Spine : Fraktur & Dislokasi Tulang Belakang, Kelainan Bentuk Tulang Belakang (Skoliosis, Kifosis,
Lordosis), Spondilitis, Spondilodisitis, Spondilolistesis, Spondilolisis, Teratoma Sakrokoksigeal.
Onkologi : Fraktur Patologis, Fibrous Dysplasia, Tumor Tulang Primer, Sekunder, Osteosarkoma, Ewing
Sarkoma, Rhabdomiosarkoma, Leiomioma, Leiomisarkoma, Liposarkoma, Fibromatosis, Fibroma,
Fibrosarkoma, Kista Ganglion.
Fraktur
Definisi :
⁃ Apley & solomon : Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang.
⁃ Princec wilson 2006 : Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
atautenaga fisik.
⁃ Doenges, 2002 : Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh
rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi.
⁃ Smeltzer Bare, 2002 : Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan
sesuai jenis dan luasnya yang terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari
yang 2002 dapat diabsorbsinya.
Etiologi :
Stress yang lebih besar dari ambang absorbsi tulang yang terkena.
⁃ injury or trauma : Kecelakaan Kendaraan Bermotor, Jatuh, Pukulan langsung ke
tulang atau gaya tidak langsung akibat kontraksi otot.
⁃ Stress berulang : Olahraga, Latihan yang giat.
⁃ Fraktur patologis : Malnutrisi, Penyakit Tulang misalnya: Osteoporosis.
Klasifikasi :
Fraktur komplit;
⁃ Garis fraktur mengenai seluruh korteks tulang.
⁃ Tulang yang patah terbagi menjadi 2 fragmen.
⁃ Biasanya disertai perpindahan posisi tulang.
Fraktur inkomplit (Parsial);
⁃ Garis fraktur tidak mengenai seluruh korteks tulang.
Type 3
⁃ Terdapat kerusakan yang hebat pada jaringan lunak (otot, kulit, dan struktur
neovaskuler.
⁃ Kontaminasi hebat
• Tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutupi tulang yang patah.
• Tipe IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan jaringan lunak.
• Tipe IIIC : disertai cedera arteri utama yang memerlukan repair segera.
Fraktur tertutup;
⁃ Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit.
⁃ Fragmen frakturnya tidak menembus kulit.
Anamnesis
1. Data umum identitas pasien
2. Keluhan utama pasien (meliputi lokasi, onset, durasi, dan faktor yang memperberat
keluhan)
3. Keluhan penyerta pasien (Bengkak,eksoriasi)
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat kebiasaan sosial
Pemeriksaan Fisik :
1. Inspeksi (Look)
Melihat posisi pasien saat berdiri, deformitas, melihat warna kulit, vaskularisasi,
penonjolan tulang, pembengkakan, nyeri saat bergerak, luka/fistel/ulkus dan lainnya.
2. Palpasi (Feel)
Meraba sendi, meraba massa/pembengkakan, vaskularisasi, pulsasi, posisi tulang.
(Terdapat krepitasi)
3. Pergerakan (Move)
Menggerakkan jari kaki pasien untuk mengetahui adanya nyeri dan kerusakan saraf.
Pemeriksaan penunjang :
⁃ Radiologi & Laboratorium : Xray
Tatalaksana
Hospital management
1. Organization
2. Trauma Team
3. Assessment and Management ATLS
1) Primary survey & simultaneous resusitation
2) Secondary Survey
3) Definitive Care
1. Rekognisi (pengenalan) : riwayat kecelakaan --> harus jelas --> menentukan diagnosa dan
terapi.
2. Reduksi (manipulasi/reposisi) : Open reduction, traction, close
reduction.
Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang
yang patah agar kembali seperti letak asalnya.
Dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan
3. Retensi (fiksasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang yang telah pada posisi benar
sehingga kembali seperti semula secara optimal.
