Anda di halaman 1dari 83

MAKALAH

Mata Kuliah Keperawatan Endokrin II


Asuhan Keperawatan Klien dengan Sirosis Hepatis

Dosen Pembimbing :
Ika Nur Pratiwi, S.Kep. Ns., M.Kep.

Disusun Oleh:
Kelompok 2 / A-2:
1. Khulasotun Nuriyah (131511133042)
2. Niswatus Sa’ngadah (131511133060)
3. Oktiana Duwi Firani (131511133061)
4. Yenny Paramitha (131511133071)
5. Windi Khoiriyah (131511133072)
6. Siti Lusiyanti (131511133072)
7. Nanda Elanti Putri (131511133128)
8. Nadia Nur Mar’atush S. (131511133137)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2017

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum .Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Klien dengan Sirosis Hepatis”. Tanpa
pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan tugas ini tepat
pada waktunya.

Makalah ini disusun agar para pembaca dapat mengetahuidan dapat


memberikan Asuhan Keperawatan Klien dengan Sirosis Hepatis. Penyusun
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ika Nur Pratiwi, S.Kep.Ns., M.Kep. selaku
dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Endokrin II dan teman-teman yang
telah membantu penyusun sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
para pembaca. Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna. Oleh
karena itu, kritik yang dapat membangun dari para pembaca sangat diharapkan.
Terima kasih.

Wassalamualaikum .Wr.Wb.

Surabaya, 22 September 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Cover .................................................................................................................... i

Kata Pengantar ................................................................................................... ii

Daftar Isi.............................................................................................................iii

BAB I Pendahuluan
1.1. Latar belakang .................................................................................. 1
1.2. Rumusan masalah ............................................................................. 1
1.3. Tujuan............................................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................... 2
1.4. Manfaat ............................................................................................ 2
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1 Anatomi Fisiologi Hati ..................................................................... 3
2.2 Definisi Sirosis Hepatis .................................................................... 7
2.3 Klasifikasi Sirosis Hepatis ............................................................... 7
2.4 Etiologi Sirosis Hepatis .................................................................... 8
2.5 Patofisiologi Sirosis Hepatis .......................................................... 12
2.6 Web Of Causation Sirosis Hepatis ................................................. 14
2.7 Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis ................................................. 15
2.8 Pemeriksaan Diagnostik Sirosis Hepatis ........................................ 17
2.9 Pemeriksaan Penunjang Sirosis Hepatis ........................................ 18
2.10Penatalaksanaan Sirosis Hepatis .................................................... 21
2.11Komplikasi Sirosis Hepatis ............................................................ 24
2.12Asuhan Keperawatan Teoritis ........................................................ 30
BAB III Asuhan Keperawatan
3.1. Pengkajian ..................................................................................... 41
3.2. Analisa Data ................................................................................... 44
3.3. Diagnosa Keperawatan .................................................................. 46
3.4. Intervensi Keperawatan .................................................................. 46
3.5. Implementasi Keperawatan ............................................................ 52
3.6. Evaluasi Keperawatan .................................................................... 58

iii
BAB IV Penutup
4.1 Kesimpulan...................................................................................... 60

Lampiran Review Jurnal 61

Daftar Pustaka 78

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hati merupakan organ terbesar di dalam tubuh manusia. Di dalam hati


terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan
energi, pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun/obat yang
masuk ke dalam tubuh kita, sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan
timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.
Sirosis hati adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
terbentuknya jaringan parut pada hati sebagai akibat dari kerusakan hati yang
terus menerus dan berkepanjangan. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan, nekrosis sel hati yang luas dan usaha regenerasi nodul. Apabila
sirosis hati sudah parah, sebagian besar struktur hati yang normal mengalami
perubahan bentuk atau menjadi hancur. Hal ini dapat menimbulkan masalah
penting misalnya pendarahan usus, pembekuan darah yang tidak normal,
penumpukan cairan dalam perut dan kaki dan kekacauan pikiran karena hati
tidak dapat lagi menyaring zat racun dalam tubuh (Sievert, 2010).
Di negar maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke
tiga pada pasien yang berusai 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler
dan kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab
kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Di
Indonesia sirosis hati lebih sering di jumpai pada laki-laki dari pada
perempuan dengan perbandingan 2 – 4 : 1.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini antara lain:
1.1.1 Bagaimana konsep dasar dan komplikasi mengenai Sirosis Hepatis ?
1.1.2 Bagaimana Asuhan keperawatan pada klien dengan Sirosis Hepatis ?

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini diharapkan setelah
perkuliahan mahasiswa mampu memahami mengenai konsep dasar
Sirosis Hepatis dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang
tepat bagi klien dengan Sirosis Hepatis.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah setelah
perkulihan mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan, mengerti dan
mengidentifikasi tentang:
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi hati.
2. Untuk mengetahui definisi Sirosis Hepatis.
3. Untuk mengetahui klasifikasi Sirosis Hepatis.
4. Untuk mengetahui etiologi Sirosis Hepatis.
5. Untuk mengetahui patofisiologi Sirosis Hepatis.
6. Untuk mengetahui WOC Sirosis Hepatis.
7. Untuk mengetahui manifestasi klinis Sirosis Hepatis.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Sirosis Hepatis.
9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Sirosis Hepatis.
10. Untuk menjelaskan penatalaksaan Sirosis Hepatis.
11. Untuk mengetahui komplikasi Sirosis Hepatis.
12. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Sirosis
Hepatis.

1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini, antara lain:
1.4.1 Dapat digunakan sebagai acuan bagi penulis serta rekan perawat yang
lain dalam praktik memberikan asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami Sirosis Hepatis.
1.4.2 Dapat digunakan sebagai pedoman untuk memberikan penyuluhan
kepada masyarakat dengan tujuan untuk menangani penyakit Sirosis
Hepatitis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomis Fisiologi Hati


Menurut Longo & Fauci (2013), hati (liver) adalah organ vital yang
bertanggung jawab untuk banyak proses yang penting dalamhidup kita. Hati
(liver) merupakan salah satu organ tambahan pada sistem pencernaan dalam
tubuh manusia. Hati melakukan banyak fungsi penting yang berbeda-beda
dan bergantung pada sistem aliran darahnya yang unik dan sel-selnya yang
sangat khusus. Ketika hati mengalami masalah atau kerusakan, maka semua
sistem tubuh akan terpengaruh.
A. Anatomi Hati
Hati adalah organ terbesar di tubuh, memiliki berat 1-1,5 kg. Hati
terletak di kuadran kanan atas abdomen di bawah sangkar iga bawah
kanan, bersebelahan dengan diafragma, dan menonjol dengan tingkat
bervariasi ke kuadran kiri atas. Hati secara luas dilindungi iga-iga.
Hati tertutupi kapsul fibroelastik berupa kapsul glisson. Kapsul
glisson berisi pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Hati terbagi
menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Tiap lobus tersusun atas unit-unit kecil
yang disebut lobulus. Lobulus terdiri sel-sel hati, disebut hepatosit yang
menyatu dalam lempeng. Hepatosit dan jaringan hati mudah mengalami
regenerasi. Lempengan sel hati terdapat pada kapiler yang disebut dengan
sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Arteri
hepatika yang keluar dari aorta dan memberi 80% darah pada hati, darah
ini mempunyai kejenuhan 95-100% masuk ke hati akan membentuk
jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar
sebagai vena hepatica.
Darah yang dari arteri hepatika mengandung banyak oksigen dan ¾
oksigen digunakan oleh hepar berasal dari arteri hepatika. Cabang vena
portal dan arteri hepatika, memberi cabang venula portal, arterial hepatika
yang masuk ke acinus hepatika. Aliran darah dari pembuluh-pembuluh
terminal ini ke sinusoid yang mana merupakan jaringan kapiler dari hepar.

3
Sebagian besar sel di hati adalah hepatosit, yang membentuk
dua pertiga dari massa hati. Tipe sel sisanya adalah sel Kupffer atau
sel fagositik (anggota dari sistem retikoloendotel) yang merupakan
monosit makrofag untuk melawan infasi bakteri, sel bentuk bintang
(ito atau penyimpanan lemak) sel endotel dan pembuluh darah, sel
duktus empedu yang merupakan kana kuli hati. Dilihat dengan
mikroskop cahaya, hati tampak tersusun dalam lobulus-lobulus,
dengan daerah porta perifer dan vena sentral di bagian tengah
masing-masing lobulus (Longo & Fauci, 2013).
Hati adalah organ viseral teresar yang terletak diawah kerangka
iga, 1.5000 gr (3 lbs) dan pada kondisi hidup berwarna merah tua karena
kaya akan persediaan darah. Hati menerima darah teroksigenasi dari
arteri hepatika dan darah yang tidak teroksigenasi tetapi kaya akan
nutrien dari vena porta hepatika. Hati terbagi menjadi lobus kanan dan
kiri yaitu:
a. Lobus kanan hati lebih besar dari lobus kiri dan memiliki 3 bagian
utama yaitu, lobus kanan atas, lobus kaudatus, lobus kuadratus.
b. Ligamen falsiform memisahkan lobus kanan dari lobus kiri
diantaranya terdapat porta hepatis, jalur masuk dan keluar pembuluh
darah, saraf dan duktus (Ethel Sloane, 2012).

4
B. Fisiologi Hati
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, sumber
energi tubuh sebanyak 20%, dan menggunakan 20-25% oksigen darah.
Ada beberapa fungsi hati, antara lain:
a. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein
saling berkaitan 1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa
yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini
disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian
hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan
glikogen menjadi glukosa disebut glikogenelisis. Berdasarkan proses
tersebut, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh,
selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat
shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai
beberapa tujuan, seperti menghasilkan energi, biosintesis dari
nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/biosintesis
senyawa 3 karbon (3C), yaitu piruvic acid (asam piruvat yang
diperlukan dalam siklus krebs).
b. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/mensintesis lemak tetapi sekaligus
mengadakan katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi
beberapa komponenra, antara lain:
1) Senyawa 4 karbon – KETON BODIES.
2) Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi
asam lemak dan gliserol).
3) Pembentukan cholesterol.
4) Pembentukan dan pemecahan fosfolipid.
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi, dan
ekskresi kholesterol, dimana serum cholesterol menjadi standar
pemeriksaan metaisme lipid.

5
c. Fungsi hati sebagai metabolisme protein.
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino
dengan proses deaminasi, selain itu hati juga mensintesis gula dari
asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati
memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati
merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂
- globulin dan organ utama bagi produksi urea yang merupakan
produk terakhir metabolisme protein. ∂ - globulin selain dibentuk di
dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. ∂ - globulin
hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam
amino dengan BM 66.000.
d. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein yang
berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya membentuk fibrinogen,
protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena
pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada
hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik.
Fibrin harus isomer agar pembekuannya kuat dan ditambah dengan
faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan
protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
e. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D,
dan E.
f. Fungsi hati sebagai detoksikas
Hati merupakan pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi
terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi hati, dan
konjugasi terhadap berbagai macam bahan, seperti zat racun dan
obat over dosis.
g. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan
berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga
ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun livers mechanism.

6
h. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang
normal ± 1500 cc/menit atau 1000-1800 cc/menit. Darah yang
mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari
seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh
faktor mekanis, pengaruh persarafan, dan hormonal. Aliran ini
berubah cepat pada waktu latihan, terik matahari, dan shock. Oleh
karena itu, hati termasuk salah satu organ penting untuk
mempertahankan aliran darah.

2.2 Definisi Sirosis Hepatis


Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung secara progresif, ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif (Sudoyo,
2007).
Sirosis hepatis merupakan penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi
dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya
sebagian besar fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis
adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel mast),
regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal.
Perubahan ini menyebabkan hepar kehilangan fungsi dan distorsi strukturnya
(Baradero, Dayrit & Siswadi, 2008).

2.3 Klasifikasi Sirosis Hepatis


Terdapat 3 jenis sirosis hepatis, antara lain:
1) Sirosis Laennec
Sirosis Laennec disebabkan oleh alkoholisme kronis. Perubahan
pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak
secara bertahap di dalam sel-sel hati (infiltrasi lemak) dan alkohol
menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati. Akumulasi lemak
mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik yang mencakup
pembentukan trigliserida secara berlebihan, menurunnya pengeluaran

7
trigliserida dari hati dan menurunnya oksidasi asam lemak (Price &
Wilson, 2005).
Sirosis Laennec ditandai dengan lembaran-lembaran jaringan ikat
yang tebal terbentuk pada tepian lobulus, membagi parenkim menjadi
nodul-nodul halus. Nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi
sebagai upaya hati mengganti sel yang rusak. Pada stadium akhir sirosis,
hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal yang
menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal hati. Penderita sirosis
Laennec lebih beresiko menderita karsinoma sel hati primer
(hepatoselular) (Price & Wilson, 2005).
2) Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan
hati, sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi
sebelumnya. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut
dengan kehilangan banyak sel hati dan di selingi dengan parenkim hati
normal, biasanya mengkerut dan berbentuk tidak teratur dan banyak nodul
(Price & Wilson, 2005).
3) Sirosis Biliaris
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris
pascahepatik. Statis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam
massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di
tepi lobulus, hati membesar, keras, bergranula halus dan berwarna
kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini.
Terdapat dua jenis sirosis biliaris: primer (statis cairan empedu pada
duktus intrahepatikum dan gangguan autoimun) dan sekunder (obstruksi
duktus empedu di ulu hati) (Price & Wilson, 2005).

2.4 Etiologi Sirosis Hepatis


Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, antara lain:
konsumsi alkohol, virus hepatitis B dan C, gangguan immunologis, zat
hepatotoksik, dan lain-lain.

