Gangguan Fraktur
JULI 3, 2013 BY NURKHOLISALROSYID
BAB I
KONSEP DASAR
1. A. Pengertian
Menurut Mansjoer (2005:356), fraktur tibia (bumper fracture/fraktur tibia plateau) adalah fraktur yang terjadi akibat trauma langsung
dari arah samping lutut dengan kaki yang masih terfiksasi ke tanah. Menurut pendapat lain yaitu Smeltzer (2002:2357), fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (1996:1138),
fraktur adalah terputusnya jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Kemudian menurut Tucker
(1998:198), fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas tulang. Pendapat lain oleh Doenges (1999:761) yang
menerangkan bahwa, fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.
Kesimpulan yang dapat diambil dari berbagai pengertian tersebut di atas adalah bahwa fraktur merupakan suatu keadaan terputusnya
jaringan atau kontinuitas tulang dan atau tulang rawan yang pada umumnya disebabkan oleh rudapaksa dan ditentukan sesuai dengan
jenis dan luasnya.
1. Fraktur complete adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser pada posisi
normal). Fraktur in complete, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
2. Fraktur tertutup (fraktur simple) tidak menyebabkan robeknya kulit. Fraktur terbuka (fraktur kompleks) merupakan fraktur
dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi:
A. Grade I dengan luka bersih kurang dari l cm panjangnya.
B. Grade II luka lebih besar, luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
C. Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling
kuat.
Menurut Smeltzer (2001:257) fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang, fraktur bergeser/tidak bergeser.
Jenis ukuran fraktur adalah:
1. Greenstick : fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.
2. Transversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3. Oblique : fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil dibanding batang tulang).
4. Spiral : fraktur memuntir seputar batang tulang.
5. Communitive : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
6. Depresi : fraktur dengan tulang patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
7. Kompresi : fraktur di mana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
8. Patologik : fraktur yang terjadi pada bawah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit paget, metastasis tumor tulang).
9. Avulasi : tertariknya fragmen tulang dan ligamen atau tendon pada perlekatannya.
10. Impaksi : fraktur di mana fragmen tulang lainnya rusak.
1. C. Etiologi
Menurut Long (1996:357) dan Reeves (2001:248), faktor-faktor yang dapat menyebabkan fraktur adalah:
1. Trauma langsung
Tulang dapat patah pada area yang terkena jaringan lunak. Pemukulan menyebabkan fraktur melintang. Penghancuran menyebabkan
fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
3) Penekukan dan penekanan menyebabkan fraktur yang sebagian melintang tetapi disertai fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga
terpisah.
1. Fraktur kelelahan
Terjadi akibat tekanan berulang-ulang sering ditemukan pada tibia, fibula, metatarsal, terutama pada atlet dan penari.
1. Fraktur patologik
Fraktur yang dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu lemah (misal: oleh tumor atau tulang itu sangat rapuh atau
osteoporosis).
1. Fraktur oblique pendek
Fraktur yang terjadi dari kombinasi pemuntiran, penekukan dan penekanan.
1. D. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2002:2358), manifestasi klinis fraktur adalah:
1. F. Penatalaksanaan Fraktur
A. Tindakan umum menurut Handerson (1997:222) yaitu:
i. Reposisi
Setiap pergeseran atau angulasi pada ujung patahan harus direposisi dengan hati-hati melalui tindakan manipulasi yang biasanya
dengan anestesi umum.
1. Imobilisasi
Untuk memungkinkan kesembuhan fragmen yang diperlukan:
Ujung patahan tulang disatukan dan difiksasi pada operasi misalnya : dengan sekrup, paku, plat logam.
1. Indikasi
Menurut Appley (1996:378) indikasi dilakukan ORIF adalah:
4) Fraktur multiple.
5) Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (paraplegi, pasien dengan cideramultiple sangat lanjut usia).
1. Keuntungan dan kerugian ORIF
Keuntungan ORIF menurut Price (1996:372) adalah:
2) Keseimbangan memeriksa pembuluh darah dan saraf yang ada di sekitarnya.
Sedangkan kerugian ORIF menurut Price (1996:372) adalah risiko infeksi melalui pen, karena 10% dari jumlah total pasien yang
dipasang internal fiksasi terinfeksi, bila pen terinfeksi maka akan terjadi osteomyelitis yang sukar disembuhkan. Perawatan luka
diberikan 2 kali sehari agar infeksi tidak terjadi.
Kesimpulan yang dapat diambil dari berbagai pengertian di atas bahwa tujuan dari penatalaksanaan ORIF adalah:
Terapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna (Open Reduction Internal Fixation) atroplastik, eksisional,
eksisi fragmen dan pemasangan endoprostacid.
