Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pembimbing:
Ns. Wati Jumaiyah, S.Pd., M.Kep., Sp. KMB
Disusun Oleh:
Kelompok 2
( Transfer B)
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya dalam
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini disusun agar pembaca dapat
memperluas ilmu tentang “Asuhan Keperawatan Pada Pasien kolelitiasis” yang penyusun
sajikan berdasarkan telusur literatur dari berbagai sumber. Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah keperawatan medical bedah II di
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Dalam penulisan makalah ini penyusun merasa masih banyak kekurangan-kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penyusun serta terbatasnya ruang gerak penulis untuk mendapatkan informasi ataupun
sumber-sumber yang dapat dijadikan referensi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penyusun harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah
ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada kita semua.
Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk
kepada kami,
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................................
B. Tujuan Penulisan........................................................................................................
C. Manfaat Penulisan .....................................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit batu kandung empedu ini sering ditemukan secara kebetulan saat melakukan USG
perut. Sensitivitas pemeriksaan secara USG ini terhadap penyakit batu kandung empedu
sekitar 95%. Prevalensi penyakit batu kandung empedu pada suku Indian di Amerika
mencapai tingkat yang tinggi yaitu sekitar 40 – 70%. Di Amerika Serikat, insiden batu
empedu diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol
dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi (Healthy Lifestyle
Desember 2008). Sedangkan di Asia, prevalensinya berkisar antara 3 - 15%, tetapi di Afrika
prevalensi rendah yaitu < 5%. Di Indonesia angka kejadian penyakit batu kandung empedu
ini diduga tidak berbeda jauh dengan angka Negara lain yang ada di Asia Tenggara, hanya
saja baru mendapatkan perhatian secara klinis, sementara penelitian batu empedu masih
terbatas (Laurentius,2006).
Dari hasil penelitian mengatakan bahwa di negara Barat 80 % batu empedu adalah batu
kolesterol. Cairan empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanya tetap
berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa
menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu. Akibat dari endapan ini
akhirnya membentuk batu. Prevalensi penderita penyakit batu kandung empedu meningkat
sehubungan dengan usia dan dua kali lebih tinggi pada pada wanita di bandingkan pada pria.
Perbedaan gender ini karena factor hormon esterogen yang meningkatkan sekresi kolesterol
empedu.
Dari hasil rekam medik RSUP Fatmawati menunjukan bahwa prevelensi penyakit kolelitiasis
pada tahun 2015 dari bulan Januari Desember 4% dari keseluruh pasien yang menderita
penyakit pencernaan berjumlah 572 pasien.
Diagnosa keperawatan terkait pada pasien kolelitiasis adalah nyeri akut berhubungan dengan
obstruksi spasme duktus, kekurangan volume cairan berhubungan ketidakseimbangan intake
dan output, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake tidak adekuat dan kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi (Amin,
H & Hardhi, K. h. 176. 2015)
Beberapa faktor risiko yang diduga memiliki keterkaitan dengan kolelitiasis adalah umur,
jenis kelamin, obesitas, dislipidemia, diabetes mellitus, penurunan aktivitas fisik, dan westrn
diet. Upaya untuk pencegahan dalam mengurangi gejala-gejala dan komplikasi yang
mungkin dialami pasien kolelitiasis, dibutuhkan peran perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif, yaitu meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative
Dilihat dari aspek promotif perawat dapat memberikan penyuluhan seperti penyuluhan
nutrisi untuk kolelitiasis seperti memberikan contoh menu makan diit rendah lemak. Pada
aspek preventif perawat dapat menganjurkan pasien menjaga pola makan yakni kurangi
makanan yang banyak mengandung lemak dan kolesterol serta tinggi serat untuk
mengurangi kerja empedu. Dari aspek kuratif, perawat berperan dalam tindakan kolaboratif
dengan dokter dan tenaga medis lain seperti memberi obat analgetik untuk menghilangkan
nyeri. Sedangkan dari aspek rehabilitatif diberikan untuk mengurangi komplikasi pada
pasien kolelitiais, seperti perawat untuk menganjurkan klien kontrol ulang ke rumah sakit
sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh dokter.
