Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress
pada tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 2010)
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi
itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 2009)
Fraktur menurut (Rasjad, 2010) adalah hilangnya konstinuitas tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun
yang parsial.

B. KLASIFIKASI
a) Fraktur komplet
Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran dari posisi normal.
b) Fraktur tidak komplet
Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
c) Fraktur tertutup
Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya
tidak menembus jaringan kulit.
d) Fraktur terbuka
Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen
frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan
infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh benda asing)
1) Grade I :Luka bersih, panjang <>
2) Grade II :Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan
lunak yang ekstensif
3) Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat.
e) Jenis khusus fraktur
1) Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi
lainnya membengkok.
2) Tranversal : Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3) Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
4) Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang
5) Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
6) Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering
terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
7) Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang)
8) Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, penyakit pegel, tumor)
9) Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada
perlekatannya
10) Epifiseal : Fraktur melalui epifisis
11) Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya. (Smeltzer and Bare, 2008)

C. ETIOLOGI
Penyebab fraktur diantaranya :
a. Trauma
1) Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut.
2)Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
b. Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker
tulang dan lain-lain.
c. Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut
d. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga. (Corwin, 2008)

D. PATOFISIOLOGI
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper
mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya:
patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi. (Doenges, 2010)
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah
dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-
sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur)
dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati Carpenito (2009)
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya
serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen (Brunner & suddarth, 2009).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang
yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar
dari proses penyembuhan tulang nantinya (Doenges, 2010).

E. PATHWAY
(Suyono, 2011)

F. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri lokal
b. Pembengkakan
c. Eritema
d. Peningkatan suhu
e. Pergerakan abnormal
(Smeltzer and Bare, 2008)

G. DATA PENUNJANG
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma).
e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.

H. KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur dapat dibagi menjadi :
a. Komplikasi Dini
1) Nekrosis kulit
2) Osteomielitis
3) Kompartement sindrom
4) Emboli lemak
5) Tetanus

b. Komplikasi Lanjut
1) Kelakuan sendi
2) Penyembuhan fraktur yang abnormal : delayed union, mal union dan non
union
.
3) Osteomielitis kronis
4) Osteoporosis pasca trauma
5) Ruptur tendon
(Sjamsu Hidayat, 2007)

I. PENATALAKSANAAN
Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :
a. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya
adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan
yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita
sendiri.
b. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak
asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat
darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan,
penderita dapat diberi narkotika IV, sedative atau blok saraf lokal.
c. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan teknik
fiksator eksterna.
d. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara
melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan
kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.

J. KONSEP KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Identitas klienmeliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama,
alamat, penanggung jawab dan hubungan dengan klien.
2. Keluhan utama

Tanyakan pada klien keluhan apa yang dirasakan klien pada saat ini

3. Riwayat kesehatan

-Riwayat kesehatan sekarang


Tanyakan bagaimana terjadi kecelakaan,apa yang menyebabkan
kecelakaan, patah tulang
-Riwayat kesehatan dahulu
Adakah dalam klien pernah mengalami trauma/fraktur sebelumnya
-Riwayat kesehatan keluarga
Adakah didalam keluarga yang pernah mengalami trauma atau fraktur
seperti klien atau penyakit yang berhubungan dengan tulang lainnya.
4. Aktivitas istirahat
Adakah kehilangan fungsi pada bagian yang terkena/fraktur keterbatasan
imobilitas

5. Sirkulasi

Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri. Ansietas)

Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah ) tachikardi, crt, lambat,


pucat bagian yang terkena.

6. Neurosensori

Adanya kesemutan, deformitas, krepitasi, pemendekkan, kelemahan.

7. Kenyamanan

Nyeri tiba-tiba saat cedera, spasma/ kram otot.


