Anda di halaman 1dari 30

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab 2 ini penulis akan menyajiakan studi literaatur, studi literatur

menguraikan konsep teori dan penelitian dengan tujuan sebagai dasar rujukan

yang dapat memperkuar pembahasan penelitian. Yang terdiri dari, Konsep dasar

fraktur, Konsep dasar nyeri dan Konsep Askep.

2.1. Konsep Dasar Fraktur

2.1.1 . Pengertian Fraktur

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau

tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan

jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang

terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Nurarif & Kusuma, 2015, h. 8).

Menurut Brunner & Suddarth tahun 2000 (dikutip dalam Suratun et al,

2008, h. 148) fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas

jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya yang disebabkan

oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan

kontraksi otot ekstrem.

Fraktur klavikula adalah putusnya hubungan tulang klavikula yang

disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung pada posisi lengan

terputar/ tertarik keluar (outtretched hand), dimana trauma dilanjutkan dari

pergelangan tangan sampai klavikula, trauma ini dapat menyebabkan

fraktur klavikula (Helmi, 2012,). Dari beberapa pengertian di atas dapat

8
penulis simpulkan bahwa pengertian dari fraktur klavikula adalah

terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh trauma atau

rudapaksa langsung dan tidak langsung pada posisi lengan terputar atau

tertarik keluar (outtretched hand), dimana trauma dilanjutkan dari

pergelangan tangan sampai klavikula.

2.1.2. Klasifikasi

Menurut Suratun, et al (2008) fraktur dapat dilasifikasikan sebagai

berikut :

a. Fraktur komplet patah pada seluruh garis tulang dan biasanya

mengalami pergeseran.

b. Fraktur tidak komplet patah hanya terjadi pada sebagian garis tengah

tulang.

c. Fraktur tertutup patah tulang yang tidak dapat menyebabkan robeknya

kulit.

d. Fraktur terbaka patah tulang yang menembus kulit dan tulang

berhubungan dengan dunia luar

e. Fraktur kominitif fraktur degaan tulang pecah menjadi beberapa

fragmen

f. Fraktur green stiick fraktur yanf slah satu sisitulang patah sedang satu

sisi lainnya memebngkok

g. Fraktur kompredsi fraktur dengan tulang mengalami kompresi

h. Fraktur depresi fraktur yang frakmen tulangnya terdorong kedalam.

9
2.1.3. Etiologi

Menurut Sachdeva tahun 1996 (dikutip dalam Jitowiyono &

Kristiyanasari, 2010, h. 16-17) penyebab fraktur dapat dibagi dua, yaitu

a. Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tuang

sehingga tulang patah secara spontan.

2) Cedera tidak langsung berarti pukulan lansung berada jauh dari

lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan

menyebabkan fraktur klavikula.

3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari

otot yang kuat.

b. Faktor patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, dimana

dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga

terjadi pada berebagai keadaan berikut :

1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru

yang tidak terkendali.

2) Infeksi seperti ostemielitis : dapat terjadi sebagai akibat

infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang

progresif, lambat, dan sakit nyeri.

3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh

defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan

10
skelet lain.

4) Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus

menerus, misalnyapada penyakit polio dan orang yang

bertugas dikemiliteran.

2.1.4. Manifestasi klinis

Manifestasi klinik fraktur klavikula menurut Helmi (2012, h.

147) adalah keluhan nyeri pada bahu depan, adanya riwayat trauma

pada bahu atau jatuh dengan posisi tangan yang tidak optimal, dan

penderita mengeluh kesulitan dalam menggerakkan bahu. Berikut

adalah temuan pada pemeriksaan fisik lokalis yang biasa muncul :

a. Look yaitu pada fase awal cidera klien terlihat mengendong

lengan pada dada untuk mencegah pergerakan. Suatu benjolan

besar atau deformitas pada bahu depan terlihat dibawah kulit dan

kadang-kadang fragmen yang tajam mengancam kulit.

b. Feel didapatkan adanya nyeri tekan pada bahu depan.

c. Move karena ketidakmampuan mengangkat bahu ke atas, keluar,

dan kebelakang thoraks.

2.1.5. Patofisiologi

Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma

baik secara langsung ataupun tidak langsung. Selain karena trauma,

faktor patologis juga dapat mempengaruhi terjadinya fraktur. Pada saat

tulang mengalami fraktur, terjadi kerusakan pembuluh darah yang akan

mengakibatkan pendarahan, maka volume darah akan menurun.

