Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

KOLELITIASIS

Dosen pembimbing: Melani Kartika Sari., M.Kep

Disusun oleh kelompok 7:

1. Arinda Ayu Pradita (201901015)


2. Arya Gabyla R V (201901016)
3. Hilda Reza Priantama (201901037)
4. Iga Sukma Rahmadina (201901038)
5. Naufal Dwi Nur Abiyyu (201901060)
6. Ningsih Wulandari (201901061)
7. Syahrul Munir (201901081)
8. Umi Hanik (201901082)
9. Widia Kurniati (201901087)

STIKES KARYA HUSADA PARE KEDIRI


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
2021-2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan Asuha keperawatan pada klien dengan diagnosa


Kolelitiasis telah disetujui pada :

Hari/tanggal :

Tempat :

Program studi : Sarjana Keperawatan

Kediri, 22 Maret 2021

Mengetahui,

Dosen pembimbing

Melani Kartika Sari., M.Kep

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa , karena telah

melimpahkan rahmat, karunia dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah ini. Adapun judul dari makalah yang kami buat adalah Kolelitiasis

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai salah satu metode

pembelajaran bagi mahasiswa mahasiswi Stikes Karya Husada Kediri. Ucapan

terimakasih tidak lupa kami ucapakan kepada semua pihak yang telah membantu

sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini.

Kami menyadari atas kekurangan kemampuan kami dalam pembuatan

makalah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan bagi kami apabila

mendapatkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini selanjutnya dapat

menjadi lebih baik.

Demikian, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan dapat menambah

wawasan ilmu.

Pare, 18 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………........………………………
LEMBAR PENGESAHAN...…....………………………………………..
KATA PENGANTAR…...…………………...…………………………...i
DAFTAR ISI………..…………………………………………...…….ii-iii
BAB 1 PENDAHULUAN………..……………………………………..1
1.1 Latar Belakang………..…………………………………………1-3
1.2 Rumusan Masalah………..……………………………………...3-4
1.3 Tujuan………..…………………………………………...…….4-5
1.4 Manfaat………..…………………………………………...…..5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........………..……………………....6

2.1. Definisi………..…………………………………………........6-7
2.2. Etiologi………..…………………………………………........7-8
2.3. Patofisiologi………..………………………………………….8-9
2.4. WOC.....………..………………………………………….......10
2.5. Manifestasi Klinis………..…………………………………...11
2.6. Klasifikasi………..…………………………………………...11
2.7. Komplikasi ………..………………………………………….12
2.8. Pemeriksaan Diagnostik………..…………………………….13-14
2.9. Penatalaksanaan………..…………………………………….14-15
2.10. Konsep Asuhan Keperawatan ………..……………………...15-21

BAB III ASKEP KASUS FIKTIF………..……………………....…22

3.1. Kasus Fiktif………..…………………………………………22

3.2. Pengkajian………..…………………………………………..22-25

3.3. Diagnosa ………..…………………………………………...26

3.4. Intervensi………..…………………………………………...26-30

iii
3.5. Implementasi………..……………………………………30-33

3.6. Evaluasi………..…………………………………………34-35

BAB IV PENUTUP………..…………………………………….36

4.1. Kesimpulan………..……………………………………..36

4.2. Saran………..…………………………………………...36

DAFTAR PUSTAKA………..…………………………………37

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Kolelitiasis saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat karena frekuensi

kejadiannya tinggi yang menyebabkan beban finansial maupun beban sosial bagi

masyarakat. Sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat.

Angka kejadian lebih dari 20% populasi dan insiden meningkat dengan bertambahnya

usia. Cholelitiasis sangat banyak ditemukan pada populasiumum dan laporan

menunjukkan bahwa dari 11.840 yang dilakukan otopsi ditemukan 13,1% adalah pria

dan 33,7% adalah wanita yang menderita batuempedu.Di negara barat penderita

cholelitiasis banyak ditemukan pada usia 30tahun, tetapi rata-rata usia tersering

adalah 40–50 tahun dan meningkat saat usia60 tahun seiring bertambahnya usia, dari

20 juta orang di negara barat 20% perempuan dan 8% laki-laki menderita cholelitiasis

dengan usia lebih dari 40 tahun (Cahyono, 2014). Sekitar 12% dari total penduduk

dewasa di negara barat menderita cholelitiasis jadi sekitar 20 juta jiwa yang

menderita cholelitiasis, disetiap tahunnya ditemukan pasien cholelitiasis sekitar 1 juta

jiwa dan 500.000jiwa menjalani operasi pengangkatan batu empedu (cholesistektomi

atau laparoscopy chole). Cholelitiasis merupakan penyakit penting dinegara barat.

Cholelitiasis merupakan kondisi yang paling banyak ditemukan. Kondisi Ini

menyebabkan 90% penyakit empedu, dan merupakan penyebab nomor lima

Perawatan di rumah sakit pada usia muda. Choleltiaisis biasanya timbul pada Orang

dewasa, antara usia 20- 50 tahun dan sekitar 20% dialami oleh pasien yang Berumur

diatas 40 tahun. Wanita berusia muda memilikiresiko 2-6 kali lebih Besar mengalami

1
cholelitiasis. Cholelitiasis mengalami peningkatan seiring Meningkatnya usia

seseorang. Sedangkan kejadian cholelitiasis di negara Asia 3%-15% lebih rendah

dibandingan negara barat. Di Indonesia, cholelitiasis kurang Mendapat perhatian

karena sering sekali asimtomatik sehingga sulit di deteksi atau Sering terjadi

kesalahan diagnosis. Penelitian di Indonesia pada Rumah Sakit Columbia Asia

Medan sepanjang tahun 2011 didapatkan 82 kasus cholelitiasis.

