Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KOLELITIASIS

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pembimbing:
Ns. Wati Jumaiyah, S.Pd., M.Kep., Sp. KMB

Disusun Oleh:
Kelompok 2
( Transfer B)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini disusun agar pembaca dapat
memperluas ilmu tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien kolelitiasis” yang penyusun
sajikan berdasarkan telusur literatur dari berbagai sumber. Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah keperawatan medical bedah II di
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Dalam penulisan makalah ini penyusun merasa masih banyak kekurangan-kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penyusun serta terbatasnya ruang gerak penulis untuk mendapatkan informasi ataupun
sumber-sumber yang dapat dijadikan referensi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah
ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada kita semua.
Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk
kepada kami,

Jakarta, Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................................
B. Tujuan Penulisan........................................................................................................
C. Manfaat Penulisan .....................................................................................................

BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian Kolelitiasis.................................................................................................
B. Etiologi Kolelitiasis.....................................................................................................
C. Manifestasi Klinik Kolelitiasis ...................................................................................
D. Faktor Resiko Kolelitiasis...........................................................................................
E. Patofisiologi Kolelitiasis.............................................................................................
F. Komplikasi Kolelitiasis...............................................................................................
G. Pemeriksaan Penunjang Kolelitiasis...........................................................................
H. Penatalaksanaan Non Bedah.......................................................................................
I. Penatalaksanaan Bedah...............................................................................................

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Keperawatan Pada Kolelitiasis................................................................
B. Diagnosa Keperawatan Pada Kolelitiasis..................................................................
C. Intervensi Keperawatan Pada Kolelitiasis.................................................................

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau didalam duktus koledokus, atau pada keduanya. Sebagian besar batu
empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk didalam kandung empedu (kolesistolitiasis).
Jika batu kandung empedu ini berpindah kedalam saluran empedu ekstrahepatik, disebut
batu saluran empedu sekunder atau koledokolitiasis sekunder. (Sjamsuhidayat, 2010).

Penyakit batu kandung empedu ini sering ditemukan secara kebetulan saat melakukan USG
perut. Sensitivitas pemeriksaan secara USG ini terhadap penyakit batu kandung empedu
sekitar 95%. Prevalensi penyakit batu kandung empedu pada suku Indian di Amerika
mencapai tingkat yang tinggi yaitu sekitar 40 – 70%. Di Amerika Serikat, insiden batu
empedu diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol
dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi (Healthy Lifestyle
Desember 2008). Sedangkan di Asia, prevalensinya berkisar antara 3 - 15%, tetapi di Afrika
prevalensi rendah yaitu < 5%. Di Indonesia angka kejadian penyakit batu kandung empedu
ini diduga tidak berbeda jauh dengan angka Negara lain yang ada di Asia Tenggara, hanya
saja baru mendapatkan perhatian secara klinis, sementara penelitian batu empedu masih
terbatas (Laurentius,2006).

Dari hasil penelitian mengatakan bahwa di negara Barat 80 % batu empedu adalah batu
kolesterol. Cairan empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanya tetap
berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa
menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu. Akibat dari endapan ini
akhirnya membentuk batu. Prevalensi penderita penyakit batu kandung empedu meningkat
sehubungan dengan usia dan dua kali lebih tinggi pada pada wanita di bandingkan pada pria.
Perbedaan gender ini karena factor hormon esterogen yang meningkatkan sekresi kolesterol
empedu.
Dari hasil rekam medik RSUP Fatmawati menunjukan bahwa prevelensi penyakit kolelitiasis
pada tahun 2015 dari bulan Januari Desember 4% dari keseluruh pasien yang menderita
penyakit pencernaan berjumlah 572 pasien.

Diagnosa keperawatan terkait pada pasien kolelitiasis adalah nyeri akut berhubungan dengan
obstruksi spasme duktus, kekurangan volume cairan berhubungan ketidakseimbangan intake
dan output, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake tidak adekuat dan kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi (Amin,
H & Hardhi, K. h. 176. 2015)

Beberapa faktor risiko yang diduga memiliki keterkaitan dengan kolelitiasis adalah umur,
jenis kelamin, obesitas, dislipidemia, diabetes mellitus, penurunan aktivitas fisik, dan westrn
diet. Upaya untuk pencegahan dalam mengurangi gejala-gejala dan komplikasi yang
mungkin dialami pasien kolelitiasis, dibutuhkan peran perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif, yaitu meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative

Dilihat dari aspek promotif perawat dapat memberikan penyuluhan seperti penyuluhan
nutrisi untuk kolelitiasis seperti memberikan contoh menu makan diit rendah lemak. Pada
aspek preventif perawat dapat menganjurkan pasien menjaga pola makan yakni kurangi
makanan yang banyak mengandung lemak dan kolesterol serta tinggi serat untuk
mengurangi kerja empedu. Dari aspek kuratif, perawat berperan dalam tindakan kolaboratif
dengan dokter dan tenaga medis lain seperti memberi obat analgetik untuk menghilangkan
nyeri. Sedangkan dari aspek rehabilitatif diberikan untuk mengurangi komplikasi pada
pasien kolelitiais, seperti perawat untuk menganjurkan klien kontrol ulang ke rumah sakit
sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh dokter.

Berdasarkan uraian di atas dan dengan melihat pentingnya peran perawat, maka penulis
tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan
kolelitiasis

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa mampu memahami konsep medik Kolelitiasis
b. Mahasiswa mampu memahami konsep teori asuhan keperawatan pada klien dengan
Kolelitiasis
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami definisi serta anatomi fisiologi yang terkait penyakit
Kolelitiasis
b. Mahasiswa mampu memahami etoilogi, patofisiologi dan patoflowdiagram penyakit
Kolelitiasis
c. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan
diagnostik, dan penatalaksanaan medis penyakit Kolelitiasis
d. Mahasiswa mampu memahami pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan,
menetukan perencanaan yang akan dilakukan, serta mampu menentukan evaluasi
pada pasien dengan Kolelitiasis secara teori.

C. Manfaat Penulisan
a. Mahasiswa mendapatkan wawasan dan kemampuan berfikir mengenai penerapan teori
yang telah didapat.

b. Sebagai referensi mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami kolelitiasis.
BAB II
TINJAUAN TEORI

Konsep Dasar Kolelitiasis


A. Pengertian Kolelitiasis
Kolelitiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin
terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus
(choledocholithiasis). Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu
keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang
memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis (kalkulus/kalkuli,
batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang
membentuk cairan empedu; batu empedu memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang
sangat bervariasi. (Brunner & Suddarth, 2002)

B. Etiologi Kolelitiasis
Menurut Price, Sylvia & Lorraine M. Wilson (2012) menyebutkan Etiologi batu empedu
masih belum diketahui sepenuhnya. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting
adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi
empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu

Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam


pembentukan batu empedu. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita
batu empedu kolesterol menyekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu

Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,


perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi
kandung empedu, atau spasme sfingter oddi, atau keduanya dapat menyebabkan
terjadinya stasis. Faktor hormonal (terutama selama kehamilan) dapat dikaitkan dengan
perlambatan pengosongan kandung empedu.

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mucus
meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat
presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul sebagai akibat dari
terbentuknya batu empedu, dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa tampak pada pasien dengan penyakit kolelitiasis antara lain:

a. Rasa nyeri dan kolik bilier


Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami
distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba
massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat
pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan,
biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat beberapa jam
sesudah makan makanan dalam porsi besar.

Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang
tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam
keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen
pada daerah akrtilago kosta Sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan ini menimbulkan
nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan
inspirasi dalam dan mengembangkan pengembangan rongga dada (Murphy sign (+)).
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 –
60 menit, menetap dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium.

b. Ikterus akibat tersumbatnya duktus koledokus.


Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum menyebabkan getah empedu
yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering
disertai dengan gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.

c. Perubahan warna urin dan feses


Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna gelap. Feses yang
tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu.
d. Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu mengganggu absorpsi vitamin A, D, E, dan K yang larut
dalam lemak. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.

D. Faktor resiko
Penyakit batu empedu lebih banyak terjadi pada keadaan yang dikenal dengan 4F, yaitu
wanita (female), usia 40 tahunan (fourty), diet tinggi lemak (fatty) dan masih dalam
reproduksi aktif (fertile).Faktor resiko terjadinya batu empedu antara lain:
a. Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan
eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar
esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi
dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu
dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.

b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan orang dengan usia yang lebih muda. Hal ini disebabkan batu empedu sangat
jarang mengalami disolusi spontan, meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam
empedu sesuai dengan bertambahnya usia dan empedu menjadi semakin lotogenik
bila usia bertambah.

c. Berat badan (BMI)


Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam
kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani beresiko untuk
menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak, jika kadar
kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu
dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan
berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan
gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan
kontraksi kandung empedu.

e. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

E. Patofisiologi Kolelitiasis
Menurut Brunner & Suddarth, (2002), dari faktor risiko kolelitiasis dapat menghambat
cairan di empedu, kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam kandung empedu.
Kolesterol tidak larut dalam air, karena kelarutannya tergantung pada asam-asam empedu
dan lesitin dalam empedu. Pada penderita kolelitiasis akan mengalami penurunan sintesis
asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati. Keadaan ini mengakibatkan
supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang merupakan predisposisi timbulnya batu
empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan kandung empedu.