8
Penyakit hati alkoholik 60-70 %
Hepatitis virus 10%
Penyakit bilier 5-10%
Hematokromatosis primer 5%
Penyakit Wilson Jarang
Defisiensi α antitrypsin Jarang
Sirosis kriptogenik 10-15%
Tabel 1. Penyebab utama sirosis hepatis di negara barat (Mitchell, Kumar, Abbas,
& Fausto, 2008)

Penyakit Infeksi
- Bruselosis
- Ekinokokus
- Skistosomiasis
- Toksoplasmosis
- Hepatitis virus (hepatitis B, C, D, sitomegalovirus)
Penyakit keturunan dan metabolic
- Defisiensi α1 antitrypsin
- Sindrom fanconi
- Galaktosemia
- Penyakit gaucher
- Penyakit simpanan glikogen
- Hemokromatosis
- Intoleransi fluktosa herediter
- Penyakit Wilson
Obat dan toksin
- Alkohol
- Amiodarone
- Arsenic
- Obstruksi bilier
- Penyakit perlemakan hati non alkoholik
- Sirosis bilier primer

9
- Kolangitis sclerosis primer
Penyakit lain atau tidak terbukti
- Penyakit usus inflamasi kronik
- Fibrosis kistik
- Pintas jejunoileal
- Sarkoidosis
Tabel 2. Etiologi Sirosis Hepatis (Sudoyo, 2007)

Virus hepatitis (B, C, dan D)


Alkohol
NASH (Nonalkoholik steatohepatis)
Metabolik:
- Kelebihan besi
- Kelebihan tembaga (penyakit Wilson)
- Defisiensi antitrypsin α1
- Glikogenesis tipe 4
- Galaktosemia
- Tyrosinemia
Sirosis bilier primer
Kolangitis sklerosing primer
Terhentinya aliran keluar vena hepatic
- Sindrom Budd-Chiarii
- Gagal jantung
Hepatitis autoimun
Toksin dan obat-obatan, misalnya methotrexate, amidarone
Tabel 3. Etiologi Sirosis Hepatis (Burroughs, Dooley, Heathcoke & Lok, 2011)

Selain faktor diatas, terjadinya sirosis hepatis juga dipengaruhi oleh


beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin (laki-laki), dan obesitas. Beberapa
faktor tersebut berinteraksi satu sama lain sehingga menyebabkan sirosis
hepatis. Proses penyakit progresif semakin dialami pasien hepatitis B atau C
yang mengonsumsi alkohol. Pasien heterozigot untuk defisiensi α-1-
antytripsin dengan kondisi obesitas akan lebih banyak mengalami manifestasi

10
klinis sirosis hepatis. Risiko berkembangnya sirosis hepatis juga tergantung
pada usia dan jenis kelamin, lamanya terpajan penyakit, dan kondisi imun.
Progresi fibrosis pada pasien sirosis hepatis akan lebih cepat pada pasien
dengan usia yang lebih tua dan terus meningkat selama terinfeksi. Pasien
diabetes mellitus dengan kondisi insulin yang resisten atau kondisi
imunosupresi rentan mengalami sirosis hepatis akibat beberapa etiologi di
atas (Burroughs, Dooley, Heathcoke & Lok, 2011). Secara morfologis,
penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan, tapi ada dua penyebab yang
dianggap paling sering menyebabkan sirosis hepatis, antara lain:
a. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu
penyebab chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh
Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati
kronis, maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya
nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa
hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih
menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang
kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
b. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis
akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah
alkohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun
peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan
parenkim hati.
c. Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu: sejak dilahirkan si penderita mengalami
kenaikan absorbsi dari Fe dan kemungkinan didapat setelah lahir
(acquisita) misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati

11
alkoholik dengan bertambahnya absorbsi dari Fe menyebabkan timbulnya
sirosis hati (Putri, 2014).

2.5 Patofisiologi Sirosis Hepatis


Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec, sirosis
pascanekrotik, dan sirosis biliaris. Sirosis laennec disebabkan oleh konsumsi
alkohol kronis, alkohol menyebabkan akumulasi lemak dalam sel hati dan
efek toksik langsung terhadap hati yang akan menekan aktivasi
dehydrogenase dan menghasilkan asetaldehid yang akan merangsang fibrosis
hepatis dan terbentuknya jaringan ikat yang tebal dan nodul yang
beregenerasi. Sirosis pasca nekrotik disebabkan oleh virus hepatitis B, C,
infeksi dan intoksitifikasi zat kimia, pada sirosis ini hati mengkerut,
berbentuk tidak teratur, terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh
jaringan parut dan diselingi oleh jaringan hati. Sirosis biliaris disebabkan oleh
statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum, autoimun dan obstruksi
duktus empedu di ulu hati. Dari ketiga macam sirosis tersebut mengakibatkan
distorsi arsitektur sel hati dan kegagalan fungsi hati (Destiana, 2013).
Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke
dalam hepar karena darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga
meningkatkan aliran darah balik vena portal dan tahanan pada aliran darah
portal yang akan menimbulkan hipertensi portal dan terbentuk pembuluh
darah kolateral portal (esophagus, lambung, rectum, umbilikus). Hipertensi
portal meningkatkan tekanan hidrostatik di sirkulasi portal yang akan
mengakibatkan cairan berpindah dari sirkulasi portal ke ruang peritoneum
(asites). Penurunan volume darah ke hati menurunkan inaktivasi aldosterone
dan ADH sehingga aldosterone dan ADH meningkat di dalam serum yang
akan meningkatkan retensi natrium dan air, dapat menyababkan edema hati
(Destiana, 2013).
Kerusakan fungsi hati seperti terjadi penurunan metabolisme bilirubin
(hiperbilirubin) yang menimbulkan ikterus dan jaundice. Terganggunya
fungsi metabolik, penurunan metabolisme glukosa meningkatkan glukosa
dalam darah (hiperglikemia), penurunan metabolisme lemak untuk
pemecahan lemak menjadi energi tidak ada sehingga terjadi keletihan,

12
penurunan sintesis albumin akan menurunkan tekanan osmotik (timbul
edema/asites), penurunan sintesis plasma protein menyebabkan terganggunya
faktor pembekuan darah sehingga meningkatkan resiko perdarahan,
penurunan konversi ammonia sehingga ureum dalam darah meningkat yang
akan menyebabkan ensefalopati hepatikum. Terganggunya metabolik steroid
yang akan menimbulkan eritema palmar, atrofi testis, dan ginekomastia.
Penurunan produksi empedu sehingga lemak tidak dapat diemulsikan dan
tidak dapat diserap usus halus yang akan meningkatkan peristaltic. Defisiensi
vitamin menurunkan sintesis vitamin A, B, B12 dalam hati yang akan
menurunkan produksi sel darah merah hati (Destiana, 2013).

13
2.6 Web of Causation
Obstruksi biliaris

Statis empedu
Alkohol Hepatitis Viral B C D

Penumpukan empedu
Pembentukan trigleserida Nekrosis hati
dalam hepar
dan infiltrasi lemak

Degenerasi, destruksi sel


Sel hepar rusak dan
Akumulasi lemak hepar & pembentukan
membentuk fibrosa
pseudolobulus
Hati membesar
dan fibrosis Peradangan sel hepar Demam sub febris

Sirosis Hepatis

Fungsi hati terganggu

Gangguan Hematologi Gangguan pembentukan Obstruksi aliran Perubahan sistem


garam empedu darah portal ke hepar sirkulasi sel hati
Sintesis plasma protein
Lemak tidak dapat Aliran darah Masuk dan bercampurnya
Asam amino relative diemulsikan dan diserap balik vena portal sirkulasi darah ke dalam
(albumin, globulin) usus halus jaringan hati
Tahanan aliran darah
Gangguan sintesis Nausea, Vomiting portal meningkat Peningkatan tekanan dalam
vit. K lintasan sirkulasi hati
MK: Perubahan Hipertensi portal
- Faktor pembekuan nutrisi: Kurang dari Odem saluran-saluran
darah terganggu kebutuhan tubuh. empedu hati intrahepatik
Tekanan hidrostatik
- Sintesis prosumber
sirkulasi portal
terganggu Kolestasis kronis

Perpindahan cairan
Resiko tinggi perdarahan Peningkatan bilirubin
sirkulasi portal ke
total & direct
ruang peritoneum
MK: Cedera Fisik
Asites
Ikterus Feses gelap

MK: Kelebihan
Volume Cairan Penampakan Urin pucat
garam
empedu di
bawah kulit
Resiko tinggi
kerusakan
Pruritus
integritas 14
kulit
2.7 Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis
Pada stadium awal, dimana kompensasi tubuh terhadap kerusakan hati
masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering ditemukan
pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Perjalanan
penyakit sirosis umumnya berlangsung lambat dengan jangka waktu yang
lama, gejala dan tanda penyakit ini baru akan muncul kemudian setelah
pasien terpapar faktor resiko dalam waktu yang cukup lama.
Gejala-gejala awal antara lain:
a. Pembesaran hati
Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan
sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki
tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi, Nyeri abdomen dapat
terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi
sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula
Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan
berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati
b. Mual
Mual adalah salah satu tanda sirosis hati. Hal itu dikarenakan nyeri
perut akibat cairan yang menumpuk di perut bisa membuat kantung
empedu tertekan. Kantung empedu yang tertekan bisa membuat seseorang
terkena mual.
c. Selera makan berkurang dan berat badan menurun
Salah satu tanda seseorang menderita sirosis adalah kurangnya nafsu
makan dan kehilangan nafsu makan. Penyebabnya adalah saat menelan
makanan dan meminum sesuatu, penderita sirosis akan merasakan nyeri di
ulu hatinya. Sehingga untuk menghindari rasa sakit di ulu hati itu
penderita sirosis memilih untuk tidak makan. Rasa sakit tersebut juga
berpengaruh pada nafsu makan penderita sirosis.
d. Mudah lelah
Penderita sirosis hati akan mudah lelah. Hal itu dikarenakan
tersumbatnya aliran darah di tubuh sehingga energi yang dimiliki akan
berkurang atau hanya sedikit.

15
e. Jika sudah lanjut (sirosis dekompensata), gangguan tidur, adanya
gangguan pembekuan darah (perdarahan gusi, epitaksis), ikterus dengan
air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, sulit
konsentrasi, agitasi sampai koma (Sudoyo, 2007).

Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan
fisiologis, seperti gagal sel hati dan hipertensi portal.
1) Manifestasi gagal hepatoselular
a. Ikterus
Menurunnya ekskresi bilirubin menyebabkan hiperbilirubin dalam
tubuh, sehingga menyebabkan ikterus dan jaundice. Ikterus intermiten
merupakan gambaran khas sirosis biliaris dan terjadi jika timbul
peradangan aktif hati dan saluran empedu (kolangitis).
b. Edema perifer
Edema terjadi ketika konsentrasi albumin plasma menurun.
Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium
serta air dan ekskresi kalium.
c. Kecenderungan perdarahan
Gangguan hematologi yang sering terjadi adalah perdarahan,
anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami
perdarahan gusi, hidung, menstruasi berat dan mudah memar.
Manifestasi ini terjadi akibat berkurangnya faktor pembekuan darah.
Anemia, leukopenia, trombositopenia diduga terjadi akibat
hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar tetapi juga aktif
menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi sehingga menimbulkan
anemia dengan defisiensi folat, vitamin B12 dan besi.
d. Angioma spidernevi
Peningkatan rasio estradiol/testosteron menyebabkan timbulnya
angioma spidernevi yaitu suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa
vena kecil sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas.

16
e. Eritema palmaris
Perubahan metabolisme estrogen juga menimbulkan eritema
palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan
(Sudoyo, 2007).
2) Hipertensi portal
a. Splenomegali
b. Varises esofagus
c. Asites (Sudoyo, 2007).

2.8 Pemeriksaan Diagnostik Sirosis Hepatis


Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan antara lain:
a. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi
kelaianan di hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada
tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan
tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul . Pada fase
lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan
hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi
dalam batas nomal (Brasehrs, 2007).
b. Peritoneoskopi (Laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati
akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul
yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya
tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa (Brasehrs, 2007).
c. Pemeriksaan endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan
esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk menegakkan diagnosa dari
varises esophagus dan varises gaster sangat direkomendasikan ketika
diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat diketahui
tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya
red sign dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan
spesifik pada saluran cerna bagian atas. Di samping untuk menegakkan
diagnosis, EGD juga dapat digunakan sebagai manajemen perdarahan

17
varises akut yaitu dengan skleroterapi atau endoscopic variceal ligation
(EVL). Pada kasus ini, ditemukan adanya varises esophagus dan gastropati
hipertensi porta yang merupakan tanda-tanda dari hipertensi porta.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan antara lain:


a. Biopsi pada organ hati
Biopsi pada organ hati adalah metode pemeriksaan yang dapat
langsung memahami perubahan yang terjadi pada organ, serta diagnosa
yang lebih objektif dan jelas. Sirosis hati pada tahap awal, sulit dideteksi
jika menggunakan pemeriksaan darah ataupun USG, tetapi melalui biopsi
hati, dapat mendiagnosa dengan tepat fibrosis, stadium awal, kelanjutan,
atau dekompensasi yang terjadi pada hati, serta dapat membedakan jenis
sirosis hati secara klinis, adalah dasar penting yang harus dilakukan dokter
dalam pendiagnosaan yang tepat.
b. Cek indikator virology
Cek indikator virologi sangat efektif dalam mendiagnosa jenis dari
sirosis hati, membantu tim medis dalam menentukan metode pengobatan.
Misalnya, sirosis viral, pada tahap tertentu masih bisa diketahui besar
kecilnya penyebaran yang terjadi, sehingga dapat dicegah sejak dini.
c. Pemeriksaan fibrosis hati
Melalui pemeriksaan fibrosis hati, dapat diketahui tingkat dari asam
hialuronat (HA), laminin (LN), III prokolagen (PIIIP), IV kolagen (C IV).
Jika 2-3 di antaranya terdapat angka yang tinggi, bisa saja merupakan
sirosis pada tahap awal.

