FRAKTUR TIBIA
I. Konsep Medis
1. Definisi
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap. (Nurarif. 2013).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. (Brunner and Suddarth, 2016).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena
stress pada tulang yang berlebihan. (Rasjad. 2008).
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan
maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki.
Fraktur ini sering terjadi pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang
osteoporosis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh
atau benturan benda keras (Handerson, 2011).
Menurut Mansjoer (2015), fraktur tibia (bumper fracture/fraktur
tibia plateau) adalah fraktur yang terjadi akibat trauma langsung dari arah
samping lutut dengan kaki yang masih terfiksasi ke tanah.
2. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh:
a. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang. Hal tersebut
dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang
terjadi biasanya bersifat komuniti dan jaringan lunak ikut mengalami
kerusakan.
b. Trauma tidak langsung
Apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari daerah fraktur,
trauma tersebut disebut trauma tidak langsung. Misalnya jatuh dengan
tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan
ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Fraktur juga dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak, dan kontraksi otot ekstrim. (Brunner &
Suddart, 2016).
Penyebab paling umum fraktur tibia biasanya disebabkan oleh:
a. Pukulan/benturan langsung.
b. Jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi.
c. Gerakan memutar mendadak.
d. Kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan atau penyakit
primer seperti osteoporosis.
Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi fraktur adalah:
a. Riwayat penyakit keluarga seperti diabetes, osteoporosis, osteoartritis.
b. Nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium dan protein.
c. Usia lanjut lebih dari 50 tahun. Karena pada lansia pembentukan substansi
dasar tulang rawan berkurang.
3. Tanda dan Gejala
a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasikan.
b. Krepitus yaitu saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang.
c. Deformitas (terlihat maupun teraba).
d. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
e. Tak mampu menggerakkan kaki karena adanya perubahan bentuk/posisi
berlebihan bila dibandingkan dengan keadaan normal ( Handerson.2011).
4. Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi odem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi
revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
imobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh (Henderson, 2011).
5. Klasifikasi fraktur, antara lain:
a. Fraktur komplet: Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal.
b. Fraktur tidak komplet: Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian
dari garis tengah tulang.
c. Fraktur tertutup: Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi
fragmen frakturnya tidak menembus jaringan kulit.
d. Fraktur terbuka: Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur
(Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa
menimbulkan infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda
asing).
1) Grade I dengan luka bersih kurang dari l cm panjangnya.
2) Grade II luka lebih besar, luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
3) Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling kuat ( Mansjoer, arif.
2015).
6. Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi :
a. Komplikasi Dini
1) Nekrosis kulit.
2) Osteomielitis.
3) Kompartement sindrom.
4) Emboli lemak.
5) Tetanus.
b. Komplikasi Lanjut
1) Kelakuan sendi
2) Penyembuhan fraktur yang abnormal:
a) Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk
sudut atau miring.
b) Delayed union, adalah proses penyembuhan yang berjalan terus
tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c) Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
3) Osteomielitis kronis.
4) Osteoporosis pasca trauma.
5) Ruptur tendon (Mansjoer, arif. 2015).
7. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang fraktur menurut Nurarif 2013:
a. Pemeriksaan Rongent
Menentukan luas atau lokasi fraktur.
b. CT Scan tulang, tomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
c. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)
d. Hitung darah kapiler lengkap
1) HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau menurun.
2) Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat.
3) Kadar Ca kalsium, Hb.
8. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan ketentuan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi fraktur (seting tulang) berarti mengembalikan fregmen tulang pada
kesejajaran dan rotasi anatomis.
b. Imobilisasi fraktur: setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilasisi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan.
c. Rehabilitasi: proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan
cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan
kemampuan klien (Rasjad. 2008).
II. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian Fokus
1) Anamnesa
a) Data Biografi
b) Riwayat kesehatan masa lalu
c) Riwayat kesehatan keluarga
2) Pemeriksaan Fisik
a) Aktivitas / istirahat
Keterbatasan/kehilangan fungsi yang efektif (perkembangan
sekunder dari jaringan yang bengkak / nyeri).
b) Sirkulasi
- Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri /
ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah).
- Takikardia (respon stress , hipovolemik).
- Penurunan nadi pada distal yang cidera , pengisian kapiler
lambat.
- Pembengkakan jaringan atau hematoma pada sisi yang cidera.
c) Neurosensori
- Hilang gerakan / sensasi, spasme otot.
- Kebas / kesemutan (parestesia).
- Nyeri / kenyamanan.
- Nyeri mungkin sangat berat, edema, hematoma dan spasme
otot merupakan penyebab nyeri di rasakan.
d) Keamanan
Laserasi kulit, avulsi jaringan, pendarahan, perubahan warna
Pembengkakan local.
e) Pengetahuan
Kurangnya pemajanan informasi tentang penyakit, prognosis dan
pengobatan serta perawatannya.
Pre Operasi
1) Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
- Kegiatan yang beresiko cidera.
- Riwayat penyakit yang menyebabkan jatuh.
- Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan.
2) Pola nutrisi metabolik
- Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.
- Observasi terjadinya perdarahan pada luka dan perubahan warna
kulit di sekitar luka, edema.
3) Pola eliminasi
- Konstipasi karena imobilisasi.
