Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II


Tentang Nefrolitiasis

Disusun Oleh :
1. Oktafia Ananda Putri (C1021117)
2. Putri Naya Sabila (C1021118)
3. Ulifiya Nur Baeti (C1021134)
4. Mohammad Irfan (C1021135)
5. Iis Dahlia (C1021150)
6. Fitria Amaliyah (C1021151)
7. Dwi Rizqi Febriansyah (C1021163)

Dosen Pengampu : Ns. Eka Diana Permatasari, S.Kep., M.Kep

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Bhakti


Mandala Husada Slawi Tahun Pelajaran 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT.Yang telah memberikan


rahmat dan hidayah Nya kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Nefrolitiasis”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II di Universitas Bhakti
Mandala Husada Slawi. Dalam penulisan makalah ini, kami mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini. Meskipun telah berusaha dengan segenap kemampuan, namun kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna sehingga
kritik, koreksi dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakan makalah kami
senjutnya senantiasa akan kami terima dengan tangan terbuka.
Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Eka Diana
Permatasari, S.Kep., M.Kep. selaku dosen yang telah memberikan serta
membimbing kami untuk tugas makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kelompok kami maupun kepada pembaca umumnya.

Tegal, 2 Oktober 2022


Penyusun

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I .......................................................................................................................1
PENDAHULUAN ....................................................................................................1
A. Latar Belakang ....................................................................................................1
B. Tujuan ..................................................................................................................2
BAB II ......................................................................................................................3
TINJAUAN TEORI .................................................................................................3
A. Definisi ................................................................................................................3
B. Etiologi ................................................................................................................3
C. Manifestasi Klinis ................................................................................................4
D. Patofisiologi dan Pathways .................................................................................5
E. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................................2
F. Komplikasi ...........................................................................................................2
G. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan) ........................................................3
BAB III .....................................................................................................................5
ASUHAN KEPERAWATAN ..................................................................................5
a. Pengkajian ............................................................................................................5
b. Analisa Data .......................................................................................................11
c. Diagnosa Keperawatan .......................................................................................14
C. Intervensi Keperawatan .....................................................................................15
BAB IV ..................................................................................................................20
JURNAL ILMIAH .................................................................................................20
A. Judul ..................................................................................................................20
B. Tujuan Penelitian ...............................................................................................20

iii
C. Metode ...............................................................................................................20
D. Hasil dan Pembahasan .......................................................................................21
BAB V ....................................................................................................................27
PENUTUP ..............................................................................................................27
A. Kesimpulan ........................................................................................................27
B. Saran ..................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................29

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan
melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh. Aktivitas sistem
perkemihan dilakukan secara hati-hati untuk menjaga komposisi darah dalam
batas yang bisa diterima. Setiap adanya gangguan dari fisiologis di atas akan
memberikan dampak yang fatal (Muttaqin, Arif & Kumala Sari. 2011 : 2).
Batu ginjal terbentuk saat urin mengandung lebih banyak zat pembentuk
kristal, seperti kalsium, oksalat, dan asam urat, sehingga sulit untuk
dihancurkan oleh cairan dalam urin. Pada saat yang sama, urin mungkin
kekurangan zat yang mencegah kristal saling menempel, sehingga menciptakan
tempat yang ideal untuk pembentukan batu ginjal.
Sementara itu, batu ginjal tidak akan selalu menetap di dalam organ ginjal
alias bisa berpindah tempat. Jika ukurannya cenderung besar, batu ginjal akan
cukup sulit untuk berpindah sehingga memicu terjadinya iritasi pada saluran
kemih. Apabila kondisi tersebut bisa diketahui dan ditangani sejak awal, risiko
terjadinya kerusakan fungsi ginjal secara permanen pun bisa dihindari.
Di Amerika Serikat 5-10% penduduk menderita penyakit ini, sedangkan di
seluruh dunia rata-rata ada 1- 2% penduduk. Penyakit ini merupakan tiga
penyakit paling umum di bidang urologi selain infeksi saluran kemih dan
pembesaran prostat. Penyakit batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang
signifikan, baik di Indonesia maupun di dunia. Prevalensi penyakit batu
diperkirakan 13% pada pria dewasa dan 7% pada wanita dengan usia dewasa
dari dekade ketiga hingga keempat.
Batu ginjal menyebabkan obstruksi pada ginjal sehingga menjadi
hidronefrosis, lalu apabila hidronefrosis tidak ditangani maka akan terjadi
komplikasi-komplikasi, diantaranya adalah gagal ginjal, infeksi, hidronefrosis,

1
avaskuler ischemia yang akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal serta akan
mengakibatkan ancaman kematian bagi penderita.
Edukasi dan promosi kesehatan terkait penyakit batu ginjal yang utama
adalah mengenai perubahan gaya hidup. Misalkan dengan menyarankan
kepada pasien untuk memperbanyak minum air putih, minimal 2,5–3 liter
sehari (setara 8 gelas per hari) atau hingga urine berwarna jernih. Selain itu,
sampaikan bahwa aktivitas fisik ringan-sedang 150 menit per minggu dapat
membantu meningkatkan status kesehatan secara umum, mencegah
terbentuknya batu ginjal, dan membantu mengeluarkan batu ginjal bila sudah
terbentuk. Selain itu juga, anjurkan kepada pasien untuk menghindari minuman
bersoda, mengurangi konsumsi kopi dan teh, dan menjalani diet rendah garam.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini dibedakan menjadi 2 tujuan yaitu, tujuan
umum dan khusus :
1. Tujuan Umum:
Untuk mengetahui dan menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit Nefrolitiasis (Gagal Ginjal).
2. Tujuan Khusus:
a. Mengidentifikasi data hasil pengkajian pada pasien dengan penyakit
Nefrolitiasis (Gagal Ginjal)
b. Mengidentifikasi perumusan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan penyakit Nefrolitiasis (Gagal Ginjal)
c. Mengindentifikasi penggunaan rencana keperawatan pada pasien
dengan penyakit Nefrolitiasis (Gagal Ginjal).

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Batu ginjal atau dalam bahasa medis disebut sebagai nefrolitiasis adalah
terdapatnya batu pada ginjal akibat kristalisasi berbagai mineral atau garam
dalam urin. Selain di ginjal, batu juga dapat terbentuk di seluruh bagian saluran
kemih seperti kandung kemih, ureter (saluran yang menghubungkan ginjal dan
kandung kemih) dan uretra (saluran yang mengalirkan urin dari kandung
kemih).
Batu dapat keluar dari tubuh Anda secara spontan saat Anda buang air kecil
namun terkadang batu tersangkut di saluran kemih, menghalangi aliran normal
urin, dan menyebabkan nyeri. Kemungkinan seseorang mengalami batu ginjal
dalam hidup adalah sebesar 5-10% dan sebagian besar dari penderita akan
mengalami batu berulang. Batu ginjal terjadi paling banyak pada usia 20-49
tahun dan jarang terjadi pada anak-anak maupun dewasa muda. Laki-laki lebih
banyak mengaami batu ginjal dibanding perempuan, meskipun beberapa tahun
belakangan ini, perbedaannya proporsi antar keduanya semakin sedikit.