2.9 Pemeriksaan Penunjang Sirosis Hepatis


Pemeriksaan penunjang sirosis hepatis (Menurut Nurarif & Kusuma,
2015), antara lain:
1) Darah
Pemeriksaan penunjang sirosis hati dengan darah pada sirosis hati bisa
dijumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer
atau hipokrom makrositer. Sample darah yang di ambil hanya untuk
mendeteksi anemia yang bisa mengakibatkan hipersplenisme (lien

18
membesar) dengan leukopenia dan trombositopenia (jumlah leukosit dan
trombosit kurang dari nilai normal). Kolesterol darah yang selalu rendah
mempunyai prognosis yang kurang baik.
2) Kenaikan kadar enzim
Enzim transaminase/SGOT, SGPT tidak merupakan petunjuk tentang
berat dan luasnya kerusakan jaringan parenkim hepar. Kenaikan kadarnya
dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yg mengalami kerusakan.
Peninggian kadar gamma GT sama dengan transaminase, ini lebih sensitif
tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan penunjang sirosis hati dengan lab
bilirubin, transaminase, dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis
inaktif.
3) Albumin
Kadar albumin yang menurun merupakan gambaran kemampuan sel
hati yang berkurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar
globulin merupakan tanda, kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi
stress seperti tindakan operasi.
4) Pemeriksaan CHE (kolinesterase)
Pemeriksaan kolinesterase (CHE) dianggap penting dalam menilai
kemampuan sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan
turun. Pada perbaikan sel hepar, terjadi kenaikan CHE menuju nilai
normal. Nilai CHE yang bertahan di bawah nilai normal, mempunyai
prognosis yang buruk.
5) Pemeriksaan kadar elektrolit
Pemeriksaan penunjang sirosis hati kadar elektrolit memang penting
dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. Pada
ensefalopati , kadar Natrium (Na) kurang dari 4 meq/l menunjukkan
kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
6) Pemanjangan PT (Protrombin Time)
Pemanjangan protrombin time merupakan petunjuk adanya penurunan
fungsi hati. Pemberian vitamin K parenteral dapat memperbaiki PT
(Protrombin Time). Pemeriksaan penunjang sirosis hati hemostatik pada

19
pasien sirosis hepatis penting, dalam menilai kemungkinan perdarahan
baik dari varises esofagus, gusi maupun epistaksis (mimisan).
7) Pemeriksaan marker serologi
Pemeriksaan marker serologi penanda virus seperti HBsAg/HBsAb,
HBeAg/HBeAb, HBV DNA, HCV RNA, adalah penting dalam
menentukan etiologi sirosis hepatis. Pemeriksaan penunjang sirosis hati
AFP (Alfa Feto Protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi
transformasi ke arah keganasan. Nilai AFP yang terus meningkat
mempunyai nilai diagnostik, kearah hepatoma/ kanker hepar primer. Nilai
AFP > 500-1000 mempunyai nilai diagnostik suatu kanker hati primer.
8) Aminotransferase
Asparat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat
(SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat
transminase (SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih
meningkat daripada ALT, namun bila transminase normal tidak
mengenyampingkan adanya sirosis.
9) Kelainan hematologi anemia
Kelainan hematologi anemia penyebabnya bisa bermacam-macam,
anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom
makrositer. Anemia dengan trombositopenia, lekopenia dan netropenia
akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertense porta sehingga
terjadi hipersplenisme.
10) Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena
pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namun sensivitasnya
kurang. Pemeriksaan penunjang sirosis hati yang bisa dinilai dengan USG
meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya
massa. Pada sirosis lanjut hati mengecil dan nodular, permukaan irregular
dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, USG juga bisa
untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta, dan pelebaran
vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.

20
11) Biopsi
Biopsi pada organ hati adalah metode pemeriksaan penunjang sirosis
hati yang dapat langsung memahami perubahan yang terjadi pada organ,
serta diagnosa yang lebih objektif dan jelas. Sirosis hati pada tahap awal
sulit dideteksi jika menggunakan pemeriksaan darah ataupun USG, tetapi
melalui biopsi hati, dapat mendiagnosa dengan tepat fibrosis, stadium
awal, kelanjutan, atau dekompensasi yang terjadi pada hati, serta dapat
membedakan jenis sirosis hati secara klinis, adalah dasar penting yang
harus dilakukan dokter dalam pemeriksaan penunjang sirosis hati yang
tepat.
12) Cek indikator virologi
Pemeriksaan penunjang sirosis hati ini sangat efektif dalam
mendiagnosa jenis dari sirosis hati, membantu tim medis dalam
menentukan metode pengobatan. Misalnya sirosis viral, pada tahap
tertentu masih bisa diketahui besar kecilnya penyebaran yang terjadi
sehingga dapat dicegah sejak dini.

2.10 Penatalaksanaan Sirosis Hepatis


Menurut penjelasan jurnal dari (Putra R, 2014) yang terdapat dalam
artikel (Gunawan, S.G, dkk. 2009), penatalaksanaan sirosis hepatis antara
lain:

1) Penanganan umum
a. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites,
dan demam.
b. Memberikan diet yang benar dengan kalori yang cukup sebanyak
2000-3000 kkal/hari dan protein (75-100 g/hari). Diet pada sirosis
hepatis bertujuan memberikan makanan secukupnya guna
mempercepat perbaikan faal hati tanpa memberatkan pekerjaannya.
Syarat diet ini adalah kalori tinggi, dan protein disesuaikan dengan
tingkat keadaan klinik pasien. Diet diberikan secara berangsur-
angsur disesuaikan dengan nafsu makan dan toleransi pasien
terhadap pasien terhadap protein.

21
2) Terapi berdasarkan etiologi
a. Alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati
dihentikan penggunaannya.
b. Hepatitis autoimun
Hepatitis autoimun adalah sistem kekebalan tubuh yang tidak
terkendali sehingga membuat antibodi terhadap sel-sel hati yang
dapat menyebabkan kerusakan dan sirosis. Bisa diberikan steroid
(kortokosteroid) atau imunosupresif dengan dosis 40-60 mg per hari.
c. Hemokromatosis
Flebotomi setiap minggu sampai kadar besi menjadi normal dan
diulang sesuai kebutuhan.
d. Hepatitis virus B
Interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan
terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100
mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian
lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi pada DNA
polimerase virus sehingga dapat mengakibatkan resistensi terhadap
lamivudin.
e. Hepatitis virus C kronik
Kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi
standar. Interferon diberikan secarasuntikan subkutan dengan dosis 5
MIU tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari
selama 6 bulan.
3) Pengobatan Sirosis Dekompensata
a. Asites
 Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam 5,2
gram atau 90 mmol/hari atau 400-800 mg/hari.
 Diet rendah garam dikombinasikan dengan obat-obatan diuretik.
Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-
200 mg sekali sehari.

22
 Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan
0,5kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1kg/hari bila edema
kaki ditemukan.
 Bila pemberian spironolakton belum adekuat maka bisa
dikombinasi dengan furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari.
 Pemberian furosemid bisa ditambahkan dosisnya bila tidak ada
respon, maksimal dosisnya 160mg/hari.
 Parasintesis dilakukan jika jumlah asites sangat besar.
 Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dengan pemberian
albumin.
b. Ensefalopati hepatik
Ensefalopati hepatik merupakan keadaan gangguan fungsi
sistem saraf pusat disebabkan hati gagal untuk mendetoksikasi
bahan-bahan toksik dari usus karena disfungsi hepato selular dan
portosystemic shunting.Laktulosa membantu pasien untuk
mengurangi amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi
bakteri usus penghasil amonia. Diberikan dengan dosis 2-4 gram.
Diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kgBB per hari terutama
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.
c. Varises esophagus
 Sebelum terjadi perdarahan dan sesudah perdarahan dapat
diberikan obat penyekat beta (propanolol).
 Pada pasien yang tidak tahan terhadap pemberian beta bloker
dapat diberikan isosorbidemononitrate.
 Beta bloker dapat diberikan kepada pasien sirosis hati yang
beresiko tinggi terjadinya perdarahan, yaitu varises yang besar
dan merah.
 Profilaksis skleroterapi tidak boleh dilakukan kepada pasien
yang belum pernah mengalami perdarahan varises esofagus
karena berdasarkan penelitian, skleroterapi dapat
meningkatkanangka kematian daripada pengguna beta bloker.

23
 Waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat somatostatin atau
okterotid, diteruskan dengantindakan skleroterapi atau ligasi
endoskopi.
 Pencegahan perdarahan kembali dapat dilakukan skleroterapi
atau ligasi, beta bloker nonselektif (propanolol, nadolol) 20 mg
sebanyak 2 kali sehari atau 40-80 mg sekali sehari,isosorbide
mononitrate dapat diberikan 10 mg sebanyak 2 kali sehari sehari
atau 20-40 mgsebanyak 2 kali sehari.

2.11 Komplikasi Sirosis Hepatis


Menurut (Mary Baradero, S.M., Mary Wilfrid Dayrit, S.M., & Yakobus
Siswadi, M. 2008) komplikasi dari sirosis hepatis antara lain:
1) Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita sirosis hepatis dekompensata terjadi hipertensi
portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi
pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang
massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau
hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri
di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak
akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah
hematemesis selalu disusul dengan melena. Mungkin juga perdarahan
pada penderita sirosis hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya
varises esophagus saja.
2) Perdarahan akibat Varises Esofagus
Sirosis hati menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada hati
yang dapat menghambat aliran darah dari usus menuju ke jantung
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan di dalam vena porta
(hipertensi porta). Bila tekanan di dalam vena porta meningkat cukup
tinggi, maka hal ini akan membuat darah mencari jalan lain untuk
kembali ke dalam jantung, yaitu melalui pembuluh darah balik di sekitar
hati yang memiliki tekanan yang lebih rendah. Pembuluh darah yang
seringkali dilewati darah sebagai jalan pintas menuju jantung merupakan

24
pembuluh darah di bagian bawah tenggorokan (esofagus) dan pembuluh
darah di bagian atas lambung.
Perdarahan akibat varises biasanya cukup berat dan bila tidak
segera diobati dapat berakibat fatal. Beberapa gejala perdarahan akibat
varises adalah muntah darah, tinja berwarna gelap dan lengket seperti
ter, pusing atau pingsan saat berdiri (karena penurunan tekanan darah,
hal ini terutama terjadi saat perubahan posisi dari duduk ke berdiri).
Walaupun belum ditemukan penyebab pastinya, para penderita sirosis
yang mengalami perdarahan akibat varises memiliki resiko mengalami
peritonitis bakterial spontan yang lebih tinggi
3) Koma Hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita sirosis hepatis adalah
koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari
faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat
melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum
primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan,
parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut
koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme
protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat.
Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal,
amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati,
kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan
kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar
dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak
menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat
toksik/iritatif pada otak.
4) Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih
besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa
kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada

25
mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa,
dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.
5) Karsinoma Hepatosellural (Kanker Hati)
Sirosis hati yang disebabkan oleh gangguan apapun dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker hati primer (karsinoma
hepatoselular), yang berarti sel kanker berasal dari hati. Gejala paling
sering dari kanker hati primer adalah nyeri perut, pembesaran perut,
pembesaran hati, penurunan berat badan, dan demam. Selain itu, kanker
hati dapat menyebabkan terbentuknya beberapa zat yang dapat
menyebabkan peningkatan jumlah sel darah merah (eritrositosis),
penurunan kadar gula darah (hipoglikemia), dan peningkatan jumlah
kalsium (hiperkalsemia).
6) Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi,
termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi
yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah :
peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru,
glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis,
erysipelas maupun septikemi.
7) Edema dan Asites
Seiring dengan semakin beratnya sirosis hati, maka tubuh akan
mengirimkan suatu impuls listrik kepada ginjal untuk menahan garam
dan air di dalam tubuh. Jumlah air dan garam yang berlebihan di dalam
tubuh ini pertama-tama akan berakumulasi di dalam jaringan di bawah
kulit pergelangan kaki dan kaki karena adanya efek gravitasi saat anda
duduk atau berdiri. Akumulasi cairan ini disebut dengan edema atau
pitting edema.
Pitting edema merupakan suatu keadaan di mana saat kulit yang
membengkak ditekan, maka akan terbentuk suatu lekukan pada
permukaan kulit di bekas tempat anda menekan permukaan kulit
tersebut.Pembengkakan ini seringkali akan memburuk di malam hari

26
setelah anda berdiri atau duduk lama dan akan berkurang saat anda tidur
karena efek gravitasi yang lebih rendah saat anda berbaring.
Saat sirosis hati semakin memburuk dan lebih banyak garam serta
air yang tertahan di dalam tubuh, maka cairan juga akan terakumulasi di
dalam rongga perut, yaitu di antara dinding perut dan organ perut.
Akumulasi cairan ini disebut dengan asites, yang menyebabkan
pembengkakan pada daerah perut, rasa tidak nyaman di perut, dan
peningkatan berat badan.
8) Peritonitis Bakterial Spontan
Akumulasi cairan di dalam rongga perut (asites) merupakan tempat
yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri. Pada keadaan normal,
rongga perut hanya mengandung sangat sedikit cairan sehingga mampu
melawan infeksi dengan baik. Selain itu, berbagai bakteri yang masuk
ke dalam perut (usus) akan dibunuh.
Pada sirosis hati, adanya banyak cairan di dalam rongga perut
membuat rongga perut mudah mengalami infeksi dan menyebabkan
terjadinya infeksi pada perut. Peritonitis bakterial spontan merupakan
komplikasi sirosis yang dapat membahayakan jiwa. Beberapa penderita
peritonitis jenis ini mungkin tidak mengalami gejala apapun, sementara
yang lainnya mungkin mengalami demam, menggigil, nyeri perut, perut
teraba keras, diare, dan semakin memburuknya asites.
9) Ensefalopati Hepatikum
Pada sirosis hati, sel-sel hati tidak dapat berfungsi dengan normal
(baik karena mengalami kerusakan atau adanya gangguan hubungan
antara darah dan sel hati). Selain itu, darah dari hati pun dapat melalui
pembuluh darah balik lain selain vena porta. Hal ini menyebabkan zat
beracun tidak dapat dikeluarkan oleh sel-sel hati dan terakumulasi di
dalam darah.
Saat zat beracun ini terakumulasi dalam jumlah yang cukup banyak
di dalam darah, maka fungsi otak pun akan terganggu dan menyebabkan
terjadinya ensefalopati hepatikum. Gejala awal dari ensefalopati
hepatikum adalah tidur di siang hari dan bukannya di malam hari