1. Penatalaksanaan keperawatan
Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin:
1. Pemeriksaan Rontgen
Untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur.
1. Pemeriksaan Laboratorium
A. Hb (Hemoglobin) mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau juga dapat menurun (perdarahan).
B. Leukosit meningkat sebagai respon stress normal setelah trauma.
C. Kreatinin, trauma meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
D. Arteriogram, dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
1. H. Konsep Keperawatan
A. 1. Fokus Pengkajian
Menurut Doenges (2000:761), pengkajian pasien post ORIF adalah sebagai berikut:
1. Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau ansietas), hipotensi (kehilangan darah), penurunan
atau tidak ada nadi pada bagian distal yang cidera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.
1. Neurosensasi
Gejala : Hilang gerakan atau sensori, spasme otot, keras atau kesemutan (parestesis).
Tanda : Perforasi lokal : angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang
fungsi.
1. Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, ovulasi jaringan, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau
tiba-tiba).
1. 2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post ORIF dengan fraktur tibia 1/3 proksimal dextra menurut Wilkinson (2007: 629)
adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik (cidera jaringan lunak).
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan muskuloskeletal, nyeri post operasi.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik, medikasi, bedah perbaikan, perubahan pigmentasi dan
perubahan sensasi.
1. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kehancuran jaringan (kehilanganbarier kulit) dan kerusakan respon
imun.
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, adanya ancaman terhadap konsep diri, gambaran diri, adanya ancaman kematian
(tersedak atau sulit bernafas).
3. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah, cidera vaskuler langsung,
edema berlebihan, pembentukan trombus dan hipovolemia.
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi, traksi atau gips pada ekstremitas.
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah arteri atau vena, trauma pada
pembuluh darah.
1. 3. Fokus Intervensi
Fokus intervensi keperawatan pada pasien ORIF menurut Doenges (1999: 764-775) dan Engram (1998: 629) adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik (cidera jaringan lunak).
Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil : Pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang, menunjukkan tindakan santai, dapat beraktivitas, tidur, istirahat,
menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi.
Intervensi :
1) Evaluasi keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, perhatikan lokasi, karakteristik nyeri dan kaji tingkat nyeri dengan
standar PQRST
Rasional : Untuk memulihkan pengawasan keefektifan intervensi, tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi atau reaksi
terhadap nyeri.
2) Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cidera.
Rasional : Memungkinkan pasien untuk siap secara mental dalam aktivitas, begitu juga berpartisipasi dalam mengontrol tingkat
ketidaknyamanan.
4) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak aktif atau pasif.
Rasional : Mempertahankan kekuatan atau mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cidera.
5) Berikan alternatif tindakan kenyamanan. Contoh : pijatan, perubahan posisi, relaksasi, nafas dalam, imajinasi dan sentuhan
terapeutik.
6) Monitor tanda-tanda vital, observasi kondisi umum pasien dan keluhan pasien.
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan muskuloskeletal, nyeri post operasi.
Tujuan : Pasien dapat melakukan mobilitas fisik secara mandiri.
Kriteria hasil : Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi yang mungkin, mempertahankan
posisi fungsional, meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit.
Intervensi :
Rasional : Mengawasi adanya hipotensi postural karena tirah baring, posisi elevasi dapat mengurangi edema.
6) Ubah posisi secara periodik dan dorong pasien untuk latihan batuk efektif dan nafas dalam.
7) Pertahankan tirah baring dan melatih tangan serta ekstremitas yang sakit dengan lembut.
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik, medikasi, bedah perbaikan, perubahan pigmentasi dan
perubahan sensasi.
Tujuan : Meminimalkan terjadinya kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan ketidaknyamanan hilang dan mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Intervensi :
1) Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi di sekitar luka.
Rasional :Untuk menentukan intervensi selanjutnya, mengetahui indikasi, keefektifan intervensi dan terapi yang diberikan.
2) Massase kulit dan penonjolan tulang.
Rasional : Meminimalkan tekanan pada area yang terpasang gips atau traksi.
6) Lakukan perawatan pada area kulit yang terpasang gips atau traksi ataupun yang dilakukan tindakan bedah.
1. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kehancuran jaringan (kehilanganbarier kulit) dan kerusakan respon
imun.
Tujuan : Meminimalkan terjadinya kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil : Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
Intervensi :
1) Pantau kondisi umum pasien dan monitor tanda-tanda vital, kaji tanda-tanda infeksi.
4) Observasi keadaan luka terhadap pembentukan bulla, krepitasi dan bau drainase yang tidak enak.
Rasional : Kekakuan otot, spasme tonus otot rahang menunjukkan tanda tetanus.
7) Selidiki adanya nyeri yang muncul secara tiba-tiba, perhatikan adanya keluhan peningkatan nyeri.