B. Etiologi
Etiologi dari nefrolitiasis sangat beragam, dapat dibagi menjadi penyebab
metabolik atau infeksius serta obat-obatan. Etiologi tersering dari batu ginjal
adalah hiperkalsiuria (kadar kalsium yang tinggi dalam urine), namun dapat
pula disebabkan oleh kelainan metabolik lainnya seperti hiperoksaluria,
hiperurikosuria, hipositraturia, sistinuria, dan sebagainya. Patogenesis
terbentuknya batu bergantung pada etiologinya.
Batu ginjal dapat terbentuk akibat saturasi berlebih mineral pembentuk batu
pada urine. Hal ini dapat dipicu oleh volume urine yang rendah atau karena
kadar mineral yang tinggi, sehingga mengkristal dan membentuk batu. Namun

3
sebaliknya, kadar sitrat yang rendah justru dapat meningkatkan risiko batu
ginjal. Hal ini disebabkan karena sifat sitrat yang dapat berperan sebagai
penghambat agregasi batu.
Infeksi saluran kemih oleh bakteri yang dapat memproduksi enzim urease
juga dapat memicu pembentukan batu ginjal, disebut dengan batu struvit.
Urease dapat memecah urea menjadi amonia dan karbon dioksida, sehingga pH
urine juga mengalami peningkatan (>7,2). Keadaan ini menjadi kondisi yang
ideal untuk memicu kristalisasi magnesium amonium fosfat dan karbonat
apatit, komponen dari batu struvit.
Beberapa obat-obatan dapat mengubah komposisi urine ataupun memiliki
metabolit yang dapat mengkristal dalam urine, sehingga memicu pembentukan
batu ginjal. Contoh obat-obatan yang dapat meningkatkan risiko batu ginjal
adalah allopurinol, amoksisilin, asetazolamid, dan sebagainya.

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari Nefrolitiasis diantaranya sebagai berikut:
a. Nyeri dan pegal didaerah pinggang: lokasinya tergantung dimana
terbentuknya batu tersebut
b. Hematuria: darah berwarna keruh dari ginjal, dapat terjadi karena cedera
yang disebabkan oleh batu atau kolik.
c. Penyumbatan: batu yang menghalangi aliran kencing akan menyebabkan
kontaminasi saluran kemih Indikasi: demam dan menggigil
d. Batu ginjal menyebabkan peningkatan faktor tekanan hidrostatik dan
distensi pelvis ginjal dan ureter proksimal yang menyebabkan kolik
e. Gejala gastrointestinal termasuk sakit, memuntahkan, dan kelonggaran
usus.

4
D. Patofisiologi dan Pathways
Patofisiologi
Patogenesis gagal ginjal kronik melibatkan penurunan dan
kerusakan nefron yang diikuti kehilangan fungsi ginjal yang progresif.
Total laju filtrasi glomerulus (LFG) menurun dan klirens menurun, BUN
dan kreatinin meningkat. Nefron yang masih tersisa mengalami hipertrofi
akibat usaha menyaring jumlah cairan yang lebih banyak. Akibatnya,
ginjal kehilangan kemampuan memekatkan urine. Tahapan untuk
melanjutkan ekskresi, sejumlah besar urine dikeluarkan, yang
menyebabkan klien mengalami kekurangan cairan. Tubulus secara
bertahap kehilangan kemampuan menyerap elektrolit. Biasanya, urine
yang dibuang mengandung banyak sodium sehingga terjadi poliuri
(Veronika, 2017).
Pada gagal ginjal kronik, fungsi ginjal menurun secara drastis yang
berasal dari nefron. Insifisiensi dari ginjal tersebut sekitar 20% sampai
50% dalam hal GFR (Glomerular Filtration Rate). Pada penurunan fungsi
rata-rata 50% , biasanya muncul tanda dan gejala azotemia sedang, poliuri,
nokturia, hipertensi dan sesekali terjadi anemia. Selain itu, selama terjadi
kegagalan fungsi ginjal maka keseimbangan cairan dan elektrolit pun
terganggu. Pada hakikatnya tanda dan gejala gagal ginjal kronis hampir
sama dengan gagal ginjal akut, namun awitan waktunya saja yang
membedakan. Perjalanan dari gagal ginjal kronis membawa dampak yang
sistemik terhadap seluruh sistem tubuh dan sering mengakibatkan
komplikasi.

5
Pathways

Infeksi saluran kemih, gangguan metabolisme


(hiperparotiroidisme, hiperuresemia, hiperkalsuria),
dehidarsi, benda asing, jaringan mati, inflamasi
usus, masukan vitamin D.

Pengendapan garam mineral.


Mengubah Ph urin dari asam Infeksi
menjadi alkalis

Pembentukan batu ginjal


(Nefrolitiasis)

Obstruksi / penyumbatan
di ginjal

Peningkatan distensi
abdomen

Inflamasi / Keinginan BAK


peradangan

Penyumbatan
Rangsangan terhadap mediator
Uretra
resepsi nyeri

Volume urin
Persepsi nyeri
menurun

Nyeri akut Retensi Urin

1
E. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan literatur diagnosis nefrolitiasis dapat dipastikan melalui
beberapa tes seperti:
1. Kimia darah dan tes urine 24 jam untuk mengukur kadar kalsium, asam
urat, kreatinin, natrium, pH dan volume total.
2. Analisis kimia dilakukan untuk mengetahui komposisi batuan.
3. Kultur urin dilakukan untuk mengidentifikasi keberadaan bakteri dalam
urin (bakteriuria).
4. Foto polos abdomen. Foto polos abdomen merupakan modalitas pencitraan
radiologi non-invasif pada abdomen dengan menggunakan xray. Foto polos
abdomen digunakan dalam penilaian organ abdomen, seperti saluran
pencernaan, ginjal, dinding abdomen, dan tulang.
5. Pyelografi Intravena (IVP). IVP adalah prosedur standar untuk
menggambarkan batu saluran kemih.
6. Ultrasonografi (USG). Ultrasonografi sangat terbatas dalam mendiagnosis
batu dan merupakan penatalaksanaan nefrolitiasis.

F. Komplikasi
Komplikasi dari penyakit batu ginjal bisa terjadi ketika ukuran dari batu
ginjal semakin bertambah besar. Hal tersebut bisa mengakibatkan
terhambatnya aliran urine. Selain itu, kondisi ini juga sangat mungkin memicu
terjadinya infeksi maupun kerusakan pada ginjal secara permanen atau
penyakit ginjal kronis.
Akan tetapi, pengobatan yang ditujukan untuk meringankan kondisi batu
ginjal, terlebih dengan ukuran besar juga bisa menimbulkan beberapa
komplikasi, antara lain: Cedera pada bagian ureter
• Terjadinya perdarahan
• Infeksi yang menyebar ke bagian tubuh lain melalui aliran darah atau
bakteremia

2
Apabila pengidap pernah terserang penyakit batu ginjal sebelumnya, maka
risiko terjadinya kekambuhan menjadi lebih besar. Beberapa faktor yang
memicu terjadinya kekambuhan batu ginjal antara lain:
• Terlalu banyak konsumsi makanan dengan kandungan protein dan lebih
sedikit mengonsumsi makanan dengan kandungan serat.
• Hanya mempunya satu ginjal yang masih dapat berfungsi dengan baik.
• Pernah mengidap beberapa jenis infeksi yang memiliki kaitan dengan ginjal
atau saluran kemih.
• Adanya kondisi penyakit batu ginjal dalam keluarga.
• Pernah menjalani prosedur pembedahan pada bagian sistem pencernaan.
• Mengonsumsi suplemen dengan kandungan kalsium secara rutin.
• Mengonsumsi obat antasida, aspirin, antikejang, diuretik, dan obat yang
berfungsi untuk HIV.

G. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)


a. Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL)
Ia bekerja dengan memanfaatkan gelombang kejut yang dibuat di
luar tubuh untuk menghancurkan batu di dalam tubuh. Batu tersebut akan
dipisahkan menjadi potongan-potongan kecil dengan tujuan agar tidak
sulit untuk melalui saluran kemih yang banyak. Kegiatan ini sangat efektif
untuk batu diperkirakan sedang dan sedang.
b. Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)
Salah satu strategi endurologi untuk menghilangkan batu di ginjal
adalah dengan menyematkan endoskopi ke dalam kelopak melalui sayatan
kulit. Batu tersebut kemudian dikeluarkan dan kemudian dipisahkan
menjadi bagian-bagian kecil. Strategi ini disarankan sebagai pengobatan
penting untuk batu ginjal yang berukuran> 20mm.
c. Ureterorenoscopy (URS) Flexible
Ini adalah teknik untuk menganalisis saluran kencing dengan
menggunakan alat yang dipasang melalui tempat kencing ke dalam ureter

3
dan kemudian batu pecah dengan gelombang pneumatik. Bagian batu akan
keluar bersama kencing.
d. Tindakan Operasi Terbuka atau bedah Laparaskopi
Laparoskopi atau operasi lubang kunci ialah tindakan bedah
minimal invasif yang dilakukan dengan cara membuat lubang kecil di
dinding perut. Laparoskopi dikerjakan dengan menggunakan alat berbentuk
tabung tipis. Prosedur medis terbuka terdiri dari pyelolithotomy atau
nephrolithotomy untuk menghilangkan batu di bagian ginjal.
e. Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM)
Perawatan klinis ini difokuskan pada kasus batu yang ukurannya
masih di bawah 5mm. Ini juga dapat diberikan kepada pasien yang tidak
memiliki tanda-tanda keluarnya batu yang dinamis. Pengobatan sedang
terdiri dari memperluas penerimaan minum dan mengatur diuretik;
organisasi nifedipine atau spesialis alpha-blocker, misalnya tamsulosin,
manajemen rasa nyeri terutama di kolik, dapat dibudidayakan dengan
mengelola simpatolitik, atau antiprostaglandin, analgesik; pengamatan
intermiten secara berkala selama sekitar satu setengah bulan untuk
mensurvei posisi batu dan tingkat hidronefrosis. (Aslim et al., 2014).

4
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Tn.A
Umur : 40 tahun
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Tinggi/Berat Badan : 170 cm/65 kg
Alamat : Jl. Nanas No.20 Kota Tegal
Orang yang mudah dihubungi : Ny.S
Hubungan dengan klien : Istri
Tanggal Masuk RS : 1 Oktober 2022
Diagnosa Medis : Nefrolitiasis (Batu Ginjal)
No. RM : 231168
b. Keluhan Utama
Pasien mengalami keluhan sering BAK tetapi sedikit (tersendat) sejak 2
hari yang lalu.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
2 hari yang lalu pasien mengeluh kesulitan untuk BAK karena terasa nyeri
pada bagian uretra. Selain itu, pasien juga mengeluh sakit bagian perut
bawah dan pinggang sampai di RS Bhamada saat ini.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Dahulu, pasien mengatakan sering menahan dan menunda saat ingin BAK.
Pasien juga sering mengkonsumsi kopi dan kurang minum air putih.
e. Riwayat Penyakit Keluarga

5
Pihak keluarga mengatakan bahwa tidak ada riwayat penyakit yang
berhubungan dengan penyakit pasien sekarang (Nefrolitiasis).
f. Riwayat Lingkungan
Kondisi lingkungan sekitar tempat tinggal pasien masih tergolong bersih
dan terawat.
g. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan sering mengkonsumsi kopi, minuman bersoda dan
berwarna.
2) Pola Aktivitas dan Latihan
• Sebelum sakit
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian/Berdandan
Mobilisasi di tempat tidur
Pindah
Ambulasi
Makan/minum

• Setelah sakit
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian/Berdandan
Mobilisasi di tempat tidur
Pindah
Ambulasi
Makan/minum

3) Pola Nutrisi dan Metabolic Sebelum sakit :

6
Pasien makan dengan teratur 3x sehari dan minum kopi 3-4 gelas
dalam sehari
Saat sakit:
Pasien makan dengan teratur 3 sehari, namun sudah tidak
mengkonsumsi kopi tetapi mengkonsumsi air putih sebanyak 3-5
gelas dalam sehari.
4) Pola Eliminasi
• Sebelum sakit:
Pasien mengatakan BAK 2 kali sehari dengan warna urin kuning
jernih dan baunya khas serta BAB 1-2 kali sehari.
• Saat sakit:
Pasien mengatakan BAK 8-10 kali sehari dengan frekuensi urin
sedikit, warna urin keruh dan baunya menyengat. Sedangkan BAB
nya masih normal.
5) Pola Istirahat dan Tidur
• Sebelum sakit:
Pasien mengatakan kebutuhan tidurnya normal yaitu 8 jam dalam
sehari.
• Saat sakit
Pasien mengatakan kebutuhan tidurnya terganggu/sering terbangun
untuk BAK.
6) Pola Sensori dan Kognitif
• Sebelum sakit
Pasien masih sadar, dapat berkomunikasi dengan baik, dan panca
indera normal.
• Saat sakit
Pasien mengatakan sedikit tergantung komunikasi nya pada saat rasa
nyeri timbul.
7) Pola Peran dan Hubungan
Pasien merupakan kepala keluarga yang memiliki 1 istri 2 anak. Selain
itu, hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat masih tergolong
baik.