Berdasarkan uraian di atas dan dengan melihat pentingnya peran perawat, maka penulis
tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan
kolelitiasis
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa mampu memahami konsep medik Kolelitiasis
b. Mahasiswa mampu memahami konsep teori asuhan keperawatan pada klien dengan
Kolelitiasis
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami definisi serta anatomi fisiologi yang terkait penyakit
Kolelitiasis
b. Mahasiswa mampu memahami etoilogi, patofisiologi dan patoflowdiagram penyakit
Kolelitiasis
c. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan
diagnostik, dan penatalaksanaan medis penyakit Kolelitiasis
d. Mahasiswa mampu memahami pengkajian, menegakkan diagnosa keperawatan,
menetukan perencanaan yang akan dilakukan, serta mampu menentukan evaluasi
pada pasien dengan Kolelitiasis secara teori.
C. Manfaat Penulisan
a. Mahasiswa mendapatkan wawasan dan kemampuan berfikir mengenai penerapan teori
yang telah didapat.
b. Sebagai referensi mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami kolelitiasis.
BAB II
TINJAUAN TEORI
B. Etiologi Kolelitiasis
Menurut Price, Sylvia & Lorraine M. Wilson (2012) menyebutkan Etiologi batu empedu
masih belum diketahui sepenuhnya. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting
adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi
empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mucus
meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat
presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul sebagai akibat dari
terbentuknya batu empedu, dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa tampak pada pasien dengan penyakit kolelitiasis antara lain:
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang
tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam
keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen
pada daerah akrtilago kosta Sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan ini menimbulkan
nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan
inspirasi dalam dan mengembangkan pengembangan rongga dada (Murphy sign (+)).
Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 –
60 menit, menetap dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium.
D. Faktor resiko
Penyakit batu empedu lebih banyak terjadi pada keadaan yang dikenal dengan 4F, yaitu
wanita (female), usia 40 tahunan (fourty), diet tinggi lemak (fatty) dan masih dalam
reproduksi aktif (fertile).Faktor resiko terjadinya batu empedu antara lain:
a. Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan
eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar
esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi
dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu
dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan orang dengan usia yang lebih muda. Hal ini disebabkan batu empedu sangat
jarang mengalami disolusi spontan, meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam
empedu sesuai dengan bertambahnya usia dan empedu menjadi semakin lotogenik
bila usia bertambah.
e. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
E. Patofisiologi Kolelitiasis
Menurut Brunner & Suddarth, (2002), dari faktor risiko kolelitiasis dapat menghambat
cairan di empedu, kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam kandung empedu.
Kolesterol tidak larut dalam air, karena kelarutannya tergantung pada asam-asam empedu
dan lesitin dalam empedu. Pada penderita kolelitiasis akan mengalami penurunan sintesis
asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati. Keadaan ini mengakibatkan
supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang merupakan predisposisi timbulnya batu
empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan kandung empedu.
Dengan terbentuknya batu pada kandung empedu dapat mengakibatkan gangguan kontraksi
kandung empedu atau spasme sfingter oddi atau keduanya dapat mengakibatkan sintesis,
selain itu dapat menghambat aliran ke kandung empedu yang membuat kandung empedu
menjadi besar sehingga kandung empedu mengalami edema. Jika batu empedu terus
menyumbat saluran empedu dapat terjadi nekrosis, peritonitis, perforasi kandung empedu,
abses hepar, dan pankreatititis.
Nyeri Penurunan peristaltic
Ketidakefektifan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh Rasa mual muntah
F. Komplikasi
Menurut Suharjo JB, (2014) Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
a. Koledokolitiasis : batu di common bile duct(CBD) atau koledokolitiasis terjadi 10-15%
pasien dengan batu empedu yang mengalami gejala, insiden batu CBD sebesar 3,4%
pada pasien yang menjalani laparaskopi kolesistektomi. Pasien dengan koledokolitiasis
dapat bersifat asimptomatik, bila simptomatik keluhannya adalah kolik bilier, ikterik,
tinja seperti dempul dan urine berwarna gelap,diagnosis ditegakkan berdasarkan
keluhan klinis, peningkatan kadar bilirubin, ALP, GGT disertai pelebaran common
ductus biliaris (CBD) melalui pemeriksaan USG, MRCP atau ERCP.