27
(perubahan pola tidur).Berbagai gejala lain dari ensefalopati hepatikum
adalah mudah marah, sulit berkonsentrasi atau berhitung, gangguan daya
ingat, tampak bingung atau mengalami penurunan kesadaran. Pada
akhirnya, ensefalopati hepatikum dapat menyebabkan koma dan
kematian.
Zat beracun ini juga membuat otak penderita sirosis menjadi sangat
sensitif terhadap obat-obatan yang biasanya dikeluarkan melalui hati.
Oleh karena itu, dosis obat-obat (terutama obat sedatif dan obat tidur)
yang dimetabolisme di dalam hati harus diturunkan untuk menghindari
penumpukkan obat di dalam hati. Akan lebih baik bila anda menghindari
mengkonsumsi berbagai jenis obat yang harus dimetabolisme di dalam
hati.
10) Sindrom Hepatorenal
Penderita sirosis hati berat dapat mengalami sindrom hepatorenal.
Sindrom ini merupakan salah satu komplikasi berat yang menyebabkan
penurunan fungsi ginjal (tanpa kerusakan ginjal). Penurunan fungsi
ginjal ini diakibatkan oleh perubahan aliran darah yang melalui ginjal,
bukan karena kerusakan sel-sel ginjal.
Sindrom hepatorenal merupakan kegagalan progresif dari ginjal
untuk mengeluarkan berbagai zat dari dalam darah dan memproduksi air
kemih dalam jumlah adekuat, akan tetapi tidak terjadi gangguan pada
fungsi ginjal lainnya seperti retensi (menahan) garam di dalam
tubuh.Bila fungsi hati membaik, maka fungsi ginjal penderita sindrom
hepatorenal pun akan kembali normal. Hal ini menandakan bahwa
penurunan fungsi ginjal yang terjadi merupakan akibat dari
penumpukkan zat beracun di dalam darah akibat kegagalan fungsi hati.
Terdapat 2 jenis sindrom hepatorenal, yang terjadi secara lambat dalam
waktu beberapa bulan atau yang terjadi dengan sangat cepat dalam
waktu seminggu atau 2 minggu.
11) Sindrom Hepatopulmonar
Walaupun jarang, beberapa penderita sirosis tahap lanjut dapat
mengalami sindrom hepatopulmonar, yang menyebabkan penderita

28
kesulitan bernapas karena adanya hormon tertentu yang dilepaskan yang
menyebabkan paru-paru tidak dapat berfungsi secara normal.
Masalah utama pada paru-paru penderita adalah tidak cukupnya
aliran darah yang masuk ke dalam pembuluh darah kecil menuju ke
kantong udara paru sehingga darah tidak mengandung cukup banyak
oksigen danmembuat penderita mengalami sesak napas, terutama saat
menghembuskan napas (ekspirasi).
12) Hipersplenisme
Pada keadaan normal, limpa berfungsi untuk menyaring sel-sel
darah merah, sel darah putih, dan trombosit yang sudah tua. Darah yang
keluar dari limpa akan bergabung dengan darah dari usus di dalam vena
porta.
Peningkatan tekanan darah di dalam vena porta akibat sirosis hati,
akan menyebabkan aliran darah dari limpa terhambat. Hal ini akan
membuat darah terkumpul di dalam limpa dan membuat limpa
membengkak. Bila limpa cukup besar, maka penderita dapat mengalami
nyeri perut.Seiring dengan semakin membesarnya limpa, maka limpa
pun akan menyaring semakin banyak sel-sel darah dan trombosit hingga
terjadi penurunan sel-sel darah dan trombosit di dalam alirang darah.
Hipersplenisme merupakan suatu keadaan di mana terjadi penurunan
jumlah sel-sel darah dan trombosit akibat pembesaran limpa, yang
menyebabkan terjadinya anemia, leukopenia, dan trombositopenia.
Anemia dapat menyebabkan penderita merasa lemas. Leukopenia
(jumlah sel darah putih sedikit) dapat menyebabkan terjadinya infeksi.
Sedangkan trombositopenia (jumlah trombosit sedikit) dapat
menyebabkan gangguan pembekuan darah dan menyebabkan terjadinya
perdarahan.

29
2.12 Asuhan Keperawatan Teoritis
A. Pengkajian
1) Identitas
Pada umumnya sebagian besar penderita sirosis hati berusia
antara 40 dan 70 tahun, rata-rata 50 tahun. Pria pada umumnya
lebih banyak terkena, terutama pada bentuk sirosis alkoholik,
kriptogenik dan hemokromatosis sedang wanita lebih dominan
pada penyakit Wilson, sirosis bilier dan hepatitis kronik aktif.
2) Keluhan Utama
Penyakit ini dapat berjalan tanpa keluhan dan dapat juga
dengan atau tanpa gejala klinik yang jelas. Mula-mula timbul
kelemahan badan, rasa cepat payah yang makin menghebat, nafsu
makan menurun, penurunan berat badan, badan menguning
(ikterus), demam ringan, sembab tungkai dan pembesaran perut
(asites).
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan
utama pasien.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama
atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati,
sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah
pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang
lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status
jasmani serta rohani pasien. Selain itu apakah pasien memiliki
penyakit hepatitis, obstruksi empedu, atau bahkan pernah
mengalami gagal jantung kanan.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga
membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan
Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal

30
yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada
gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
d. Riwayat Tumbuh Kembang
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari
perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat
mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah
ikterus saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan
imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang
berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang
sekitar yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul
dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku
pasien yaitu peminum alkohol, karena keadaan lingkungan
sekitar yang tidak sehat.
f. Riwayat Psikologi
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini
apakah pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis
berhubungan dengan sakitnya. Kaji tingkah laku dan
kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis
dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian,
emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat
muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga
terjadi gangguan body image akibat dari edema, gangguan
integumen, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse,
kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan
tanggung jawab keluarga, dan perubahan status finansial.

B. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Sesak, keterbatasan ekspansi dada karena hidrotoraks dan
asites.

31
2) B2 (Blood)
Pendarahan, anemia, menstruari menghilang. Obstruksi
pengeluaran empedu mengakibatkan absorpsi lemak menurun,
sehingga absorpsi vitamin K menurun. Akibatnya, faktor-faktor
pembekuan darah menurun dan menimbulkan pendarahan.
Produksi pembekuan darah menurun yang mengakibatkan
gangguan pembekuan darah, selanjutnya cenderung mengalami
pendarahan dan mengakibatkan anemia. produksi albumin menurun
mengakibatkan penurunan tekanan osmotik koloid, yang akhirnya
menimbulkan edema dan asites. Gangguan sistem imun: sintesis
protein secara umum menurun, sehingga menggangu sistem imun,
akhirnya penyembuhan melambat.
3) B3 (Brain)
Kesadaran dan keadaan umum pasien Perlu dikaji tingkat
kesadaran pasien dari sadar sampai tidak sadar (composmentis –
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit
pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa
dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah
satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke
jaringan kurang termasuk pada otak.
4) B4 (Bladder)
Urine berwarna kuning tua dan berbuih. Bilirubin tak-
terkonjugasi meningkat bilirubin dalam urine dan ikterik serta
pruritus.
5) B5 (Bowel)
Anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen. Vena-vena
gastrointestinal menyempit, terjadi inflamasi hepar, fungsi
gastrointestinal terganggu. Sintetisb asam lemak dan trigliserida
meningkat yang mengakibatkan hepar berlemak, akhirnya menjadi
hepatomegali: oksidasi asam lemak menurun yang menyebabkan
penurunan produksi tenaga. Akibatnya, berat badan menurun.

32
6) B6 (Bone)
Keletihan, metabolisme tubuh meningkat produksi energi
kurang. Glikogenesis meningkat, glikogenolisis dan
glikoneogenesis meningkat yang menyebabkan gangguan
metabolisme glukosa. Akibatnya terjadi penurunan tenaga (Marry,
2008).

C. Diagnosa Keperawatan
1) Domain 2. Nutrisi, Kelas 1: Makan, Ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan
makanan (00002).
2) Domain 2. Nutrisi, Kelas 5: Hidrasi, Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi (00026).
3) Domain 4. Aktivitas/Istirahat, Kelas 4 Respon
Kardiovaskuler/Pulmonal, Ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan gangguan neurologis (00032).
4) Domain 11. Keamanan/Perlindungan, Kelas 2. Cedera Fisik,
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
metabolisme (00046).
5) Domain 11. Keamanan/Perlindungan, Kelas 2: Cedera fisik, Risiko
perdarahan (00206).

D. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa NOC NIC

1. Domain 2. Nutrisi, Status Nutrisi (1004) Manajemen Gangguan Makan


Kelas 1: Makan, a. Asupan gizi normal (5). (1030)
Ketidakseimbangan b. Asupan makanan normal a. Kolaborasi dengan tim
nutrisi: kurang dari (5). kesehatan lain untuk
kebutuhan tubuh c. Energi klien normal (5). mengembangkan rencana
berhubungan dengan d. Rasio berat badan normal perawatan dengan melibatkan
kurang asupan (5). klien dan orang-orang

33
makanan (00002) terdekatnya dengan tepat.
Nafsu Makan (1014) b. Ajarkan dan dukung konsep
a. Keinginan untuk makan nutrisi yang baik dengan
tidak terganggu (5). klien (dan orang terdekat
b. Klien dapat merasakan klien dengan tepat).
makanan dengan baik (5). c. Dorong klien mendiskusikan
c. Intake nutrisi terpenuhi makanan yang disukai
dengan baik (5). dengan ahli gizi.
d. Rangsangan untuk makan d. Monitor intake/asupan
normal (5). makanan dengan tepat.
e. Bangun harapan terkait
dengan perilaku makan yang
baik.
f. Monitor perilaku klien yang
berhubungan dengan pola
makan, penambahan dan
pengurangan BB.
g. Monitor BB klien secara
tepat dan rutin.

Manajemen Nutrisi (1100)


a. Tentukan status gizi klien
dan kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhan gizi.
b. Instruksikan klien mengenai
kebutuhan nutrisi.
c. Berikan pilihan makanan
sambil menawarkan
bimbingan terhadap pilihan
(makanan) yang lebih sehat
jika diperlukan.

34
d. Ciptakan lingkungan yang
optimal saat klien
mengonsumsi makanan.
e. Pastikan makanan disajikan
dengan cara yang menarik
dan suhu yang cocok untuk
konsumsi secara optimal.
f. Monitor kalori dan asupan
makanan.
2. Domain 2. Nutrisi, Keseimbangan Cairan Manajemen Cairan (4120)
Kelas 5: Hidrasi, (0601) a. Timbang BB setiap hari dan
Kelebihan volume a. Tekanan darah normal (5). monitor status klien.
cairan berhubungan b. Denyut nadi radial tidak b. Jaga intake/asupan yang
dengan gangguan terganggu (5). akurat dan catat output.
mekanisme regulasi c. Keseimbangan intake dan c. Monitor hasil laboratorium
(00026) output dalam 24 jam yang relevan dengan retensi
normal (5). cairan.
d. Berat badan normal (5). d. Monitor TTV klien.
e. Asites tidak ada (5). e. Dukung klien dan keluarga
untuk membantu dalam
pemberian makan dengan
Keparahan Cairan Berlebih
baik.
(0603)
a. Asites tidak ada (5).
b. Peningkatan lingkar perut Monitor Cairan (4130)
tidak ada (5). a. Tentukan factor-faktor resiko
c. Malaise tidak dialami yang menyebabkan
klien (5). ketidakseimbangan cairan.
b. Tentukan apakah klien
mengalami kehausan atau
gejala perubahan cairan
seperti pusing dan mual.

35
c. Monitor kadar serum
albumin dan protein total.
d. Monitor tekanan darah,
denyut jantung, dan status
pernapasan klien.
e. Monitor tanda dan gejala
asites.

3. Domain 4. Status Pernapasan (0415) Manajemen Jalan Nafas


Aktivitas/Istirahat, a. Frekuensi pernapasan (5). (3140)
Kelas 4 Respon b. Irama pernapasan normal a. Posisikan klien untuk
Kardiovaskuler/Pulmo (5). memaksimalkan ventilasi.
nal, Ketidakefektifan c. Kepatenan jalan napas b. Auskultasi suara nafas,catat
pola napas normal (5). area yang ventilasinya
berhubungan dengan d. Saturasi Oksigen normal menurun atau tidak ada dan
gangguan neurologis (5). adanya suara tambahan.
(00032) e. Sianosis tidak ada (5). c. Posisikan untu meringankan
f. Gangguan kesadaran tidak sesak napas.
ada (5). d. Monitor status pernafasan
g. Suara napas tambahan dan oksigenasi, sebagaimana
tidak ada (5). mestinya.

Monitor Pernapasan (3350)


a. Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas.
b. Monitor suara nafas
tambahan seperti ngorok dan
mengi.
c. Monitor pola nafas.
d. Palpasi kesimetrisan ekspansi

36
paru.
e. Monitor keluhan sesak nafas
klien, termasuk kegiatan
yang meningkatkan atau
memperburuk sesak nafas.
f. Berikan bantuan terapi nafas
jika diperlukan.
4. Domain 11. Integritas Jaringan: Kulit Pengecekan Kulit (3590)
Keamanan/Perlindung dan Membran Mukosa a. Periksa kulit terkait dengan
an, Kelas 2. Cedera (1101) adanya kemerahan,
Fisik, Kerusakan a. Elastisitas kulit tidak kehangatan ekstrim, edema,
integritas kulit tergangu (5). atau drainase.
berhubungan dengan b. Hidrasi tidak terganggu b. Monitor warna dan suhu
gangguan (5). kulit.
metabolisme (00046) c. Perfusi jaringan normal c. Monitor sumber tekanan dan
(5). gesekan.
d. Integritas kulit tidak d. Monitor infeksi terutama
terganggu (5). pada daerah edema.
e. Lesi pada kulit tidak ada e. Ajarkan anggota
(5). keluarga/pemberi asuhan
mengenai tanda-tanda
kerusakan kulit dengan tepat.