8) Berikan perawatan dengan teknik septik dan aseptik pada pen kawat steril dan alat-alat yang terpasang pada pasien (kateter,
infus)
Rasional : Program pengobatan untuk mencegah infeksi, untuk menjamin keseimbangan Nitrogen positif dan meningkatkan proses
penyembuhan.
1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, adanya ancaman terhadap konsep diri, gambaran diri, adanya ancaman kematian
(tersedak atau sulit bernafas).
Tujuan : Ansietas berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai dapat ditangani, pasien mengakui dan mendiskusikan
rasa takut, pasien menunjukkan tentang perasaan yang tepat
Intervensi :
Rasional : Menenangkan dan menurunkan ansietas karena ketidaktahuan dan atau takut menjadi kesepian.
Rasional : Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu pasien melalui penilaian awal, juga selama pemulihan.
Rasional : Membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
1. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah: cidera vaskuler langsung,
edema berlebihan, pembentukan trombus dan hipovolemia.
Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan
Kriteria hasil : Terabanya nadi, kulit hangat/kering, sensasi normal, sensasi biasa, tanda vital stabil dan haluaran urine adekuat untuk
situasi individu.
Intervensi :
2) Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur
Rasional : Kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih menunjukkan gangguan arterial, sianosis diduga adanya
gangguan vena.
Rasional : Alat traksi dapat menyebabkan tekanan pada pembuluh darah atau saraf, terutama pada aksila dan lipat paha,
mengakibatkan iskemia dan kerusakan saraf permanen.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah, khususnya pada ekstremitas bawah.
5) Awasi tanda vital. Perhatikan tanda-tanda pucat atau sianosis umum, kulit dingin, perubahan mental
Rasional : Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistim perfusi jaringan.
Rasional : Menurunkan edema atau pembentukan hematoma yang dapat mengganggu sirkulasi.
1. Kurang perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi, traksi atau gips pada ekstremitas
Tujuan : Tidak terjadi defisit perawatan diri.
Intervensi :
1) Dorong pasien dalam mengekspresikan dan mendiskusikan masalah yang berhubungan dengan cidera.
Rasional : Fraktur dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Rasional : Rasa harga diri dapat ditingkatkan dengan aktivitas perawatan diri.
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah arteri atau vena, trauma pada
pembuluh darah.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan ditandai dengan tekanan darah dalam rentang yang normal, nadi perifer
tidak teraba, edema perifer tidak ada.
Kriteria hasil : Mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan motorik/sensorik yang membaik, menunjukkan tidak
terjadinya tanda-tanda peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial).
Intervensi :
1) Melakukan perawatan sirkulasi perifer secara komprehensif misal: periksa nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, dan
suhu ekstremitas.
4) Auskultasi frekuensi dan irama jantung, catat terjadinya bunyi jantung ekstra.
Rasional : Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan.
5) Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti trombosit & anti koagulan, contoh: heparin dan warfarin natrium.
BAB II
TINJAUAN KASUS
1. A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 April 2008 hari Rabu jam 09.00 WIB. Data diperoleh dari pasien, keluarga pasien, catatan
keperawatan pasien dan tim kesehatan lainnya dengan metode Autoanamnesa dan Alloanamnesa.
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
Agama : Katholik
Pendidikan : SD
3. Keluhan Utama
Nyeri pada tungkai kanan bagian bawah
4. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami patah tulang pada tungkai kanan dan mengalami nyeri berat, skala nyeri 6.
Pasien mengalami kecelakaan sepeda motor pada hari Sabtu tanggal 19 April 2008, ± 10 hari yang lalu sewaktu pulang dari bekerja
jam 19.00 WIB. Pasien mengatakan mengendarai sepeda motor sendiri untuk menuju ke rumah kemudian terserempet sepeda motor
lain dan terjatuh dengan posisi tengkurap ke kanan. Kemudian tungkainya yang sebelah kanan terkena aspal jalan karena pasien
menggunakan tungkai kanannya sebagai tumpuan. Oleh sebab itu pasien menderita patah tulang. Saat jatuh pasien tidak pingsan.