7
8) Pola Toleransi dan Koping terhadap stress
Pasien mengatakan jika ada masalah bisa berbicara dengan
keluarganya, tidak ada masalah keuangan, kekerasan dalam rumah
tangga, dan tidak pernah meengalami kehilangan atau perubahan yang
signifikan.
9) Persepsi Diri/Konsep diri
• Sebelum sakit : Pasien mengatakan ingin sembuh dari penyakitnya.
• Saat sakit : Pasien tidak malu dengan penyakitnya pasien ingin
sembuh dan berkumpul dengan keluarganya.
10) Pola Seksual dan Reproduksi
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit
yang mengganggu fungsi seksual.
11) Pola Nilai dan Keyakinan
Pasien beragama islam sebelum sakit pasien melakukan ibadah di
masjid maupun di rumah. Saat sakit pasien mengatakan selalu berdoa
kepada Allah swt supaya diberi kesembuhan.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Survey umum:
- Keadaan umum: Lemah/Lesu -
Kesadaran: Compos mentis (Normal)
- Tanda-tanda Vital:
TD : 120/80 mmHg
RR : 18 kali/menit
Nadi : 88 kali/menit
Suhu: 36.6 C̊
- Antropometri: IMT
: 22,49
2) Kulit, Rambut, Kuku -
Kulit
Warna kulit sawo matang, tidak ada luka/lesi.
- Rambut
Rambut berwarna hitam, lurus, sedikit berminyak/lepek.
8
- Kuku
Warna kukupucat.
3) Kepala dan Leher -
Kepala
Bentuk kepala simetris, tidak ada pembesaran, dan tidak ada luka.
- Mata
Penglihatan baik, mata simetris kiri dan kanan dan juga sklera tidak
iterik.
- Telinga
Tidak mengalami gangguan pada pendengarannya , tidak adanya
serumen, telinga terlihat simetris, dan pasien tidak melangalami
rasa nyeri pada telinganya saat dilakukan palpasi.
- Hidung
Simetris, bersih, tidak ada sekrit, tidak ada pembengkakan.
- Mulut
Mulut bersih dan baik, dan mukosa bibir kering.
- Leher
Tidak adanya ganguan kelenjar tiroid. 4)
Toraks dan Paru-paru
- Paru – paru
Inspeksi : Dadanya terlihat simetris kanan kiri
Palpasi : Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Suara sonor
Auskulturasi : Nafas pasien terdengar vesikuler
- Jantung
Inspeksi : Pasien dengan batu ginjal icus cordis tidak dapat terlihat
Palpasi : Pasein dengan batu ginjal icus kordisnyatidak teraba.
Perkuasi : Bunyi jantung normal Auskultuasi : Reguler tidak
adanya suara tambahan.
5) Abdomen
Inspeksi: Perut tidak tampak membesar atau menonjol
Auskulturasi: Peristaltik normal

9
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
Perkusi: Suara abdomennya normal atau timpani
6) Ekstermitas
Ekstremitas normal, tidak ada nyeri, massa, luka, dan nyeri tekan
7) Genetelia
Tidak terpasang kateter, tetapi ada nyeri dibagian genitalia.
i. Pemeriksaan Penunjang
1) Urin lengkap dan darah lengkap
2) Peningkatan bilirubin terkonjugasi yang disebabkan oleh obstruksi
3) Pemeriksaan IVP
4) Farmakoterapi : yaitu dikaji obat apa yang diprogramkan untuk
penderita batu ginjal.
j. Terapi
1) Medical Expulsive Therapy (MET) atau pengobatan untuk membantu
mengeluarkan batu
2) Pengobatan untuk melarutkan batu (hanya untuk jenis batu asam urat)
3) ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)/ litoripsi dengan
gelombang kejut
4) Ureteroskopi (URS) dan Retrograde Intra Renal Surgery (RIRS)
5) PCNL / Percutaneous Nephrolithotomy
6) 6) Operasi terbuka

10
b. Analisa Data
No Hari/Tanggal/Jam Data Problem Etiologi
1 Minggu, 2 Oktober DS Peningkatan Diuria/Anuria,
2022 1. Tn.A tekanan uretra Distensi
kandung
mengatakan kemih,
sering BAK Dribbling,
Inkontinensia
tetapi
berlebih
tersendat
selama 2 hari
yang lalu
2. Tn.A
mengatakan
terasa sakit
saat BAK
3. Pasien
mengatakan
warna urine
keruh dan
baunya
menyengat
DO
1. Pasien
tampak
gelisah dan
khawatir

2 Senin, 3 Oktober DS Agen Mengeluh


2022 1. Tn.A pencedera nyeri dan
mengeluh fisiologis (mis. gelisah
nyeri pada
saat hendak inflamasi,
iskeemia,

11
BAK neoplasma
2. Tn.A
mengatakan
nyeri pada
bagian pinggang
dan menjalar ke
saluran kemih
3. Pasien
mengatakan
nyeri berada
pada skala 7
(menusuknusuk)
dan
kadangkadang
DO
1. TD: 120/80
mmHg, RR: 18
x/menit,
Nadi: 88
x/menit, Suhu:
36,5 ̊C
2. Pasien tampak
gelisah
3. Assessment
Nyeri:

12
P: klien
mengeluh nyeri
pada bagian
pinggang dan
menjalar ke
saluran kemih.
Q: nyeri
yang dirasakan
seperti
menusuknusuk.
R: nyeri
dirasakan pada
daerah
pinggang.
S: Skala nyeri 7
T: Keluhan nyeri
yang dirasakan
pasien yaitu
kadangkadang

13
c. Diagnosa Keperawatan
1. Retensi Urin berhubungan dengan Peningkatan tekanan uretra dibuktikan
dengan Disuria/Anuria, Distensi kandung kemih, Dribbling, Inkontinensia
berlebih.
2. Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisiologis dibuktikan
dengan mengeluh nyeri.

14
C. Intervensi Keperawatan
No. TTD dan
Dx Tujuan Umum Kriteria Hasil Intervensi Rasional Nama
Kep Perawat
1. Setelah dilakukan Eliminasi Urin Manajemen Eliminasi Manajemen Eliminasi
intervensi keperawatan
(L.04034) Urin (L.04152) Urin (L.04152)
selama 3 x 24 jam, maka
eliminasi urin pasien 1. Distensi kandung Tindakan: Tindakan:
membaik, dengan kriteria kemih menurun Observasi Observasi
hasil:
2. Urine menetes 1. Identifikasi tanda 1. Untuk mengetahui
(Dribbling) dan gejala retensi tanda dan gejala dari
menurun atau inkontinensia retensi urine
3. Disuria menurun urine 2. Untuk mengetahui dan
4. Anuria menurun 2. Identifikasi factor memahami factor
yang menyebabkan yang menyebabkan
retensi atau retensi urine
inkontinensia urine
3. Untuk mengetahui
3. Monitor eliminasi terkait frekuensi,
konsistensi, aroma,
urine volume, dan warna
(mis.frekuensi,

15
konsistensi, aroma, urine
volume, dan Terapeutik
warna) 1. Untuk mengetahui
Terapeutik waktu dan haluaran
1. Catat waktu-waktu ketika berkemih
dan haluaran Edukasi
berkemih 1. Untuk lebih
Edukasi memahami terkait
1. Ajarkan tanda dan tanda dan gejala
gejala infeksi ineksi saluran kemih
saluran kemih 2. Untuk membantu
2. Ajarkan mengukur mengembalikan pola
asupan atau normal perkemihan
haluaran urine 3. Untuk membantu
3. Anjurkan minum proses pemulihan
yang cukup, jika Kolaborasi
tidak ada 1. Untuk membantu
mengatasi ereksi
kontraindikasi
Kolaborasi

