Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN FRAKTUR
1. Gati Retnaningtyas 8. ivan Bagus K
2. Gyta Permata 9. Ketut Sagita S
3. I Gede Yogi 10. Khoeroh Firmansyah
4. Ika Puspita 11. Khoirin Nida
5. Indah Pertiwi 12. Marianah
6. Indria Dwi
7. Indra irawati
PENGERTIAN FRAKTUR
 FRAKTUR ADALAH TERPUTUSNYA KONTINUITAS TULANG DAN
DITENTUKAN SESUAI JENIS DAN LUASNYA. (SMELTZER, 2002)

 FRAKTUR ADALAH SETIAP RETAK ATAU PATAH PADA TULANG


YANG UTUH, YANG BIASANYA DISEBABKAN OLEH TRAUMA ATAU
RUDA PAKSA ATAU TENAGA FISIK YANG DITENTUKAN JENIS DAN
LUAS TRAUMA. ( REVES, 2001)
ETIOLOGI
1. Kekerasan Langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering
bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan,
penekanan, penarikan dan kombinasi ketiga nya.
4. Fraktur fatologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau penyakit yang menyebabkan
kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara sepontan atau akibat
trauma ringan.
5. Osteophorosis
Klasifikasi Fraktur
MENURUT MANSJOER, 2002
Hub. Antara patahan Derajat kerusakan Bentuk garis patah dan Jumlah garis
tulang dgn dunia luar tulang hubungannya dgn patahan
dibagi 2 : mekanisme trauma
1. Fraktur Tertutup 1. Patah tulang 1. Fraktur transversal 1. Fr. komunitif
(tidak terdapat lengkap/complete 2. Fraktur oblik 2. Fr. Segmental
hubungan antara fraktur (bila patahan 3. Fraktur spiral 3. Fr. Multiple
fragmen tulang tulang terpisah, satu 4. Fraktur komoresi
dengan dunia luar) dengan yang lainnya) 5. Fraktur afulsi
2. Patah tulang tidak
2. Fraktur Terbuka (bila lengkap (bila antara
tulang yang patah patahan tulang masih
menembus otot dan ada sebagian)
kulit)
Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi
disekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut, jaringan lunak yang biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat di sekitar fraktur.
Sel-sel darah putih dan sel-sel anast berkamulasi mengakibatkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut
aktifitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baruamatir yang disebut callus. Bekuan fibrin di reabsorbsi
dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau
penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstermitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol, pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusa darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya
serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment (Brunner & Suddart,2015)
Manifestasi Klinis

 Tidak dapat menggunakan anggota gerak


 Nyeri
 Echimosis (memar)
 Deformitas
 Pergerakkan abnormal
 Krepitasi
 Odema/Bengkak : muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
 Kurang/Kehilangan sensasi (mati rasa mungkin terjadi dari rusaknya saraf atau
perdarahan)
 Rontgen abnormal
Pemeriksaan Diagnostik

 Pemeriksaan Rontgen (foto polos)


 CT Scan tulang dan MRI
 Arteriogram ( dilakukan bila dicurigai ada kerusakan vaskuler)
 Hitung darah lengkap. HB mungkin meningkat atau menurun dan Hematokrit
mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan)
 Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
Komplikasi

 Trauma syaraf
 Trauma pembuluh darah
 Indikasi ischemia post trauma: pain, pulseless, parasthesia, pale, paralise menjadi kompartemen syndrome : kumpulan gejala yang terjadi
karena kerusakan akibat trauma dalam jangka waktu 6 jam pertama, jika tidak dibersihkan maka sampai terjadi nekrose yang menyebabkan
terjadinya amputasi.
 Komplikasi tulang :
 Delayed union : penyatuan tulang lambat
 Non union (tidak bisa nyambung)
 Mal union (salah sambung)
 Kekakuan sendi
 Nekrosis avaskuler
 Osteoarthritis
 Reflek simpatik distrofi

 Stres pasca traumatik


 Dapat timbul emboli lemak setelah patah tulang, terutama tulang panjang
Penatalaksanaan Medis

Termasuk kasus emergensi, dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai
Fraktur Terbuka perdarahan hebat dalam waktu 6-8 jam (golden periode). Kuman belum terlalu jauh
meresap dilakukan: Pembersihan luka, Exici, Hecting, situasi dan Pemberian antibiotik