Di Indonesia, cholelitiasis baru mendapat perhatian setelah di klinis,

Sementara publikasi penelitian tentang cholelitiasis masih terbatas. Berdasarkan Studi

kolesitografi oral didapatkan laporan angka insidensi cholelitiasis terjadi Pada wanita

sebesar 76% dan pada laki-laki 36%dengan usia lebih dari 40 tahun. Sebagian besar

pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko Penyandang batu

empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian,

sekali batu empedu mulai menimbulkan ser nyeri kolik Yang spesifik maka resiko

untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus Meningkat.

Kolelitiasis adalah material atau kristal yang terbentuk di dalam kandung

empedu. Keluhan klinis yang sering ditemukan adalah nyeri pada perut kanan atas,

nyeri epigastrium, demam, ikterus, mual, muntah. Sampel sebanyak 102 orang dipilih

secara purposif dari pasien yangberkunjung di bagian Penyakit Dalam RSUD Koja

pada periode 5 Oktober sampai dengan 31 Desember 2015, desain penelitian adalah

deskriptif dengan pendekatan potong lintang. Hasil disajikan dalam tabel dan grafik.

Frekuensi tertinggi berdasarkan jenis kelamin sebanyak 64 pasien (63 %) adalah

perempuan, umur ( > 40 tahun) sebanyak 88 pasien (86 %), frekuensi tertinggi

berdasarkan jumlah anak didapatkan bahwa responden yang mempunyai tiga anak

2
atau lebih sebesar 52 pasien (52 %), rata-rata nilai indeks masa tubuh (IMT) sebesar

24,80, tidak ada riwayat keluarga yang menderita kolelitiasis sebanyak 83 pasien

(80%), dengan warna kulit kuning langsat sebanyak 70 pasien (69 %), keluhan klinis

yang tersering adalah dispepsia 61 pasien (60%), dengan nilai rata rata kolesterol total

201 mg/dl. Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa, pasien kolelitiasis di

RSUD Koja terjadi lebih banyak pada pasien perempuan dengan warna kulit kuning

langsat (fair) yang berusia lebih dari 40 tahun, dengan jumlah anak lebih dari tiga

orang, memiliki nilai rata-rata indeks massa tubuh sebesar 24,80,sebanyak 83 pasien

kolelitiasis tidak ditemukan adanya riwayat kolelitiasis dalam keluarga, dan

ditemukan bahwa dari seluruh jumlah pasien kadar rata-rata kolesterol 201

mg/dldengan keluhan utama dispepsia

Solusi masalah pada pasien dengan Kolelitiasis adalah perawat sebagai

Pemberi asuhan keperawatan dapat memberikan informasi tentang bagaimana Tanda

gejala, cara pencegahan, cara pengobatan dan penanganan pasien dengan Kolelitiasis

sehingga keluarga juga dapat beperan aktif dalam pemeliharaan Kesehatan baik

individu itu sendiri maupun orang lain disekitarnya.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari Kolelitiasis?

2. Bagaimana etiologi dari Kolelitiasis?

3. Bagaimana pathway dari Kolelitiasis?

4. Bagaimana klasifikasi dari Kolelitiasis?

5. Apa saja manifestasi klinis dari Kolelitiasis?

6. Bagaimana patofisiologi dari Kolelitiasis?

3
7. Bagaimana penatalaksanaan dari Kolelitiasis?

8. Apa saja komplikasi yang ada pada Kolelitiasis?

9. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Kolelitiasis?

10. Bagaimana konsep asuhan Keperawatan pada pasien Kolelitiasis?.

1.3. Tujuan

1. Tujuan umum

Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberi tahu

kepada pembaca, khususnya bagi kalangan perawat agar mengetahui apa itu

Kolelitiasis.

2. Tujuan khusus

Secara khusus dalam menyusun makalah ini adalah penulis bertujuan untuk

memenuhi tugas dalam mata kuliah Keperawatan anak 1 yang telah

diberikan oleh dosen pembimbing serta mahasiswa dapat mampu :

1) Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari Kolelitiasis

2) Untuk mengetahui dan memahami penyebab dari Kolelitiasis

3) Untuk mengetahui dan memahami tanda gejala dari Kolelitiasis

4) Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi dari Kolelitiasis

5) Untuk mengetahui dan memahami WOC dari Kolelitiasis

6) Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik dari

Kolelitiasis

7) Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari Kolelitiasis

8) Untuk mengetahui dan memahami bentuk konsep asuhan keperawatan

pada pasien Kolelitiasis

4
9) Untuk mengetahui dan memahami bentuk asuhan keperawatan pada

pasien Kolelitiasis

1.4 Manfaat

Harapan penulis setelah disusunnya makalah ini adalah mahasiswa lebih

memahami tentang Bronkopeneumonia, serta mengetahui gambaran mahasiswa

keperawatan mengenai asuhan keperawatan

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kolelitasis adalah 90% batu kolesterol dengan komposisi kolesterol
lebih dari 50%, atau bentuk campuran 20-50% berunsurkan kolesterol dan
predisposisi dari batu kolesterol adalah orang dengan usia yang lebih dari 40
tahun, wanita, obesitas, kehamilan, serta penurunan berat badan yang terlalu
cepat. (Cahyono, 2014)
Kolelitasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu yang
penyebab secara pasti belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi beberapa
faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu dan infeksi
yang terjadi pada kandung empedu serta kolesterol yang berlebihan yang
mengendap di dalam kandung empedu tetapi mekanismenya belum diketahui
secara pasti, faktor hormonal selama proses kehamilan, dapat dikaitkan
dengan lambatnya pengosongan kandung empedu dan merupakan salah satu
penyebab insiden kolelitiasis yang tinggi, serta terjadinya infeksi atau radang
empedu memberikan peran dalam pembentukan batu empedu.(Rendi, 2012)
Kolelitasis merupakan endapan satu atau lebih komponen diantaranya
empedu kolesterol, billirubin, garam, empedu, kalsium, protein, asam lemak,
dan fosfolipid. Batu empedu biasanya terbentuk dalam kantung empedu terdiri
dari unsur- unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu
memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu
yang tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidenya
semakin sering pada individu yang memiliki usia lebih diatas 40 tahun.
setelah itu insiden kolelitasis atau batu empedu semakin meningkat hingga
sampai pada suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu
dari 3 orang akan memiliki penyakit batu empedu, etiologi secara pastinya
belum diketahui akan tetapi ada faktor predisposisi yang penting diantaranya:
gangguan metabolisme, yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi

6
empedu, adanya statis empedu, dan infeksi atau radang pada empedu.
Perubahan yang terjadi pada komposisi empedu sangat mungkin menjadi
faktor terpenting dalam terjadinya pembentukan batu empedu karena hati
penderita kolelitasis kolesterol mengekskresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan tersebut mengendap di dalam
kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui secara pasti) untuk
membentuk batu empedu, gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme
spingterrodi, atau mungkin keduanya dapat menyebabkan statis empedu
dalam kandung empedu. Faktor hormon (hormon kolesistokinin dan sekretin)
dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu, infeksi
bakteri atau radang empedu dapat menjadi penyebab terbentuknya batu
empedu. Mukus dapat meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau
bakteri dapat berperan sebagai pusat pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat
dari terbentuknya batu, dibanding penyebab terbentuknya kolelitasis
(Haryono, 2012)

2.2 Etiologi
Menurut Cahyono 2014 etiologi Kolelitiasis yaitu:
1. Supersaturasi kolesterol secara umum komposisi Komposisi cairan
empedu yang berpengaruh terhadap terbentuknya batu tergantung
keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin.Semakin tinggi
kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan garam empedu akan
membuat keadaan didalam kandung empedu menjadi jenuh akan
kolesterol (Supersaturasi kolesterol).
2. Pembentukan inti kolesterol Kolesterol diangkut oleh misel (gumpalan
yang berisi fosfolipid, garam empedu dan kolesterol). Apabila saturasi,
Kolesterol lebih tinggi maka ia akan diangkut oleh vesikel yang mana
vesikel dapat digambarkan sebagai sebuah lingkarandua lapis. Apabila
konsentrasi kolesterol banyak dan dapat diangkut, vesikel memperbanyak
lapisan lingkarannya, pada akhirnya dalam kandung empedu, pengangkut

7
kolesterol, baik misel maupun vesikel bergabung menjadi satu dan dengan
adanya protein musin akan membentuk kristal kolesterol, kristal kolesterol
terfragmentasi pada akhirnya akan dilem atau disatukan.
3. Penurunan fungsi kandung empedu Menurunnya kemampuan menyemprot
dan kerusakan dinding kandung empedu memudahkan seseorang
menderota batu empedu, kontraksi yang melemah akan menyebabkan
statis empedu dan akan membuat musin yang diproduksi dikandung
empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung
dalam kandung empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin
pekat sehingga semakin menyukitkan proses pengosongan cairan empedu.
Beberapa keadaan yang dapat mengganggu daya kontraksnteril kandung
empedu, yaitu : hipomotilitas empedu, parenteral total (menyebabkan
cairan asam empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medula spinalis,
penyakit kencing manis.

2.3 Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1)
pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan
intibat, dan (3)berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan
kolesterol merupakan masalah yang penting dalam pembentukan semuabatu,
kecualibatu pgmen. Supersaturasiempedu dengan kolesterol terjadi
bilaperbandingan asam empedudan fosfolipid(terutama lesitin)
dengankolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol
tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu diperthankan
dalambentukcair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral
kolesterol, dikelilingi oleh mentel yang hidrofilikdari garam empedu dan
lesitin.Jadisekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asamempedu rendah,
atau terjadi sekresi lesitin. Merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol.Pada tingkat supersaturasi kolestero,kristalkolesterol

8
keluar dari larutan membentuk situasi nidus, dan membentuk suatu
pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri,
pragmen parasit,epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain
diperlakukan untukdipakaisebagai benih pengkristalan.Batu pigmen terdiri
dari garam kalsium salah satu dari keempat anion ini :bilirubinat, karbonat,
fosfat, dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan
terkonjungnasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi diakibatkan karena
kurang atau tidaknya enzim glukoronil tranferase, jika bilirubin tak
terkonjunggasi karena kurang atau tidak adanya enzim glukoronil tranferase
mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin. Sebab bilirubin tak
terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak., sehingga
kelamaanjadi pengendapan bilirubin tak terkonjunggasi yang bisa
menyebabkan batu empedu tapi jarang terjadi.