8. Keamanan

Leserasi kulit, pendarahan, perubahan warna, pembengkakkan local


b. Analisa data

1. Data subjektif

- Kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan, nyeri


- Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri)
- Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan diri sendiri

2. Data objktif

- Gangguan mobilitas
- Edema pada esktremitas yang fraktur
- Adanya deformitas
- Adanya peningkatan suhu pada esktremitas yang fraktur
- Skala nyeri meningkat jika ekstremitas digerakan

c. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi
berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
klien fraktur yaitu :

1. Nyeri b.d Nyeri akut berhubungan dengan fraktur (Brunner & Suddarth,
2009)

Tujuan : nyeri berkurang setelah dilakukan perawatan

Kriteria Hasil :

 Klien mengatakan nyeri berkurang


 Klien tampak rileks, mampu berpartisifasi dalam
aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi :

1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips,


pembebat, traksi.
2. Ringgikan dan dukung ekstremitas yang terkena
3. Hindari menggunakan sprei / bantal plastik di bawah ekstremitas
dalm gips.
4. Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi karakteristik, intensitas
(0-10)
5. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sampai dengan
cedera.
6. Dorong menggunakan teknik managemen stress / nyeri
7. Berikan alternatif tindakan kenyamanan : pijatan, alih baring
8. Kolaborasi
- Beri obat sesuai indikasi
- Lakukan kompres dingin / es 24 – 28 jam pertama sesuai
keperluan

Rasional

1. Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang /


tegangan jaringan yang cedera
2. Meningkatkan aliran balik vena menurunkan edema, menurunkan
nyeri
3. Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan
produksi panas dalam gips yang kering
4. Meningkatkan keefektifan intevensi, tingkat ansietas dapat
mempengaruhi persepsi/ reaksi terhadap nyeri.
5. Membantu menghilangkan astetas
6. Meningkatkan kemampuan keping dalam manajemen nyeri
7. Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot
8. Diberikan untuk menurunkan nyeri / spasme otot
Menurun edema, pembentukan hematoom dan mengurangi sensi
nyeri.

2. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan otot


Intervensi :
1. Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera
2. Instruksikan ps untuk / bantu dalam rentang gerak pasien / aktif
pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
3. Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang
tersakit
d.
4. Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodic
5. Bantu / dorong perawatan diri / kebersihan (mandi keramas)
6. Dorong peningkatan masukan sampai 2000 – 3000 mliter / hr
termasuk air asam, jus.

Rasional :

1. Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri / persepsi diri tentang


keterbatasan fisik actual
2. Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan
tunas otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur /
afroji
3. Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi / menggerakkan
tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan dengan masa
otot
4. Menurunkan resiko kontraktur heksi pangul
5. Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, perawatan diri langsung
6. Mempertahankan hidrasi tubuh menurunkan resiko infexi
urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.
3. Kerusakan Integritas Jaringan b.d fraktur terbuka
Intervensi :
1. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, pendarahan,
perubahan warna
2. Massase kulit dan penonjolan tulang pertahankan tempat tidur
kering dan bebas kerutan
3. Ubah posisi dengan sering
4. Traksi tulang dan perawatan kulit.

Rasional :

1. Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan mungkin


masalah yang mungkin disebabkan oleh alat / pemasangan gips,
edema
2. Menurukan tekanan pada area yang peka dan resiko kerusakan
kulit
3. Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimal
4. Mencegah cedera pada bagian tubuh lain.
5.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan
Intervensi :
1. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi / robekan kontinuitas
2. Kaji sisi pen / kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri
3. Berikan perawatan pen / kawat steril
4. Observasi luka untuk pembentukan buta, krepitasi, bau drainase
yang tidak enak
5. Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan kemampuan berbicara
6. Selidiki nyeri tiba-tiba / keterbatasan gerakan dengan edema local
7. Berikan obat sesuai indikasi 

Rasional

1. Pen / kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi


kemerahan abrasi
2. Dapat mengindentifikasi timbulnya infeksi local
3. Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi
4. Menghindari infeksi
5. Kekuatan otot, spasme tonik rahang, mengindikasi tetanus
6. Dapat mengindikasikan adanya osteomrelitis.

Anda mungkin juga menyukai