Dengan terbentuknya batu pada kandung empedu dapat mengakibatkan gangguan kontraksi
kandung empedu atau spasme sfingter oddi atau keduanya dapat mengakibatkan sintesis,
selain itu dapat menghambat aliran ke kandung empedu yang membuat kandung empedu
menjadi besar sehingga kandung empedu mengalami edema. Jika batu empedu terus
menyumbat saluran empedu dapat terjadi nekrosis, peritonitis, perforasi kandung empedu,
abses hepar, dan pankreatititis.
Nyeri Penurunan peristaltic

Resiko syok Resiko kekurangan


(hipovolemik) Makanan tertahan
volume cairan
dilambung

Ketidakefektifan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh Rasa mual muntah

Skema patofisiologi (Amin, H & Hardhi, K. h. 176. 2015)

F. Komplikasi
Menurut Suharjo JB, (2014) Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
a. Koledokolitiasis : batu di common bile duct(CBD) atau koledokolitiasis terjadi 10-15%
pasien dengan batu empedu yang mengalami gejala, insiden batu CBD sebesar 3,4%
pada pasien yang menjalani laparaskopi kolesistektomi. Pasien dengan koledokolitiasis
dapat bersifat asimptomatik, bila simptomatik keluhannya adalah kolik bilier, ikterik,
tinja seperti dempul dan urine berwarna gelap,diagnosis ditegakkan berdasarkan
keluhan klinis, peningkatan kadar bilirubin, ALP, GGT disertai pelebaran common
ductus biliaris (CBD) melalui pemeriksaan USG, MRCP atau ERCP.
b. Pankreatitis bilier akut : sekitar 50%pankreatitis akut bilier disebabkan oleh batu
empedu, batu empedu yang bermigrasi dan menyumbat duktus pankreatikus
menyebabkan empedu mengalami refluks dan meningkatkan tekanan di duktus
pankreatikus sehingga terjadi autodigesti, pankreatitis akut ditandai dengan rasa nyeri
yang hebat di ulu hati disertai dengan peningkatan enzim lipase dan amylase, diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya nyeri perut, peningkatan amylase dan lipase serta CT
scan
c. Kolesistitis akut

1) Empiema
2) Perikolesistitis
3) Perforasi

d. Kolesistitis kronis

1) Hidrop kandung empedu


2) Empiema kandung empedu

3) Fistel kolesistoenterik

4) Ileus batu empedu (gallstone ileus)


Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang
tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus,
batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus
sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi
infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu
dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga
membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat
juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat
mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekitarnya) dan
dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi
kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat
kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus
koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik.
Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus
obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya
fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada
bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.

G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doengoes, E, Marlyn, (2012) pemeriksaan diagnostik sebagai berikut:

a. Darah lengkap: Leukositosis sedang (akut).


b. Bilirubin dan amilase serum: Meningkat.
c. Enzim hati serum-AST (SGOT): ALT (SGPT); LDH; agak meningkat: alkaline fosfat
dan 5-nukleotidase; Di tandai peningkatan obstruksi bilier.

d. Kadar protrombin: Menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan
absorbsi vitamin K.

e. Ultrasound: Menyatakan kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang
mengalami dilatasi (sering merupakan prosedur diagnostik awal).

f. Kolangiopankreatografi retrograd endeskopik (ERCP). Pemeriksaan ini meliputi


insersi endoskop serta-optik yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai
duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukkan ke dalam duktus koledokus
serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus
tersebut untuk memungkinkan visualisasi langsung struktur ini dan memudahkan
akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil batu empedu
memperlihatkan percabangan bilier dengan kanulasi duktus koledukus melalui
deudenum.
g. Kolangiografi transhepatik perkutaneus: Pembedaan gambaran dengan flouroskopi
antara penyakit kantung empedu dan kanker pankreas ( bila ikterik ada ).

h. Kolesistogram (untuk kolositisis kronis): Menyatakan batu pada sistem empedu.