Perawatan Luka (3660)


a. Ukur luas luka, yang sesuai.
b. Monitor karakteristik luka
seperti drainase, warna,
ukuran, dan bau.
c. Oleskan salep yang sesuai
dengan kulit/lesi.
d. Bandingkan dan catat setiap

37
perubahan luka.
e. Anjurkan klien atau keluarga
pada prosedur perawatan
luka.
f. Anjurkan klien dan keluarga
untuk mengenal tanda dan
gejala infeksi.
g. Dokumentasikan lokasi,
ukuran, dan tampilan luka.
5. Domain 11. Keparahan Kehilangan Pencegahan Perdarahan
Keamanan/Perlindung Darah (0413) (4010)
an, Kelas 2: Cedera a. Hematuria tidak ada (5). a. Monitor dengan ketat resiko
fisik, Risiko b. Hematemesis tidak ada terjadinya perdarahan pada
perdarahan (00206) (5). klien.
c. Distensi abdomen tidak b. Catat nilai Hb dan hematokrit
Faktor risiko:
terjadi (5). sebelum dan setelah klien
gangguan fungsi hati
d. Penurunan hemoglobin kehilangan darah sesuai
(sirosis)
tidak terjadi (Hb) (1). indikasi.
e. Penurunan hematokrit c. Monitor tanda dan gejala
tidak terjadi (5). pendarahan menetap.
d. Monitor komponen koagulasi
darah.
Koagulasi Darah (0409)
e. Instruksikan klien untuk
a. Pembentukan bekuan
menghindari obat-obat
darah normal (5).
antikoagulan dan aspirin.
b. Hemoglobin (Hb) normal
f. Instruksikan klien untuk
(5).
meningkatkan makanan yang
c. Perdarahan tidak ada (5).
kaya vitamin K.
d. BAB berdarah tidak
g. Instruksika klien dan
terjadi (5).
keluarga untuk memonitor
tanda-tanda perdarahan dan
mengambil tindakan yang

38
tepat jika terjadi perdarahan.

Identifikasi Resiko (6610)


a. Kaji ulang riwayat kesehatan
masa lalu dan dokumentasika
bukti yang menunjukkan
adanya penyakit medis,
diagnose keperawatan, serta
perawatannya.
b. Kaji ulang data yang
didapatkan dari pengkajian
resiko secara rutin.
c. Identifikasi resiko biologis,
lingkungan dan perilaku,
serta hubungan timbal balik.
d. Instruksikan faktor resiko
dan rencana untuk
mengurangi resiko.
e. Diskusikan dan rencanakan
aktivitas-aktivitas
pengurangan resiko
berkolaborasi dengan
individu atau kelompok.

E. Evaluasi Keperawatan
1) Masalah ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
dapat teratasi dengan baik.
2) Kelebihan volume cairan yang dialami klien perlahan-lahan mulai
berkurang dan mendekati normal.
3) Ketidakefektifan pola nafas dapat teratasi dengan baik.

39
4) Kerusakan integritas kulit dapat diatasi dengan baik agar resiko
infeksi dapat dicegah.
5) Resiko perdarahan semakin berkurang.

40
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Studi Kasus

Ny. S berusia 45 tahun, MRS tanggal 30 Agustus 2017 dengan keluhan


muntah darah, mengalami pusing disertai dengan mual dan nyeri perut, nyeri
terkaji pada skala nyeri 7 (nyeri berat terkontrol) menurut skala Smeltzer (0-10),
sudah beberapa hari BAB dan urin berwarna kehitaman sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Berat badan klien mulanya 68 kg menjadi 65 kg, TB: 165 cm,
dan LLA: 27 cm. Klien mengatakan punya riwayat penyakit kuning sejak 6 bulan
yang lalu dan dirawat di RS Sakinah dan dianjurkan untuk dirawat lebih lanjut ke
RS. Dr.Soetomo tetapi klien belum mau. Saat itu BAB klien juga kehitaman dan
mata klien kuning, klien juga mempunyai riwayat penyakit Hepatitis B sejak 1
tahun yang lalu, Hipertensi tidak ada, DM juga tidak ada. Klien mengatakan
sering minum jamu dan obat-obatan dari warung dan ada riwayat minum-
minuman keras (alkohol). Pada saat pengkajian klien masih mengeluh nyeri, mual,
perut masih terasa penuh, muntah masih terjadi 2x, terpasang NGT keluar cairan
kehitaman sehingga bibir tampak kering dan pucat, BAB dan urin masih
kehitaman, dan nyeri tekan pada daerah epigastrium. Pada hasil pemeriksaan fisik
diperoleh hasil TD:100/70 mmHg. RR:24 x/menit, N: 100 x/menit ireguler,
S:37,50C. Diagnosa masuk: Hematomesis Melena–Gangguan fungsi hati (serosis
hati). Pada pemeriksaan penunjang menunjukkan: SGOT/SGPT meningkat,
Hipoalbumin, Trombositopenia, anemia, ECG kesan AF rapid respon ireguler, RO
thorak CTR >50%. Hasil USG Hepar: Kesan Serosis hati dengan hipertensi portal,
Asites (+).

3.1 Pengkajian
A. Anamnesa
1) Identitas klien
Nama : Ny. S
Umur : 45 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan

41
Alamat : Surabaya
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
MRS : 30 Agustus 2017
2) Keluhan utama
Klien mengeluh muntah darah, mengalami pusing disertai
dengan mual dan nyeri perut, serta sudah beberapa hari BAB dan urin
berwarna kehitaman sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
3) Riwayat penyakit sekarang
Mata klien berwarna kuning. Mengeluh nyeri, mual, perut masih
terasa penuh, muntah masih terjadi 2x, terpasang NGT keluar cairan
kehitaman, BAB dan urin masih kehitaman, dan nyeri tekan pada
daerah epigastrium.
4) Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan punya riwayat penyakit kuning sejak 6 bulan
yang lalu, Hepatitis B sejak 1 tahun yang lalu serta sering minum
jamu dan obat-obatan dari warung dan ada riwayat minum-minuman
keras (alkohol).
5) Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada yang sakit seperti pasien, Hipertensi, DM ataupun
penyakit lain.

B. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : Klien tampak lemah
2) Kesadaran : Compos mentis (kesadaran normal)
3) Tanda-tanda vital :
TD = 100/70 mmHg
N = 100 x/menit ireguler
S = 37,5°C
RR = 24 x/menit
4) BB sebelum 68 kg, BB sekarang 65 kg, TB: 165 cm, dan LLA: 27
cm.

42
5) Kepala : Klien mengeluh pusing
6) Muka :-
7) Mata : Berwarna kuning
8) Telinga :-
9) Hidung :-
10) Mulut dan Faring : Terpasang NGT, bibir tampak kering dan
pucat
11) Leher :-
12) Thoraks :-
13) Abdomen : Asites, mengeluh perut terasa mual dan
terasa penuh, nyeri tekan bagian
epigastrium
14) Inguinal-Genitalia-Anus: BAB dan urin kehitaman
15) Ekstrimitas :-
16) Sistem integumen : Permukaan kulit klien kering

C. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah
a. Hematologi Rutin
Hb : 9.2 gr/dl Normal (P= 12-16 gr/dl)
Hematokrit : 27% Normal (P= 37-47%)
Leukosit : 6.700 /uL Normal (4,8-10,8 x 103 /uL)
Trombosit : 70.000 /uL Normal (150.000-450.000 /uL)
MCV : 85 fL Normal (P=81-99 fL)
MCH : 28 pg Normal (27-31 pg)
MCHC : 34 g/dl Normal (30-34 g/dl)
2) Kimia klinik
a. ECG : Takikardia, AF, ireguler
b. RO Thorax : CTR > 50%, infiltrate tidak ada
c. USG Hepar : Serosis hati dengan hipertensi portal, asites (+)

43
D. Terapi
IVFD (Intra Vennes Fluid Drip) NaCl 0,9%/8 jam, TE 1000/12 jam,
sementara puasa sampai spooling hasil jernih, klisma/enema, Omeprazol
inj 2x40 mg, Vit.K inj 3x1 ampl, Lactolac 3x CI, Sucralent 3x CI.

3.2 Analisa Data

No. Analisa Data Etiologi Masalah


Keperawatan

1. DS: Meminum jamu dan obat-obatan, Nyeri akut


Klien mengeluh pusing serta konsumsi alkohol
disertai dengan mual dan
nyeri perut. Reaksi radang pada hati

DO: Disfungsi hati

P: Nyeri saat ditekan


Inflamasi akut
Q:Nyeri bersifat menetap
R: Nyeri pada bagian
Nyeri akut
epigastrium
S: Skala nyeri 7 (nyeri
berat terkontrol)
T: Nyeri bersifat akut
RR = 24 x/menit
2. DS : Meminum jamu dan obat-obatan, Ketidakseimbangan
Klien mengeluh mual, serta konsumsi alkohol nutrisi: kurang dari
perut masih terasa penuh, kebutuhan tubuh
muntah. Reaksi radang pada hati

Disfungsi hati
DO:
Antropometri : Mual dan muntah
- BB : 65 Kg
- TB : 165 cm Nafsu makan menurun

44
- LLA: 27 cm

Biokimia :
Ketidakseimbangan nutrisi:
- Hb : 9.2 gr/dl
kurang dari kebutuhan tubuh
- Hematokrit : 27%
- Hipoalbumin

Clinical sign :
TD = 100/70 mmHg
N = 100x/menit
(irregular)
RR = 24 x/menit.

Dietary : -

3. DS: Meminum jamu dan obat-obatan, Kelebihan Volume


Klien mengeluh perut serta konsumsi alkohol Cairan
masih terasa penuh.
Reaksi radang pada hati
DO:
- TD = 100/70 mmHg Disfungsi hati

- RR = 24 x/menit.
Perubahan metabolisme protein
- Hasil pemeriksaan:
hipoalbumin,
Sintesa albumin menurun
- USG Hepar :
Serosis hati dengan
Penurunan protein plasma
hipertensi portal,
Asites (+) asites

Kelebihan volume cairan

4. DS: Disfungsi hati Risiko Perdarahan


- Klien mengeluh
Perubahan metabolisme Vitamin
muntah darah
K dan Fe
- BAB dan urin

45
berwarna kehitaman

Komplikasi hematologi
DO:
- TD: 100/70 mmHg Penurunan faktor pembekuan
- N: 100x/menit ireguler darah
- Trombosit: 70.000 /dl
Risiko perdarahan
- Hb: 9,2 gr/dl

3.3 Diagnosa Keperawatan


1) Domain 12. Kenyamanan, Kelas 1: Kenyamanan Fisik, Nyeri akut
berhubungan dengan agens cedera biologis (mis.,infeksi) (00132)
2) Domain 2. Nutrisi, Kelas 1: Makan, Ketidakseimbangan nutrisi: kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan
(00002)
3) Domain 2. Nutrisi, Kelas 5: Hidrasi, Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi (00026)
4) Domain 11. Keamanan/Perlindungan, Kelas 2: Cedera fisik, Risiko
perdarahan (00206)

3.4 Intervensi Keperawatan


No. Diagnosa NOC NIC

1. Domain Tingkat Nyeri (2102): Pemberian Analgesik (2210):


12:Kenyamanan a. Klien melaporkan bahwa a. Tentukan pilihan obat
Kelas 1: Kenyamanan sudah tidak ada nyeri lagi. analgesic (narkotik, non
Fisik (5) narkotik, atau NSAID),
Nyeri akut b.d agen b. Tidak terdapat ekspresi berdasarkan tipe dan
cedera agens cedera nyeri pada wajah klien. (5) keparahan nyeri.
biologis (mis., infeksi) c. Klien bisa beristirahat b. Dokumentasikan respon
(00132) dengan tenang.(5) terhadap analgesik dan

46
adanya efek samping.
Kontrol gejala (1608) : c. Berikan kebutuhaan
a. Klien mampu memantau kenyamanan dan aktivitas
munculnya gejala. (5) lain yang dapat membantu
b. Klien mampu melakukan relaksasi untuk
tindakan- tindakan memfasilitasi penurunan
pencegahan. (5) nyeri.
c. Klien mampu melakukan
tindakan untuk Manajemen nyeri (1400)
mengurangi gejala. (5) a. Lakukan pengkajian nyeri
d. Klien mampu melaporkan komprehensif, yang
gejala yang dapat meliputi lokasi,
dikontrol. (5) karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus.
b. Observasi adanya petunjuk
nonverbal mengenai
ketidaknyamanan terutama
pada mereka yang tidak
dapat berkomunikasi secara
efektif.
c. Dorong klien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyerinya dengan
tepat.
d. Dorong klien untuk
mendiskusikan pengalaman
nyerinya, sesuai kebutuhan.
2. Domain 2. Nutrisi, Status Nutrisi (1004) Manajemen Gangguan
Kelas 1: Makan, b. Asupan gizi normal (5). Makan (1030)
Ketidakseimbangan c. Asupan makanan normal a. Kolaborasi dengan tim

47
nutrisi: kurang dari (5). kesehatan lain untuk
kebutuhan tubuh d. Energi klien normal (5). mengembangkan rencana
berhubungan dengan e. Rasio berat badan normal perawatan dengan
kurang asupan (5). melibatkan klien dan orang-
makanan (00002) orang terdekatnya dengan
Nafsu Makan (1014) tepat.
a. Keinginan untuk makan b. Ajarkan dan dukung konsep
tidak terganggu (5). nutrisi yang baik dengan
b. Klien dapat merasakan klien (dan orang terdekat
makanan dengan baik (5). klien dengan tepat).
c. Intake nutrisi terpenuhi c. Dorong klien
dengan baik (5). mendiskusikan makanan
d. Rangsangan untuk makan yang disukai dengan ahli
normal (5). gizi.
d. Monitor intake/asupan
makanan dengan tepat.
e. Bangun harapan terkait
dengan perilaku makan
yang baik.
f. Monitor perilaku klien yang
berhubungan dengan pola
makan, penambahan dan
pengurangan BB.
g. Monitor BB klien secara
tepat dan rutin.