11
Cardiac Out Put (COP) menurun maka terjadi perubahan perfusi

jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi

edema lokal dan maka terjadi penumpukan di dalam tubuh. Fraktur

terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang akan

menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai

tulang dan dapat terjadi gangguan neurovascular yang menimbulkan

nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu, fraktur

terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi

infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak

akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit (Price, 2006, h. 1382).

2.1.6. Patways Keperawatan

Sumber Andra & Yessie 2013 h 240 Trauma Kecelakaan


Fraktur( patuh tulang)

Tertutup Terbuka

Reduksi
Pergeseran tulang

Interna
Kerusakan frakmen
tulang Pembedahan (Orif)

Tekanan sumsum tulang


dan kapiler meningkat Insisi

Trauma jaringan pemasangan


alat fiksasi interna

Nyeri Akut Depresi syaraf

12
2.1.7. Pemeriksaan penunjang

Menurut Nurarif & Kusuma (2015, h. 10), pemeriksaan penunjang

yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

a. X-ray : menentukan lokasi/ luasnya fraktur

b. Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak

c. Anteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan

vaskuler

d. Hitung darah lengkap : hemokonsentrasi mungkin meningkat,

menurun pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon

terhadap peradangan

e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens

ginjal

f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

transfusi atau cedera hati.

2.1.8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur menurut Corwin (2009, h.

338) yaitu :

a. Non-union, delayed union, atau mal union tulang dapat terjadi yang

menimbulkan deformitas atau hilangnya fungsi.

b. Sindrom kompartemen dapat terjadi. Sindrom kompartemen ditandai

oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang

disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur.

13
Dengan pembengkakan intertisial yang intens, tekanan pembuluh

darah yang menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan hipoksia

jaringan dan dapat menyebabkan kematian saraf yang mempersarafi

daerah tersebut. Biasanya timbul nyeri hebat. Indikasi biasanya tidak

dapat menggerakkan jari tangan atau jari kaki.

c. Embulus lemak dapat timbul setelah patah tulang. Embulus lemak

dapat timbul akibat pajanan sum-sum tulang atau dapat terjadi akibat

aktivitas sistem saraf simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi

asam lemak setelah trauma. Embulus lemak yang tersangkut di

sirkulasi paru dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas.

2.1.9. Penatalaksanaan Fraktur

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilitas, dan

pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi

fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaranya dan

rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan

reduksi tertutup dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk

mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.

Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan

mengembalikan fraktur tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling

berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi

dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilitas.

Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan

14
bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,

kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam yang dapat digunakan

untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai

penyembuhan tulang solid terjadi.

Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah

mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan

kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat

dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Metode fiksasi eksterna

meliputi pembalutan, gips, biday, traksi kontinu, pin, dan teknik gips.

Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna.

Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat

dilakukan dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi. Pantau status

neurovaskuler, latihan isometrik, dan memotivasi klien untuk

berpartisipasi dalam memperbaiki kemandirian fungsi (Smeltzer, 2002

dikutip dalam Ningsih & Lukman, 2009, h. 34).

2.1.10. Penatalaksanaan keperawatan pasca oprasi Orif

Setelah pembedahan ortopedi, perawat tetap melanjutkan rencana

perawatan preoperatif, melakukan penyesuaian terhadap status

pascaoperatif terbaru. Perawat mengkaji ulang kebutuhan pasien

berkaitan dengan nyeri, perfusi jaringan, promosi kesehatan, mobilitas

dan konsep diri. Trauma skelet dan pembedahan yang dilakukan pada

tulang, otot, dan sendi yang dapat nyeri berat, khususnya setelah

beberapa hari pertama pasca operasi.

15
Meredakan nyeri. Setelah pembedahan ortopedi, nyeri mungkin

sangat berat, edema, hematoma, dan spasme otot merupakan penyebab

nyeri yang dirasakan. Tingkat nyeri pasien dan respon terhadap upaya

terapeutik harus dipantau ketat. Analgesik dikontrol pasien dan analgesik

epidural dapat diberikan untuk mengontrol nyeri. Pasien harus dianjurkan

meminta pengobatan nyeri sebelum nyeri itu menjadi berat. Obat harus

diberikan segera dalam interval yang ditentukan.

Nyeri yang terus bertambah dan tak terkontrol perlu dilaporkan ke

dokter bedah ortopedi untuk dievaluasi. Nyeri harus hilang segera setelah

periode pasca operasi awal. Setelah 3 sampai 4 hari, kebanyakan pasien

hanya membutuhkan analgesik oral sekali-kali saja untuk mengatasi

nyeri dan spasme otot.