Metode fiksasi
Eksterna : menggunakan alat di luar kulit untuk menstabilkan fragmen tulang, seperti
(pembalut, gibs, bidai, traksi kontinu, pin, fiksasi eksterna).
Interna : Pemasangan Implan logam di dalam kulit untuk menstabilkan fragmen tulang.
4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari atropi
atau kontraktur.
Harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan
anggota tubuh dan mobilisasi (bila keadaan memungkinkan)
Anatomi: Thorax
Diagnosis :
- Pemeriksaan klinis : Inspeksi terdapat pembengkokkan dan palpasi columna
vertebralis.
- Pemeriksaan radiologis
2. Spondilitis (Tuberkulosis)
Infeksi TBC pada tulang belakang, 95% menyerang corpus vertebra, fraktur
kompresi, dan debris. Adanya TBC tulang belakang tidak perlu disertai bersama-sama
dengan TBC paru. TBC paru sering sudah sembuh.
Diagnosa diteggak dengan :
- Anamnesa : sakit punggung, subfebris, nafsu makan kurang, makin kurus.
- Pemeriksaan fisik : didapat nyeri ketok pada processus spinosus, otot para
vertebral yang spasme (mekanisme untuk mengurangi gerak vertebra sebab
gerakan menyebabkan rasa sakit).
- Pemeriksaan laboratorium : LED tinggi, Mantoux test positif.
- Pemeriksaan rontgen : gambaran dini, penyempitan sela sendi, gambaran lanjut,
destruksi corpus vertebra, fraktur kompresi terdapat gambaran abses para
vertebral.
Patofisiologi :
- Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen.
- Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional mebentuk
kompleks primer.
- Penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar
ke seluruh tubuh.
- Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenic tersamar (occult hematogenic spread). Melalui car aini,
kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis.
- Tuberculosis ekstrapulmonal dapat terjadi 25 – 30% anak yang terinfeksi TB. TB
tulang dan sendi terjadi pada 5 – 10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak
terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2 – 3 tahun kemudian.
Diagnosis diferensial :
- Penyakit Calve : didapat kompresi corpus vertebra tanpa penyempitan sela sendi
(pada foto rontgen).
- Eosinophilic Granouloma.
Terapi atau pengobatan :
- Pada prinsipnya “Debris” TBC harus dibuang secara operatif.
- Pada kasus Spondilitis dengan paraplegi Bagian Orthopaedi mengambil sikap :
operasi : “Debridement” dari depan.
- Debridement ini akan membebaskan penekanan medulla spinalis oleh “debris”
hingga kelumpuhan bisa sembuh. Disini tidak dilakukan operasi laminektomi
karena operasi ini justru akan membuat columna vertebralis bertambah tidak
stabil, dan pembersihan “debris” tidak bisa radikal (karena debris ada dibagian
depan/corpus vertebral).
- Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan tahap
lanjutan.
- Sebelum operasi penderita harus diberi terapi Anti Tuberkulosa paling sedikit 2
– 3 minggu, untuk mencegah terjadinya TBC miliari, sesudah operasi. Obat anti
TBC diteruskan pasca bedah sampai 6 – 9 bulan, bahkan sampai 2 tahun.
3. Spondilolistesis
Spondylos : “vertebra”, Olisthesis : “slipping”
Patofisilogi :
Kemiringan vertebra ke depan ditahan oleh mekanisme penguncian : sendi facet,
lengkung saraf dan pedikel yang utuh, diskus intervetebralis (mengikat badan
vertebra), plastisitas tulang (mencegah regangan). Kerusakan mekanisme penguncian
selip.
Klasifikasi menurut : Wiltse, Newman & MacNab (1976) ;
Tipe Klasifikasi Deskripsi
I Dysplastic Kelainan bawaan sakrum
atau lengkung atas di L5
II Isthmic Lesi pada fraktur kelelahan
pars interartikularis lytica
memanjang tetapi utuh pada
fraktur akut
III Degenerative Degenerasi sendi facet
IV Traumatic Fraktur pada area lengkung
selain bagiannya
V Pathologic Fraktur pada area lengkung
selain bagiannya
Diagnostic imaging
- Standing AP dan Lateral X-Ray.