1. Pembedahan
2. Reduksi tertutup yaitu fiksasi perkuatan dengan K-wire dan memberikan traksi serta
Fraktur Tertutup gips

1. Rekognisi
2. Reduksi ( termasuk ORIF)
3. Immobilisasi
Seluruh Fraktur 4. Rehabilitasi
KONSEP ASKEP DENGAN FRAKTUR

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

• Identitas klien meliputi Nama, tanggal lahir, usia, jenis kelamin, agama, no register
• Keluhan utama : pengakajian nyeri berupa PQRST (Provoking Incident, Quality of Pain, Region,
Severity (Scale) of Pain, Time)
• Riwayat penyakit sekarang : sebab dari fraktur dan bisa berupa kronologi kejadian
• Riwayat penyakit dahulu dan riiwayat penyakit keluarga
• Pemeriksaan fisik meliputi kesadaran klien, keadaan klien (apakah akut, sedang, berat), cek tanda-
tanda vital, keadaan luka di inspeksi (perhatikan wajah klien, warna kulit kemudian syaraf, tendon,
ligamen, tulang apakah ada 41 jaringan parut,warna kemerahan atau kebiruan atau
hiperpigmentasi, apa ada benjolan dan pembengkakan atau adakah bagian yang tidak normal.
Sedangkan pada pemeriksaan palpasi yaitu : apakah ada pembengkakan dan perubahan suhu
tubuh.
• Kaji Pergerakan
Diagnosa Keperawatan

DIAGNOSA KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR MENURUT SDKI (STANDAR


DIAGNOSIS KEPERAWATAN INDONESIA) 2017 , ANTARA LAIN :
1. NYERI AKUT BERHUBUNGAN DENGAN AGEN PENCEDERA FISIK
2. RESIKO DISFUNGSI NEUROVASKULER PERIFER BERHUBUNGAN DENGAN FRAKTUR DAN
IMMOBILISASI
3. RESIKO GANGGUAN INTEGRITAS KULIT/JARINGAN BERHUBUNGAN DENGAN
PENEKANAN PADA TONJOLAN TULANG
4. GANGGUAN MOBILITAS FISIK BERHUBUNGAN DENGAN KERUSAKAN INTEGRITAS
STRUKTUR TULANG
5. RESIKO INFEKSI BERHUBUNGAN DENGAN KETIDAKADEKUATAN PERTAHANAN PRIMER
(KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT, PROSEDUR INVASIF/TRAKSI TULANG
Intervensi Keperawatan
• Dx : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
Intervensi : - identifikasi lokasi, karakteristik, durasi , frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
- identifikasi skala nyeri dan respon nyeri non verbal
- berikan tekhnik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
- kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misal kebisingan)
- kolaborasi pemberian analgetik
• Dx : Resiko disfungsi nerurovaskuler perifer berhubungan dengan fraktur dan immobilisasi
Intervensi : - identifikasi penyebab perubahan sensasi
- periksa perbedaan sensai tajam dan tumpul
- monitor perubahan kulit
- anjurkan memakai sepatu lembut dan bertumit rendah
- kolaborasi pemberian analgesik dan kortikosteroid jika perlu
Intervensi Keperawatan
• Dx : Resiko gangguan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan penekanan pada tonjolan tulang
Intervensi : - ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring dan anjurkan menggunakan pelembab
- identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (misal : penurunan mobilitas)
- hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

• Dx :gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang


Intervensi : - identifikasi adanya nyeri/keluhan fisik lainnya
- jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi, observasi TTV sebelum memulai mobilisasi
- ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan dan libatkan keluarga

• Dx : resiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan integritas kulit, prosedur
invasif/traksi tulang)
Intervensi : - monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
- cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
- batasi jumlah pengunjung
- pertahankan tekhnik aspetik pada pasien beresiko tinggi
Implementasi Keperawatan
implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat dalam membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
menuju kesehatan yang lebih baik yang sesuai dengan intervensi atau rencana
keperawatan yang telah dibuat sebelumnya ( Potter,2015)