9
2.4 WOC
Batu Empedu

Trauma
Obstruksi batu empedu Pecahnya batu
abdomen luka
pada duktus sistikus empedu
bakar, sepsis

Tekanan intralumen
Infeksi pada
kandung empedu
duktus sistikus
naik
Perluasan
perlukaan

Trauma epitel
Inflamasi pada
kandung empedu
kandng empedu

Sistensi
prostaglandin I2
dan E2

KOLELITIASIS

Kandung empedu
Penatalaksanaan mampu
Infeksi pada
kandung mengeluarkan
empedu cairan empedu

Terapi pembedahan
kolesistektomi Gangguan
Vaskularisasi MK : metabolisme
naik Hipertermi lemak

Luka insisi
Permeabilitas Pe naik rasa MK :
pembuluh darah mual dan Kekurangan
naik mutah volume
Bakteri Merangsang cairan tubuh
mudah masuk saraf nyeri
Kebocoran cairan Anoreksia
intravaskuler ke
intersiel

MK : Resiko MK : Nutrisi
Infeksi MK : Gangguan kurangdari
Oedema kebutuhan tubuh
rasa nyaman :
Nyeri

Tekanan Penekanan
intraabdomen naik gaster

10
2.5 Manifestasi Klinis
Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga
munculnya gejala lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan
gejala asimptomatik ( pasien tidak menyadari gejala apapun) . gejala klinik
yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala :
1) Nyeri pada perut kanan atas
2) Dispepsia non spesifik
3) Mual, muntah
4) Demam

2.6 Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu
empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan. (Sylvia and Lorraine, 2006)
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu kolesterol
diperlukan 3 faktor utama :
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi atau pembentukan nidus cepat
d. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang
mengandung <20% kolestrol. Jenisnya antara lain :
e. Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwana coklat atau coklat tua, lunak, mudah di hancurkan dan
mengandung kalisum-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu
pigmen coklat terbentuk akibat adanya disfungsi sfingter oddi,
striktur, operasi bilier,dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran
empedu, khususnya E, coli,kadar enzim B glukoroni dase yang

11
berasal dari bakteri akan di hidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan
asam glukoronat. Kalsium meningkat bilirubin menjadi kalsium
bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang di lakukan di
dapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan
terbentuknya batu pigmen coklat.umumnya batu pigmen ini terbentuk
di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
f. Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk,seperti bubuk
dan kaya akan zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam
adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan
hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama
terdiri dari derivat polymerized bilirubun. Potogenesis terbentuknya
batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam
kandung empedu dengan empedu yang steril.
g. Batu campur
Batu campuran antara kolestrol dan pigmen dimana mengandung 20-
50% kolestrol.
2.7 Komplikasi
Jika tidak segera ditangani, batu empedu atau kolelitiasis dapat menyumbat
saluran empedu dan memicu terjadinya peradangan atau infeksi kantung empedu.
Kondisi ini dikenal dengan kolesistitis akut atau radang kantung empedu akut.
Beberapa komplikasi lain juga dapat terjadi jika batu empedu tidak segera diobati
adalah:
1. Cholangitis atau peradangan saluran empedu
2. Pankreatitis akut atau peradangan pankreas akut
3. Ileus batu empedu atau penyumbatan usus akibat batu empedu
4. Sepsis

12
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus.
Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi
inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien
sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada
dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang
suara yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli
dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan.Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral
kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat
menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung
empedu telah menebal.
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi
endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai
duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus
koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke
dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan
memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.

13
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kenaikan serum kolesterol.
b. Kenaikan fosfolipid.
c. Penurunan ester kolesterol.
d. Kenaikan protrombin serum time.
e. Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl).
f. Penurunan urobilirubin.
g. Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 -
10.000/iu).
h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml).
2.9 Penatalaksanaan
a. Diet
1. Rendah lemak dalam usaha mencegah nyeri lebih lanjut.
2. Bila batu menyebabkan pembuntuan dari aliran empedu dilakuakn
penggantian vitamin yang larut lemak (ADEK) dan pemberian garam
empedu untuk membantu pencernaan dan absorbs vitamin.
3. Infus cairan dan makanan bila ada masalah mual-mual dan muntah .
b. Terapi Obat
1. Analgesik/narkotik (meperidine hydrochloric/Demerol)
2. Antispasme dan anti Colinergik (prophantheline bromide / probanthine)
untuk relaksasi otot polos dan menurunkan tonus dan spasme saluran
empedu.
3. Antimuntah lentik mengontrol mual dan muntah.
4. Terapi asam empedu untuk melarutkan batu empedu yang kecil
(chenodiol)
5. Cholesteramine untuk menurunkan gatal yang sangat karena
penumpukan berlebihan empedu pada kulit.
c. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotherapy)
d. Colecystectomy: Bedah pengambilan batu empedu (Pengertian, n.d.)