16
1. Kolaborasi
pemberian obat
supositoria uretra
Setelah dilakukan Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
2. intervensi
(L.08066) (L.08238) (L.08238)
keperawatan
selama 3 x 24 jam, maka 1. Kemampuan Tindakan: Tindakan:
tingkat nyeri menuntaskan Observasi Observasi
pasien menurun,
aktivitas meningkat 1. Identifikasi 1. Untuk mengetahui
dengan kriteria hasil:
2. Keluhan nyeri skala nyeri skala nyeri yang
menurun 2. Identifikasi respon dirasakan pasien
3. Meringis menurun nyeri non verbal 2. Untuk mengetahui
4. Sikap protektif 3. Pengaruh nyeri respon yang dihasilkan
menurun pada kualitas hidup dari pasien secara non
4. Monitor verbal
keberhasilan 3. Untuk mengetahui
komplemen yang pengaruh nyeri yang
sudah diberikan berdampak pada
Terapeutik kualitas hidup pasien
1. Kontrol yang 4. Untuk
mengetahui

17
memperberat keberhasilan
rasa nyeri komplemen yang telah
2. Fasilitasi istirahat diberikan
dan tidur kepada pasien
3. Pemilihan strategi Terapeutik
meredakan nyeri 1. Untuk mengetahui
Edukasi dan mengontrol yang
1. Jelaskan penyebab, dapat memperberat
periode dan pemicu rasa nyeri
nyeri 2. Untuk memberikan
2. Anjurkan kenyamanan pada
memonitor istirahat dan tidur
nyeri secara pasien
mandiri 3. Untuk membantu
3. Menggunakan meredakan rasa nyeri
analgetik secara yang dirasakan
tepat pasien
Kolaborasi Edukasi
1. Pemberian obat 1. Agar pasien
analgetik, jika

18
perlu mengetahui
penyebab, periode,
dan pemicu
dari
nyeri yang dirasakan
2. Agar pasien dapat
memonitor rasa nyeri
secara mandiri
3. Untuk meredakan
rasa nyeri yang
dirasakan pasien
Kolaborasi
1. Untuk membantu
meredakan rasa
nyeri

19
BAB IV

JURNAL ILMIAH

A. Judul
Nama jurnal: ANALISA EFIKASI ESWL SEBAGAI TATALAKSANA
NEFTOLITIASIS
Volume: Homeostasis, Vol. 4 No. 3, Desmeber 2021: 795-804
Issue:
Tahun terbit: 2021
Author: Yana Mastionita Br Damanik, Eka Yudha Rahman, Istiana.

B. Tujuan Penelitian
Menganalisis efikasi ESWL sebagai tatalaksana nefrolitiasis terkait
faktor usia, jenis kelamin, ukuran dan lokasi batu. Penulisan dilakukan
dengan menganalisis jurnal terkait yang didapatkan melalui database jurnal
kedokteran, yaitu PubMed, Google Scholar, Cochrane, dan DOAJ. Jurnal
dalam bahasa Inggris dengan waktu publikasi 2006-2020, total didapatkan
13 jurnal. Hasil berupa tingkat efikasi tertinggi ESWL secara berurutan,
ukuran batu =6 mm (93.6%), lokasi batu (kaliks atas) sebesar 100 %, wanita
(90.3%), pria (85.5%), usia 31- 40 tahun (89%). Tingkat efikasi terendah
yang didapat terkait faktor yang diteliti adalah ukuran batu >15 mm
(54.9%), lokasi batu (kaliks bawah) sebesar 30.81 %, wanita (66%), pria
(78%). dan usia ≤ 65 tahun sebesar (69.2 %). Kesimpulan didapatkan bahwa
ukuran batu dan lokasi batu cenderung mempengaruhi efikasi ESWL
(p<0.05) sedangkan usia dan jenis kelamin cenderung tidak mempengaruhi
efikasi (p>0.05).
C. Metode
Penelitian dilakukan dalam bentuk literature review, diawali dengan
pengumpulan data melalui database elektronik seperti PubMed, Cochrane
Library, dan DOAJ, serta melalui laman universal seperti Google Scholar.
Pengumpulan data dilakukan dengan MesH Term dan kata kunci
berikut, yaitu
“analisis efikasi”, “efikasi”,
“extracorporeal shockwave lithotripsy”,

20
”nefrolitiasis”, “usia”, “jenis kelamin”, “lokasi batu”, ”ukuran batu”, dan
“batu ginjal” atau dalam bahasa inggris “efficacy analysis”, ”efficacy”,
“nephrolithiasis”, “extracorporeal shockwave lithotripsy”,
“age”, “gender”, “stone location”, “stone size”, “renal stone”, dan “renal
calculi”.
D. Hasil dan Pembahasan
Penelitian literature review ini melibatkan 13 jurnal untuk dibahas, dimana
didapatkan beberapa hasil yang mendukung dan membantah keterkaitan antara
efikasi dengan faktor usia, jenis kelamin, ukuran batu, dan lokasi batu.
Penelitian prospektif yang dilakukan oleh Masud Z, et al. (2016)16 pada
tahun 2008, melibatkan 64 sampel yang diambil dalam rentang waktu April 2008
hingga Desember 2008. Pada penelitian ini SFR dikaitkan dengan kesuksesan,
dimana SFR (stone free rate) sempurna ditemukan pada 44 pasien (68.8%), CIRFs
(clinically insignificant residue fragments) pada 5 pasien (7.8%), serta SRFs
(significant residue fragments) 15 pasien (23,5%).

Kesuksesan ESWL dihitung dengan melibatkan CIRFs, dikarenakan CIRFs


merupakan prosedur yang sukses dimana fragmentasi ditemukan namun
berukuran <4mm, dapat disimpulkan kesuksesan ESWL 76.6 % dengan tingkat
kegagalan 23.4 %. Penelitian ini juga menilai banyak sesi terapi pada pasien
dimana diantara 64 kasus, 30 pasien (46.9 %) hanya membutuhkan sekali terapi
ESWL, 34 pasien (53,1 %) membutuhkan terapi ulang. 19 dari 34 (55.9 %) pasien
yang melakukan terapi ulang membutuhkan 2 hingga 3 sesi terapi ESWL.
Penelitian ini mendapatkan hasil dimana tidak ada keterkaitan antara ESWL
dengan usia dan jenis kelamin, dimana nilai p masing-masing adalah p=0.476,
p=0.786. Nilai ini bermakna tidak terdapat hubungan yang berarti antara ESWL
dengan usia dan jenis kelamin. Tingkat kesuksesan ESWL terkait usia adalah ≤
40 tahun-40 tahun (40 %), dan >40 tahun (72.4 %), sedangkan keterkaitannya
dengan ESWL menghasilkan 75 % tingkat kesuksesan pada wanita dan 78.6 %
pada pria.16
Penelitian ini juga menenemukan hubungan antara efikasi dengan lokasi dan
ukuran batu, dengan nilai p masing-masing adalah p=0.005 dan p=0.001. Hal ini
dapat diinterprestasikan bahwa ukuran dan lokasi batu memengaruhi tingkat
kesuksesan atau efikasi ESWL. Berkaitan dengan lokasi batu, efikasi secara
berurutan adalah, kaliks atas (100%), kaliks tengah (76.9%), kaliks bawah
(62.5%), dan pelvis renal (91.7%). Sedangkan efikasi terkait ukuran batu dibagi
mejadi dua, ≤ 15 mm (90.2 %), serta ≤ 15 mm (90.2 %).16
Joshi HN, et al. (2014)17 melakukan penelitian prospektif dengan jumlah
sampel 430 pasien. Penelitian ini fokus pada SFR, dimana SFR disinonimkan
dengan kesuksesan. SFR di awal bernilai 79.3 % dan setelah tiga kali terapi,
terjadi peningkatan menjadi 96.3 %, dengan tingkat kesuksesan terfokus pad batu