Beberapa saat setelah kecelakaan pasien dibawa ke RS Muntilan tidak diberikan pengobatan hanya dilakukan pembidaian dan diberi
perban. Pasien dirawat di RS Muntilan ± 3 hari. Kemudian atas permintaan keluarga pasien dirujuk ke RSO Prof. Dr. R. Soeharso,
Surakarta pada hari Selasa tanggal 22 April 2008 jam 19.00 WIB. Di IGD pasien mendapatkan terapi pemasangan infus RL 20 tpm
(tetes per menit) pada tangan kiri kemudian pukul 22.00 WIB pasien dipindahkan ke bangsal Cempaka. Keesokan harinya pasien
dilakukan pemeriksaan rontgen, laboratorium serta EKG (Elektro Kardio Grafi). Sekarang pada saat pengkajian yaitu Rabu tanggal
30 April 2008 pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan post operasi hari pertama. Nyeri timbul jika untuk
bergerak, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri berlangsung terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan tidak bergerak. Saat ini
pasien mendapatkan terapi injeksi Cefotaxime 2×1 gram per IV (Intra Venous) dan injeksi Ketorolac 3×1 ampul per IV infus. Selain
itu pasien juga mendapatkan terapi injeksi Actrapid 4 IU setiap sebelum makan.
Selama sakit : Keluarga pasien mengatakan bahwa kesehatan itu mahal harganya jadi keluarga akan merawat Tn. H dengan
baik. Pasien mengatakan jika sudah sembuh nanti akan lebih memperhatikan kesehatan dan akan berhati-hati jika naik kendaraan.
1. Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan biasanya makan 3x/ hari dengan menu nasi, sayur (bayam, buncis, wortel, kangkung), lauk
(tempe, telur, tahu, daging). Porsi 1 piring habis. Pasien tidak suka makanan (sayuran yang bersantan contohnya: sayur nangka,
kluwih, dan opor). Pasien biasa minum 6-7 gelas perhari ± 1400 cc, pasien biasanya minum air putih dan teh.
Selama sakit : Pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu yang disediakan RS yaitu nasi, sayur, lauk, buah, porsi
makan sedang tetapi pasien hanya makan dan habis ½ porsi makanan karena masakan yang disediakan dari RS tidak enak. Setiap
sebelum makan pasien selalu diberikan injeksi Actrapid 4 IU (IntraUnit) pada lengannya secara SC(SubCutan). Pasien minum air
putih ± 5-6 gelas setiap harinya ± 1200 cc. Diit dari RS yaitu RKTP ( Rendah Kalori Tinggi Protein ).
1. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB (Buang Air Besar) 1 kali sehari biasanya saat pagi hari dengan konsistensi feses lunak,
warna kuning kecoklatan, bau khas, tidak ada lendir/ darah, tidak ada keluhan. Pasien mengatakan sehari BAK (Buang Air Kecil) 7-8
x/ hari dengan konsistensi jernih, kekuningan dan bau khas.
Selama sakit : Pasien mengatakan semenjak dirawat, BAB tidak ada masalah tetap 1 kali dalam sehari tetapi waktunya tidak
tentu. Warna feses kuning kecoklatan, bau khas dan tidak ada lendir/ darah. Pasien mengatakan BAK 4-5 x/ hari dengan konsistensi
jernih, kekuningan dan bau khas. Pasien BAB dan BAK dibantu oleh keluarga dengan menggunakan pispot.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidur setelah minum obat. Selama di RS Ortopedi pasien bisa tidur tetapi jika nyeri bekas
operasi kambuh pasien terbangun. Pasien tidur malam ± 8 jam dimulai pukul 21.00–05.00 WIB dan tidur siang ± 2 jam dimulai pukul
12.00–14.00 WIB. Pasien tidur dengan posisi elevasi tungkai.
Selama sakit : Pasien mengatakan izin bekerja selama masih sakit. Pasien mengatakan aktivitas sehari-harinya dibantu keluarga
yang tidak lain adalah istrinya (Ny. I). Untuk makan disuapi, minum diambilkan, BAK dan BAB dengan pispot. Pasien dibantu
keluarga karena tidak bisa bergerak. Pasien setiap pagi disibin oleh istrinya.
Keterangan :
1. Pola Kognitif
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak tahu bahaya dari patah tulang jika tidak segera diatasi.
Selama sakit : Pasien mengatakan sudah tahu tentang tindakan penangananan dari patah tulang yang sedang dideritanya, pasien
mendapatkan informasi dari dokter dan perawat yang merawatnya.
2) Harga diri : Pasien mengatakan tidak malu/ rendah diri dengan keadaannya sekarang ini, keluarga dan sahabat selalu
memberi semangat menjalani hidup.
3) Peran : Pasien mengatakan perannya sebagai ayah, kepala keluarga, dan pencari nafkah. Sekarang ini pasien tidak
bisa lagi bekerja karena kondisi pasien yang sedang sakit. Untuk biaya RS pasien menggunakan uang tabungannya di Bank.
4) Identitas : Pasien mengatakan bahwa dirinya sebagai seorang ayah yang berumur 49 tahun dan beragama Katholik.
5) Ideal diri : Pasien berharap untuk cepat sembuh sehingga dapat beraktivitas seperti sediakala sebelum sakit dan dapat
berkumpul dengan keluarga, saudara, dan sahabat.
