dalam, ditandai dengan warna kuning,
kerusakan berupa nekrosis dan lisis neuron yang diikuti dengan proliferasi neuroglia dan
pengerutan yang hebat. Pada kelainan bawaan otak, misalnya agenesis/hipogenesis bagian-
bagian otak dan hidrosefalus, akan terjadi gangguan perkembangan.
Manifestasi klinik CP bergantung pada lokalisasi dan luasnya jaringan otak yang mengalami
kerusakan, apakah pada korteks serebri, ganglia basalis atau serebelum. Dengan demikian secara
klinik dapat dibedakan 3 bentuk dasar gangguan motorik pada CP, yaitu : spastisitas, atetosis dan
ataksia.
a) Spastisitas.
Spastisitas terjadi terutama bila sistem piramidal yang mengalami kerusakan, meliputi 50--65%
kasus CP. Spastisitas ditandai dengan hipertoni, hiperrefleksi, klonus, refleks patologik positif.
Kelumpuhan yang terjadi mungkin monoplegi, diplegi/hemiplegi, triplegi atau tetraplegi.
Kelumpuhan tidak hanya mengenai lengan dan tungkai, tetapi juga otot-otot leher yang berfungsi
menegakkan kepala.
b) Atetosis.
Atetosis meliputi 25% kasus CP, merupakan gerakan-gerakan abnormal yang timbul spontan dari
lengan, tungkai atau leher yang ditandai dengan gerakan memutar mengelilingi sumbu "kranio-
kaudal", gerakan bertambah bila dalam keadaan emosi. Kerusakan terletak pada ganglia basalis
dan disebabkan oleh asfiksi berat atau jaundice.
c) Ataksia.
d) Rigiditas.
Merupakan bentuk campuran akibat kerusakan otak yang difus. Di samping gejala-gejala
motorik, juga dapat disertai gejala-gejala bukan motorik, misalnya gangguan perkembangan
mental, retardasi pertumbuhan, kejang-kejang, gangguan sensibilitas, pendengaran, bicara dan
gangguan mata.
Gangguan Pendengaran
Terdapat pada 5 – 10 % anak dengan Cerebral Palsy. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata.
Gangguan Bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan
sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak
sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
Gangguan Mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi. Pada keadaan
asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25 % penderita Cerebral Palsy menderita
kelainan mata.
Berdasarkan manifestasi klinik CP, American Acedemy for Cerebral Palsy mengemukakan
klasifikasi sebagai berikut.
Klasifikasi neuromotorik
1. Spastik, ialah adanya penambahan pada stretch reflex dan deep tendon reflex
3. Rigiditas. Jika bagian yang terkena digerakkan akan ada tahanan kontinu, baik dalam otot
agonis maupun antagonis. Menggambarkan adanya sensasi membongkokkan "pipa
timah" (lead pipe rigidity).
6. Mixed.
1. Ringan. Penderita tidak memerlukan perawatan oleh karena ia tidak mempunyai problema
bicara dan sanggup mengerjakan keperluan sehari-hari dan dapat bergerak tanpa memakai alat-
alat penolong.
2. Sedang. Penderita memerlukan perawatan oleh karena ia tidak cakap untuk memelihara diri,
ambulasi dan bicara. Ia memerlukan brace dan alat-alat penolong diri.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis dini dan tepat adanya lesi di otak sangat penting sebagai dasar dalam seleksi prosedur-
prosedur terapeutik yang akan diambil.
Pada anamnesis perlu diketahui mengenai riwayat prenatal, persalinan dan post natal yang dapat
dikaitkan dengan adanya lesi otak. Tahap-tahap perkembangan fisik anak harus ditanyakan,
umpamanya kapan mulai mengangkat kepala, membalik badan, duduk, merangkak, berdiri dan
berjalan.
tonic neck reflex pada anak usia 4 bulan harus dicurigai adanya CP, demikian pula gangguan
penglihatan, pendengaran, bicara dan menelan, asimetri dari kelompok otot-otot, kontraktur dan
tungkai yang menyilang menyerupai gunting.
1. DIAGNOSIS BANDING
CP perlu dibedakan dengan : proses degenerasi SSP, miopati, neuropati, tumor medula spinalis,
tumor otak, hidrosefalus, poliomielitik atipik, idiocy, trauma otak atau saraf perifer, korea
sydenham s, subdural higroma dan tumor intrakranial.
2. PEMERIKSAAN KHUSUS
Untuk menyingkirkan diagnosis banding maupun untuk keperluan penanganan penderita,
diperlukan beberapa pemeriksaan khusus. Pemeriksaan yang sering dilakukan, ialah :
2. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan suatu proses degeneratif. Pada CP
likuor serebrospinalis normal.
3. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG) dilakukan pada penderita kejang atau pada
golongan hemiparesis baik yang berkejang maupun yang tidak.
Untuk memperoleh hasil yang maksimal, penderita CP perlu ditangani oleh suatu
Team yang terdiri dari: dokter anak, ahli saraf, ahli jiwa, ahli bedah tulang, ahli fisioterapi,
occupational therapist,guru luar biasa, orang tua penderita dan bila perlu ditambah dengan ahli
mata, ahli THT, perawat anak dan lain-lain.
G. PENATALAKSANAAN
Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita CP perlu mendapatkan
terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-
masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili
penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok
serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri. Fisio terapi bertujuan
untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan untuk memperoleh keterampilan
secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisio terapi ini harus segera dimulai secara
intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau
tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisio
terapi dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain fisio terapi, penderita CP perlu dididik sesuai
dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-
sama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan
occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya
diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan bersanrm-sama
sehingga tidak merasa diasingkan, hidup dalam suasana normal. Orang tua janganlah melindungi
anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat
seperlunya.
Oleh karena gangguan tingkah laku dan adaptasi sosial sering menyertai CP, maka psiko terapi
perlu diberikan, baik terhadap penderita maupun terhadap keluarganya.
3) Koreksi operasi.
Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang antagonis,
menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih sering dilakukan
pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota gerak bawah
dibanding -dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan dengan jenis
operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik, tendon, otot atau pada tulang.
4) Obat-obatan.
Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah laku, neuro-
motorik dan untuk mengontrol serangan kejang.
Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang memeerkan hasil yang baik dalam
mengontrol kejang, tetapi pada CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian
pula obat muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe spastik dan
atetosis. Pada penderita dengan kejang diberikan maintenance anti kejang yang disesuaikan
dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya. Pada keadaan tonus
otot yang berlebihan, obat golongan benzodiazepine, misalnya : valium, librium atau mogadon
dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine) diberikan
pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5 -- 10
mg pada pagi hari dan 2,5 -- 5 mg pada waktu tengah hari.