21
ginjal sebesar 72 %, setelah di follow up 3 bulan, terjadi peningkatan menjadi 92
% dengan jumlah sesi terapi maksimum tiga kali. SFR setiap lokasi berbeda-beda,
secara beruntun dimulai dari batu ukuran <10 mm (86%), 10-15 mm (83%), >15
mm (56%). Nilai p=0.01 yang didapatkan dari hubungan ini diinterpretasikan
sebagai SFR memiliki hubungan kuat berlawanan dengan ukuran batu.
Haque AHMA, et al.(2017)18 dengan penelitian prospektif yang dilakukan di
Dhaka dengan jumlah sampel 96 pasien, ditemukan beberapa hal seperti, pada
follow-up 3 bulan pertama ditemukan 68/96 pasien (70.8 %), CIRFs ditemukan
pada 16 pasien (16.7 %), dan SRFs ditemukan pada 12 pasien (12.5 %).
Didapatkan kesimpulan bahwa secara total tingkat kesuksesan sebesar 87.5 %
atau 84 pasien, dan jumlah tingkat kegagalan sebesar 12.5 % (12 pasien).
Penelitian ini mendukung penelitian lainnya, dengan penemuan tidak terdapat
hubungan berarti antara efikasi dengan usia (p>0.05) dan jenis kelamin dengan
efikasi (P>0.05).
Tingkat kesuksesan terkait usia antara lain ≤ 40 tahun (88.5 %), > 40 tahun
(86.3 %), sedangkan tingkat kesuksesan terkait jenis kelamin wanita (88.8%), pria
(86 %). Efikasi yang didapatkan berkaitan dengan ukuran batu antara lain 15 mm
(93.6 %) dan 15 mm (75.8 %). Hubungan antara kedua faktor tersebut kuat dan
berlawanan dinilai dari nilai p=0.011. Efikasi ESWL dengan lokasi juga memiliki
hubungan yang sangat memengaruhi satu sama lain (p=0.019), dimana
didapatkan tingkat kesuksesan pada kaliks atas (100 %), kaliks tengah (78.6 %),
kaliks bawah (75 %), dan pelvis renal (95.5 %).
Penelitian prospektif yang dilakukan pada tahun 2014 oleh Junuzovic D, et
al. (2014)19, melibatkan sampel sebanyak 404 pasien dalam rentang 2007 hingga
2003 untuk diteliti efikasinya melalui penilaian sesi terapinya. Frekuensi sesi
terapi tersering adalah 5 sesi terapi (24.01 %) diikuti 4 sesi terapi (14.6 %). Dari
total sampel yang ada, ditemukan 13.61 % responden mengikuti 6 sesi terapi,
sedangkan 12,87 % mengikuti 7 sesi terapi. 11,88 % mengikuti 3 sesi terapi dan
2 sesi terapi diikuti oleh 2.97% responden. Baik wanita dan pria memiliki jumlah
sesi terapi yang sama, sebesar 5 sesi terapi, yang menunjukkan hubungan lemah
yang dimiliki efikasi dengan jenis kelamin (p=0.557). Apabila dikaitkan dengan
lokasi, maka terbagi menjadi 2 kelompok medial renal line dengan jumlah sesi
terapi 0-5 (79.51 %), ≥ 6 (20.49 %), dan renal pyelon 0-5 (52.23 %), ≥ 6 (47.76
%). Nilai p sebesar 0.0002, yang berarti ada hubungan kuat berlawanan antara
lokasi dan sesi terapi. Secara umum frekuensi batu ginjal yang memiliki 0-5 sesi
terapi sebanyak 58.74 % (168) dan frekuensi batu ginjal yang memiliki ≥ 6 sesi
terapi adalah 41.25 % (118).19
Penelitian prospektif oleh Mehrabi S, et al. (2019)20 dengan jumlah sampel
84 pasien dan pengumpulan data dalam rentang September 2014 hingga Oktober
2015. Efikasi pada batu ginjal dibagi menjadi tiga yakni efikasi sempurna
(64.3%), efikasi relatif (21,4%), dan prosedur gagal (14.3%). Efikasi sempurna
didefinisikan sebagai penghancuran batu secara sempurna dengan residu <4 mm,

22
dimana efikasi totalnya ialah 57.2%, sedangkan efikasi relatif adalah efikasi
dimana ditemukan residu <4 mm, dan efikasi totalnya 29.7 %. Pada penelitian ini
tidak ditemukan hubungan yang berarti antara efikasi dengan lokasi dan ukuran
batu (p>0.05).
Penelitian prospektif oleh Rakib MA, et al. (2019)20, mengambil 500 sampel
dalam rentang Juli 2015-Juli 2017 untuk diteliti. Pada follow up 3 bulan, tingkat
stone free sebesar 70.8 %, CIRFs 16.8 %, dan SFRs 12.4 %. tingkat kesuksesan
keseluruhan 86.7 % dan kegagalan 12.4 %. Dalam 500 kasus, 234 pasien (46.8
%) membutuhkan sekali sesi terapi ESWL untuk sukses. 266 pasien
membutuhkan sesi berulang (53.2 %). Dalam grup berulang, 148 pasien (55.6
%) membutuhkan 2 atau 3 sesi ESWL.Pada penelitian ini tidak ditemukan
hubungan usia dengan kesuksesan ESWL (p=0.37) dengan tingkat kesuksesan
secara berurutan 20-30 tahun (85.3 %), 31-40 thn (89 %), 41-50 thn (31.4 %).
Tingkat kesuksesan terkait jenis kelamin ditemukan wanita (90.3 %), pria (85.5
%).
Melalui penilaian p sebesar 0.106, tidak ditemukan hubungan antara jenis
kelamin dengan efikasi ESWL. Sama dengan beberapa penelitian sebelumnya,
penelitian ini mendukung keterkaitan efikasi dengan lokasi batu dan ukuran
batu, hal ini dapat dinilai dari nilai p<0.05 yang menunjukkan hubungan yang
signifikan untuk keduanya. Tingkat kesuksesan / efikasi terkait lokasi batu
antara lain, kaliks atas (94.9 %), kaliks tengah (82.9 %), kaliks bawah (76 %)
pelvis renal (95.6 %) dan tingkat kesuksesan / efikasi terkait ukuran batu =6
mm (93.6 %) dan ukuran batu >6 mm (76.2 %).20
Penelitian Neisius A et al. (2013)21 berbentuk prospektif dengan jumlah
sampel 183, ditemukan hasil berupa SFR total batu ginjal <10 mm sebesar 92
%, batu ginjal ≥ 10 mm sebesar 85 %. Tingkat kesuksan total yang didapatkan
adalah 95 %. Nilai EQ (efficacy/efficiency quotient) juga diteliti dalam
penelitian ini dan didapatkan Nilai EQ terkait dengan lokasi batu kaliks atas
senilai 0.77, kaliks tengah senilai 0.84, kaliks bawah senilai 0.63, pelvis renal
senilai 0.59.
Penelitian oleh Chongruksut W et al. (2011)22 yang dilakukan pada tahun 2011
dengan banyak sampel 394 pasien yang terkumpulkan dalam rentang Juni 2008 -
Oktober 2009. Penelitian ini mendapatkan hasil berupa tingkat kesuksesan /
efikasi terkait usia pasien antara lain ≤ 40 thn (81.1 %) dan > 40 tahun (81.3 %).
Dimana tidak ditemukan hubungan antara usia dan kesuksesan dengan nilai
p>0.05.
Keterkaitan efikasi dengan jenis kelamin juga memiliki nilai p>0.05, yang
menunjukkan hubungan yang lemah juga dengan efikasi. Tingkat kesuksesan
pada wanita sebesar 80.2 % dan pria sebesar 82.1
%. Berbeda dengan kedua faktor sebelumnya terdapat hubungan yang kuat
berlawanan antara efikasi ESWL dengan lokasi batu dan ukuran batu,
masingmasing memiliki nilai p<0.05. Tingkat kesuksesan / efikasi terkait lokasi