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan sistemik dan terperinci mengenai kesehatan klien
dengan tujuan yang ditetapkan, evaluasi dilakukan berkesinambungan yang
melibatkan klien dan tenaga medis lainnya. Evaluasi dalam keperawatan yaitu
kegiatan untuk menilai tindakan keperawatan yang telah dipilih untuk memenuhi
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur dari proses keperawatan
(Potter,2015)
KASUS
Seorang laki-laki berusia 47 tahun dirawat di ruang orthopedi
karena patah tulang akibat KLL. Hasil pengkajian: mengeluh nyeri
yang semakin meningkat jika bergerak, bengkak di femur dextra,
TD 140/98 mmHg, frekuensi nadi95 x/mnt teraba kuat, pernapasan
21 x/mnt, suhu 37°C. Pada pemeriksaan fisik di regio femur dextra
didapatkan ekternal rotation (eksorotasi), nyeri tekan (+); status
neurovaskuler distal (NVD) baik, arteri dorsalis pedis (+), akral
hangat, pucat (-), sensasi (+). Gerakan pasien terbatas. Hasil
rongent didapatkan closed fracture shaft femur dextra.
Direncanakan akan dilakukan operasi ORIF dua hari mendatang,
dengan menggunakan plate (broad plate 14 hole) and screw (6
screw).
Pengkajian
Data Subjektif : Klien mengeluh nyeri yang semakin meningkat jika bergerak
Data Objektif :
• bengkak di femur dextra
• TD 140/98 mmHg, frekuensi nadi95 x/mnt teraba kuat, pernapasan21 x/mnt, suhu
37°C
• Pada pemeriksaan fisik di regio femur dextra didapatkan ekternal rotation
(eksorotasi), nyeri tekan (+); status neurovaskuler distal (NVD) baik, arteri dorsalis
pedis (+), akral hangat, pucat (-), sensasi (+).
• Hasil rongent didapatkan closed fracture shaft femur dextra.
• Gerakan pasien terbatas
• Direncanakan akan dilakukan operasi ORIF dua hari mendatang, dengan
menggunakan plate (broad plate 14 hole) and screw (6 screw).
Analisa Data
DATA Etiologi masalah

S : klien mengeluh nyeri Trauma langsung KLL dan Nyeri akut


meningkat jika bergerak Pergeseran fragmen tulang

O : td 140/98mmhg, nd :
95x/mnt, rr: 22x/mnt dan
skala nyeri 6,tampak pasien
meringis kesakitan hasil rontgen
closed fracture shaft femur
dextra

S : klien mengatakan nyeri saat Kerusakan integritas struktur Gangguan mobilitas fisik
berger tulang

O : tampak gerakan pasien


terbatas, rentang gerak
menurun, hasil rontgen closed
fraktur shaft femur dextra
No Diagnosa Keperawatan Intervesnsi keperawatan

1 Nyeri akut b/d pergeseran fragmen tulang • Identifikasi skala nyeri dan obs TTV
• Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi dan
kualitas nyeri
• Identifikasi respon nyeri non verbal
• Kolaborasi pemberian analgetik
• Berikan tekhnik non farmakologi

2 Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan • Identifikasi adanya nyeri dan keluhan fisik lainnya
integritas struktur tulang • Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
• Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
(duduk di tempat tidur)
• Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
aktivitas dite mpat tidur
Dx Implementasi keperawatan Evaluasi keperawatan
1 Tgl 1 oktober 2021 pkl. 10.00 WIB S : pasien mengatakan masih nyeri jika kaki digerakkan
O : skala nyeri 6, Td :: 130/70 mmhg, nd:90x/mnt, sh : 36,, rr:
• Mengidentifikasi skala nyeri 20x/mnt, tampak bengkak di paha kanan
• Melakukan observasi TTV A : nyeri belum teratasi
• mengidentifikasi lokasi, karakteristik, P : intervensi dilanjutkan
durasi, frekuensi dan kualitas nyeri
• Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
• Berkolaborasi pemberian analgetik
2 Tgl 1 oktober 2021 pkl. 12.00 WIB

• Mengidentifikasi adanya nyeri dan S : pasien mengatakan masih nyeri di paha kanan
keluhan fisik lainnya O : tampak sulit digerakkan, aktivitas di tempat tidur
• Memasilitasi aktivitas mobilisasi dengan A : gangguan mobilitas fisik belum teratasi
alat bantu P : intervensi dilanjutkan
• Mengajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (duduk di tempat tidur)
• Melibatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam aktivitas dite mpat tidur
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai