Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN FRAKTUR

DI RUANG SEKAR TUNJUNG RSUD KARANGASEM

OLEH :

NAMA : NI PUTU EKA YUNIANDARI

NIM : P07120018124

KELAS : 2.4

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN FRAKTUR

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer,
2007).
B. TANDA DAN GEJALA
Gejala Klinis :
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), manifestasi klinik dari faktur yaitu:
1. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan
adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan
jaringan sekitarnya.
2. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir
pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya, atau
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
3. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah
di jaringan sekitarnya, atau akibat trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur.
4. Pemendekan tulang
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5
cm (1 sampai 2 inci).
b. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf, dan terkenanya saraf karena edema.
c. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme
otot. paralysis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
d. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang
panjang.
e. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan.
f. Deformitas / Perubahan bentuk
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau
trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi
abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur
impaksi permukaan patahan saling terdesak satu sama lain).

C.
POHON MASALAH

Fraktur

Agen pencedera fisik

Pergeseran Tulang

Perubahan bentuk Sulit menggerakkan ektremitas

Bengkak Nyeri saat bergerak

Gerakan Terbatas
Timbul nyeri

Gangguan Mobilitas
Nyeri Akut

Merasa tidak nyaman

Sulit tidur

Pola tidur berubah

Gangguan Pola tidur


D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Radiologi
X-ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang
yang cedera. CT scan dilakukan untuk mendeteksi struktur fraktur
yang kompleks, memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak. Venogram / Arteriogram dilakukan untuk
memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler dan menggambarkan
arus vascularisasi.
2. Laboratorium
Lekosit turun/meningkat, eritrosit dan albumin turun, Hb dan
hematokrit cenderung rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah
(LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa
penyembuhan, Ca meningkat di dalam darah, trauma otot
meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal sehingga sering meningkat.
Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple, atau cederah hati.

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan kekuatan (Brunner dan Sudart 2002)
1. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur
tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang
nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis.Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi
terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi
alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku,
atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
3. Retensi (Imobilisasi fraktur)
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
(OREF) meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin, dan
tehnik gips atau fiksator ekterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.
4. Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan
lunak.Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan aliran darah.Partisipasi
dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga diri.

