Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang

biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot,

ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ

tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika

tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat

diabsorbsinya (Smeltzer, 2001). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas

tulang yang dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk,

gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim (Brunner &

Sudarth, 2002). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas

jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh

rudapaksa (Mansjoer, 2007).

2. Klasifikasi

a. Berdasarkan tempat

Fraktur Humerus, Tibia, Klavikula, Ulna, Radius, dst.

b. Berdasarkan komplit dah ketidak komplitan fraktur

1) Fraktur komplit, yaitu garis patah melalui seluruh penampang tulang

atau melalui kedua korteks tulang.

2) Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak melalui seluruh garis

penampang tulang.

c. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah

1) Fraktur komunitif, garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental, garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.

3) Fraktur multipel, garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang

yang sama.

d. Berdasarkan posisi fragmen

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser), garis patah lengkap tetapi

kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

2) Fraktur displaced (bergeser), terjadi pergeseran fragmen tulang.

e. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)

1) Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit

masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi

tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,

yaitu:

a) Tingkat 0, fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan

lunak.

b) Tingkat 1, fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan

jaringan subkutan.

c) Tingkat 2, fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan

lunak bagian dalam dan pembengkakan, dan

d) Tingkat 3, cedera berat dengna kerusakan jaringan lunak yang

nyata dan ancaman sindroma kompartemen.

2) Fraktur terbuka (open/compound fracture), bila terdapat hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan

kulit. Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu:

a) Grade I, luka bersih panjangnya kurang dari 1 cm,


b) Grade II, luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan luak yang

ekstensi, dan

c) Grade III, sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan

jaringan lunak ekstensif.

f. Berdasarkan posisi Fraktur

1) Fraktur 1/3 proksimal

2) Fraktur 1/3 medial

3) Fraktur 1/3 distal

g. Fraktur Kelelahan

Fraktur yang terjadi akibat tekanan yang berulang-ulang.

h. Fraktur Patologis

Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

3. Etiologi

a. Trauma langsung/direct trauma

Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat diman bagian tersebut mendapat

ruda paksa (misalnya benturan dan pukulan yang mengkaibatkan patah

tulang).

b. Trauma tidak langsung/direct trauma

Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat

terjadi fraktur pada pergelangan tangan.

c. Trauma ringan

Terjadi bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang

mendasari yang biasanya disebut dengan fraktur patologis.

d. Kekerasan akibat tarikan otot

Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekanan, dan


penarikan.

4. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekatan dan gaya

begas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada

tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.

Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam

korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.

Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematom di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke

bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini

menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,

eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah

yang merupakan dasar dari penyembuhan tulang nantinya. Faktor-faktor

yang mempengaruhi fraktur dibagi menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik;

tekanan dari luar yanga bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap

besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur, dan faktor

intrinsik; kapasitas absorbsi, tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan

tulang.

5. Manifestasi Klinis

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen

tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan

cenderung bergerak secara alamiah. Pergeseran fragmen pada

fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas yang

bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ekstremitas normal.

Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal

otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.

c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena

kontrasksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Framgmen

sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5.

6. Penatalaksanaan Medis

Terdapat empat tujuan utama dalam penatalaksanaan medis pada

kasus fraktur, yaitu:

a. Menghilangkan rasa nyeri

Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun

karena adanya luka di sekitar jaringan tulang yang patah. Untuk

mengaurangi nyeri tersebut, dapat diberika obat penghilang rasa nyeri

dan dengan teknik imobilisasi, yang dapat dicapai dengan cara

pemsangan gips atau bidai.

b. Menghasilkan dan Mempertahankan Posisi yang Ideal dari Fraktur Bidai

dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang

lama. Untuk itu diperlukan lagi teknik yang lebih baik seperti

pemasangan traksi kontinyu, fiksasi internal, atau fiksasi eksternal

tergantung dari dari jenis frakturnya sendiri.

c. Penyatuan Tulang Kembali

Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu
dan akan menyatu dengan sempurna daam waktu 6 bulan. Namun

terkadang terdapat gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga

dibutuhkan graft tulang.

d. Mengembalikan Fungsi Seperti Semula

Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan

kakunya sendiri. Maka dari itu, diperlukan upaya mobilisasi secepat

mungkin dengan menggunakan alat bantu mobilisasi seperti alker,

cruck,dan lainnya.

B. Asuhan Keperawatan secara Teori

1. Pengkajian

a. Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.

Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung lamanya serangan.

b. Riwayat penyakit

1) Riwayat penyakit sekarang

Dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya

membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.

Bisa berupa kronologi terjadinya penyakit sehingga bisa

ditentukan kekuatan yangterjadi dan bagian tubuh mana yang

terkena.

2) Riwayat penyakit dahulu

Dilakukan untuk menentukan kemungkinan penyebab fraktur

dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan

menyambung. Penyakit tertentu seperti Paget atau Ca tulang yang


menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk

disambung. Selain itu penyakit diabetes dengan luka di kaki

sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kroni

dan menghambat proses penyembuhan tulang.

3) Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang

merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur

seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa

keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara

genetik.

2. Pemeriksaan Fisik (Review of Systems)

a. B1

Memperhatikan pola nafas klien. Pola nafas yang cepat dan ireguler

mengindikasikan klien merasakan nyeri pada angota bagian

tubuhnya.

b. B2

Memperhatikan irama dan frekuensi denyut jantung, reguler/ireguler.

Perabaan denyut nadi perifer untuk mengindikasikan kemungkinan

adanya perdarahan didalam dekat jaringan yang mengalami fraktur,

sehingga nadi teraba cepat namun lemah.

c. B3

Tingkat kesadaran klien dapat dikaji lewat pertanyaan-pertanyaan

seperti nama dan alamat klien, dan menentukan nilai GCS klien.

d. B4

Memeriksan jumlah, warna, dan karaktersitik urine. Ada atau tidaknya


distensi kandung kemih.

e. B5

Penilaian apda rongga mulut, ada tidaknya lesi pada mulut atau

perubahan pada lidah menunjukkan adanya dehidrasi. Ada atau

tidaknya bising usus. Ada atau tidaknya distensi abdomen.

f. B6

Perhatikan warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit. Kebiruan

menunjukkan sianosis, kemerahan menunjukkan adanya infeksi atau

perdarahan. Warna kulit pucat menandakan klien memiliki kadar

Hemoglobin (Hb) yang rendah. Mengkaji rentang gerak dan kekuatan

ekstremitas klien, dan juga melihat integritas atau keutuhan kulit

klien.

3. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko trauma b/d kehilangan integritas tulang (fraktur).

b. Nyeri b/d spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema, trauma

pada jaringan lunak, stres, dan cemas.

c. Resiko terjadi disfungsi neuromuskular periferal b/d trauma jaringan,

edema, adanya trombus, hipovolemia dan terhambatnya aliran darah.

d. Resiko terjadi gangguan pertukaran gas b/d gangguan peredaran

darah/ emboli lemak dan perubahan membran alveolar.

e. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskular, nyeri,

restrictive therapy,dan imobilisasi.

f. Resiko terjadi gangguan integritas kulit/ jaringan yang berhubungan

dengan adanya fraktur, pemasangan gips/ traksi dan gangguan

sirkulasi.
g. Resiko terjadi infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan primer (rusak

kulit/ jaringan, prosedur invasif, traksi tulang).


4. Perencanaan Keperawatan

a. Resiko terjadi trauma b/d kehilangan integritas tulang (fraktur) Hasil yang diharapkan:

1) Mempertahankan stabilisasi dan alignmentfraktur,

2) Mendemonstrasikan mekanika tubuh untuk mempertahankan stabilitas

posisi tubuh, dan

3) Menunjukkan pertumbuhan valus yang baru pada bagan fraktur.

Rencana Tindakan:

a) Anjurkan bed-rest dengan memberikan penyangga saat mencoba

menggerakkan bagian yang fraktur.

R/ Meningkatkan kemampuan, mereduksi kemungkinan pengobatan.

b) Letakkan klien pada tempat tidur ortopedis.

R/ Kelembutan dan kelenturan alas dapat mempengaruhi bentuk gips yang

basah.

c) Beri penyangga pada fraktur dengan bantal, pertahankan posisi netral

dengan menahan bagian yang fraktur dengan bantalan pasir, bidai, trochanter-

roll, dan papan kaki.

R/ Mencegah penakanan sehingga menghindari deformitas pada gips.

d) Evaluasi pergerakan bidai untuk menghindari edema.

R/ Bidai digunakan untuk memberikan imobilisasi ada fraktur dan untuk

mencegah terjadinya bengkak pada jaringan. Edema akan hilang dengan

pemberian bidai.

e) Pertahankan posisi dan integritas dari traksi.

R/ Tarikan pada traksi dilakukan pada tulang panjang yang fraktur dan kemudian

menjadikan otot tegang sehingga memudahkan alignment.

f) Follow-up pemeriksaan X-ray.

R/ Mengetahui proses tumbuhnya calus untuk menentukan tingkat aktivitas

dan memerlukan perubahan atau tambahan terapi.


g) Pertahankan fisioterapi jika perlu.

R/ Membantu menguatkan pertumbuhan tulang dalam penyembuhan.

b. Nyeri b/d spasme otot, pergerakan fragmen tulang, edema, traksi/imobilisasi karena

penggunaan alat, stres dan kecemasan.

Hasil yang diharapkan:

(1) Klien mengerti penyebab nyeri,

(2) Klien mampu mengontrol nyeri, dan

(3) Tanda-tanda vital dalam rentang normal.

Rencana tindakan:

1. Lakukan imobilisasi (bed-rest, gips, bidai dan traksi).

R/ Mengurangi nyeri dan mencegah perubahan posisi tulang serta luka pada

jaringan.

2. Tinggikan dan sangga daerah luka.

R/ Meningkatkan aliran vena, mengurangi edema dan mengurangi nyeri.

3. Tinggikan bagian depan tempat tidur.

R/ Memberikan rasa nyaman.

4. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi nafas dalam.

R/ Meningkatkan kemampuan mengurangi rasa nyeri.

5. Lakukan latihan range of motion.

R/ Mempertahankan kemampuan otot dan menghindari pembengkakan

pada jaringan yanag luka.

6. Kolaborasi untuk pemberian obat sesuai terapi.

R/ Meningkatkan relaksasi otot dan menekan rangsangan nyeri.

7. Evaluasi rasa nyeri, lokasi, dan karakteristik, termasuk intensitas. Perhatikan

juga rasa nyeri non-verbal (tanda vital, emosi, pergerakan/ perilaku).

R/ Monitor keefektifan intervensi, tingkat kecemasan dapat menunjukkan

reaksi dari nyeri.

c. Resiko terjadi gangguan integritas kulit/jaringan b/d compound fracture, pemasangan

traksi, gangguan sensasi, sirkulasi dan imobilisasi fisik.


Hasil yang diharapkan:

Rencana tindakan:

1. Periksa kulit sekitar luka, kemerahan, perdarahan, perubahan warna kulit.

R/ Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan masalah-masalah yang

mungkin disebabkan oleh penggunaakn traksi dan terbentuknya edema.

2. Masase kulit dan tempat yang menonjol, menjaga alat tenun tetap kering,

memberikan alas yang lembut pada siku dan tumit.

R/ Mengurangi penekanan pada daerah yang beresiko lecet dan rusak.

3. Ubah posisi selang-seling sesuai indikasi.

R/ Mengurangi penekanan yang terus menerus pada posisi tertentu.

4. Kaji posisi splint ringtraksi.

R/ salah posisi akan menyebabkan kerusakan kulit.

5. Pakai bed-matras/ air-matras.

R/ Mencegah perlukaan setiap anggota tubuh, dan untuk anggota tubuh yang

kurang gerak efektif untuk mencegah penurunan sirkulasi.

5. Implementasi Keperawatan

Merupakan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan agar

kebutuhan klien terpenuhi secara optimal. Pelaksanaan tindakan keperawatan dapat

dilaksanakan sebagian oleh klien, perawat secara mandiri, atau bekerjasama dengan

tim kesehatan lain. Dalam hal ini perawat adalah sebagai perencana dan pelaksana

asuhan keperawatan yaitu memberikan pelayanan perawatan dengan menggunakan

proses keperawatan.

6. Evaluasi Keperawatan

Merupakan tahap akhir proses keperawatan yang merupakan aktivitas

berkesinambungan dari tahap awal (pengkajian) sampai tahap akhir (evaluasi) dan

melibatkan klien/ keluarga. Evaluasi bertujuan untuk menilai efektivitas rencana dan

strategi asuhan keperawatan. Ada tiga alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi,

yaitu:
a. Masalah teratasi, apabila klien menunjukkan perubahan perilaku dan

perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang

ditetapkan.

b. Masalah sebagian teratasi, apabila klien menunjukkan perubahan dan

perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang

telah ditetapkan.

c. Masalah belum teratasi, jika klien sama sekali tidak menunjukkan perubahan

perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah baru.

Anda mungkin juga menyukai