- Oblique view X-Ray.
- MRI : deteksi kompresi pada elemen saraf dan untuk identifikasi dini
pengeringan diskus.
Treatment :
First line
- Modifikasi aktivitas, istirahat pada fase akut.
- NSAID.
- Latihan punggung.
- Pertimbangkan : faktor perilaku & psikososial.
Konservatif
- Gejala yang bisa diterima.
- Evaluasi tahunan melalui akselerasi pertumbuhan remaja --> observasi.
- Kontra indikasi : Listhesis progresif, defisit neurologis, ketidakstabilan radiografi
dan perpindahan >50%.
Operatif
- Tujuan : pengurangan nyeri, pelestarian neurologis.
- Indikasi : kontra dari klaudikasio yang melumpuhkan dan nyeri radikuler tungkai
secara konservatif, dengan gangguan fungsi, dan kegagalan 6 - 12 minggu non-
operatif.
- Indikasi absolut : defisit motorik progresif dan sindrom cauda equina
4. Spondylolysis
Patofisologi :
Displasia yang sudah ada sebelumnya, mikrotrauma berulang : hiperekstensi,
rotasi, hiperlordosis. Faktor predisposisi : hiperlordosis, kifosis toraks,
ketidakfleksibelan iliopsoas, sesak fasia torakolumbal, kelemahan perut, trias atlet
wanita. Pelampiasan tulang - bagian dari L5 dicukur oleh proses artikular inferior L4
dan proses artikular superior S1.
Clinical Presentation :
Tiga tipe pasien klasik :
1) Wanita, hyperlordotic, hypermobile.
2) Pria, hipermobil/tidak fleksibel, paraspinal ketat.
3) Baru mengenal olahraga, tidak terkondisi, inti buruk.
Pemeriksaan : Hiperlordosis, ketidakfleksibelan hamstring, nyeri saat ekstensi
(tambahkan pembengkokan samping pada sisi yang terkena - tes kemp), nyeri tekan
lumbosakral dan spasme otot, tes bangau : spesifisitas rendah, sensitivitas rendah,
berbagai tes fungsional/provokatif lainnya.
Imaging – Radiography :
A/P dan lateral - evaluasi DDX & listesis. Miring - amati cacat pars radiolusen
: akut --> sempit, tidak teratur, kronis --> halus, bulat. Cukup berarti pada tampilan
lateral jika terdapat listhesis.
Hollenberg, spine, 2002
Sistem klasifikasi yang diusulkan :
Grade 0 = normal.
Grade 1 = Reaksi stres - edema sumsum tulang, korteks utuh.
Grade 2 = Stres tidak lengkap fx - edema sumsum tulang, korteks tidak lengkap fx.
Grade 3 = Fx lengkap akut - edema sumsum tulang, pars lengkap Fx.
Derajat 4 = Fx Kronis - Tidak ada edema sumsum, pars Fx lengkap.
Membedakan : Stres Rxb vs Fraktur vs Fraktur tidak aktif.
Penatalaksanaan konservatif
Secara keseluruhan :
- Istirahat dari olahraga - hentikan ekstensi/rotasi berulang.
- Mencapai periode istirahat status bebas rasa sakit dengan atau tanpa bracing.
- Rehabilitasi.
- Kembali memainkan transisi.
- Debat : Panjang awal gigi yang dibatasi untuk olah raga.
- Bracing : keputusan untuk menggunakan bracing, jenis brace. Kursus ini untuk
kembali sepenuhnya ke olahraga.
Diagnosis :
Neonatus dengan massa pantat lunak besar; diidentifikasi sebagai SCT kistik. Sakrum dan
tulang ekor masih utuh tetapi jaringan lidah kecil melekat pada tulang ekor.