Memelihara perfusi jaringan adekuat. Perawat harus memantau status

neurovaskuler bagian badan yang dioperasi dan melaporkan segera

kepada dokter bila ada temuan yang mengarahkan adanya gangguan

perfusi jaringan. Pasien diingatkan untuk melakukan pengesetan otot

setiap jam bila dalam keadaan terjaga untuk memperbaiki peredaran

darah.

Memelihara kesehatan. Diet yang sebanding dengan protein dan

vitamin yang adekuat sangat diperlukan untuk kesehatan jaringan dan

penyembuhan luka. Pasien harus diberikan diet seimbang sesegera

mungkin.

Memperbaiki mobilitas fisik. Kebanyakan pasien merasa takut untuk

16
bergerak setelah pembedahan ortopedi. Hubungan terapeutik dapat

membantu pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang dirancang untuk

memperbaiki tingkat mobilitas fisik. Pasien biasanya mau menerima

terhadap peningakatan mobilitasnya setelah diyakinkan bila bahwa

gerakan selama masih dalam batas terapeutik sangat menguntungkan.

Pin, skrup, batang, dan plat logam yang digunakan sebagai fiksasi

interna dirancang untuk dapat mempertahankan posisi tulang sampai

terjadi penulangan. Alat-alat tersebut tidak dirancang untuk menahan

berat badan dan dapat melengkung, longgar, patah bila mendapat beban

stres. Perkiraan kekuatan tulang, stabilitas fraktur, reduksi, dan fiksasi,

dan besarnya penyembuhan tulang merupakan pertimbangan penting

dalam penentuan stres yang dapat ditahan oleh tulang setelah

pembedahan. Dokter bedah ortopedi akan memberikan batasan

pembebanan berat badan dan penggunaan alat pelindung (ortoses)

sebelum pasien diperkenankan berpindah tempat atau berjalan.

Program latihan dirancang sesuai kebutuhan masing-masing

individu. Sasaranya adalah untuk mengembalikan pasien kejenjang

fungsi tertinggi dengan waktu sesingkat mungkin sesuai prosedur bedah

yang dilakukan. Dalam batas pembatasan berat badan yang ditemukan

oleh dokter bedah, perawat harus memantau cara jalan pasien,

memperhatikan apakah benar-benar aman.

Peningkatan konsep diri. Peningkatan perawatan diri dalam batas

program terapeutik dan pengembalian peran dapat membantu mengenali

17
kemampuannya dan meningkatkan harga diri, identitas diri dan, kinerja

peran. Penerimaan perubahan citra tubuh dapat dibantu dengan dukungan

yang diberikan oleh perawat, keluarga, dan orang lainya.

Infeksi. Infeksi merupakan resiko pada setiap pembedahan. Infeksi

merupakan perhatian khusus terutama pada pasien pasca operasi ortopedi

karena tinggiya risiko osteomilitis. Maka antibiotik sistemik profilaksis

sering sering diberikan selama preoperatif dan segera pada periode pasca

operasi. Perawat mengkaji respons pasien terhadap antibiotik tersebut.

Saat mengganti balutan dan menggunakan alat untuk mengeringkat

cairan, teknik aseptik sangat penting. Perawat memantau tanda-tanda

vital, menginpeksi luka, dan mencatat sifat cairan yang keluar. Penemuan

dini dan pelaporan segera kepada dokter mengenai adanya proses infeksi

yang jelas sangat penting (Smeltzer & Bare, 2001, h. 2304-2307).

2.2 Konsep Dasar Nyeri

2.2.1 Pengertian Nyeri

Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan

jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama perawat saat

mengkaji nyeri (Andarmoyo, 2013). Nyeri adalah pengalaman sensori

atau emosional multidimensional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan aktual atau fungsional. Nyeri dapat dibedakan berdasarkan

intensitas (ringan, sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar,

tajam), durasi (transien,intermiten,persisten), dan penyebaran

(superfisialatau dalam, terlokalisir atau difus). Meskipun nyeri adalah

18
suatu sensasi, nyeri memiliki komponen kognitif dan emosional, yang

digambarkan dalam suatu bentuk penderitaan (Bahrudin, 2018)

2.2.2 Penyebab nyeri

Penyebab nyeri menurut Iqbal Mubarak(2015)sebagai berikut.

a. Trauma

1) Mekanik, rasa nyeri yang diakibatkan oleh kerusakan ujung-ujung saraf


bebas.

Misalnya akibat benturan, gesekan, luka, dan lain lain.

2) Termal, nyeri yang timbul akibat rangsangan suhu panas maupun


dingin.

Misalnya terbakar api

3) Kimia, nyeri yang timbul akibat kontak secara langsung dengan

zat kimiayang bersifat asam kuat dan basa kuat

4) Elektrik, nyeri yang timbul akibat sengatan listrik yang kuat

mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan

luka bakar Peradangan, yakni nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung

saraf reseptor.

5) Gangguan sirkulasi darah dan kelaian pembuluh darah

6) Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya edema akibat terjadinya

penekanan pada reseptor nyeri

7) Tumor, dapat juga menekan pada resptor nyeri

8) Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada arteri koronaria

yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.

9) Spasme otot dapat menstimulasi mekanik

19
10) Penyebab nyeri dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan

Indonesia PPNI (2016) dikelompokkan berdasarkan agen stimulus

seperti:

11) Agen pencedera fisiologi, seperti inflamasi, iskemia, neoplasma

12) Agen pencedera kimiawi, seperti bersentuhan langsung dengan zat

kimia asam kuat atau basa kuat yang menimbulkan nyeri terbakar

agen pencedera fisik, seperti abses, amputasi, terbakar api (nyeri

akibat rangsangan suhu), terpotong, mengangkat beban berat,

prosedur operasi, trauma, serta latihan fisik yang berlebih

13) Agen pencederaan fisik (misalnya abses, amputasi, terbakar,

terpotong, mengangkat berat, prosedur oprasi, trauma, lahitan fisik

berlebihan)

2.2.3 Pengertian nyeri akut

Menurut PPNI (2016) Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik

atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau

fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan

hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Nyeri Akut adalah sensasi nyeri yang timbul setelah cedera

akut, penyakit atau tindakan pembedahan, dengan intensitas yang

bervariasi (ringan sampai berat)

20
serta berlangsung singkat (kurang dari 6 bulan) dan menghilang dengan

atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang cedera

(Iqbal Mubarak, 2015).

Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset

mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang

berlangsung kurang dari tiga bulan (PPNI, 2016)

Nyeri akut dapat dideskripsikan sebagai nyeri yang terjadi setelah

cedera akut, penyakit atau intervensi bedah, dan memiliki awitan yang

cepat, dengsn intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) serta

berlangsung singkat (kurang dari enam bulan) dan menghilang dengan

atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak.

Nyeri akut biasanya berlangsung singkat. Pasien yang mengalami nyeri

akut biasanya menunjukkan gejala perspirasi meningkat, denyut jantung

dan tekanan darah meningkat serta pallor ( Wahit Iqbal,M 2015).

2.2.4 Patofisiologi nyeri Akut

Mekanisme nyeri dimulai dari transduksi stimuli akibat

kerusakan jaringan dalam saraf sensori menjadi aktivitas listrik kemudian

ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta (mentransmisikan

nyeri yang tajam dan terlokalisasi) dan saraf bermielin C

(mentransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan) ke kornus dorsalis

medulla spinalis, thalamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut

dipersepsikan dan didiskriminasi sebagai kulaitas dan kuantitas nyeri

21
setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf

pusat. Rangsangan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas

dan dingin), agen kimia, trauma/inflamasi (Iqbal Mubarak,M 2015).

Efek yang ditimbulkan dapat berupa pasien mengeluh nyeri, tampak

meringis, bersikap protektif terhadap lokasi nyeri, menimbulkan

kegelisahan, frekuensi nadi meningkat, pasien mengalami kesulitan tidur,

tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah,

menarik diri, berfokus pada diri sendiri, dalam kasus tertentu pasien bias

mengalami perubahan proses berfikir dan diaphoresis (PPNI, 2016)

2.2.5 Klasifikasi nyeri

Nyeri dapat dikelompokkan berdasarkan tempat nyeri, sifat nyeri,

intensitas nyeri, dan waktu serangan nyeri menurut Iqbal Mubarak(2015)

adalah sebagai berikut:

a. Menurut tempat

1) Peripheral pain

Nyeri yang dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber

nyerinya. Nyeri peripheral terdiri atas 3 jenis yaitu nyeri permukaan

(superficial pain), nyeridalam (deep pain), dan nyeri alihan (reffered pain)

yaitu nyeri yang dirasakan ditempat lain bukan ditempat kerusakan

jaringan yang menyebabkan nyeri. Nyeri somatic dan nyeri visceral,

umumnya kedua nyeri ini bersumber dari kulit dan jaringan di bawah

kulit pada otot dan tulang.