b. Pankreatitis bilier akut : sekitar 50%pankreatitis akut bilier disebabkan oleh batu
empedu, batu empedu yang bermigrasi dan menyumbat duktus pankreatikus
menyebabkan empedu mengalami refluks dan meningkatkan tekanan di duktus
pankreatikus sehingga terjadi autodigesti, pankreatitis akut ditandai dengan rasa nyeri
yang hebat di ulu hati disertai dengan peningkatan enzim lipase dan amylase, diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya nyeri perut, peningkatan amylase dan lipase serta CT
scan
c. Kolesistitis akut
1) Empiema
2) Perikolesistitis
3) Perforasi
d. Kolesistitis kronis
3) Fistel kolesistoenterik
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat
kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus
koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik.
Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus
obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya
fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada
bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doengoes, E, Marlyn, (2012) pemeriksaan diagnostik sebagai berikut:
d. Kadar protrombin: Menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan
absorbsi vitamin K.
e. Ultrasound: Menyatakan kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang
mengalami dilatasi (sering merupakan prosedur diagnostik awal).
i. Scan CT: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan
membedakan anatara ikterik obstruksi/non obstruksi.
j. Scan hati (dengan zat radioaktif): Menunjukan obstruksi percabangan bilier.
H. Penatalaksaan Non-bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi
bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk, diet yang diberikan yaitu rendah
lemak, tinggi kalori, tinggi protein.( Brunner & Suddarth, 2002)
b. Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk) telah
digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil terutama
tersusun dari kolesterol. Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol
dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu. Pada banyak
pasien diperlukan terapi selama 6 hingga 12 bulan untuk melarutkan batu empedu .
( Brunner & Suddarth, 2002)
I. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah meurut Brunner & Suddarth, (2002), yaitu:
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk
mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik
bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang
dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat
bilamana kondisi pasien mengharuskannya
b. Intervensi bedah
1) Kolesistektomi. Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur bedah yang paling
sering dilakukan. Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri dan
duktus sistikus diligasi. Kolesistektomi dilakukan pada sebagian besar kasus
kolesistisis akut dan kronik. Sebuah drain (penrose) ditempatkan dalam kandung
empedu dan dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan
darah, cairan serosanguinus dan getah empedu ke dalam kasa absorben.
2) Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah
mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien
dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri
menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah
keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti
cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi.
3) Koledokostomi
Insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan batu. Setelah batu
dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter ke dalam duktus tersebut untuk
drainase getah empedu sampai edema mereda. Umumnya koledokostomi
dilakukan bersama-sama kolesistektomi
BAB III.
Konsep Asuhan Keperawatan
B. Diagnosa keperawatan
Berikut adalah masalah yang timbul bagi pasien pre dan post Cholelithiasis,
2017):
operasi)
Gejala dan tanda minor (objektif): gerakkan terbatas dan fisik lemah
C. Intervensi Keperawatan
Tujuan Intervensi
Terapeutik :
Edukasi :
a. jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
b. jelaskan strategi meredakan nyeri
c. anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
e. ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Tujuan Intervensi
Tujuan Intervensi
Tujuan Intervensi
Tujuan Intervensi
Tujuan Intervensi
D. Implementasi keperawatan
2019)
E. Evaluasi
(Setiadi, 2012).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam
kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang
bervariasi. Penyebab timbulnya batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya. Akan
tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi
kandung empedu, tanda gejala yang diasanya dirasakan pasien dengan kolelitiasis yaitu
Rasa nyeri dan kolik bilier, Ikterus akibat tersumbatnya duktus koledokus, Perubahan
warna urin dan feses, defisiensi vitamin.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, H & Hardhi, K (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediacton
Black, J. M., & Hawks, J. H (2005). Medical surgical nursing: Clinical management for
positive outcomes. 7th Ed. St. Louis: Elsevier, Inc.
Price, Sylvia & Lorraine M. Wilson. (2012) Patofisiologi konsep klinis prosesproses penyakit
. Edisi 6. Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat & Wim de Jong (2010) Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Smeltzer & Brenda G.Bare . (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2. Edisi 8.
Jakarta : EGC
Suharjo JB. (2014). Tatalaksana Klinis di Bidang Gastro dan Hepatologi. Sagung
Seto