Menurut Long (1996), ada beberapa terapi yang digunakan untuk


pada pasien fraktur antara lain:
1. Debridemen luka untuk membuang kotoran, benda asing, jaringan
yang rusak dan tulang yang nekrose
2. Memberikan toksoid tetanus
3. Membiakkan jaringan
4. Pengobatan dengan antibiotic
5. Memantau gejala osteomyelitis, tetanus, gangrene gas
6. Menutup luka bila tidak ada gejala infeksi
7. Reduksi fraktur
8. Imobilisasi fraktur
9. Kompres dingin boleh dilaksanakan untuk mencegah perdarahan,
edema, dan nyeri
10. Obat penawar nyeri.
F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Identitas Klien
Kaji nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan,
kebangsaan, suku, pendidikan, no register, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Kaji keluhan pasien yang menyebabkan ia datang ke pelayanan
kesehatan. Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat
beraktivitas / mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.
c. Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang.
Menggambarkan keluhan utama klien, kaji tentang proses
perjalanan penyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa saja
yang memperberat dan meringankan keluhan. Pada klien fraktur /
patah tulang dapat disebabkan oleh trauma / kecelakaan,
degeneratif dan pathologis yang didahului dengan perdarahan,
kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak,
kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
2) Riwayat Penyakit Dahulu.
Tanyakan masalah kesehatan yang lalu yang relavan baik yang
berkaitan langsung dengan penyakit sekarang maupun yang tidak
ada kaitannya. Kaji apakah pada klien fraktur pernah mengalami
kejadian patah tulang atau tidak sebelumnya dan ada / tidaknya
klien mengalami pembedahan perbaikan dan pernah menderita
osteoporosis sebelumnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga.
Kaji apakah pada keluarga klien ada / tidak yang menderita
osteoporosis, arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang
sifatnya menurun dan menular.
d. Pola Fungsi Kesehatan.
1) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Kaji frekuensi/porsi makan, jenis makanan, tinggi badan, berat
badan, serta nafsu makan. Pada umumnya tidak akan mengalami
gangguan penurunan nafsu makan, meskipun menu berubah.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.Selain itu
juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur.
5) Pola Aktivitas dan Latihan
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada
beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain
6) Pola Hubungan Peran
Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguankarena
keterbatasan dalam beraktivitas.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Kaji adanya ketakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
body image).
8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.
Begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu
juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
9) Pola Stres Adaptasi
Masalah fraktur femur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien.
Dalam hal ini pola penanggulangan stress sangat tergantung pada
sistem mekanisme klien itu sendiri misalnya pergi kerumah sakit
untuk dilakukan perawatan / pemasangan traksi. Kaji cara pasien
untuk menangani stress yang dihadapi.
10) Pola reproduksi dan seksual
Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan
mengalami gangguan pola seksual dan reproduksi, jika klien belum
berkeluarga klein tidak akan mengalami gangguan. Selain itu juga,
perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: kesadaran, tanda – tanda vital, sikap, keluhan
nyeri
2) Kepala: bentuk, keadaan rambut dan kepala, adanya kelainan atau
lesi
3)
Mata: bentuk bola mata, pergerakan, keadaan pupil, konjungtiva,dll
4) Hidung: adanya secret, pergerakan cuping hidung, adanya suara
napas tambahan, dll
5) Telinga: kebersihan, keadaan alat pendengaran
6) Mulut: kebersihan daerah sekitar mulut, keadaan selaput lendir,
keadaan gigi, keadaan lidah
7) Leher: pembesaran kelenjar/pembuluh darah, kaku kuduk,
pergerakan leher
8) Thoraks: bentuk dada, irama pernapasan, tarikan otot bantu
pernapasan, adanya suara napas tambahan
9) Jantung: bunyi, pembesaran
10) Abdomen: bentuk, pembesaran organ, keadaan pusat, nyeri pada
perabaan, distensi
11) Ekstremitas: kelainan bentuk, pergerakan, reflex lutut, adanya
edema
12) Alat kelamin : Kebersihan, kelainan
13) Anus : kebersihan, kelainan

G. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan restraint fisik

H.
INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
asuhan keperawatan Observasi
selama ……. X …… 1. Identifikasi lokasi, 1. Mengetahui
diharapkan nyeri akut karakteristik, lokasi,
berkurang dengan durasi, frekuensi, karakteristik,
kriteria hasil : kualitas, intensitas durasi,
Tingkat Nyeri nyeri frekuensi,
1. Keluhan nyeri kualitas,
menurun 2. Identifikasi skala intensitas
2. Meringis menurun nyeri nyeri.
3. Sikap protektif 2. Mengetahui
menurun 3. Identifikasi respon skala nyeri
4. Gelisah menurun nyeri non verbal
5. Kesulitan tidur 3. Mengetahui
menurun 4. Identifikasi faktor seberapa nyeri
6. Menarik diri yang memperberat yang dirasakan
menurun dan memperingan 4. Mengetahui
7. Berfokus pada diri nyeri apa yang
sendiri menurun menyebabkan
8. Diaforesis 5. Identifikasi nyeri
menurun pengetahuan dan
9. Perasaan depresi keyakinan tentang 5. Mengetahui
(tertekan) nyeri seberapa
menurun pengetahuin
10. Perasaan takut 6. Identifikasi klien mengenai
mengalami cidera pengaruh budaya nyeri
berulang menurun terhadap repson
11. Anoreksia nyeri 6. Mengetahui
menurun seberapa
12. Frekuensi nadi 7. Identifikasi budaya
membaik pengaruh nyeri mempengaruhi
13. Pola nafas terhadap kualitas nyeri
membaik hidup
14. Tekanan darah 7. Mengetahui
membaik 8. Monitor hambatan yang
15. Proses berpikir keberhasilan terapi ditimbulkan
membaik komplementer yang oleh nyeri
16. Fokus membaik sudah diberikan
17. Fungsi berkemih 8. Mengetahui
membaik 9. Monitor efek seberapa
18. Perilaku membaik samping pengaruh
19. Nafsu makan penggunaan setelah
membaik analgetik diberikan
20. Pola tidur Terapeutik tindakan
membaik 10. Berikan teknik non komplementer
farmakologis untuk 9. Mengetahui
mengurangi rasa reaksi dari
nyeri (mis : TENS, pemberian
hypnosis, analgetik
akupresure, terapi
music, 10. Mengurangi
biofeedback, terapi focus terhadap
pijat, aromaterapi, nyeri
teknik imajinasi
terbimbing,
kompres hangat
atau dingin, terapi
bermain)
11. Kontrol lingkungn 11. Memberikan
yang memperberat kenyamanan
rasa nyeri (mis : pada pasien
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
12. Fasilitasi istirahat 12. Memberikan
dan tidur tenaga dan
mengalihkan
nyeri
13. Pertimbangkan 13. Bisa
jenis dan sumber memberikan
nyeri dalam perawatan
pemeliharaan yang tepat
strategi meredakan
nyeri