14
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini, semua
data – data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan
klien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan
aspek biologis, psikologis, sosial, maupun spritual klien. Tujuan pengkajian
adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien. Metode
utama yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara,
observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostik. (Asmadi, 2008)
a. Identitas pasien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat tanggal
lahir, pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis biasanya ditemukan pada 20 -50
tahun dan lebih sering terjadi anak perempuan pada dibanding anak laki –
laki. (Cahyono, 2014)
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau
kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu
nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri tersebut.
d. Riwayat kesehatan dahulu
kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah memiliki
riwayat penyakit sebelumnya.

e. Riwayat kesehatan keluarga (genogram)

15
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini
menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola makan dan gaya hidup
yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis
mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan umum
Pemeriksaan tingkat kesadaran, tanda–tanda vital yaitu tekanan darah,
nadi, RR, dan suhu.
2) Pemeriksaan Fisik Head To Toe
 Kulit. Warna kulit apakah normal, pucat atau sianosis, rash lesi,
bintik–bintik, ada atau tidak. Jika ada seperti apa, warna, bentuknya
ada cairan atau tidak, kelembaban dan turgor kulit baik atau tidak..
 Kepala. Simetris Pada anak dengan glomelurus nefritis akut biasanya
ubun-ubun cekung, rambut kering.
 Mata. Pada anak dengan glomerulus nefritis akut biasanya nampak
edema pada kelopak mata, konjungtiva anemis, pupil anisokor, dan
skelera anemis.
 Telinga. Bentuk, ukuran telinga, kesimetrisan telinga, warna, ada
serumen atau tidak, ada tanda – tanda infeksi atau tidak, palpasi
adanya nyeri tekan atau tidak.
 Hidung. Bentuk, posisi, lubang, ada lendir atau tidak, lesi, sumbatan,
perdarahan tanda–tanda infeksi, adakah pernapasan cuping hidung
atau tidak dan nyeri tekan.
 Mulut Warna mukosa mulut dan bibir, tekstur, lesi dan stomatitis.
Langit–langit keras (palatum durum) dan lunak, tenggorokan, bentuk
dan ukuran lidah, lesi, sekret, kesimetrisan bibir dan tanda–tanda
sianosis.
 Dada. Kesimetrisan dada, adakah retraksi dinding dada, adakah bunyi
napas tambahan (seperti ronchi, wheezing, crackels), adakah bunyi

16
jantung tambahan seperti (mur mur), takipnea, dispnea, peningkatan
frekuwensi, kedalaman (pernafasan kusmaul).
 Abdomen. Inspeksi perut tampak membesar, palpasi ginjal adanya
nyeri tekan, palpasi hepar, adakah distensi, massa, dengarkan bunyi
bising usus, palpasi seluruh kuadran abdomen.Biasanya pada
Kolelitiasis terdapat nyeri pada perut bagian kanan atas.
 Genitalia dan rectum
Lubang anus ada atau tidak , pada laki–laki inspeksi uretra dan testis
apakah terjadi hipospadia atau epispadia, adanya edema skrotum atau
terjadinya hernia serta kebersihan preputium, pada wanita inspeksi
labia dan klitoris adanya edema atau massa, labia mayora menutupi
labia minora, lubang vagina, adakah secret atau bercak darah.
 Ekstremitas. Inspeksi pergerakan tangan dan kaki, kaji kekuatan
otot,palpasi ada nyeri tekan, benjolan atau massa.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi, proses inflamasi, prosedur
bedah, infeksi.
b. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan
d. Hipertermi b.d infeksi pada kandung empedu.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
f. Resiko infeksi b.d prosedur pembedahan.
3. Intervensi keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi/spasme duktus, proses


inflamasi, prosedur pembedahan.
Intervensi

17
a. Melakukan pengkajian secara komperhensif, observasi dan catat
lokasi, beratnya (skala 1-10) dan karakteristik nyeri (menetap,
hilang timbul).R/ untuk mengetahui tingkat nyeri yang di rasakan
sangat penting karena dapat membantu menentukan intervensi
yang tepat.

b. Observasi tanda - tanda vital tiap 8 jam.R/ untuk mengetahui


perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan
salah satu indikasi peningkatan nyeri yang di alami oleh klien.

c. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.R/ lingkungan


yang nyaman dapat membuat klien beristirahat dengan tenang.

d. Beri posisi yang nyaman.R/ posisi yang nyaman dapat


menghindarkan penekanan pada area nyeri.

e. Anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi.


R/ teknik relaksasi dapat membuat klien merasa nyaman dan
distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri
sehingga dapat mengurangi nyeri yang di rasakan.

f. Kolaborasi dengan dokter pemberrian terapi secara


farmakologis.R/ obat-obat analgetik akan memblok reseptor nyeri
sehingga nyeri tidak dapat dipersepsikan.

2) Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif.

Intervensi

a. Kaji input dan output cairan.R/ pengkajian tersebut menjadi dasar


rencana askep dan evaluasi.

b. Timbang BB setiap hari.R/ penuruna BB dapat terjadi karena


muntah berlebihan.

18
c. Beri cairan intervena yang terdiri dari glukosa, elektrolit dan
vitamin.R/ mencegah kekurangan cairan dan memperbaiki
keseimbangan asam basa.

d. Anjurkan untuk minum air dengan perlahan.R/ pemberian cairan


sesuai dengan toleransi klien.

3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d


ketidakmampuan makan
Intervensi :

a. Catat status nutrisi pasien, BB, integritas mukosa oral,


kemampuan menelan, tonus otot, mual muntah.R/ dapat
menentukan intervensi yang tepat.

b. Perhatikan diet.R/ membantu mengidentifikasi


kebutuhan/kekuatan khusus.

c. Awasi masukan serta BB secara periodic.R/ mengukur


keefektifan nutrisi dan cairan.

d. Beri makanan dalam porsi sedikit pada awalnya.R/ merangsang


nafsu makan.

e. Beri makanan dengan cara yang menarik.R/ meningkatkan


keinginan untuk makan.

4) Hipertermi b.d proses infeksi pada kandung empedu


Intervensi

a. Lakukan kompres hangat pada area ketiak atau lipatan paha. R/


untuk melepaskan panas melalui konveksi.

b. Anjurkan pasien mengenakan pakaian tipis.R/ agar panas dapat


dilepaskan melalui evaporasi.

19
c. Anjurkan pasien minum sebanyak mungkin air jika tidak di
kontra indikasikan. R/ agar mengganti cairan yang hilang karena
panas

d. Pantau suhu tubuh setiap 30 menit – 1 jam, nadi frekuensi napas,


dan tekanan darah.R/ agar dapat meyakinkan perbandingan data
yang akurat

4. Implementasi keperawatan
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah
kategori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan
keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan.
Namun demikian, dibanyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi
mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian. (Potter & Perry, 2005)
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi
dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan
kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, klien akan masuk kembali dalam siklus tersebut mulai dari
pengkajian ulang (reassesment) secara umum evaluasi ditunjukan untuk :
a. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
b. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
c. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.
(Asmadi, 2008)

20
Evaluasi formatif : dilakukan setiap kali selesai melakukan tindakan,
mengevaluasi proses keperawatan yang telah dilakukan, dan biasanya
berupa catatan perkembangan. Evaluasi sumatif : menggunakan rekapan
terakhir secara paripurna, menggunakan catatan naratif, dan pada saat
pasien pulang atau pindah.

21
BAB III

ASKEP KASUS FIKTIF

3.1 Kasus Fiktif

Pada tanggal 11 Januari 2021 pukul 09.30 WIB. Di IGD RSUD Malang datang
seorang pasien bernama Ny.B berumur 45 tahun alamat Jl.Ijen Merdeka Malang.
Pasien datang dengan keluhan nyeri sudah beberapa hari pada abdominal atau perut
bagian kanan atas ,pasien tampak kesakitan sambil memegangi perut, pasien tampak
gelisah, pasien tampak lemas ,pasien tampak pucat ,pasien tidak nafsu makan,mukosa
bibir kering dan pecah pecah. Suami pasien mengatakan bahwa pasien sering mual
dan muntah juga tidak nafsu makan. Dari hasil pemeriksaan fisik terdapat tingkat
kesadaran normal / composmentis, GCS 4-4-5, Keadaan umum : lemah, TD : 130/80
mmHg, N : 100 x/menit ,RR : 28x/menit, S : 38,5 derajat c, pemeriksaan fisik bb : 50
kg, sebelumnya 53 kg, pada inspeksi terlihat abdomen pasien tidak ada benjolan, pada
palpasi adanya nyeri tekan pada abdomen kanan atas , pada perkusi adanya bunyi
timpani karena ada gas dari gastrointestinal dan di auskultasi terdengar penurunan
suara bising usus. Setelah dilakukan pengkajian nyeri terdapat hasil P : Nyeri saat
bergerak Q : Nyeri sedang R : Abdomen kanan atas S : 6 (sedang ) T : Nyeri
bertambah ketika bergerak dan berbaring. Respond nyeri non verbal pasien tampak
meringis .

3.2 Pengkajian
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.B
TTL : Malang, 16 April 1976
Ruang : Melati
No. Rekam Medis : 202101016
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan

22
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa / Indonesia
Bahasa : Jawa,Indonesia
Alamat : Jl.Ijen Merdeka Malang Rt : 05 Rw : 06
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan :-
Status : Menikah
Pendidikan : Tamat SLTA
Gol.Darah :A
Tanggal MRS : 11 Januari 2021
Tanggal KRS :-
Tanggal Pengkajian : 11 Januari 2021
Diagnosa Medis : Kolelitiasis

Penanggung jawab / keluarga


Nama : Tn.R
Umur : 47 tahun
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl.Ijen Merdeka Malang Rt.05 Rw. 06
Hubungan : Suami
Status : Menikah

II. RIWAYAT KESEHATAN


Keluhan Umum : Nyeri pada abdomen , nyeri saat
bergerak
Riwayat Penyakit Sekarang : Klien mengalami nyeri pada abdomen
dan nyeri saat bergerak
Riwayat Penyakit Dahulu : Klien mengatakan sebelumnya tidak
pernah mengalami sakit seperti ini

23
III. POLA AKTIVITAS SEHARI HARI
No. Pola Aktivitas Di Rumah Di Rumah Sakit
1. Nutrisi
- Makan - 3 kali sehari dengan 1 - 3 kali sehari dengan 2
piring sendok
- Air putih kurang
- Minum - Air putih kurang lebih lebih 8 gelas perhari
8 gelas perhari
2. Aktifitas fisik - Klien bekerja sebagai - Klien menghabiskan
ibu rumah tangga dan waktu di tempat tidur
waktu senggang ,sekali bangun dan
digunakan untuk jalan jalan
berkumpul dengan
keluarga

3. Istirahat tidur - Klien tidur 8 jam - Klien tidur 10 jam


perhari sehari
4. Personal hygiene
- Mandi - 2x sehari - 1x sehari
- Keramas - 3x seminggu - Belum sejak MRS
- Gosok gigi - 2x sehari - 2x sehari
- Ganti pakaian - 2x sehari - 1x sehari