Manajemen Nutrisi (1100)


a. Tentukan status gizi klien
dan kemampuannya untuk
memenuhi kebutuhan gizi.
b. Instruksikan klien mengenai

48
kebutuhan nutrisi.
c. Berikan pilihan makanan
sambil menawarkan
bimbingan terhadap pilihan
(makanan) yang lebih sehat
jika diperlukan.
d. Ciptakan lingkungan yang
optimal saat klien
mengonsumsi makanan.
e. Pastikan makanan disajikan
dengan cara yang menarik
dan suhu yang cocok untuk
konsumsi secara optimal.
f. Monitor kalori dan asupan
makanan.
3. Domain 2. Nutrisi, Keseimbangan Cairan Manajemen Cairan (4120)
Kelas 5: Hidrasi, (0601) a. Timbang BB setiap hari dan
Kelebihan volume a. Tekanan darah normal (5). monitor status klien.
cairan berhubungan b. Denyut nadi radial tidak b. Jaga intake/asupan yang
dengan gangguan terganggu (5). akurat dan catat output.
mekanisme regulasi c. Keseimbangan intake dan c. Monitor hasil laboratorium
(00026) output dalam 24 jam yang relevan dengan retensi
normal (5). cairan.
d. Berat badan normal (5). d. Monitor TTV klien.
e. Asites tidak ada (5). e. Dukung klien dan keluarga
untuk membantu dalam
pemberian makan dengan
Keparahan Cairan Berlebih
baik.
(0603)
a. Asites tidak ada (5).
b. Peningkatan lingkar perut Monitor Cairan (4130)
tidak ada (5). a. Tentukan faktor-faktor

49
c. Malaise tidak dialami resiko yang menyebabkan
klien (5). ketidakseimbangan cairan.
b. Tentukan apakah klien
mengalami kehausan atau
gejala perubahan cairan
seperti pusing dan mual.
c. Monitor kadar serum
albumin dan protein total.
d. Monitor tekanan darah,
denyut jantung, dan status
pernapasan klien.
e. Monitor tanda dan gejala
asites.

4. Domain 11. Keparahan Kehilangan Pencegahan Perdarahan


Keamanan/Perlindunga Darah (0413) (4010)
n, Kelas 2: Cedera fisik, a. Hematuria tidak ada (5). a. Monitor dengan ketat resiko
Risiko perdarahan b. Hematemesis tidak ada terjadinya perdarahan pada
(00206) (5). klien.
c. Distensi abdomen tidak b. Catat nilai Hb dan
terjadi (5). hematokrit sebelum dan
d. Penurunan hemoglobin setelah klien kehilangan
tidak terjadi (Hb). darah sesuai indikasi.
e. Penurunan hematokrit c. Monitor tanda dan gejala
tidak terjadi (5). pendarahan menetap.
d. Monitor komponen
Koagulasi Darah (0409) koagulasi darah.
a. Pembentukan bekuan e. Instruksikan klien untuk
darah normal (5). menghindari obat-obat
b. Hemoglobin (Hb) normal antikoagulan dan aspirin.
(5). f. Instruksikan klien untuk

50
c. Perdarahan tidak ada (5). meningkatkan makanan
d. BAB berdarah tidak yang kaya vitamin K.
terjadi (5). g. Instruksika klien dan
keluarga untuk memonitor
tanda-tanda perdarahan dan
mengambil tindakan yang
tepat jika terjadi
perdarahan.

Identifikasi Resiko (6610)


a. Kaji ulang riwayat
kesehatan masa lalu dan
dokumentasika bukti yang
menunjukkan adanya
penyakit medis, diagnose
keperawatan, serta
perawatannya.
b. Kaji ulang data yang
didapatkan dari pengkajian
resiko secara rutin.
c. Identifikasi resiko biologis,
lingkungan dan perilaku,
serta hubungan timbal
balik.
d. Instruksikan factor resiko
dan rencana untuk
mengurangi resiko.
e. Diskusikan dan rencanakan
aktivitas-aktivitas
pengurangan resiko
berkolaborasi dengan

51
individu atau kelompok.

3.5 Implementasi Keperawatan

No. Diagnosa Intervensi Implementasi

1. Domain Pemberian Analgesik Pemberian Analgesik (2210):


12:Kenyamanan (2210): a. Menentukan pilihan obat
Kelas 1: Kenyamanan a. Tentukan pilihan obat analgesic (narkotik, non
Fisik analgesic (narkotik, non narkotik, atau NSAID),
Nyeri akut b.d agen narkotik, atau NSAID), berdasarkan tipe dan
cedera agens cedera berdasarkan tipe dan keparahan nyeri.
biologis (mis., infeksi) keparahan nyeri. b. Mendokumentasikan respon
(00132) b. Dokumentasikan respon terhadap analgesik dan
terhadap analgesik dan adanya efek samping.
adanya efek samping. c. Memberikan kebutuhaan
c. Berikan kebutuhaan kenyamanan dan aktivitas
kenyamanan dan aktivitas lain yang dapat membantu
lain yang dapat membantu relaksasi untuk
relaksasi untuk memfasilitasi penurunan
memfasilitasi penurunan nyeri.
nyeri.

Manajemen nyeri (1400) Manajemen nyeri (1400)


a. Lakukan pengkajian nyeri a. Lakukan pengkajian nyeri
komprehensif, yang komprehensif, yang
meliputi lokasi, meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas,
intensitas atau beratnya intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus. nyeri dan faktor pencetus.
b. Observasi adanya b. Observasi adanya petunjuk
petunjuk nonverbal nonverbal mengenai

52
mengenai ketidaknyamanan terutama
ketidaknyamanan pada mereka yang tidak
terutama pada mereka dapat berkomunikasi secara
yang tidak dapat efektif.
berkomunikasi secara c. Dorong klien untuk
efektif. memonitor nyeri dan
c. Dorong klien untuk menangani nyerinya dengan
memonitor nyeri dan tepat.
menangani nyerinya d. Dorong klien untuk
dengan tepat. mendiskusikan pengalaman
d. Dorong klien untuk nyerinya, sesuai kebutuhan.
mendiskusikan
pengalaman nyerinya,
sesuai kebutuhan.
2. Domain 2. Nutrisi, Manajemen Gangguan Manajemen Gangguan
Kelas 1: Makan, Makan (1030) Makan (1030)
Ketidakseimbangan a. Kolaborasi dengan tim a. Berkolaborasi dengan tim
nutrisi: kurang dari kesehatan lain untuk kesehatan lain untuk
kebutuhan tubuh mengembangkan rencana mengembangkan rencana
berhubungan dengan perawatan dengan perawatan dengan
kurang asupan melibatkan klien dan melibatkan klien dan
makanan (00002) orang-orang terdekatnya orang-orang terdekatnya
dengan tepat. dengan tepat.
b. Ajarkan dan dukung b. Mengajarkan dan
konsep nutrisi yang baik mendukung konsep nutrisi
dengan klien (dan orang yang baik dengan klien
terdekat klien dengan (dan orang terdekat klien
tepat). dengan tepat)
c. Dorong klien Mendorong klien
mendiskusikan makanan mendiskusikan makanan
yang disukai dengan ahli yang disukai dengan ahli
gizi. gizi.

53
d. Monitor intake/asupan c. Memonitor intake/asupan
makanan dengan tepat. makanan dengan tepat.
e. Bangun harapan terkait d. Membangun harapan
dengan perilaku makan terkait dengan perilaku
yang baik. makan yang baik.
f. Monitor perilaku klien e. Memonitor perilaku klien
yang berhubungan yang berhubungan dengan
dengan pola makan, pola makan, penambahan
penambahan dan dan pengurangan BB.
pengurangan BB. f. Memonitor BB klien secara
g. Monitor BB klien secara tepat dan rutin.
tepat dan rutin.

Manajemen Nutrisi (1100) Manajemen Nutrisi (1100)


a. Tentukan status gizi klien a. Menentukan status gizi
dan kemampuannya klien dan kemampuannya
untuk memenuhi untuk memenuhi
kebutuhan gizi. kebutuhan gizi.
b. Instruksikan klien b. Menginstruksikan klien
mengenai kebutuhan mengenai kebutuhan
nutrisi. nutrisi.
c. Berikan pilihan makanan c. Memberikan pilihan
sambil menawarkan makanan sambil
bimbingan terhadap menawarkan bimbingan
pilihan (makanan) yang terhadap pilihan (makanan)
lebih sehat jika yang lebih sehat jika
diperlukan. diperlukan.
d. Ciptakan lingkungan d. Menciptakan lingkungan
yang optimal saat klien yang optimal saat klien
mengonsumsi makanan. mengonsumsi makanan.
e. Pastikan makanan e. Memastikan makanan

54
disajikan dengan cara disajikan dengan cara yang
yang menarik dan suhu menarik dan suhu yang
yang cocok untuk cocok untuk konsumsi
konsumsi secara optimal. secara optimal.
f. Monitor kalori dan f. Memonitor kalori dan
asupan makanan. asupan makanan.
3. Domain 2. Nutrisi, Manajemen Cairan (4120) Manajemen Cairan (4120)
Kelas 5: Hidrasi, a. Timbang BB setiap hari a. Menimbang BB setiap hari
Kelebihan volume dan monitor status klien. dan monitor status klien.
cairan berhubungan b. Jaga intake/asupan yang b. Menjaga intake/asupan
dengan gangguan akurat dan catat output. yang akurat dan catat
mekanisme regulasi c. Monitor hasil output.
(00026) laboratorium yang c. Memonitor hasil
relevan dengan retensi laboratorium yang relevan
cairan. dengan retensi cairan.
d. Monitor TTV klien. d. Memonitor TTV klien.
e. Dukung klien dan e. Mendukung klien dan
keluarga untuk membantu keluarga untuk membantu
dalam pemberian makan dalam pemberian makan
dengan baik. dengan baik.

Monitor Cairan (4130) Monitor Cairan (4130)


a. Tentukan faktor-faktor a. Menentukan faktor-faktor
resiko yang menyebabkan resiko yang menyebabkan
ketidakseimbangan ketidakseimbangan cairan.
cairan. b. Menentukan apakah klien
b. Tentukan apakah klien mengalami kehausan atau
mengalami kehausan atau gejala perubahan cairan
gejala perubahan cairan seperti pusing dan mual.
seperti pusing dan mual. c. Memonitor kadar serum
c. Monitor kadar serum albumin dan protein total.

55
albumin dan protein total. d. Memonitor tekanan darah,
d. Monitor tekanan darah, denyut jantung, dan status
denyut jantung, dan status pernapasan klien.
pernapasan klien. e. Memonitor tanda dan
e. Monitor tanda dan gejala gejala asites.
asites.

4. Domain 11. Pencegahan Perdarahan Pencegahan Perdarahan


Keamanan/Perlindunga (4010) (4010)
n, Kelas 2: Cedera fisik, a. Monitor dengan ketat a. Memonitor dengan ketat
Risiko perdarahan resiko terjadinya resiko terjadinya
(00206) perdarahan pada klien. perdarahan pada klien.
b. Catat nilai Hb dan b. Mencatat nilai Hb dan
hematokrit sebelum dan hematokrit sebelum dan
setelah klien kehilangan setelah klien kehilangan
darah sesuai indikasi. darah sesuai indikasi.
c. Monitor tanda dan gejala c. Memonitor tanda dan
pendarahan menetap. gejala pendarahan
d. Monitor komponen menetap.
koagulasi darah. d. Memonitor komponen
e. Instruksikan klien untuk koagulasi darah.
menghindari obat-obat e. Menginstruksikan klien
antikoagulan dan aspirin. untuk menghindari obat-
f. Instruksikan klien untuk obat antikoagulan dan
meningkatkan makanan aspirin.
yang kaya vitamin K. f. Menginstruksikan klien
g. Instruksika klien dan untuk meningkatkan
keluarga untuk makanan yang kaya
memonitor tanda-tanda vitamin K.
perdarahan dan g. Menginstruksika klien dan
mengambil tindakan yang keluarga untuk memonitor

56
tepat jika terjadi tanda-tanda perdarahan dan
perdarahan. mengambil tindakan yang
tepat jika terjadi
perdarahan.

Identifikasi Resiko (6610) Identifikasi Resiko (6610)


a. Kaji ulang riwayat a. Mengkaji ulang riwayat
kesehatan masa lalu dan kesehatan masa lalu dan
dokumentasika bukti dokumentasika bukti yang
yang menunjukkan menunjukkan adanya
adanya penyakit medis, penyakit medis, diagnose
diagnose keperawatan, keperawatan, serta
serta perawatannya. perawatannya.
b. Kaji ulang data yang b. Mengkaji ulang data yang
didapatkan dari didapatkan dari pengkajian
pengkajian resiko secara resiko secara rutin.
rutin. c. Mengidentifikasi resiko
c. Identifikasi resiko biologis, lingkungan dan
biologis, lingkungan dan perilaku, serta hubungan
perilaku, serta hubungan timbal balik.
timbal balik. d. Menginstruksikan factor
d. Instruksikan factor resiko resiko dan rencana untuk
dan rencana untuk mengurangi resiko.
mengurangi resiko. e. Mendiskusikan dan
e. Diskusikan dan rencanakan aktivitas-
rencanakan aktivitas- aktivitas pengurangan
aktivitas pengurangan resiko berkolaborasi
resiko berkolaborasi dengan individu atau
dengan individu atau kelompok.
kelompok.

57
3.6 Evaluasi Keperawatan

1) Domain 12. Kenyamanan, Kelas 1: Kenyamanan Fisik, Nyeri akut


berhubungan dengan agens cedera biologis (mis., infeksi) (00130)
S : Ny. S mengatakan bahwa tingkat nyeri yang dirasakan lambat laun
berkurang.
O : Ny. S jarang menunjukkan ekspresi kesakitan karena nyeri dari
wajahnya
A : Masalah nyeri teratasi sebagian karena belum sepenuhnya nyeri hilang
P : Lanjutkan intervensi

2) Domain 2. Nutrisi. Kelas 1, Makan. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang


dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang asupan makanan
(00002)
S : Ny. S mengatakan nafsu makannya meningkat dan mual muntah
berkurang
O : Pemenuhan nutrisi Ny. S adekuat, Berat Badan Ny. S naik menjadi 67
kg
A : Masalah pemenuhan nutrisi pada Ny. S teratasi
P : Hentikan intervensi

3) Domain 2. Nutrisi, Kelas 5. Hidrasi, Kelebihan Volume Cairan


berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi (00026)
S : Ny. S mengatakan perutnya sudah tidak terasa penuh
O : Asites yang dialami oleh Ny. S berangsur-angsur membaik
A : Masalah kelebihan volume cairan teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

4) Domain 11. Keamanan/ Perlindungan. Kelas 2, Cedera Fisik. Risiko


Perdarahan (00206)
S : Ny. S mampu melakukan pencegahan pada risiko perdarahan
O : Hasil laboratorium Ny. S menunjukkan terjadi peningkatan pada kadar
Hb dan hematokrit ke rentang normal

58
A : Masalah risiko perdarahan teratasi
P : Hentikan intervensi

59
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sirosis hepatis merupakan penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi
dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya
sebagian besar fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis
adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel mast),
regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal.
Perubahan ini menyebabkan hepar kehilangan fungsi dan distorsi strukturnya.
Sirosis hepatis terbagi menjadi 3 jenis, antara lain sirosis Laennec, sirosis
pascanekrotik, dan sirosis biliaris. Sirosis hepatis dapat disebabkan karena
konsumsi alcohol yang berlebih, virus hepatitis B dan C, gangguan
immunologis, dan zat hepatotoksik. Untuk mengetahui seseorang menderita
sirosis hepatis atau tidak, maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan tes
pada fungsi hati. Jika seseorang telah dinyatakan positif sirosis hepatis, maka
perlu dilakukan pemantauan ketat terkait pola gaya hidup dan makanan yang
dikonsumsi agar tidak timbul penyakit lain, seperti perdarahan
gastrointestinal, koma hepatikum, ulkus peptikum, karsinoma hepatosellural,
dan infeksi.

