Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

A. Konsep Penyakit
I. Definisi
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita.
Lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun keatas yang akan terus
menerus mengalami perubahan melalui proses menua yang bersifat mental psikologis dan
sosial meskipun dalam kenyataannya terdapat perbedaan antar satu orang dengan orang
lainnya (Kemenkes).
Perubahan normal muskuloskeletal adalah perubahan yang terkait usia pada lansia
termasuk penurunan tinggi badan,redistribusi massa otot dan lemak subkutan,
peningkatan porositas tulang, atropi otot,pergerakan yang lambat,pengurangan kekuatan
dan kekakuan sendi-sendi.
Menurut smelter 2002 dalam Arif Muttaqin (2012) fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontuinitas jaringan tulang dan /
tulang rawan yang umumnya di sebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005 dalam
Arif Muttaqin, 2012)
Berdasarkan batasan di atas dapat di simpulkan bahwa ,fraktur adalah terputusnya
kontuinitas tulang, retak / patahnya tulang yang utuh, yang biasanya di sebabkan oleh
trauma / rudapaksa atau tenaga fisik yang di tentukan jenis dan luasnya trauma.
Fraktur pada lansia terkait dengan jatuh dan penyakit yang telah ada, seperti
metastasis kanker, osteoporosis, dan penyakit skeletal lainnya. Tempat fraktur paling
sering adalah kaput femur, dengan insiden wanita lebih tinggi dibandingkan pria.
Fraktur tulang pada lansia lebih mudah terjadi karena tulang mereka lebih rapuh. Tulang
lansia juga sembuh lebih lambat, yang meningkatkan risiko komplikasi akibat
imobilitas.
II. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem, letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi
energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma
dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur sering berhubungan
dengan olahraga,pekerjaan,atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor. Pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada laki laki
yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan
perubahan hormone pada menopause (Reeves, 2001 dalam Arif Muttaqin, 2012)

III. Manifestasi Klinik


a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di
rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur,bagian-bagian yang tak dapat di gunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan bai
karena fungsi normal otot bergantung ada integritas tulang tempat melengketnya
otot.
c. Pada fraktur tulang panjang ,terjadi pemendekan tulang yang sebenernya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi)
d. Saat ekstremitas di periksa dengan tangan,teraba adanya detik tulang di namakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa
jam atau hari setelah cedera.
(Arif Muttaqin, 2012)
IV. Komplikasi
a. Non-union, delayed union, atau mal-union tulang dapat terjadi, yang menimbulkan
deformitas atau hilang nya fungsi.
b. Sindrom kompartemen dapat terjadi. Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan
atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan
edema di daerah fraktur.
c. Embolus lemak dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang panjang.

V. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
a. Faktor Ekstrinsik : Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
b. Faktor Intrinsik : Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
Pathway

(Sumber: Corwin, 2009 ; Brunner & Sudarth, 2002)


VI. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi
terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur.
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Traksi,
dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat
fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam
dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
2. Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi atau
di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi penyatuan.
Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator
eksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai
inerna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan
sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik 10-12 minggu,
batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
a. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
b. Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
c. Memantau status neurologi.
d. Mengontrol kecemasan dan nyeri
e. Latihan isometrik dan setting otot
f. Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
g. Kembali keaktivitas secara bertahap.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :
1. Imobilisasi fragmen tulang.
2. Kontak frgmen tulang minimal.
3. Asupan darah yang memadai.
4. Nutrisi yang baik.
5. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
6. Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.
7. Potensial listrik pada patahan tulang.

(Nurarif, 2013)

B. Asuhan Keperwatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
1) Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk
menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat
rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit
tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D,
1995).
4) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan
penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit
paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko
terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat
proses penyembuhan tulang.
5) Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
6) Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital:
a) Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri, anxietas,
atau hipotensi
b) Tachikardi (respon stres, hipovolemi)
c) Penurunan/ tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian
2) Kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.
3) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera
4) Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot
5) Kebas/ kesemutan (parastesis)
6) Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi,
7) spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi
8) Agitasi, berhubungan dengan nyeri, anxietas atau trauma lain
9) Spasme/ kram otot (setelah imobilisasi)
10) Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna
11) Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap/ hati-hati)

(Maryam, dkk, 2008)

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan
jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di
dalam darah.
2) Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.
Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk
mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
(Nurarif, 2013)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2) Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis
5) Risiko infeksi ditandai dengan kerusakan integritas kulit
3. Intervensi keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN

1 Nyeri Akut NOC NIC

 Tingkat kenyamanan Pain Management


 Pengendalian nyeri
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi
 Tingkat nyeri
karakteristik durasi frekuensi kualitas dan faktor presipitasi
Kriteria Hasil : 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
- Mampu mengontrol nyeri (tahu
nyeri pasien
penyebab nyeri, mampu
4. Kaji kultur yang memepengaruhi respon nyeri
menggunakan teknik non farmakologi
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
untuk mengurangi nyeri, mencari
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
bantuan)
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dengan menggunakan manajemen
dukungan
nyeri
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Mampu mengenali nyeri
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
(menggunakan skala, intensitas,
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
frekuensi dan tanda nyeri)
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
nonfarmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontorl nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration

18. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum


pemberian obat.
19. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
20. Cek riwayat alergi
21. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
22. Tentukan pilihan analgesik tergantung pilihan dan beratnya nyeri
23. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal
24. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
teratur
25. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
pertama kali
26. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
27. Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala

2 Gangguan mobilitas Pergerakan Terapi latihan: ambuasi


Ambulasi
fisik
Kriteria Hasil: 1. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon
-
pasien saat latihan
Dipertahankan atau ditingkatkan
2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
- Keseimbangan dengan kebutuhan
- Koordinasi 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
- Cara berjalan terhadap cedera
- Gerakan otot 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
- Gerakan sendi 5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- Kinerja pengaturan tubuh 6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
- Kinerja transfer sesuai kemampuan
- Menopang berat badan 7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
- Berjalan dengan langkah yang kebutuhan ADLs pasien.
efektif 8. Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
- Berjalan dengan kecepatan sedang 9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan.
3 Ansietas NOC NIC
 Tingkat ansietas Anxiety Reduction (Penurunan Kecemasan)
 Pongendalian-Diri terhadap ansietas
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
 Konsentrasi
2. Nyatakan secara jelas harapan terhadap pelaku pasien
 Koping
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

Kriteria Hasil : 4. Pahami perspektif pasien terhadap situasi stress


5. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi
- Klien mampu mengidentifikasi dan
takut
mengungkapkan gejala cemas
6. Motivasi keluarga untuk menemani anak
- Mengidentifikasi, mengungkapkan,
7. Lakukan back / neck rub
menunjukkan teknik untuk
8. Dengarkan pasien dengan penuh perhatian
mengontrol cemas
9. Identifikasi tingkat kecemasan
- Vital sign dalam batas normal
10. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
- Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa
11. Motivasi pasien untuk mengungkapkan kecemasan, ketakutan dan
tubuh dan tingkat aktivitas
persepsi
menunjukkan berkurangnya
12. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
kecemasan
13. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

4 Gangguan NOC NIC


integritas kulit
 Tissue Integrity : Skin and Mucous Pressure Management

Membranes
 Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
 Hemodyalis akses
 Hindari kerutan pada tempat tidur
 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
 Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
Kriteria Hasil :
 Monitor kulit akan adanya kemerahan

 Integritas kulit yang baik bisa  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan

dipertahankan (sensasi, elastisitas,  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

temperatur, hidrasi, pigmentasi)  Monitor status nutrisi pasien

 Tidak ada luka/lesi pada kulit  Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

 Perfusi jaringan baik


Insision site care
 Menunjukkan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit dan mencegah 1. Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses
terjadinya cedera berulang penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau
 Mampu melindungi kulit dan straples
mempertahankan kelembaban kulit 2. Monitor proses kesembuhan area insisi
dan perawatan alami 3. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi
4. Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi
kapas steril
5. Gunakan preparat antiseptic, sesuai program
6. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka
tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program

5 Risiko Infeksi NOC NIC


 Immune status Infection Control (kontrol infeksi)
 Knowledge : infection control 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
 Risk control 2. Pertahankan teknik isolasi
Kriteria hasil: 3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
- Klien bebas dari tanda dan gejala
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
infeksi
5. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
- Mendeskripsikan proses penularan
6. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
penyakit, faktor yang mempengaruhi
keperawatan
penularan serta penatalaksanaan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Menunjukan kemampuan untuk
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
mencegah timbulnya infeksi
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan
- Jumlah leukosit dalam batas normal
petunjuk umum
- Menunjukan perilaku hidup sehat
10.Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung
kencing
11.Tingkatkan intake nutrisi
12.Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)

1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal


2. Monitor hitung granulosit , WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Pertahankan teknik aseptik
6. Pertahankan teknik isolasi
7. Berikan perawatan kulit
8. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
9. Inspeksi kondisi luka
10. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
11. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
12. Ajarkan cara menghindari infeksi
13. Laporkan kecurigaan infeksi
14. Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek. Gloria M. dkk . 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Ed. Keenam.
Singapore: Elsevier.

Maryam, Siti. dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.

Moorhead. Sue. dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Ed. Kelima.
Singapore: Elsevier.

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2013. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Sunaryo. dkk. 2015. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: ANDI.

Anda mungkin juga menyukai