Edukasi
14. Jelaskan penyebab, 14. Memberi
periode, dan pengetahuan
pemicu nyeri pada klien
mengenai rasa
nyerinya
15. Jelaskan strategi 15. Membantu
meredakan nyeri pasien agar
bisa
meredakan
rasa nyerinya
sendiri
16. Anjurkan 16. Untuk
memonitor nyeri mengetahui
secara mandiri nyeri yang
dirasakan
17. Anjurkan 17. Mengurangi
menggunakan rasa nyeri yang
analgetik secara tiak bisa
tepat tertahan

18. Ajarkan teknik 18. Mengalihkan


nonfarmakaologis nyeri untuk
untuk mengurangi mengurangi
rasa nyeri penggunaan
obat
Kolaborasi

19. Memberikan 19. Memberikan


analgetik jika perlu obat untuk
mengurangi
rasa nyeri
2. Gangguan Setelah diberikan Dukungan Mobilisasi
Mobilitas Fisik asuhan keperawatan Observasi
selama … x … jam, 1. Identifikasi adanya 1. Mengetahui
diharapkan masalah nyeri atau keluhan keluhan yang
gangguan mobilitas fisik lainnya dirasakan
fisik teratasi dengan 2. Identifikasi
kriteria hasil: toleransi fiisk 2. Mengetahui
Mobilitas Fisik melakukan pergerakan
1. Pergerakan pergerakan yang bisa
ekstremitas 3. Monitor frekuensi dilakukan
meningkat jantung dan
2. Kekuatan otot tekanna darah 3. Menghindari
meningkat sebelum memulai terjadinya
3. Rentang gerak mobilisasi risiko yang
(ROM) meningkat 4. Monitor kondisi tidak
4. Nyeri menurun umum selama diinginkan
5. Kecemasan melakukan
menurun mobilisasi 4. Menghindari
6. Gerakan tidak terjadnya
terkoordinasi cidera
menurun Terapeutik
7. Gerakan terbatas
menurun 5. Fasilitasi aktivitas 5. Membantu
8. Kelemahan fisik mobilisasi dengan mempercepat
menurun alat bantu (mis, penyembuhan
pagar tempat tidur)