Catatan: kontraindikasi pada kolesititis karena pasien terlalu lemah untuk menelan zat
lewat mulut.

i. Scan CT: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan
membedakan anatara ikterik obstruksi/non obstruksi.
j. Scan hati (dengan zat radioaktif): Menunjukan obstruksi percabangan bilier.

k. Foto abdomen (multiposisi): Menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu


empedu, kalsifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu.

l. Foto dada: Menunjukan pernapasan yang menyebabkan penyebaran nyeri.

H. Penatalaksaan Non-bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi
bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk, diet yang diberikan yaitu rendah
lemak, tinggi kalori, tinggi protein.( Brunner & Suddarth, 2002)

b. Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk) telah
digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil terutama
tersusun dari kolesterol. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol
dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu. Pada banyak
pasien diperlukan terapi selama 6 hingga 12 bulan untuk melarutkan batu empedu .
( Brunner & Suddarth, 2002)

c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan


Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal :
monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui
selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu;
melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan
batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau
kateter bilier transnasal.

d. Pengangkatan non bedah


Beberapa metode non bedah digunakan untuk mengelurkan batu yang belum
terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus.
Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya
disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T
Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit
dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP.
Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke
dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong
serabutserabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut spingter
tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit untuk
bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan
jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk
mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi,
namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan
terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.

e. ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur non invasif ini


menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan
pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud
memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.( Brunner & Suddarth,
2002)

I. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah meurut Brunner & Suddarth, (2002), yaitu:
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk
mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik
bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang
dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat
bilamana kondisi pasien mengharuskannya

a. Penatalaksanaan pra operatif :

1) Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu


2) Foto thoraks
3) Elektrokardiogram
4) Pemeriksaan faal hati
5) Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah) Terapi komponen
darah. Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa secara intravena
bersama suplemen hidrolisat protein mungkin diperlukan untuk membantu
kesembuhan luka dan mencegah kerusakan hati.

b. Intervensi bedah
1) Kolesistektomi. Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur bedah yang paling
sering dilakukan. Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri dan
duktus sistikus diligasi. Kolesistektomi dilakukan pada sebagian besar kasus
kolesistisis akut dan kronik. Sebuah drain (penrose) ditempatkan dalam kandung
empedu dan dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan
darah, cairan serosanguinus dan getah empedu ke dalam kasa absorben.

2) Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah
mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien
dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri
menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah
keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti
cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi.

3) Koledokostomi
Insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan batu. Setelah batu
dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter ke dalam duktus tersebut untuk
drainase getah empedu sampai edema mereda. Umumnya koledokostomi
dilakukan bersama-sama kolesistektomi
BAB III.
Konsep Asuhan Keperawatan

Konsep Asuhan Keperawatan Kolelitiasis


A. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
1) Kelemahan
2) Gelisah
b. Sirkulasi : takikardi, berkeringat
c. Eliminasi :
1) Perubahan warna urin dan feses
2) Distensi abdomen
3) Teraba masa pada kuadran kanan atas
4) Urin gelap, pekat
5) Feses warna tanah liat
d. Makanan / cairan
1) Anoreksia, mual/muntah
2) Tidak toleran terhadap lemak dan makanan “pembentukan gas”, nyeri
epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dispepsia
3) Kegemukan, adanya penurunan BB
e. Nyeri/kenyamaan :
1) Nyeri abdomen atas, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan
2) Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan
3) Nyeeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncakdalam 3 menit
4) Nyeri lepas, otot tenaga atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan, tanda murphy
positif.
f. Pernapasan
1) Peningkatan frekuensi pernapasan
2) Pernapasan tertekan ditandai dengan napas pendek, dangkal
g. Keamanan
1) Demam, menggigil
2) Ikterik, dengan kulit berkeringan dan gatal (pruritus). Kecenderungan perdarahan
(kekurangan vitamin K)
h. Penyuluhan / pembelajaran
1) Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu
2) Adanya kehamilan / melahirkan, riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias
darah.