60
Lampiran Review Jurnal

Berikut review jurnal yang disesuaikan dengan intervensi asuhan keperawatan


kasus:
No. Judul Jurnal Review Peran Perawat
1. Syamsiah, Nita, dan Managemen nyeri ini Mendengarkan dengan
Endang Muslihat. 2015. menggunakan pendekatan penuh perhatian,
Pengaruh Terapi multidisiplin yang didalamnya mengkaji intensitas
Relaksasi Autogenik termasuk pendekatan nyeri dan distress,
Terhadap Tingkat Nyeri farmakologikal (termasuk pain merencanakan
Akut Pada Pasien modifiers), non farmakologikal perawatan, memberikan
Abdominal Pain di IGD dan psikologikal. Managemen edukasi tentang nyeri,
RSUD Karawang 2014. nyeri non farmakologikal meningkatkan
Jurnal Ilmu Keperawatan. merupakan upaya-upaya penggunaan teknik
Volume III, No. 1, April mengatasi atau menghilangkan nyeri nonfarmakologi
2015. nyeri dengan menggunakan dan mengevaluasi hasil
pendekatan non farmakologi. yang dicapai.
Upaya-upaya tersebut antara lain
relaksasi, distraksi, massage,
guided imaginary, dll.
Hasil penelitian diberbagai
tempat membuktikan bahwa
terapi tekhnik relaksasi efektif
menurunkan respon nyeri. Studi
pendahuluan terhadap 12
responden dengan diagnosa
Abdominal Pain di IGD RSUD
Karawang menunjukkan
perbedaan penurunan
skala nyeri yang signifikan,
dimana hasil pretest terhadap 12
responden, skala nyeri beragam

61
antara 7 sampai dengan 10,
kemudian 6 responden yang
pertama diberikan terapi standar
dan 6 responden yang kedua
diberikan kombinasi terapi
standar dan tehnik relaksasi.
Kelompok pertama ada
penurunan nyeri setelah setengah
jam pemberian obat analgetik
dengan skala nyeri 6–3,
sedangkan kelompok yang kedua
penurunan skala nyeri rata-rata
dibawah 4, tehnik relaksasi yang
dilakukan adalah membimbing
mengatur posisi yang nyaman,
relaksasi otot-otot dan mengatur
bernafas dalam.
Teknik relaksasi yang
paling sering digunakan yaitu
bernafas dalam dan teknik
distraksi. Dapat disimpulkan
bahwa kombinasi terapi relaksasi
dengan analgetik lebih efektif
menurunkan sekala nyeri pada
pasien dengan abdominal pain.
2. Jafar, Yohanes. 2017. Kombinasi tramadol dan Memberikan terapi
Kombinasi paracetamol merupakan farmakologi yang tepat
Tramadol/Paracetamol kombinasi dosis pasti (fixed terhadap klien terutama
Dosis Tetap sebagai dose) yang diindikasikan untuk dalam mengatasi nyeri
Terapi Multimodal untuk terapi simptomatik rasa nyeri. sesuai dengan pedoman
Mengatasi Nyeri. Jakarta: Kombinasi ini sudah dipasarkan analgesik WHO, dan
CDK-251/ vol. 44 No.4 th. diseluruh dunia. Di Eropa, memonitoring beberapa

62
2017 diindikasikan untuk terapi rasa modalitas terapi.
nyeri derajat sedang hingga berat
pada pasien remaja (>12 tahun)
dan dewasa. Sedangkan di
Amerika, kombinasi ini
direkomendasikan untuk
tatalaksana jangka pendek (≤5
hari) dari nyeri akut pada pasien
dewasa (>16 tahun). Kombinasi
ini mampu memberikan efek
analgesik yang efektif untuk
berbagai nyeri, derajat ringan
hingga derajat berat.
Tramadol tergolong dalam
kelompok opioid, memiliki
analgesik opioid atipikal dan
bekerja secara sentral.
Sedangkan Paracetamol
merupakan suatu derivat aniline
yang memiliki efek analgesik
dan antipiretik, tetapi tidak
memiliki efek antiinflamasi.
Kombinasi
tramadol/paracetamol akan
memiliki mekanisme kerja dari
kedua obat ini yang dapat saling
melengkapi dan memberikan
efek analgesik yang lebih baik.
Efek samping Tramadol sama
seperti opioid lainnya,seperti:
pusing, mengantuk, mual,
konstipasi, berkeringat, pruritus,

63
dan depresi napas (pada dosis
berlebihan). Dosis terapeutik
paracetamol tidak menimbulkan
efek samping.
Pada paruh kedua
pemberian kombinasi dosis obat
ini (37,5 mg tramadol dan 325
mg paracetamol) ditemukan
penurunan rasa nyeri (15,2%)
dan daerah hiperalgesia (41,1%)
yang lebih baik.
Dosis yang
direkomendasikan adalah 2
tablet tramadol/paracetamol
(37,5mg/325 mg) setiap 4 - 6
jam untuk terapi nyeri jangka
pendek (lima hari atau kurang),
maksimum 8 tablet per hari.
Kombinasi obat ini juga
sebaiknya dihindari
penggunaannya bersamaan
dengan obat yang dapat menekan
sistem saraf pusat, alkohol, dan
produk lain yang juga
mengandung paracetamol.
3. Bemeur, Chantal dan Pasien dengan sirosis Perawat perlu
Roger F. Butterworth. hepatis biasanya mengalami memperhatikan porsi
2013. Nutrition in the masalah pada kebutuhan makanan untuk pasien
Management of Cirrhosis nutrisinya. Oleh karena itu perlu sirosis hepatis untuk
and its Neurological adanya perhatian khusus dalam meminimalisir
Complications. Canada: pemberian nutrisi. Secara umum, komplikasi yang
Departement de nutrition, pemberian nutrisi tersebut muncul. Jangan lupa

64
Faculte de medecine, and berfokus pada penekanan agen edukasi kepada
Unite de recherche en hepatotoksik dan pemberian keluarga agar tidak
sciences neurologiques, pasokan makronutrien secara salah dalam
Hopital Saint-Luc optimal, seperti energi, protein, memberikan porsi
(CHUM), Universite de karbohidrat, lemak, vitamin, dan makanan kepada
Montreal, Montreal. mineral. Berikut paparan anggota keluarga yang
rekomendasi porsi nutrisi yang menderita sirosis
diberikan pada pasien sirosis hepatis.
hepatis:
Energi :
 30-50 kkal/kg BB.
Protein :
 1.0-1.8 g/kg BB.
Karbohidrat :
 45-75% dari asupan kalori.
Lemak :
 20-30% dari asupan kalori.
Vitamin :
 Suplemen Vitamin B.
Mineral :
 Suplemen seperti zink,
magnesium, dan selenium.
4. Y. Nakaya et al. 2007. Menguji kelayakan 1. Perawat
BCAA-enriched snack campuran BCAA, dibandingkan menjelaskan kepada
improves nutritional state dengan makanan biasa, pada pasien tentang
of cirrhosis. Japan: pasien dengan sirosis. pemberian
Elsevier. Selanjutnya, campuran BCAA campuran makanan
juga dapat meningkatkan BCAA
keseimbangan nitrogendan kadar dibandingkan
albumin serum pada pasien dengan makanan
dengan sirosis. biasa.
Asam Amino Rantai 2. Perawat secara rutin

65
Cabang (Branched Chain Amino dapat memberikan
Acid/BCAA) diberikan pada instruksi pada setiap
pasien sirosis untuk membantu pasien mengenai
dalam proses penambah energi. asupan energi dan
Kandungan yang terkandung protein yang akan
dalam BCAA yaitu berupa putih diberikan.
telur.Putih telur kaya akan 3. Perawat dapat
albumin yang merupakan melakukan
sumber protein. Kandungan Penilaian awal
protein pada putih telur yang meliputi fisik rutin
tinggi, kaya protein (berbeda danpemeriksaan
dengan kuning telur). laboratorium,
Kandungan protein ini sangat pengukuran
bermanfaat sebagai zat antropometrik,dan
pembangun didalam kuesioner yang
tubuh.Protein yang terdapat di dikelola sendiri
dalam putih telur sangat mudah untuk mengevaluasi
diserap oleh tubuh. asupan
Asam amino rantai cabang makanan,gejala
(branched-chain amino acids / subjektif, dan QOL
BCAA) yang membentuk alanin terkait kesehatan.
melalui proses transaminase. 4. Perawat dapat
Alanin masuk ke dalam siklus mengevaluasi secara
glukosa alanin, menghasilkan langsungefek
glukosa sebagai sumber energi. suplementasi energi
Singkatnya, kerusakan sel hati malam hari dan
akan menurunkan konsentrasi BTR, mengevaluasi
BCAA, karena digunakan suplementasi
sebagai sumber energi. BCAA.
5. Perawat dapat
melakukan evaluasi
pada awal dan di

66
akhir dari darah
pasien, data
biokimia,
keseimbangan
nitrogen, hasil
pernafasan, dan
kualitas hidup
terkait kesehatan
pasien.

5. M. Iwasa et al. 2013. Terapi nutrisi untuk sirosis 1. Perawat dapat


Nutrition therapy using a hati (LC) didasarkan pada melakukan
multidisciplinary team dietkonseling yang bertujuan pemantauan awal
improves survival rates untuk memperbaiki kekurangan nutrisikeadaan
In patients with liver gizi protein (PEM) yang pasien LC oleh ahli
cirrhosis. Japan: Elsevier. disebabkan oleh gangguan gizi dan dengan
metabolisme hati. Pemberian memberikan
rantai amino bercabang asam bimbingan
(BCAA) dapat meningkatkan danpengelolaan
pada tingkat kelangsungan hidup untuk menjaga
pasien dengan LC dan bahwa standar gizi yang
asupan camilan larut malam tepat pada keadaan
(LES) dapat mencegah pagi penyakit pasien.
harikelaparan pada pasien sirosis 2. Perawat dapat
hati. memberikanpenjelas
Tujuan diet sirosis hati ini an kepada pasien
adalah untuk meningkatkan fungsi tentang pentingnya
hati yang tersisa serta mencegah terapi gizi.
katabolisme protein dengan cara
3. Perawat
meningkatkan berat badan dan
menjelaskan tentang
menurunkan komplikasi.
kondisi sebenarnya
Pasien diterapi dengan
dari terapi nutrisi.
spironolactone 200 mg satu kali

67
sehari, furosemida 400 mg dua 4. Perawat juga dapat
kali sehari intravedan memberikan
direncanakanuntuk memberikan instruksi bagaimana
suplementasi BCAA. cara minum obat
Formula enteral dengan asam kepada pasien.
amino rantai cabang (Branched 5. Perawat
Chain Amino Acid/BCAA), yaitu memberikan saran
leusin, isoleusin, dan valin dapat tentang berbagai
digunakan. Contoh menu diet aspek kehidupan
hati I dan diet rendah garam 1 sehari-hari, seperti,
dengan penambahan formula pada persiapan
enteral BCAA. Bila terdapat makanan terapeutik
asites, pemberian cairan dan makanan
maksimal 1 liter/hari. Makanan ringan.
parenteral berupa cairan glukosa 6. Perawat
juga diberikan untuk menambah memberikan
kandungan energi. dukungan kepada
Didalam BCAA terdapat pasien yang
kandungan putih telur yang juga diperlukan untuk
sangat bermanfaat untuk menjalani terapi.
mengurangi nafsu makan
sehingga dapat membantu proses
diet.
Terapi nutrisi yang
adekuat akan memperbaiki status
nutrisi pasien. BCAA
merupakan asam amino esensial
yang terdiri dari leusin,
isoleusin, dan valin, yang banyak
terkandung dalam susu, produk
susu, dan makanan nabati.