Selama sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan dokter, perawat di RS Ortopedi dan dengan pasien lain baik. Istri selalu setia
menunggu pasien di RS (Rumah Sakit).
Selama sakit : Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya. Pasien mengatakan selama dirinya dirawat di RS
pasien belum melakukan hubungan seksual dengan istrinya karena saat ini yang dipikirkan pasien adalah tungkai kakinya bisa cepat
sembuh.
Selama sakit : Pasien mengatakan berusaha sabar, pasrah dan menerima keadaannya serta menyerahkan kepada Tuhan dengan
keadaannya saat ini, serta menyerahkan pengobatannya kepada tim medis RS Ortopedi.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidak bisa menjalankan ibadah karena keadaannya sekarang ini tetapi pasien selalu berdo’a
kepada Tuhan agar cepat diberi kesembuhan.
d) Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal terdengar lupdup, bising negatif, tidak ada suara tambahan.
2) Paru-paru :
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, gerakan fokal fremitus antara kanan dan kiri sama.
1. Abdomen :
a) Inspeksi : Tidak ada asites, tidak ada nodul, bentuk simetris, kontur kulit lentur, tidak ada benjolan/ massa.
c) Perkusi : Tidak ada pembesaran pada hati, tidak ada nyeri tekan, suaratympani.
1. Genetalia : Menolak dilakukan pemeriksaan. Tidak terpasang kateter. Untuk BAB dan BAK dengan pispot.
1. Ekstremitas : 5 5
2 5
1) Ekstremitas atas: Tangan kanan dan kiri dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal, tangan kiri terpasang
infus RL 20 tpm (tetes per menit), tidak ada luka pada ekstremitas atas, dapat digerakkan dengan bebas, dan tidak ada edema.
a) Kanan : Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi, tungkai kanan terpasang balutan bekas operasi hari
pertama, balutan kering, tidak tambas, tampak pada jari-jari kaki kanan mengalami pembengkakan, tidak terpasang drain.
P (Paliatif) : tungkai sebelah kanan, nyeri jika untuk bergerak
R (Regio) : tungkai sebelah kanan menempel lutut (sebelah 1/3 proksimal pada tulang tibia).
T (Time) : terus menerus berhenti jika posisi enak dan tidak bergerak.
b) Kiri : Pasien dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal, tampak pada lutut dan di bawah lutut sebelah
kiri luka-luka post trauma, luka sedikit kering dan warna merah.
1. Kulit : Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik (< 2 detik), tidak ada biang keringat, tidak ada decubitus, pada
tungkai kaki kanan yang telah di operasi ORIF tampak adanya 10 jahitan, daerah luka tampak berwarna kemerahan dan
bengkak.
2. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 22 April 2008
8. Pemeriksaan penunjang
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Normal
1. LED 6 Mm 0-10
2. Hb
3. Leukosit
4. Trombosit 14,9 gr/dl 13-16
5. HCT
6. Masa perdarahan 17.300 /mm3 5.000-10.000
7. Masa pembekuan /mm3
8. Hitung jenis :Eosinofil Vol %
9. Basofil 266.000 200.000-500.000
10. Batang
11. Segmen Menit
12. Limfosit 44 40-48
13. Monosit
14. Protein total Menit
2 1-3
15. Albumin
16. Globulin %
17. SGOT 4 2-6
18. SGPT
19. Alkali fosfat %
20. Ureum 1 1-3
21. Kreatinin
22. GDS %
- 0-3
23. Uric acid
24. Cholesterol acid %
25. Trigliserid - 2-6
26. HBSAg
27. Golongan darah : O %
67 50-70
%
28 20-40
gr/dl
4 2-8
6,6 6-8
3,6 3,5-5,5
3 1,3-3,3
14 < 37
17 gr/dl < 42
47 U/L 10-50
1. Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu) dan GDP (Gula Darah Puasa) tanggal 29 April 2008
GDP : 146 mg/dl
1. Analisa Data
Nama Klien : Tn. H
Tgl/Ja
m Data fokus Problem Etiologi TTD
8. TTV : TD : 130/ 90
mmHg
N : 80 x/ menit
S : 367 oC
RR : 24 x/ menit
1. Pasien tampakbedrest,
posisi elevasi tungkai
2. Tampak
balutanpost operasi hari
kedua
1. Pasien tampak
lemah
2. Pasien tampak
takut bergerak
3. Dalam
aktivitasnya pasien
dibantu oleh
keluarga dan
1-05- perawat Kerusakan
08 4. Pasien tampak neuromuskuler
membatasi gerakan dan
08.00 5. Tampak pada Hambata muskuloskeletal
WIB tungkai dan kaki n ,
sebelah kanan mobilita nyeri post opera Jurith
bengkak s fisik si a
5. Hasil rontgendidapatkan
gambaran tibia 1/3
proksimal post
platting dengan 5 sekrup
dan pinning os fibula 1/3
proksimal 4 sekrup
DS :Pasien mengatakan
terdapat luka bekas operasi
pada tungkainya
DO :
1. Tampak adalanya
luka post ORIFpada
tungkai kaki kanan, 10
1-05- jahitan
08
2. Daerah luka post
08.00 ORIF tampak kemerahan Kerusak
WIB dan bengkak an Bedah
integrita perbaikan dan Jurith
s kulit imobilisasi a
N
o.