B. Diagnosa keperawatan
Berikut adalah masalah yang timbul bagi pasien pre dan post Cholelithiasis,

dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI,

2017):

Masalah keperawatan pada Pre operatif :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis


(Inflamasi).
Gejala dan tanda mayor (objektif) : tampak meringis, gelisah, sulit
tidur.
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Gejala dan tanda mayor (objektif) : suhu tubuh diatas normal
Gejala dan tanda minor (objektif) : kulit terasa hangat, kulit merah,
takikardia.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan.
Gejala dan tanda mayor (objektif) : berat badan menurun minimal 10%
dibawah rentang ideal.
Gejala dan tanda minor (subjektif) : kram/nyeri abdomen.
Objektif : bising usus hiperaktif, membran mukosa pucat.
d. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan asites

Masalah keperawatan pada Post operatif :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Prosedur

operasi)

Gejala dan tanda mayor (subjektif) : mengeluh nyeri

Objektif : tampak meringis, posisi menghindari nyeri


Gejala dan tanda minor (objektif): proses berfikir terganggu,

menarik diri, berfokus pada diri sendiri.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

Gejala dan tanda minor (subjektif) : nyeri saat bergerak, merasa

cemas aaat bergerak

Gejala dan tanda minor (objektif): gerakkan terbatas dan fisik lemah

c. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive

C. Intervensi Keperawatan

Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam

proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan


keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah

atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Proses perencanaan keperawatan

meliputi penetapan tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan

intervensi yang tepat, dan rasionalisasi dari intervensi dan

mendokumentasikan rencana perawatan (Lestari et al., 2019).

Intervensi Keperawatan yang biasa muncul pada klien Cholelithiasis dan

mengalami pembedahan adalah:

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis D.0077

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nyeri


keperawatan selama ...x 24 jam Pasien Observasi :
menyatakan nyeri menurun dengan
kriteria hasil: a. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,
a. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Meringis menurun b. Identifikasi skala nyeri
c. Sikap protektif menurun c. Identifikasi respons nyeri non verbal
d. Gelisah menurun d. Identifikasi faktor yang memperberat dan
e. Kesulitan tidur menurun memperingan nyeri
f. Menarik diri menurun e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
g. Berfokus pada diri sendiri tentang nyeri
menurun f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
i. Anoreksia menurun respon nyeri
j. Muntah menurun g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
k. Mual menurun hidup
l. Frekuensi nadi membaik h. Monitor keberhasilan terapi komplementer
m. Pola nafas membaik yang sudah diberikan
n. Tekanan darah membaik i. Monitor efek samping penggunaan
analgetik

Terapeutik :

Berikan teknik nonfarmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri
kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
fasilitasi istirahat dan tidur
pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi :
a. jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
b. jelaskan strategi meredakan nyeri
c. anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
e. ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri D.0054

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan asuhan Dukungan ambulasi


katan selama ...x24 jam Pasien
menyatakan
Observasi :
mobilitas fisik meningkat dengan kriteria
hasil pergerakan extremitas meningkat a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
a. Kekuatan otot meningkat fisik lainnya
b. Rentang gerak meningkat b. Identifikasi toleransi fisik melakukan
c. Nyeri menurun ambulasi
d. Kecemasan menurun c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
e. Gerakan terbatas menurun darah sebelum memulai ambulasi
d. Monitor kondisi umum selama
f. .Kelemahan fisik menurun
melakukan ambulasi
Terapeutik :

a. Fasilitasi aktivitas ambulasi


dengan alat bantu
b. Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik
c. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi :

a. Jelaskan tujuan dan prosedur


ambulasi
b. Anjurkan melakukan ambulasi
dini
c. Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan
3) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit D.0130

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemem Hipertermia


keperawatan selama ….x24jam Pasien
menyatakan suhu tubuh pasien membaik Observasi :
dengan kriteria hasil: a. Identifikasi penyebab hipertermia
b. Monitor suhu tubuh
a. Suhu tubuh membaik
c. Monitor kadar elektrolit
b. Suhu kulit membaik
d. Monitor haluan urine
c. Pengisian kapiler membaik
e. Monitor komplikasi akibat
d. Ventilasi membaik
hipertermia
e. Tekanan darah membaik
Terapeutik :

a. Sediakan lingkunga yang dingin


b. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
c. Berikan cairan oral
d. Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika terjadi hyperhidrosis
e. Hindari pemberian antipiretik dan
aspirin
f. Berikan oksigen
Edukasi :

a. Anjurkan tirah baring


Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian cairan dan


elektrolit intravena

4) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan D.0019

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Nutrisi


keperawatan selama …x 24jam status
nutrisi pasien membaik dengan kriteria Observasi :
hasil: a. Identifikasi status nutrisi
b. Identifikasi alergi dan intoleransi
a. Porsi makanan yang dihabiskan
makanan
meningkat
c. Identifikasi makanan disukai
b. Berat badan membaik
d. Identifikasi kebutuhan kalori dan
c. Indeks massa tubuh membaik
jenis nutrient
d. Frekuensi makan membaik
e. Identifikasi perlunya penggunaan
e. Nafsu makan membaik
selang nasogastric
f. Monitor asupan makanan
g. Monitor berat badan
h. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik

a. Lakukan oral hygiene sebelum


makan, jika perlu
b. Fasilitas menentukan pedoman
diet
c. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
d. Berikan makanan tinggi
seratuntuk mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
f. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
g. Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogastric jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi :

a. Anjarkan posisi duduk, jika perlu


b. Ajarkan diet yang deprogramkan
Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian medikasi


sebelum makan, jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang di
butuhkan, jika perlu
5) Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan asites D.0036