68
6. Made Adi Suryadarma. Terapi sirosis hati 1. Memberikan
Manajemen Sirosis tergantung pada derajat edukasi pada klien
Hepatis dengan Varises komplikasi kegagalan hati dan untuk diiet rendah
Esofagus: Sebuah Laporan hipertensi portal. Pasien dalam garam dan
Kasus. Bali: Fakultas keadaan kompensasi hati yang memonitor total
Kedokteran Universitas cukup baik memerlukan istirahat cairan yang mask
Udayana. yang cukup, makanan yang dan keluar dapat
adekuat dan seimbang. Protein memberbaiki angka
diberikan dengan jumlah 1- terjadinya serosis.
1,5g/kg BB. Lemak antara 30% - 2. Memberikan diit
40 % jumlah kalori dan sisanya lunak tinggi protein
adalah hidrat arang. Bila timbul kepada klien untuk
tanda-tanda ensefalopati jumlah menjaga keadaan
protein diturunkan. klien tetap baik.
Untuk asites diberikan diit
rendah garam 0,5g/hari dan total
cairan 1,5lt/hari. Spironolakton
(diure tik bekerja pada tubulus
distal) dimulai dengan dosis 4 x
25mg/hari dinaikkan sampai
total dosis 800 mg/hari. Bila
perlu dikombinasi dengan
furosemide dengan dosis 20
mg/hari dengan dosis maksimum
120 mg/hari.
Perdarahan varises
esofagus (hematemesis,
hematemesis dengan melena
atau melena saja). Pasien dirawat
di rumah sakit sebagai kasus
perdarahan saluran cerna atas.
Pertama dilakukan pemasangan

69
NGT tube untuk mengetahui
apakah perdarahan berasal dari
saluran cerna, disamping
melakukan aspirasi cairan
lambung yang berisi darah dan
untuk mengetahui apakah
perdarahan sudah berhenti atau
belum.
Pemberian diit lunak
tinggi protein ditujukan untuk
menjaga keadaan umum pasien
tetap baik, dimana kita ketahui
bahwa terjadi gangguan
pembentukan protein pada
penderita sirosis hati. Diit rendah
garam sangat penting karena
kadar Na pada tubuh penderita
sirosis hati cukup tinggi. Seperti
yang diketahui bahwa pada
penderita sirosis hati terjadi
aktivasi sistem aldosteron yang
menyebabkan retensi garam dan
teijadi aktivasi angiotensin yang
menyebabkanpenurunankecepata
nfiltrasi penurun kecepatan
filtrasi glomerulus dan
meningkatkan reabsorbsi garam
pada tubulus proksimal, yang
pada akhirnya mengakibatkan
retensi garam.
7. Zahra A.Amin, et. al. Sebuah studi praklinis 1. Perawat dapat
2012. Protective Role of dilakukan untuk menentukan mengedukaiskan
kepada klien

70
Phyllanthus niruri Extract apakah ekstrak dari Phyllanthus mengenai manfaat
against Thioacetamide- niruri (PN) memainkan peran dari ekstrak PN
untuk pengobatan
Induced Liver Cirrhosis in protektif terhadap sirosis hati
sirosis hepatis.
RatModel. Malaysia: diinduksi oleh thioacetamide 2. Memonitor kondisi
Hindawi Publishing (TAA) pada tikus. Awalnya, klien selama
pelaksananan
Corporation. toksisitas akut diuji dan hasilnya
pengobatan dengan
menunjukkan bahwa ekstraknya ekstrak PN.
tidak berbahaya saat dioleskan
ke tikus sehat.
Selanjutnya, efek
terapeutik ekstrak diteliti dengan
menggunakan lima kelompok
tikus: kontrol, TAA, silymarin,
dan kelompok dosis rendah dan
dosis rendah. Perbedaan yang
signifikan diamati antara
kelompok TAA dan yang
lainnya kelompok mengenai
berat badan dan hati, parameter
biokimia hati, kapasitas
antioksidan total, peroksidasi
lipid, dan oksidatif tingkat enzim
stres. Visualisasi kasar
menunjukkan butiran kasar di
permukaan hati tikus
hepatotoksik, berbeda dengan
permukaan halus di hati tikus
silymarin dan PN-treated.
Analisis histopatologis
menunjukkan nekrosis, infiltrasi
limfosit di daerah centrilobular,
dan proliferasi jaringan ikat

71
fibrosa di hati tikus
hepatotoksik. Tapi, hati dari
Tikus yang diobati memiliki
radang yang relatif minimal dan
arsitektur lobular normal.
Silymarin dan PN treatments
secara efektif mengembalikan
pengukuran ini mendekati
tingkat normal mereka.
Perkembangan sirosis hati yang
disebabkan oleh TAA pada tikus
dapat diintervensi menggunakan
ekstrak PN dan efek ini
sebanding dengan silymarin.
Semua pengamatan
dilakukan dan pengukuran
dikumpulkan di penelitian ini
memberikan bukti awal
perkembangannya. Sirosis hati
yang diinduksi oleh TAA pada
tikus dapat diintervensi
menggunakan ekstrak PN.
Secara khusus, ekstrak alami ini
memiliki kekuatan untuk
melindungi hati dengan
mencegah dari kejadian
berbahaya yang terkait dengan
toksisitas TAA yang diambil.
8. Guadalupe Garcia-Tsao, Sirosis merupakan tahap Perawat harus paham
MD 1, 2, Joseph Lim, MD akhir dari setiap penyakit hati bagaimana proses
1,2 and Members of the kronis. Hepatitis C dan alkohol terjadinya penyakit.
Veterans Aff airs Hepatitis saat ini menjadi penyebab utama Dengan mengetahui

72
C Resource Center sirosis di Amerika Serikat. Dua perawat dapat
Program. 2009. hasil sindrom utama dari sirosis, memberikan intervensi
Management and yaitu hipertensi portal dan hepar dengan tepat.
Treatment of Patients With hati insuffisiensi ketergantungan.
Cirrhosis and Portal Pasien dengan sirosis
Hypertension: kompensasi tidak mengalami
Recommendations From ikterus dan belum berkembang
the Department of asites, ensefalopati, atau varises
Veterans Affairs Hepatitis pendarahan. Ada dua tujuan
C Resource Center dalam pengelolaan sirosis
Program and the National kompensasi adalah pengobatan
Hepatitis C Program. The penyakit hati yang mendasarinya
American Journal of (misalnya hepatitis C atau B,
GASTROENTEROLOGY alkohol, steatohepatitis non-
. alkohol) dan pencegahan.
Rekomendasi utama
khusus untuk pasien dengan
sirosis yang baru di diagnosis
adalah skrining untuk varises
dan EGD. EGD adalah untuk
mendeteksi adanya/ukuran
varises untuk menentukan
apakah pasien harus mendapat
terapi untuk pencegahannya
perdarahan varises pertama.
Salah satu langkah pencegahan
utama pasien dengan sirosis
kompensasi adalah pencegahan
perdarahan varises pertama.
Intervensi untuk SH dengan
etiologi Hepatitis virus C yaitu
dengan memberikan kombinasi

73
interferon dengan ribavirin
merupakan terapi standar.
Interferon diberikan secara
suntikan subkutan dengan dosis
5 MIU tiga kali seminggu dan
dikombinasi ribavirin 800-1000
mg/hari selama 6 bulan.
9. R, Putra. 2014. A 50 Komplikasi seperti Perawat harus dapat
YEARS OLD MAN WITH adanya asites, riwayat memberikan edukasi
CIRRHOSIS HEPATIS hematemesis dan melena kepada pasien terkait
DEKOMPENSATA : menandakan bahwa SH pada pengobatan-pengobatan
CASE REPORT. pasien telah memasuki fase apa saja yang akan
Universitas Lampung: dekompensasi. Pengobatan diberikan. Perawat juga
Faculty of Medicine. definitive pada pasien dengan perlu memonitor proses
sirosis dekompensata ialah pengobatan untuk
dengan transplantasi liver. Tanpa meningkatkan
transplantasi, pengobatan hanya kepatuhan pasien
paliatif, yaitu untuk mengurangi terhadap pengobatan
gejala subjektif. Pasien dirawat yang dijalani.
dengan tatalaksana pemberian
diet kalori sebanyak 2000-
3000kkal/hari dan diet protein
dapat diberikan 1gr/kgBB.
Pembatasan garam dapat
dilakukan pada pasien sirosis
terutama bila pasien mengalami
edema dan asites. Hal ini
dilakukan karena pada pasien
dengan sirosis hati, kemampuan
untuk mengekskresi natrium
menurun. Selain diet, pemberian
terapi pada pasien sirosis

74
dilakukan sesuai dengan
keluhan. Pada pasien dengan
keluhan mual, diberikan
Ranitidin 50mg/12 jam untuk
meredakan keluhan mual.

Pasien dengan asites harus


melakukan tirah baring dan
terapi diawali dengan diet rendah
garam disertai pemberian
diuretik. Konsumsi garam
sebaiknya sebanyak 5,2gr atau
90mmol/hari. Diuretik yang
diberikan awalnya dapat dipilih
spironolakton dengan dosis 100-
200 mg sekali/hari. Respon
diuretic dapat dimonitor dengan
penurunan berat badan
0,5kg/hari tanpa edema kaki atau
1kg/hari dengan edema kaki.
Apabila pemberian
spironolakton tidak adekuat
dapat diberikan kombinasi
berupa furosemid dengan dosis
20-40mg/hari dan dapat
ditambah hingga dosis maksimal
160mg/hari. Parasentesis dalam
jumlah besar/ large volume
paracentesis (LVP) adalah
pilihan pertama untuk
penatalaksanaan asites grade III.

75
Menurut beberapa penelitian,
LVP ditambah dengan
pemberian albumin memiliki
hasil yang lebih baik dibanding
pemberian diuretik dengan
restriksi garam.
10. Firyanto W, Felix.2011. Terapi farmakologis Seorang perawat harus
Pencegahan Perdarahan kombinasi (penghambat ß bisa menjadi educator
Berulang pada Pasien nonselektif ditambah nitrat) atau bagi pasien maupun
Sirosis Hati. Jakarta. J kombinasi ligasi varises keluarga karena sangat
Indon Med Assoc, Vol. 61, endoskopi ditambah terapi obat penting bagi pasien
No. 10 jika dibandingkan dalam suatu maupun keluarga untuk
randomized controlled trial, mengetahui penyakit
hasilnya menunjukkan adanya yang dideritanya. Maka
penurunan perdarahan berulang dari itu, perawat harus
varises yang bermakna pada mengerti apa itu sirosis
kombinasi tersebut dibandingkan hepatis serta factor
terapi obat saja. resiko apa saja yang
Panduan dari American dapat membahayakan
Association for the Study of keselamatan pasien.
Liver Diseases dan American Disamping itu, educator
College of Gastroenterology dari perawat sangat
yang diterbitkan dalam diperlukan agar pasien
Hepatology dan American patuh terhadap terapi
Journal of Gastroenterology yang diberikan serta
merekomendasikan terapi untuk pasien mengetahui hal
mencegah perdarahan varises apa saja yang harus
berulang pada pasien sirosis hati memerlukan perawatan
yang telah mengalami segera atau tindakan
perdarahan VGE yaitu emergensi.
kombinasi penghambat ß
nonselektif ditambah ligasi

76
varises dimana penghambat ß
nonselektif perlu disesuaikan
untuk dosis maksimal yang dapat
ditoleransi. Ligasi varises
sebaiknya diulang setiap 1-2
minggu sampai varises hilang
dengan pemeriksaan endoskopi
dan kembali dilakukan 1-3 bulan
setelah varises hilang serta setiap
6-12 bulan untuk memantau
terjadinya varises berulang.
Rekomendasi di atas berlaku
untuk mencegah perdarahan
berulang pada pasien yang
belum mendapat profilaksis
primer sebelumnya. Jika
profilaksis primer menggunakan
penghambat ß dengan dosis yang
sesuai gagal, penghambat ß tidak
boleh dilanjutkan sebagai terapi
tunggal dan ligasi varises
sebaiknya dilakukan. Jika dosis
penghambat ß tidak sesuai,
optimalisasi dosis atau ligasi
varises dapat dilakukan. Bila
ligasi gagal sebagai profilaksis,
TIPS dapat menjadi pilihan
berikutnya.

77
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Destiana. 2013. Karya Ilmiah Akhir: Analisis Praktik Klinik


Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien dengan Sirosis
Hepatis di Ruang PU 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Jakarta Pusat. Depok: Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Keperawatan,
Program Studi Ners. Baradero, Mary. 2008. Klien Gangguan Hati: Seri
Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Baradero, M., Wilfrid Dayrit, Yakobus Siswadi., 2008. Klien Gangguan
Kardiovaskular. Jakarta: EGC.
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan
Manajemen. Jakarta; ECG.
Burroughs, A. K., Dooley, J. H., Heathcoke,E.J., Lok,A.S.F. 2011. Sherlock’s
diseases of the liver and biliary system, 12th Edition. UK: Blackwell
Publishing Ltd.
Gunawan, S.G, dkk. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: FK UI.
http://eprints.undip.ac.id/44847/3/BAB_2.pdf diakses pada 28 Agustus 2017
pukul 14.15 WIB.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351501-PR-Destiana%20Agustin.pdf diakses
pada 28 Agustus 2017.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/31644/Chapter%20II.pdf?
sequence=4 diakses pada 28 Agustus 14.21 WIB.
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-94791-Kep%20Endokrin-
Askep%20Serosis%20Hepatis.html#popup
http://www.academia.edu/10230145/PEMERIKSAAN_DIAGNOSTIK_PADA_S
IROSIS_HEPATIS diakses pada 29 Agustus 2017 pukul 14:12 WIB.
Juffrie, M et al. 2012. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1, Cetakan
Ketiga. UKK-Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
Mary Baradero, S.M., Mary Wilfrid Dayrit, S.M., & Yakobus Siswadi, M. 2008.
Klien Gangguan Hati : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Meutia, Putri. 2014. Karya Ilmiah Akhir: Analisis Praktik Klinik Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Klien Sirosis Hepatis di Ruang

78
Rawat Penyakit Dalam Melati Atas RSP Persahabatan Jakarta. Depok:
Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Keperawatan, Program Profesi Ners.
Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto. (2008). Buku saku dasar patologis penyakit
Robbins & Cotran. (Andry Hartono: Penerjemah). Jakarta: EGC.
Nurarif & Kusuma. 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba
Medika.
Nurachmah, Elly., Rida Angriani. 2011. Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi.
Jakarta: Salemba Medika.
Nurdjanah S. Sirosis hati. Dalam: Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, et al, editor.
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2007.
Price, Sylvia A., Wilson, Lorranine M., 2005. Patofisiologi: Prinsip-prinsip klinis
proses penyakit. Jakarta: EGC.
R, Putra. 2014. A 50 YEARS OLD MAN WITH CIRRHOSIS HEPATIS
DEKOMPENSATA : CASE REPORT. Universitas Lampung: Faculty of
Medicine.
R. D. Kandou Manado Periode Agustus 2012 – Agustus 2014. Jakarta: Jurnal e-
Clinic (eCl). Vol.3 , No.1
Rifqiawati, Ika dan El-hisani, Annah. 2011. Bukupintar Tubuh Manusia.
Jogjakarta: Harmoni.
Sloane, Ethel. 2012. Anatomi dn fisiologi untuk pemula. Jakarta: ECG.
Sudoyo, A. W. (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Departemen ilmu
penyakit dalam FKUI.

79

Anda mungkin juga menyukai