Tanggal/J D TT
am x Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional D
1 Mei ‘08 1 Setelah dilakukan tindakan 1. Ajarkan dan dorong 1. Untuk Jurit
keperawatan selama 3×24 untuk manajemen stress mengetahui ha
jam diharapkan nyeri (relaksasi, nafas dalam, perkembanga
08.00 WIB berkurang atau hilang imajinasi, sentuhan n kesehatan
dengan kriteria hasil: terapeutik). klien.
1. Skala nyeri 2-3. 2. Monitor TTV dan 2. Mengurang
2. Ekspresi wajah observasi KU pasien dan i nyeri dan
santai dan tenang keluhan pasien. pergerakan.
3. TTV dalam batas 3. Atur posisi yang aman 3. Nyeri dan
normal. dan nyaman. spasme
4. Pasien tampak 4. Pertahankan imobilisasi dikontrol
rileks. pada bagian yang sakit. dengan
5. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian
analgetik.
A. Mengetahui
tindakan
keperawatan yang
diberikan sesuai
dengan tingkatan
nyeri.
B. Memfokuskan imobilisasi.
kembali perhatian 4. Program
koping terhadap pengobatan
5. Kaji tingkat nyeri stress sehingga untuk
dengan dapat menurunkan menurunkan
standarPQRST. nyeri. nyeri.
1. Mempercep
Setelah dilakukan tindakan at
keperawatan selama 3×24 penyembuha
jam diharapkan tidak terjadi n luka dan
infeksi dengan kriteria hasil: mencegah
1. TTV dalam batas infeksi.
normal. 2. Mengetahui
2. Tidak ada bengkak. tanda-tanda
3. Luka tidak tambas, infeksi gas
kering dan bersih. gangren.
4. Tidak ada tanda- 1. Mencegah
tanda infeksi. terjadinya
5. Mencapai kerusakan
penyembuhan luka kulit yang
sesuai waktu. lebih luas.
6. Bebas drainase 2. Untuk
purulen atau eritema mengidentifi
dan demam. kasi keluhan
A. Pantau KU nyeri.
pasien dan 3. Mengkaji
monitor TTV, tanda-tanda
kaji tanda- tetanus.
tanda infeksi. 4. Merupakan
B. Lakukan indikasi
perawatan terjadinya
luka dengan osteomyelitis
tepat dan .
steril. 1. Perhatikan adanya 5. Program
C. Observasi keluhan peningkatan pengobatan
keadaan luka nyeri. untuk
terhadap 2. Kaji tonus otot dan mencegah
pembentukan refleks tendon. infeksi.
bulla, 3. Selidiki adanya nyeri Untuk menjamin
krepitasi dan yang muncul tiba-tiba. keseimbangan
bau drainase 4. Kolaborasi dengan nitrogen positif dan
1 Mei ‘08 yang tidak dokter dalam pemberian meningkatkan
enak. antibiotik dan Vitamin C proses
08.00 WIB D. Inspeksi A. Mengetahui penyembuhan.
kulit terhadap perkembangan Jurit
4 adanya iritasi. kesehatan pasien. ha
1. Implementasi
Nama Klien : Tn. H
Tanggal/ No
jam Dx Implementasi Respon pasien
TTD
1 Mei ‘08 1,4 Mengobservasi KU (Kondisi Subyektif:Pasien Juritha
Umum), TTV (Tanda-Tanda mengatakan nyeri pada Juritha
Vital) pasien dan mengkaji tungkai kakinya yang
08.00 1 tingkat nyeri pasien sebelah kanan setelah
WIB denganPQRSTMengajarkan dioperasi, skala nyeri 6 Juritha
3 nafas dalam, mempertahankan Obyektif:
Kamis imobilisasi pada kaki kanan dan Juritha
mengatur posisi tidur terlentang
2 dengan kaki kanan diganjal 1. P: Nyeri jika
08.30 dengan bantal untuk bergerak Juritha
WIB Mengubah posisi pasien dengan 2. Q: Nyeri
1,4 sering ke kanan dan ke kiri. seperti
tertusuk-tusuk
09.45 3. S : Skala
WIB Melatih pasien untuk nyeri 6
menggerakkan jari kaki kanan, 4. T : Nyeri
menggerakkan telapak kaki terus menerus
12.00 kanan secara aktif dan melatih berhenti jika
WIB pasien untuk mengangkat kaki posisi nyaman
kiri secara aktif. dan tidak
14.00 bergerak
WIB 5. Hasil rontgen
Mengobservasi TTV dan KU : tampak
pasien. gambaran
fraktur tibia 1/3
proksimal
dengan post
platting os
tibia dengan 5
sekrup danpost
pinning 4
sekrup.