IV. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan umum : Lemah
b. Kesadaran : Compos mentis
c. GCS : 4-4-5
d. TTV : TD : 130/80mmHg
N : 100 x/menit
S : 38,5 derajat c
R : 28 x/menit
e. Pemeriksaan fisik head to toe
1. Kulit : Pucat
2. Kepala : Simetris dan tidak ada tanda tanda hidrosefalus
3. Wajah : Simetris dan pucat
4. Mata : Simetris ,adanya konjungtiva anemis

24
5. Telinga : Simetris ,tidak ada serumen dan tanda tanda infeksi
6. Hidung : Simetris, tidak ada lesi , tidak ada sumbatan tidak ada
tanda tanda infeksi
7. Mulut : Mukosa bibir kering
8. Dada : Dada simetris,tidak ada bunyi napas tambahan
9. Abdomen : Inspeksi : Abdomen terlihat tidak ada benjolan,
Palpasi : Teraba nyeri tekan pada abdomen kanan atas,
Perkusi : Adanya bunyi timpani karena ada gas dari
gastrointestinal, Auskultasi : Adanya penurunan bising usus
f. Karakteristik Nyeri
P : Nyeri saat bergerak
Q : Nyeri sedang
R : Abdomen kanan atas
S : 6 (sedang )
T : Nyeri bertambah ketika bergerak dan berbaring
g. Identifikasi nyeri non-verbal : Pasien tampak meringis

V. DATA PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan sel darah putih : 12.000-15.000/iu
Peningkatan serum amylase

VI. TERAPI
1. Diet rendah lemak ,tinggi kalori,tinggi protein
2. Pemberian antibiotic sistemik dan vitamin K
3. Observasi keadaan umum dan tanda tanda vital
4. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut
5. Dipasang infus cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok
atau gelisah.

25
3.3 Diagnosa

No. Data Etiologi Masalah


keperawatan
1 DS: klien mengatakan nyeri pada Agen pencedera Nyeri akut
bagian abdomen bawah fisiologis(inflamasi)
Do: kalien terlihat meringis sambil
memegang perut bagian atas
- P : Nyeri saat bergerak
Q : Nyeri sedang
R : Abdomen kanan atas
S : 6 (sedang )
T : Nyeri bertambah ketika
bergerak dan berbaring
2. Ds: - Proses penyakit Hipertermi
DO: TTV pasien(TD=130/80, (infeksi)
N=105x/mnt, S=38,5 C, RR=28 x/mnt)

3. Ds: psien mengatakan cepat kenyang Ketidakmampuan Defisit Nutrisi


setelah makan mencerna makanan
Suami pasien mengatakan nafsu
makan menurun
Do:BB pasien menurun dari 53 kg
menjadi 50 kg

Diagnosa keperawatan :

1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisiologis(inflamasi)


2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan mencerna makanan

3.4 Intervensi

No Diagnosa SLKI SIKI


keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
pencedera Definisi Definisi
Fisiologis(inflamasi) Pengalaman sensorik atau Mengidentifikasi dan mengelola
emosional yang berkaitan pengalaman sensorik atau
dengan kerusakan emosional yang berkaitan dengan

26
jaringan aktual atau kerusakan jaringan atau
fungsional, dengan onset fungsional dengan onset
mendadak atau lambat mendadak atau lambat dan
dan berintensitas ringan berintensitas ringan hingga berat
hingga berat dan konstan. dan konstan.
Ekspektasi Menurun Tindakan
Kriteria Hasil Observasi
 Keluhan nyeri 1. Identifikasi lokasi,
cukup menurun karakteristik, durasi,
(4) frekuensi, kuaiitas,
 Meringis cukup intensitas nyeri
menurun (4) 2. Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respons nyeri
non verbal
3. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
4. Identifikasi pengetahuan
dan keyaninan tentang
nyeri
5. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
8. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeodback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)

27
3. Fasilitasi Istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

2. Hipertermi b.d Termoregulasi Manajemen Hipertermia


proses penyakit Definisi Definisi
(infeksi) Pengaturan suhu tubuh Mengidentifikasi dan mengelola
agar tetap berada pada peningkatan suhu tubuh akibat
rentang normal. disfungsi termoregulasi.
Ekspektasi Membaik Tindakan
Kriteria Hasil Observasi
 Suhu tubuh cukup 1. Identifikasi penyebab
membaik(4) hipertermia (mis.
dehidrasi, terpapar
lingkungan panas,
penggunaan inkubator)
2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor kadar elektralit
4. Monitor haluaran urine
5. Monitor komplikasi
akibat hipertermia
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan
yang dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi

28
permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
6. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
7. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
antipiretik atau aspirin

3. Defisit nutrisi b.d Status Nutrisi Manajemen Nutrisi


Ketidakmampuan Definisi Definisi
mencerna makanan Keadekuatan asupan Mengidentifikasi dan mengelola
nutrisi untuk memenuhi asupan nutrisi yang seimbang
kebutuhan metabolisme. Tindakan
Ekspektasi Membaik Observasi
Kriteria Hasil 1. Identifikasi status nutrisi
 Perasaan cepat 2. Identifikasi alergi dan
kenyang cukup intoteransi makanan
menurun (4) 3. Identifikasi makanan
 Nafsu makan disukai
cukup membaik 4. Identifikasi kebutuhan
(4) kalori dan jenis nutrien
 Berat badan 5. Identifikasi perlunya
cukup membaik penggunaan selang
(4) nasogastrik
6. Monitor asupan
makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene

29
sebelum makan, jika
perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan jika perlu
7. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogatrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antlemetik). jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