23
batu antara lain, kaliks atas (93 %), kaliks tengah (90.6 %), kaliks bawah (72.5
%), pelvis renal (96 %), sedangkan apabila dikaitkan denan ukuran batu ≤ 15 mm
(91.6 %), >15 mm (54.9 %).
Penelitian prospektif oleh Chung VY et al. (2016)23 yang melibatkan 119
pasien, didapatkan kesuksesan terapi total sebesar 66.4%, apabila dikaitkan
dengan ukuran batu didapatkan tingkat kesuksesan sebesar 70,4% untuk batu
berukuran <15 mm dan 53.1% untuk batu berukuran 15-20 mm. Pada penelitian
ini didapatkan pula tingkat kesuksesan yang telah dikaitkan dengan lokasi batu
berupa upper pole (65 %), mid pole (64 %), lower pole (70%), PUJ (67%).
Penelitian oleh Nielsen TK et al. (2017)24 dilakukan dengan metode retrospektif,
dengan jumlah sampel 461 pasien dalam jangka waktu 8 tahun dan usia rata-rata
59 tahun, dengan total batu ginjal sebanyak 589 batu. Sebanyak 408/589 batu
sukses ditangani yang menghasilkan tingkat kesuksesan sebesar 69%, yang
meningkat menjadi 549/589 batu dengan tingkat kesuksesan 93 % setelah
perawatan ESWL berulang. 40 batu ginjal atau sekitar 7 % tidak merespon dengan
ESWL dan harus ditangani dengan RIRS atau PNL.
ESWL cenderung memberikan hasil bebas batu namun pada beberapa kasus
yang membutuhkan terapi sesi kedua, SFR bernilai sebesar 69%-87%, yang
menunjukkan efikasi ESWL dalam menangani nefrolitiasis. Tingkat kesuksesan
yang dikaitkan dengan ukuran batu ditemukan sebesar 98% (<5 mm), 95% (5-10
mm), 88% (10-20 mm), dan 75% (>20 mm). Hasil analisis korelasi p<0.05 yang
meunjukkan adanya hubungan antara ukuran batu dan tingkat efikasi dari ESWL,
dimana semakin besar ukuran batunya maka semakin kecil efikasinya.
Bila dikaitkan dengan lokasi batu, maka ditemukan tingkat kesuksesan ESWL
secara berurutan dari kaliks atas, kaliks tengah, kaliks bawah, dan pelvis renal
adalah 99%, 95%, 93%, dan 91 %, dimana ditemukan perbedaan dalam analisis
korelasinya. Berbeda dengan lokasi lainnya, kaliks atas memiliki hubungan yang
erat dengan efikasi ESWL (p<0.05) yang menunjukkan bahwa mayoritas batu
ginjal memiliki efikasi yang di tinggi di lokasi ini. 24
Berbanding terbalik dengan dua penelitian sebelumnya, Koçakgöl H et al.
(2017)25 melalui penelitian retrospektif yang dilakukan pada tahun 2017, dengan
jumlah sampel 1997 yang diambil dalam waktu rentang 2008-2013, dibuktikan
bahwa ada kaitan antata tingkat kesuksesan efikasi dengan usia, dimana
didapatkan secara berurutan tingkat kesuksesan, 0-18 tahun (90.2 %), 18-40 tahun
(84.5%), ≥ 40 tahun (79.2 %), dan dianalis korelasi dengan nilai p<0.001. Dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang kuat dan berlawanan antara usia dan
efikasi. Semakin tua usia pasien maka semakin rendah tingkat efikasinya. Pada
wanita dan pria dengan perbedaan tingkat kesuksesan sebesar 0.8 % dan nilai
korelasi yang menunjukkan hubungan yang lemah (p=0.636), didapatkan
kesimpulan bahwa tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap efikasi ESWL.