22
a) Nyeri somatic

Nyeri yang timbul pada organ non visceral, seperti nyeri pasca

bedah, nyeri metastatic, nyeri tulang, nyeri atritik. Nyeri somatic

dibedakan menjadi nyeri somatic superfisial dan dalam. Nyeri somatic

superfisial merupakan nyeri yang distimulasi oleh torehan, abrasi,

terlalu panas dan dingin, dengan kualitas tajam, menusuk, dan

membakar. Nyeri ini tidak menjalar, tidak terjadi reaksi otonom

maupun reflex kontraksi otot. Nyeri somatic dalam merupakan nyeri

yang distimulasi oleh torehan, panas, iskemia pergeseran tempat, dengan

kualitas tajam, tumpul, dan nyeri terus. Nyeri somatic dalam tidak

termasuk nyeri menjalar, terjadi reaksi otonom, dan refleks kontraksi

otot positif.

b) Nyeri visceral

Nyeri yang berasal dari organ visceral, biasanya akibat distensi

organ yang berongga, misalnya usus, kandung empedu, pancreas,

jantung. Nyeri visceral seringkali diikuti reffered pain dan sensai

otonom seperti mual dan muntah. Nyeri visceral distimulasi oleh

distensi, iskemia, spasmus, iritasi kimiawi (tidak ada torehan), dengan

kualitas tajam, tumpul, nyeri terus, kejang. Nyeri visceral bersifat

menjalar, reaksi otonom dan refleks kontraksi otot positif.

2) Central pain

Nyeri yang terjadi akibat perangsangan pada susunan saraf pusat,

medulla spinalis, batang otak, dan lain-lain. Misalnya pada pasien stroke

23
atau pasca trauma spinal. Nyeri terasa seperti terbakar dan lokasinya sulit

dideskripsikan.

3) Psychogenic pain

Nyeri yang dirasakan tanpa penyebab organic, tetapi akibat trauma

psikologis. Misalnya pasien selalu merasa dirinya sakit, walaupun secara

medis kelainan fisiknya sudah sembuh kondisi ini disebut posttraumatic

stress disorder.

4) Phantom pain

Nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang baru diamputasi.

5) Radiating pain

Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar.

b. Menurut sifat

1) Insidentil: timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang

2) Steady: nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama

3) Paroxysmal: nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat serta

biasanyamenetap 10-15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul

kembali

4) Intractable pain: nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi.

c. Menurut intensitas nyeri

1) Nyeri ringan: dalam intensitas rendah

2) Nyeri sedang: menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis

3) Nyeri berat: dalam intensitas tinggi

d. Menurut waktu serangan

24
1) Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang berlangsung cepat dan singkat dengan

intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan menghilang dengan

atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak. Nyeri

akut berlangsung selama kurang dari enam bulan.Contoh nyeri akut

adalah nyeri pada fraktur (Setiyohadi, dkk, 2015).

2) Nyeri kronis

Nyeri kronis adalah nyeri yang disebabkan akibat keganasan seperti

kanker yang tidak terkontrol atau non keganasan. Nyeri kronis

berlangsung lama (lebih dari enam bulan) dan akan berlanjut walaupun

klien diberikan pengobatan atau penyakit tampak sembuh. Karakteristik

nyeri kronis biasanya meningkat, sifat nyeri kurang jelas, dan

kemungkinan untuk sembuh atau menghilang (Setiyohadi et al., 2015).

2.2.6 Tanda dan gejala nyeri Akut

Gejala dan tanda nyeri menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017)

adalahsebagai berikut:

a. Gejala dan Tanda Mayor

1) Subjektif : mengeluh nyeri

2) Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada,

posisimenghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, dan

sulit tidur.

b. Gejala dan Tanda Minor

1) Subjektif : tidak tersedia

25
2) Objektif : tekanan darah meningkat, pola napas berubah,

nafsu makanberubah, proses berfikir terganggu, menarik diri,

berfokus pada diri sendiri, dan diaphoresis.