3.5 Implementasi

Diagnosa Tindakan Paraf


1. Nyeri akut b.d agen Observasi
pencedera 1. Mengidentifikasi lokasi,
Fisiologis(inflamasi) karakteristik, durasi, frekuensi,
kuaiitas, intensitas nyeri
2. Mengidentifikasi skala nyeri
Identifikasi respons nyeri non
verbal

30
3. Mengidentifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
4. Mengidentifikasi pengetahuan
dan keyaninan tentang nyeri
5. Mengidentifikasi pengaruh
budaya terhadap respon nyeri
6. Mengidentifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
7. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
8. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
9. Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis, akupresur,
terapi musik, biofeodback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
10. Mengontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
11. Memfasilitasi Istirahat dan
tidur
12. Mempertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
13. Menjelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
14. Menjelaskan strategi
meredakan nyeri
15. Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
16. Menganjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
17. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik jika

31
perlu
2. Hipertermi b.d Observasi
proses penyakit 1. Mengidentifikasi penyebab
(infeksi) hipertermia (mis. dehidrasi,
terpapar lingkungan panas,
penggunaan inkubator)
2. Memonitor suhu tubuh
3. Memonitor kadar elektralit
4. Memonitor haluaran urine
5. Memonitor komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik
6. Menyediakan lingkungan yang
dingin
7. Meloonggarkan atau lepaskan
pakaian
8. Membasahi dan kipasi
permukaan tubuh
9. Memberikan cairan oral
10. Mengganti linen setiap hari
atau lebih sering jika
mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
11. Melakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
12. Memberikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Menganjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian
antipiretik atau aspirin

3. Defisit nutrisi b.d Observasi


Ketidakmampuan 1. Mengidentifikasi status nutrisi
mencerna makanan 2. Mengidentifikasi alergi dan
intoteransi makanan
3. Mengidentifikasi makanan
disukai
4. Mengidentifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrien

32
5. Mengidentifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastrik
6. Memonitor asupan makanan
7. Memonitor berat badan
8. Memonitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
9. Melakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
10. Memfasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. piramida
makanan)
11. Menyajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
12. Memberikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
13. Memberikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
14. Memberikan suplemen
makanan jika perlu
15. Menghentikan pemberian
makan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
1. Menganjurkan posisi duduk,
jika mampu
2. Mengajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. pereda
nyeri, antlemetik). jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

33
3.6 Evaluasi

Diagnosa Catatan Perkembangan Paraf


1. Nyeri akut b.d agen S : pasien mengatakan nyeri menurun
pencedera  P : Nyeri saat bergerak
Fisiologis(inflamasi)  Q : Nyeri sedang
 R : Abdomen kanan atas
 S : 6 (sedang)
 T : Nyeri bertambah ketika
bergerak dan berbaring

O : - TTV
TD : 110/80mmHg
N : 105 x/menit
S : 36,5 derajat C
RR : 20 x/menit

- Adanyabunyi timpani karena


ada gas dari gastrointestinal
- Adanya penurunan bising
usus

A: Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

2. Hipertermi b.d S : Pasien tampak pucat dan lemas


proses penyakit
(infeksi) O: TTV

- TD : 110/80mmHg
- N : 105 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,5 derajat C

- Tampak wajah pucat dan lemas

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

34
3. Defisit nutrisi b.d S : Suami pasien mengatakan pasien
Ketidakmampuan tidak nafsu makan dan sering mual
mencerna makanan muntah

O: TTV

- TD : 110/80mmHg
- N : 105 x/menit
- RR : 20 x/menit
- S : 36,5 derajat C

- Mukosa bibir kering dan pecah


pecah

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

35
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kolelitasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu yang
penyebab secara pasti belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi beberapa
faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu dan infeksi
yang terjadi pada kandung empedu serta kolesterol yang berlebihan yang
mengendap di dalam kandung empedu tetapi mekanismenya belum diketahui
secara pasti, faktor hormonal selama proses kehamilan, dapat dikaitkan
dengan lambatnya pengosongan kandung empedu dan merupakan salah satu
penyebab insiden kolelitiasis yang tinggi, serta terjadinya infeksi atau radang
empedu memberikan peran dalam pembentukan batu empedu.(Rendi, 2012)
Etiologi kolelitiasis secara pastinya belum diketahui akan tetapi ada
faktor predisposisi yang penting diantaranya: gangguan metabolisme, yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, adanya statis empedu,
dan infeksi atau radang pada empedu.(Nabu, 2019)

4.2 Saran
Setelah pembuatan makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami hal-hal
yang berkaitan dengan penyakit kolelitiasis (batu empedu) sehingga dapat
dilakukan upaya-upaya yang bermanfaat untuk mencegah maupun menangani
penyakit ini.

36
DAFTAR PUSTAKA

Nabu, M. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Nn. E.S Dengan Kolelitiasis Di Ruang
Cendana. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 63.

Pengertian, A. (n.d.). Askep cholelithiasis.

PPNI (2017), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator


Diagnostik ,Edisi 1 Cetakan III. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:Definisi dan tindakan, Edisi


1 Cetakan II. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia:Definisi dan Kriteria Hasil


Keperawatan, Edisi 1 Cetakan 2, Jakarta:DPP PPNI.

https://www.alodokter.com/batu-empedu/komplikasi diakses pada 18 maret 2021


jam 12.46

37

Anda mungkin juga menyukai