24
Penelitian ini juga membuktikan keterkaitan lokasi dan ukuran batu dimana
masing-masing memiliki nilai korelasi p<0.001. Tingkat kesuksesan yang
didapatkan saat dikaitkan dengan lokasi adalah 88.5 % (kutub atas), 83.4 % (kutub
bawah-pelvis), kaliks bawah (73.7 %), sedangkan apa bila dikaitkan dengan
ukuran batu SR (Success Rate) yang ditemukan antara lain <10 mm (89,9%), 1015
mm : 81.7 %, >15 mm (60.8%). Peneliti juga menyantumkan nilai EQ, yang
dinilai berdasarkan lokasi batu, dimana kutub atas (65%). kutub bawah-pelvis :
55.9 %, dan kaliks bawah (45.7 %).25
Shinde S et al. (2018)26 juga melakukan penelitian restropektif dengan jumlah
sampel 234 pasien. Hasil penelitian yang didapatkan memberikan tingkat
kesuksesan secara umum sebesar 79.1 %, dan apabila dikaitkan dengan jenis
kelamin, didapatkan tingkat efikasi 66 % pada wanita,dan 82.4% pada pria. Jarak
tingkat kesuksesan antara grup mendukung kemungkinan adanya pengaruh jenis
kelamin dengan ESWL. Hal ini dibuktikan oleh nilai p=0.021, yang menunjukkan
korelasi atau hubungan yang kuat antara kedua hal tersebut. Penelitian ini juga
menunjukkan kembali keterkaitan antara ukuran batu, dengan korelasi kuat
berlawanan ditunjukkan oleh nilai p=0.004 dan tingkat kesuksesan 83.8 % pada
batu ≤10 mm, dan 64,3 % pada batu berukuran >10 mm.
Penelitian restropektif oleh Stojanoski I et al. (2020)27 ditemukan hubungan EQ
dengan lokasi batu dan ukuran batu, dimana tingkat EQ dengan lokasi batu kaliks
atas sebesar 55.57%, kaliks tengah sebesar 57.15% dan kaliks bawah sebesar
30.81%., sedangkan tingkat EQ terkait dengan ukuran batu 10-15 mm sebesar
62.4% dan 16 – 20 mm sebesar 33.71% Tingkat kesuksesan dengan ukuran batu
10-15 mm sebesar 88.3% dan 16 – 20 mm sebesar 66%, ditemukan nilai p=0.008,
yang menunjukan hubungan yang kuat antara kedua faktor tersebut.
Berdasarkan hasil tabulasi jurnal-jurnal yang telah diteliti, didapatkan
kesimpulan bahwa kesuksesan atau efikasi berbedabeda dan dipengaruhi oleh
banyak faktor, namun ada juga faktor yang tidak memengaruhi efikasi meskipun
memengaruhi nefrolitiasis. Didapatkan bahwa efikasi memiliki keterkaitan yang
erat dengan ukuran batu dan lokasi batu ginjal, dimana terdapat 6 jurnal (46.1%)
yang mendukung keterkaitan dan korelasi yang bermakna dengan lokasi dan 10
jurnal (76.9%) mendukung korelasi bermakna dengan batu. Korelasi tidak
bermakna bila dikaitkan dengan ukuran ditemukan hanya 1 jurnal (7.69%), dan 2
jurnal (15.3%) terkait lokasi batu.
Hal ini dibuktikan dengan rentang tingkat kesuksesan/efikasi yang didapat
terkait dengan ukuran batu sebesar 93.6% (=6 mm) hingga 54.9% (>15 mm), dan
lokasi batu sebesar 100 % umumnya pada kaliks atas dan kaliks tengah namun
30.81 % (kaliks bawah).
Sebaliknya usia dan jenis kelamin cenderung tidak memengaruhi efikasi atau
tingkat kesuksesan dari ESWL, dimana bila dikaitkan dengan jenis kelamin
ditemukan 6 jurnal (46.1%) yang memberikan hubungan tidak bermakna dan 1

25
jurnal (7.69%) yang memberikan hubungan bermakna. Pada jenis kelamin,
didapatkan hanya 1 jurnal (7.69%) yang memberikan korelasi bermakna, dan
terdapat 4 jurnal (30.7%) yang memberikan hubungan tidak bermakna.
Pembuktian didapatkan melalui tingkat efikasi tertinggi yang didapat pada
wanita sebesar 90.3 %, pria sebesar 85.5%, dan pada usia (31-40 tahun) sebesar 89
%. dan tingkat efikasi terendah pada wanita sebesar 66 %, pria sebesar 78 %. dan
usia (≤ 65 tahun) sebesar 69.2 %.

26
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Nefrolitiasis atau batu ginjal adalah masalah klinis karena adanya bagian
batu permata yang menghambat dan menghambat pembentukan ginjal di
kelopak atau pelvis ginjal yang disebabkan oleh masalah keseimbangan dalam
solvabilitas dan kadar garam di dalam saluran kemih. dan ginjal. (Fikriani &
Wardhana, 2018).
Nefrolitiasis adalah salah satu penyebab kematian dan kemalasan yang
meluas di seluruh dunia karena ketidaknyamanan yang ditimbulkannya, seperti
hidronefrosis dan gagal ginjal. Pembentukan batu ginjal terjadi karena
kejenuhan beberapa zat dalam urin, seperti kalsium, fosfor, dan oksalat. Jenis
batu ginjal antara lain batu kalsium oksalat (75% kasus), batu kalsium fosfat,
batu korosif urat, batu struvite, dan batu sistin.
Faktor bahaya utama nefrolitiasis adalah pola makan dan iklim. Berbagai
sumber makanan dan minuman yang dapat memicu pembentukan batu antara
lain protein makhluk hidup, suplemen kalsium, nutrisi D, dan minuman dengan
gula berlebih atau menggunakan gula palsu. (Mayasari & Wijaya, 2020).
Kajian yang dapat dilakukan pada nefrolitiasis adalah asesmen skrining,
rontgen lambung, pielografi intravena untuk menentukan kondisi anatomi dan
kerja ginjal, ultrasonografi (USG) dan CT urografi tanpa kontras. Sedangkan
administrasi yang diselesaikan adalah Extracorporeal Shockwave Lithotripsy
(ESWL), Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL), Adaptable
Ureterorenoscopy (URS), Open a medical.

27
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas beberapa saran yang dapat disampaikan
antara lain :
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Bagi tenaga kesehatan agar senantiasa memberikan konseling khususnya
mengenai dampak tertularnya penyakit Nefrolitiasis serta pengobatan
yang harus dijalani sehingga diharapkan dapat mempertahankan atau
meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
Nefrolitiasis.
2. Bagi Pasien dengan Penyakit Nefrolitiasis
Bagi pasien Nefrolitiasis diharapkan untuk rutin memeriksan diri ke
Rumah Sakit sesuai jadwal yang telah ditentukan serta tetap patuh dalam
menjalani pengobatan Nefrolitiasis sehingga diharapkan dapat
mengurangi resiko bertambah parahnya penyakit tersebut pada pasien.
3. Bagi Peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat disertai dengan hasil
pemeriksaan Nefrolitiasis sehingga menciptakan penilaian yang lebih
objektif terhadap kepatuhan pengobatan Nefrolitiasis.

28
DAFTAR PUSTAKA

Urology Care Foundation. Kidney stones; medical management guideline


[Internet]. 2020 [cited 2021 March 27].
Nephrolithiasis in Adults. DynaMed [Internet]. Ipswich (MA): EBSCO Information
Services. [updated 2018 Nov 30, cited 2020 Feb 02].
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Ginjal kronis [Internet]. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2017 Mei [cited 2020 Feb 02].
Ciinical overview nephrolithiasis. Elsevier Point of Care [Internet]. [updated 2019
Dec 13, cited 2020 Feb 02].
Rachmad, G., M, K., & HM, P. (2021). American Journal of Surgery and Clinical
Case Reports Nephrolithiasis, Diagnosis and Management: A Review
Article. Ame J Surg Clin Case Rep, 2(7), 1–4.
Dafpus: Fadli,R. (2022). "Penyakit Batu Ginjal".
https://www.halodoc.com/kesehatan/penyakit-batu-ginjal. Diakses pada 30
September 2022
Ambarwati,W.(2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN
POST OP NEPHROLITHOTOMY NEFROLITIASIS DI RUANG
BAITUSSALAM II RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG.
Mastionita, Y., Damanik, B., Rahman, E. Y., & Istiana. (2021). Literature
Review: Analisis Efikasi ESWL Sebagai Tatalaksana Nefrolitiasis. Homeostatis:
Jurnal Mahasiswa Pendidikan Dokter, 4(3), 795–804.

29

Anda mungkin juga menyukai