2.2.7 Cara mengurangi nyeri

Berdasarkan buku Ilmu Keperawatan Dasar menurut Wahit

Iqbal,M (2015) ada beberapa cara mengurangi nyeri

a. Melakukan teknik distraksi

Melakukan teknik distraksi disini yaitu dengan cara mengalihkan

perhatian klien pada hal-halyang lain sehinggga klien akan lupa tehadap

nyeri yang dialami. Distraksi merupakanmengalihkan perhatian klien ke

hal yang lain sehingga dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri,

bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Teknik distraksi dapat

nyeri berdasarkan teori aktivitas retikular, yaitu menghambat stimulus

nyeri sehingga menyebabkan terhambatnya implus nyeri ke otak (nyeri

berkurang atau dirasakan oleh klien). Contoh teknik distraksi yaitu

mendengarkan musik, menonton TV, membayangkan hal-hal yang

indah sambil menutup mata.

b. Melakukan teknik relaksasi

Melakukan teknik relaksasi metode ini efektif untuk mengurangi

rasa nyeri. Relaksasi yang sempurna dapat mengurangi ketegangan otot,

rasa jenuh, kecemasan sehingga dapat mencegah menghebatnya

stimulasi nyeri. Jika seseorang melakukan relaksasi, puncaknya adalah

fisik yang segar dan otak yang siap menyala lagi.

26
c. Melakukan pemijatan (masase)

Melakukan pemijatan (masase) yang bertujuan untuk

menstimulasi serabut- serabut yang mentransmisikan sensasi tidak nyeri

memblok atau menurunkan transisi, implus nyeri. Masase merupakan

stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada

punggung dan bahu. Masase tidak spesifik menstimulasi reseptor yang

sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui

sistem control desenden. Masase dapat membuat klien lebih nyaman

karena masase membuat relaksasi otot.

2.2.8 Penilaian Nyeri

Penilain yang digunakan dalam mengkaji nyeri adalah PQRST.

Provoking/pemicu nyeri, yaitu faktor yang dapat memperparah atau

meringankan nyeri. Quality/kualitas, yaitu kulaitas nyeri yang dirasakan

klien. Klien menggambarkan nyeri seperti rasa nyeri tajam, tumpul,

maupun merobek. Region/daerah, yaitu lokasi yang dirasakan nyeri.

Mintalah klien untuk menunjukkan daerah yang dirasakan nyeri. Scale/

keganasan, intensitas nyeri yang dirasakan klien. Pengukuran intensitas

nyeri telah bervariasi sehingga mempermudah klien dalam

menyampaikan rasa nyeri yang dirasakannya. Pengukuran skala nyeri

dilakukan sebelum dan setelah terapi diberikan. Time/waktu, mencakup

serangan, lama nyeri, frekuensi, dan sebab nyeri (Setiyohadi et al.,

2015).

Penilain yang digunakan dalam mengkaji nyeri adalah PQRST.

27
Provoking/pemicu nyeri, yaitu faktor yang dapat memperparah atau

meringankan nyeri. Quality/kualitas, yaitu kulaitas nyeri yang dirasakan

klien. Klien menggambarkan nyeri seperti rasa nyeri tajam, tumpul,

maupun merobek. Region/daerah, yaitu lokasi yang dirasakan nyeri.

Mintalah klien untuk menunjukkan daerah yang dirasakan nyeri. Scale/

keganasan, intensitas nyeri yang dirasakan klien. Pengukuran intensitas

nyeri telah bervariasi sehingga mempermudah klien dalam

menyampaikan rasa nyeri yang dirasakannya. Pengukuran skala nyeri

dilakukan sebelum dan setelah terapi diberikan. Time/waktu, mencakup

serangan, lama nyeri, frekuensi, dan sebab nyeri (Setiyohadi et al.,

2015).

a. Skala penilaian nyeri numerik


Pasien menyebutkan intensitas nyeri berdasarkan angka 0-

10.Titik 0 berarti tidak nyeri, 5 nyeri sedang, dan 10 adalah nyeri

berat yang tidak tertahankan. NRS digunakan jika ingin menentukan

berbagai perubahan pada skala nyeri, dan juga menilai respon

turunnya nyeri pasien terhadap terapi yang diberikan (s. Mubarak

Wahit Iqbal, 2015)

28
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Fraktur

2.3.1 Pengkajian

1. Biodata klien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan) Umur klien dapat

menunjukan tahap perkembangan klien baik secara fisik maupun

psikologi, jenis kelamin dan pekerjaan juga berpengaruh terhadap

terjadinya penyakit yang diderita klien, dan tingkat pengetahuan klien

terhadap penyakit yang dideritannya.

2. Keluhan utama

Biasanya pasien mengeluh nyeri pada luka, kadang disertai demam,

menggigil, dan malaise. Keluhan utama ialah keluhan yang paling

menganggu klien. Keluhan utama digunakan untuk menentkan

prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien terhadap

penyakitnya.