Subyektif:
Pasien mengatakan
bisa melakukan nafas
dalam jika nyeri
timbul.
Obyektif:
1. Pasien
tampak
memperagakan
nafas dalam
dengan benar.
2. Pasien
tampak posisi
terlentang, kaki
kanan
khususnya
pada tungkai
atas dan lutut
diganjal
dengan bantal.
3. Pasien
tampak rileks.
Subyektif:
Pasien mengatakan
bersedia untuk ubah
posisi.
Obyektif:
Pasien tampak
mengubah posisi
tidurnya dengan
miring kiri, kanan,
setengah duduk.
Subyektif:
Pasien mengatakan
takut untuk bergerak.
Obyektif:
1. Pasien
tampak dibantu
perawat dalam
bergerak ROM
aktif dan pasif.
2. Tampak jari-
jari kanan
pasien
digerakkan
dengan hati-
hati.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kadang nyeri timbul
lagi jika untuk
bergerak.
Obyektif:
TD : 110/ 70 mmHg
RR : 22 x/ menit
Obyektif:
injeksi Actrapid 4 IUper SC
Pasien mengatakan
balutan
luka postoperasi
belum diganti sejak
kemarin, skala nyeri :
5
Obyektif:
1. Balutan tidak
merembes
2. Disekitar luka
tidak
merembes
3. S : 36 0C
4. Tampak
bengkak pada
luka
5. Kekuatan otot
5 5
2 5
Subyektif:
Pasien mengatakan
tidak sakit waktu
disuntik.
Obyektif:
1. Cefotaxime
dan Ketorolac
masuk semua
lewat selang
infus tanpa
tumpah.
2. Injeksi
Actrapid
masuk tanpa
tumpah pada
lengan sebelah
kiri
Subyektif:
1. Pasien
bersedia
diinspeksi dan
dikaji.
2. Pasien
mengatakan
tidak terjadi
peningkatan
nyeri.
3. Pasien
mengatakan
nyeri terus
menerus dan
berhenti jika
posisi nyaman.
Obyektif:
1. Pasien
tampak tenang
dan santai.
2. Terkadang
kening tampak
mengkerut
menahan nyeri.
Subyektif:
Pasien mengatakan
akan sedikit demi
sedikit mengambil
makanan dan minum
secara mandiri tanpa
bantuan istri
Obyektif:
Pasien tampak
memenuhi perintah
perawat.
Subyektif:
1. Pasien
bersedia di
suntik
2. Pasien
mengatakan
tidak sakit
waktu disuntik.
Obyektif :
Pasien tampak
mengangguk, tampak
mendengarkan dan
menuruti perintah
perawat.
Subyektif
Pasien mengatakan
sakit saat infus dilepas.
Obyektif:
1. Infus telah
dilepas dan
obat diberikan.
2. Pasien
tampak
mendengarkan
penjelasan dari
perawat bahwa
obat diminum
setelah makan.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kondisinya baik.
Obyektif:
1. TD : 110/ 70
mmHg
2. RR : 20 x/
menit
3. N : 80 x/
menit
4. S : 362 oC
Subyektif:
Pasien mengatakan
nyeri pada
luka postoperasi sudah
berkurang.
Obyektif:
1. P : masih
sedikit nyeri
jika digunakan
untuk bergerak
2. Q : nyeri
seperti
tertusuk-tusuk
sedikit
berkurang
3. R : nyeri
pada tungkai
kanan 1/3
proksimal
4. S : skala
nyeri 5
5. T : nyeri ± 10
menit
kemudian
berhenti jika
posisi nyaman
dan nyeri
timbul lagi jika
untuk bergerak.
6. Pasien
tampak sedikit
santai dan
rileks.
Subyektif:
Pasien mengatakan
sudah tidak takut
untuk bergerak.
Obyektif:
Pasien mengatakan
nyaman setelah disibin
Obyektif:
Subyektif:
1. Pasien
mengatakan
akan mencoba
latihan duduk
2. Pasien
mengatakan
“ya”
Obyektif:
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu rajin minum
obat setelah makan,
pasien mengatakan
“iya”.