6. Fasilitasi 6.
melakukan
pergerakan, jika Mempermuda
perlu h klien untuk
melakukan
7. Libatkan keluarga aktivitas
untuk membantu
pasien dalam 7. Member
meningkatkan semangat pada
pergerakan pasien
Edukasi
8. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
8. Memberikan
penjelasan
untuk
menambah
pengetahuan
9. Anjurkan klien
melakukan
mobilisasi dini 9. Mempercepat
pemulihan
10. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan 10. Memulia
(mis, duduk di pergerakan
tempat tidur, duduk dari sederhana
di sisi tempat tidur, mempercepat
pindah dari tempat penyembuhan
tidur ke kursi)
3. Ganggguan Setelah dilakukan Intervensi Utama
pola tidur
intervensi “Dukugan Tidur”
keperawatan selama
….x……jam maka Observasi
pola tidur membaik 1. Identifikasi pola 1. Mengetahui
dengan Kriteria hasil : aktivitas dan tidur. pola aktivitas
1. Keluhan sulit tidur dan tidur
cukup menurun pasien
(skor 2) 2. Identifikasi faktor 2. Mengetahui
2. Keluhan sering pengganggu tidur faktor
terjaga cukup pengganggu
menurun (skor 2) tidur pasien
Keluhan tidak cukup
istirahat menurun
3. Identifiikasi 3. Agar pasien
(skor 1)
makanan dan dapat tidur
minuman yang cukup pada
mengganggu tidur malam hari.
(mis. Kopi, the,
alcohol, makan
mendekati waktu
tidur, minum
banyak air
sebelum tidur)

4. Identifikasi obat 4. Agar tidak


tidur yang terjaga tidur
dikonsumsi pada malam
hari.

Terapeutik
5. Modifikasi 5. Untuk
lingkungan pasien. membuat
pasien merasa
lebih nyenyak
ketika tidur

6. Batasi waktu tidur 6. Agar waktu


siang tidur pasien
tidak
terganggu
7. Fasilitasi 7. Agar pasien
menghilangkan merasa lebih
setres sebelum tenang ketika
tidur beristirahat
tidur
8. Tetapkan jadwal 8. Agar pola tidur
tidur rutin pasien tidak
berubah

9. Lakukan prosedur 9. Terapi yang


untuk digunakan
meningkatkan untuk
kenyamanan (mis. membantu
Pijat, pengaturan pasien agar
posisi, terapi bisa tidur lebih
akupresure) nyaman dan
nyenyak

10. Sesuaikan jadwal 10. Terapi


pemberian obat farmakologis
dan/atau tindakan yang diberikan
untuk menunjang untuk
silus tidur-terjaga memudahkan
pasien untuk
tidur

Edukasi
11. Jelaskan 11. Agar pasien
pentingnya tidur mengetahui
cukup selama sakit. pentinngnya
tidur selama
sakit

12. Anjurkan menepati 12. Agar waktu


kebiasaan waktu tidur pasien
tidur tidak berubah
13. Anjurkan 13. Untuk
menghindari menghindari
makanan/minuman makanan atau
yang mengganggu minuman yang
tidur. mengandung
kafein

14. Anjurkan 14. Agar tidak


penggunaan obat berpengaruh
tidur yang tidak terhadap pola
mengandung tidur pasien
supresosr terhadap
REM

15. Ajarkan factor- 15. Agar pasien


faktor yang mengetahui
berkontribusi factor yang
terhadap menyebabkan
ganggguan pola pasien sulit
tidur (mis. tidur
Psikologis, gaya
hidup, sering
berubah shift
bekerja)

16. Ajarkan relaksasi 16. Agar pasien


otot autogenic atau tida
cara ketergantungan
nonfarmakologis terhadap obat
lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal BedahEdisi 3. Jakarta: EGC

Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC). Singapore: Elsevier Global Rights.

Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik KlinisEdisi 6.


Jakarta: EGC.

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.

Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes


Classification (NOC). Singapore: Elsevier Global Rights.

Price, Sylvia A.; Wilson, Lorraine M.. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan
Proses-prosesPenyakit Edisi 6. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Smeltzer, Suzanne C. Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah 2,


Edisi 8. Jakarta : EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui,
Pembimbing Praktek / CI Mahasiswa

………………………………….. …………………………….
NIP : NIM :

Mengetahui ,
Pembimbing Akademik / CT

………………………………………….
NIP :

Anda mungkin juga menyukai