3. Riwayat penyakit sekarang

Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang

ekstremitas, pertolongan apa yang dapat diberikan dan apakah sudah

berobat. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan

perawat akan mengetahui luka kecelakaan lainnya. Pasien juga akan

mengatakan nyeri pada daerah traumanya yang meliputi paliatif : post

operasi fraktur femur, qualitas : nyeri seperti tertusuk-tusuk, region :

pada kaki bagian fraktur, skala : 6, timing : nyeri terasa terus-menerus

dan berkurang ketika posisi nyaman serta tidak bergerak.

29
4. Riwayat penyakit dahulu

Ditanyakan penyebab luka pada pasien dan pernahkah mengalami

sakit seperti ini sebelumnya, adakah alergi yang dimiliki dan riwayat

pemakaian obat.

5. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan fraktur ekstremitas

adalah faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteopporosis

yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang

cenderung diturunkan secara genetic.

2.3.2 Pola Kesehatan Fungsional

1. Pola persepsi-menejemen kesehatan

Mengambarkan penjelasan pribadi klien mengenai kesehatan dan

kesejahteraan ; bagaimana klien mengelola kesehatannya ( seperti

frekuensi kunjungan ke penyedia layanan kesehatan dan kepatuhan

terapi di rumah ); pengetahuan tentang praktik pencegahan.

2. Pola metabolisme- nutrisi

Mengambarkan bagaiman pola makan dan minum klien seperti

nafsu makan, porsi, pilihan makanan, diet tertentu, hilang atau

bertambahnya berat badan.

3. Pola eliminasi

Mengambarkan bagaimana pola BAB dan BAK klien, seperti

frekuensi sehari, banyaknya, warna, bau dan lain sebagainya.

4. Pola aktivitas-latihan

30
Mengambarkan pola latihan, aktivitas, hiburan, dan rekreasi;

kemampuan untuk dapat menjalankan aktivitas sehari-hari

5. Pola istirahat – tidur

Menggambarkan bagaiman pola tidur klien, istirahat dan juga

relaksasi.

6. Pola kognitif-persepsi

Mengambarkan pola persepsi sensorik; kemampuan berbahasa,

ingatan dan pembuatan keputusan.

7. Pola persepsi diri – konsep diri

Menggambarkan pola konsep dan persepsi diri klien (seperti konsep

diri / penghargaan, pola emosional, gambaran diri).

8. Pola aturan – hubungan

Mengambarkan pola klien yang berhubungan dengan ikatan atau

hubungan.

9. Pola seksual-reproduksi

Mengambarkan pola kepuasan dan ketidakpuasan seksual klien; pola

reproduksi klien; masalah pre dan postmenoupause.

10. Pola koping – toleransi

Mengambarkan pola koping klien dalam menangani stress, sumber

dukungan, efektivitas pola koping yang klien miliki dalam

menoleransi stress.

11. Pola nilai kepercayaan Mengambarkan pola nilai, kepercayaan dan

tujuan yang mempengaruhi pilihan dan keputusan klien.

31
2.3.3 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : keadaan baik dan buruknya klien. Tanda yang

perlu dicatat adalah kesadarn klien dengan menggunakan GCS

(Gasglow Coma Scale) (apatis, sopor, koma, gelisah, kompos metis)

kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronik, ringan, sedang, berat)

2. Tanda-tanda vital

a. Tekanan Darah : normal (120/80 mmHg)

b. Nadi : normal (60 sampai dengan 100 x/ menit)

c. Suhu : normal (36,5 sampai dengan 37,5O C)

d. RR : normal (16 sampai dengan 24 x/ menit)

3. Head to toe

a. Pemeriksaan Kepala

- Inspeksi : bentuk kepala simetris, rambut kotor, kusam, berbau,

ada, terlihat acak-acakan, tidak ada lesi.

- Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada kepala dan benjolan

abnormal di kepala.

b. Pemeriksaan muka

- Inspeksi : muka berminyak, kotor, bentuk sietris, warna kullit

tidak kebiruan maupun ikterik.

- Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada daerah muka.

32
c. Pemeriksaan mata

- Inspeksi : terdapat kotoran mata, konjungtiva tidak anemis,

pupil isokor, miosis.

- Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada palpebra.

d. Pemeriksaan hidung

- Inspeksi : simetris, ada polip, tidak ada cuping hidung

- Palpasi : tidak ada benjolan maupun nyeri tekan pada sinus dan

septum nasi.

e. Pemeriksaan telinga

- Inspeksi : bentuk telinga kanan dan kiri simetris, ada serumen,

tidak adanya lesi

- Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada mastoid dan benjolan pada

daerah telinga

f. Pemeriksaan mulut dan faring

- Inspeksi : bibir kering, gigi kotor, bau mulut, ada sisa makanan

pada gigi, ada peradangan gusi, ada stomatitis.

g. Pemeriksaan leher

- Inspeksi : warna kulitnya sama dengan yang lain atau tidak, ada

lesi atau tidak

- Palpasi : terdapat pembesaran pada kelenjar tyroid atau tidak,

33
terdapat pembesaran vena jugularis atau tidak

h. Pemeriksaan dada

1) Pemeriksaan paru

Inspeksi : bentuk dada simetris, inspirasi dan ekspirasi sama,

tidak ada pernafasan inter costa.

Palpasi : getaran vocal fremitus dekstra sinistra sama tidak ada

suara ronchi maupun wheezing.

Perkusi : resonan seluruh lapang paru baik dekstra maupun

sinistra. Auskultasi : suara nafas normal vasikuler tidak ada

suara tambahan

2) Pemeriksaan jantung

Inspseksi : ictus cordis tidak nampak

Palpasi : ictus cordis teraba pada ics 5 mid clavikula sinistra

Perkusi : pekak pada ics 3-5 sinistra

Auskultasi : Bj 1 lup dan Bj 2 dup terdengar tunggal (tidak ada

bunyi tambahan)

3) Pemeriksaan abdomen Inspeksi : tidak ada lesi

Auskultasi : bising usus terdengar normal (5 sampai 30 x/ menit)

Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan benjolan pada seluruh regio

abdomen. Perkusi : timpani

34
i. Pemeriksaan ekstremitas

a. Ekstremitas atas

Inspeksi : kuku nampak panjang dan kotor

b. Ekstremitas bawah

Inspeksi : kuku nampak panjang dan kotor, terdapat luka,

ukuran, kedalaman, lokasi, warna kulit di sekitar luka, edema,

terdapat luka post operasi fraktur femur, kekuatan otot 1 pada

ekstremitas yang terdapat fraktur.

Palpasi : terdapat nyeri tekan pada sekeliling luka, dan kekuatan

otot menurun.

j. Pemeriksaan itegument

Inspeksi : kulit berminyak, nampak kotor

Palpasi : pada area fraktur terdapat nyeri karena luka post

operasi.

k. Pemeriksaan genetalia

Inspeksi : Terpasang kateter atau tidak, penyebaran rambut

pubis, kebersihan, ada lesi atau tidak

Palpasi: ada tidaknya benjolan yang abnormal, ada nyeri tekan

atau tidak pada area genetalia.

35
2.3.4 Diagnosa Keperawatan

1. SDKI D.0077 Nyeri Akut berhubungan dengan Cedera fisik

ditandai dengan cedera traumatis wajah tampak meringis gelisah dan

sulit tidur.

2.3.5 Intervensi Keperawatan

Tabel 2. 1 Intervesi keperawatan Pada Pasien fraktur dengan nyeri Akut

Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


Keperawatan Keperawatan Indonesia keperawatan Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SDKI)
Nyeri akut Tujuan : Latihan Batuk Efektif
berhungan dengan Setelah dilakukan tindakan (SDKI 1.01006)
cidera fisik keperawatan 3x24 jam Observasi
(SDKI D.0077) diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi
menurun karakteristik, frekuensi
Kriteria Hasil : intensitas nyeri
Nyeri akut 2. Indentifikasi skala
(SLKI L.07007) nyeri
3. Identifikasi respon
1. frekuensi nadi membaik nyeri non verbal
2. keluhan nyeri menurun 4. Identifikasi factor yang
3. meringis menurun memperberat dan
memperingan nyeri
4. gelisah menurun
5. Identifikasi
5. kesulitan tidur menurun pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Monitor efeksamping
penggunaan obat
analgetik
Terapeutik
7. Berikan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
8. Control lingkuangan
yang memperberat
nyeri
9. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
10. Jelaskan penyebab
pemicu dan periode

36
nyeri
11. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
12. Ajarkan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu

2.3.6 Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang

dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu

pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah

kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam rencana

keperawatan. (Purnomo, 2016)

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu pasien dalam mencapai

tujuan yang ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit dan pemulihan kesehatan. Dalam pelaksanaan

penulis melakukan tidakan keperawatan sesuai dengan rencana yang

telah disusun.

2.3.7 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan penilaian dengan cara

membandingkan perubahan keadaan klien (hasil yang diamati) dengan

tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. (Purnomo,

2016).

37

Anda mungkin juga menyukai