4) Pola aktivitas dan latihan
- Kesemutan, baal.
- Ada riwayat jatuh atau terbentur ketika sedang beraktivitas.
- Tidak kuat menahan beban berat.
- Keterbatasan mobilisasi.
- Berkurangnya atau tidak terabanya denyut nadi pada daerah distal
injury, lambatnya kapiler refill tim.
5) Pola tidur dan istirahat
- Tidak bisa tidur karena kesakitan.
- Sering terbangun karena kesakitan.
6) Pola persepsi kognitif
- Nyeri pada daerah fraktur.
- Kesemutan dan baal pada bagian distal fraktur.
- Paresis, penurunan atau kehilangan sensasi.
7) Pola persepsi dan konsep diri
- Rasa khawatir akan dirinya karena tidak dapat beraktivitas seperti
keadaan sebelumnya.
8) Pola peran dan hubungan dengan sesama
- Merasa tidak ditolong.
- Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti biasanya.
Post Operasi
1) Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan
- Kegiatan yang beresiko cidera.
- Pengetahuan pasien tentang perawatan luka di rumah.
2) Pola nutrisi metabolik
- Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.
3) Pola eliminasi
- Konstipasi karena imobilisasi.
4) Pola aktivitas dan latihan
- Keterbatasan beraktivitas.
- Hilangnya gerakan atau sensasi spasme otot.
- Baal atau kesemutan.
- Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.
- Perdarahan, perubahan warna.
5) Pola tidur dan istirahat
- Tidak bisa tidur karena kesakitan luka operasi.
- Sering terbangun karena kesakitan.
6) Pola persepsi kognitif
- Keluhan lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri.
- Nyeri pada luka operasi.
- Tidak adanya nyeri akibat kerusakan saraf.
- Pembengkakan, perdarahan, perubahan warna.
7) Pola persepsi dan konsep diri
- Rasa khawatir akan dirinya karena tidak dapat beraktivitas seperti
keadaan sebelumnya.
8) Pola peran dan hubungan dengan sesama
- Merasa tidak tertolong.
- Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti biasanya
(Muttaqin 2011).
b. Analisa data dan Diagnosa keperawatan
1) Analisa data
Merupakan proses intelektual yang merupakan kemampuan
pengembangan daya fikir berdasarkan ilmiah,pengetahuan yang sama
dengan masalah yang di dapat pada pasien (Brunner & Suddarth 2016).
2) Diangnosa keperawatan
a) Pola napas tidak efektif.
b) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial
c) Gangguan mobilisasi fisik.
d) Gangguan integritas kulit/jaringan.
(PPNI,2017).
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
2. Penurunan kapasitas adaptif Setelah dilakukan asuhan Pemantauan tekanan
intrakranial keperawatan selama 1x8 jam intrakranial
diharapkan kapasitas adaptif
Penyebab : Observasi
intrakranial meningkat dengan
kriteria hasil :
1. Lesi menempati ruang (mis. 1. Identifikasi penyebab
Space-occupaying lesion- TIK (m,is. Lesi
1. Tingkat kesadaran
akibat tumor abses) menempati ruang,
meningkat
2. Gangguan metabolisme gangguan metabolisne,
2. Fungsi kognitif meningkat
(mis.akibat hiponatremia, edema serebral,
3. Sakit kepala menurun
ensefalopatio uremikum, peningkatan tekanan
4. Gelisah menurun
ensefalopati hepatikum, vena, oibstruksi aliran
5. Agitasi menurun muntah
ketoadosis diabetik,septikemia) cairan serebrospinal,
menurun
3. Obstruksi aliran cairan hipertensi intrakranial
6. Tekanan darah membaik
srebrospinalis (mis. idiopatik)
7. Tekanan nadi (pulse
Hidosepalus) 2. Monitor peningkatan
pressure)
4. Hipertensi intrakranial TD
8. Bradikardi membaik
idiopatik 3. Monitor pelebaran
9. Pola napas membaik
tekanan nadi (selisih
10. Respon pupil membaik
Gejala dan tanda mayor
TDS dan TTD)
4. Monitor penurunan
1. Tekanan darah meningkat
fungsi jantung
dengsn tekanan nadi (pulse
5. Monitor ireguleritas
pressure) melebar
irama napas
2. Bradikardi
6. Minotir penurunan
3. Pola naps ireguler
tingkat kesadaranm
4. Tingkat kesadaran menurun
7. Monitor perlambatan
5. Respon pupil melambat atau
atau ketidaksimetrisan
tidak sama
6. Refleks neurologis terganggu respon pupil
Edukasi
Edukasi
1. Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis, lotion,
serum)
2. Anjurkan minum air
yang cukup
3. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
4. Anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
6. Anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal 30
saat berada diluar
rumah
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2016. Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 Edisi 8. Jakarta:
EGC
Handerson, M. A. 2011. Ilmu Bedah Untuk Perawat. Yogyakarta: Yayasan Enssential
Medika
Mansjoer, Areif. 2015. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: FKUI.
Muttaqin. A. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Egc. Jakarta
Rasjad, Chairuddin. 2008. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi,cetakan ke-V. Jakarta:
Yarsif Watampone
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Edisi 1 cetakan II. Jakarta Selatan : DPP PPNI