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen Cairan


keperawatan selama …. Pasien menyatakan
keseimbangan cairan meningkat dengan Observasi :
kriteria hasil: a. Monitor status hidrasi (mis.
Frekuensi nadi, kekuatan
a. Asupan cairan meningkat
nadi,akral,pengisian
b. Keluaran urin meningkat
kapiler,kelembapan mukosa,
c. Kelembapan membrane Mukosa
turgor kulit, tekanan darah)
d. Asupan makanan meningkat
b. Monitor berat badan harian
e. Edema menurun
c. Monitor berat badan sebelum dan
f. Dehidrasi menurun
sesudah dialysis
g. Asites menurun
d. Monitor hasil pemeriksaan
h. Tekanan darah membaik
laboratorium
i. Denyut nadi radial membaik
e. Monitor status hemodinamik
j. Mata cekung membaik
Terapeutik :
k. Turgor kulit membaik
a. Catat intake dan output lalu
hitung balance cairan 24 jam
b. Berikan asupan cairan , sesuai
kebutuhan
c. Berikan cairan intravena , jika
diperlukan
Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian diuretic,


jika diperlukan
6) Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive D.0142

Tujuan Intervensi

Setelah dilakukan tindakan asuhan Pencegahan Infeksi


keperawatan selama … pasien tidak
mengalami infeksi dengan kriteria hasil: Observasi :
a. Demam menurun a. Monitor tanda dan gejala infeksi
b. Kemerahan menurun local dan sistemik
c. Nyeri menurun Terapeutik
d. Bengkak menurun
a. Batasi jumlah pengunjung
e. Kebersihan tangan meningkat
b. Berikan perawatan kulit pada area
f. Kebersihan badan meningkat
edema
g. Kadar sel darah putih membaik
c. Cuci tangan sebelum dan sesudah
h. Kultur area luka membaik
kontak dengan pasien dan
i. Kadar sel darah putih membaik
lingkungan pasien
d. Pertahankan teknik aseptic pada
pasien beresiko tinggi
Edukasi :

a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi


b. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
c. Ajarkan etika batuk
d. Jarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka oprasi
e. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
f. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian imunisasi,


jika perlu

D. Implementasi keperawatan

Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana

tindakanuntuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di

mulai setelah rencana tindakan di susun dan di tujukan pada rencana

strategi untuk membantu mencapai tujuan yang di harapkan. Oleh sebab

itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk memodifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari


implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan yang telah di

tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan

penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Harahap,

2019)

E. Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang

sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang

telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan

melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan

evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai

tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan

(Setiadi, 2012).
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam
kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang
bervariasi. Penyebab timbulnya batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya. Akan
tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi
kandung empedu, tanda gejala yang diasanya dirasakan pasien dengan kolelitiasis yaitu
Rasa nyeri dan kolik bilier, Ikterus akibat tersumbatnya duktus koledokus, Perubahan
warna urin dan feses, defisiensi vitamin.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, H & Hardhi, K (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediacton

Black, J. M., & Hawks, J. H (2005). Medical surgical nursing: Clinical management for
positive outcomes. 7th Ed. St. Louis: Elsevier, Inc.

Doengoes, E, Marlyn (2012) Rencana Asuhan Keperawatan pedoman Untuk Perencanaan


Keperawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC

Ginting. S. (2011) ‘A Description Characteristic Risk Factor Of the Kolelitiasis


Disease In The Colombia Asia Medan Hospital’
http://uda.ac.id/jurnal/files/Jurnal%206%20-%20MENDA%20II.pdf

Price, Sylvia & Lorraine M. Wilson. (2012) Patofisiologi konsep klinis prosesproses penyakit
. Edisi 6. Jakarta: EGC

Sjamsuhidayat & Wim de Jong (2010) Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Smeltzer & Brenda G.Bare . (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2. Edisi 8.
Jakarta : EGC

Suharjo JB. (2014). Tatalaksana Klinis di Bidang Gastro dan Hepatologi. Sagung
Seto

Anda mungkin juga menyukai