Obyektif:
Pasien tampak
mengangguk dan
mendengarkan
penjelasan perawat.
Pasien tampak
melakukan
aktivitasnya secara
mandiri.
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu rajin minum
obat
Obyektif:
Pasien tampak
mengangguk dan
mendengarkan
penjelasan perawat
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu melakukan
nafas dalam jika nyeri
timbul.
Obyektif:
1. Pasien
tampak
memperagakan
nafas dalam
dengan benar.
2. Pasien
tampak dalam
posisi
terlentang, kaki
kanan
khususnya
pada tungkai
atas dan lutut
diganjal
dengan bantal.
Subyektif:
Pasien mengatakan
rajin mengubah posisi
tidurnya
Obyektif:
1,2
12.30 Mengkaji tingkat nyeri pasien Subyektif:
WIB dengan PQRST.
Pasien mengatakan
13.00 Mengatur posisi yang nyaman sudah tidak takut
WIB dan aman pada pasien dengan untuk bergerak.
posisi elevasi tungkai.
Obyektif:
1. Pasien
tampak
menggerakkan
jari kaki kanan.
A. KU:
baik
Subyektif:
Pasien mengatakan
akan rajin minum obat
Obyektif:
Pasien mendengarkan
dan melaksanakan
perintah perawat.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kakinya sebelah kanan
nyeri tetapi sudah
sedikit berkurang,
skala: 4
Obyektif:
Pasien mengatakan
nyaman dengan posisi
tidur seperti ini.
Obyektif:
Pasien mengatakan
nyaman setelah disibin
Obyektif:
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu berhati-hati
dalam makan sehingga
gula darahnya tidak
meningkat.
Pasien mengatakan
selalu rajin minum
obat setelah makan.
Obyektif:
Pasien tampak
menjelaskan yang
dilakukan pada
perawat, pasien
mengangguk.
Subyektif:Pasien
mengatakan nyaman
dengan posisi tidur
seperti ini.
Obyektif:
Subyektif:
Pasien mengatakan
kakinya sebelah kanan
masih nyeri tapi sudah
sedikit berkurang,
skala nyeri: 4
Obyektif:
Pasien mengatakan
selalu rajin untuk
mengubah posisi
tidurnya.
22.00 Mengatur posisi yang nyaman
WIB dan aman pada pasien dengan Obyektif:
posisi elevasi
1,2 tungkai.Mengobservasi KU
05.00 Heru,AmKHeru,
WIB pasien dan mengkaji tingkat Pasien tampak AmK
1,4 nyeri pasien dengan PQRST. mengubah posisi Heru,AmK
Melakukan ubah posisi pasien tidurnya dengan
06.00 dengan sering ke kanan dan ke miring ke kiri, kanan
WIB 3 kiri. dan setengah duduk.
1. Evaluasi Formatif
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso
No.
Tanggal/Jam Dx Evaluasi formatif TTD
S : Skala nyeri 6
P : Lanjutkan intevensi:
Kekuatan otot
5 5
2 5
P : Lanjutkan intevensi:
P : Lanjutkan intervensi:
P : Lanjutkan intervensi:
P : Lanjutkan intervensi:
Kekuatan otot
5 5
2 5
P : Lanjutkan intervensi:
P : Lanjutkan intervensi:
P : Pertahankan intervensi:
P : Pertahankan intervensi:
5 5
2 5
P : Lanjutkan intervensi:
P : Lanjutkan intervensi:
P : Lanjutkan intervensi:
DAFTAR PUSTAKA
1. Appley, Ag Dan Scloman, L, 1999, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Applay Edisi 7, Widya Medika, Jakarta.
2. Brunner and Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 Edisi 8, EGC, Jakarta.
3. Carpunito, L. J, 2000, Diagnosa Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah
Kolaboratif (terjemahan), Edisi 2, EGC, Jakarta.
4. Carpenito, L. J, 2000, Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC, Jakarta.
5. Depkes, RI, 1996, Asuhan Keperawatan pada Sistem Muskuloskeletal, Depkes RI, Jakarta.
6. Doenges, E, Marilyn, 1996, Rencana Asuhan Keperawatan dan Pedoman untuk Mendokumentasikan Perawatan Pasien
(terjemahan), Edisi 3, EGC, Jakarta.
7. Handei, Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah (terjemahan), volume 3, EGC, Jakarta.
8. Handerson, M. A, 1997, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Yayasan Enssential Medika, Yogyakarta.
9. Mansjoer, Areif, 2005, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, FKUI, Jakarta.
10. Nanda, 2007, Panduan Diagnosa Keperawatan, Prima Medika, Jakarta.