Anda di halaman 1dari 25

BAB I

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Smeltzer & Bare, 2002). Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berubah trauma langsung (Smeltzer & Bare,
2002), misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang
radius dan ulna, dan dapat berubah trauma tidak langsung (LeMone & Burke,
1996), misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula
atau radius distal patah.
Fraktur radius ulna biasanya terjadi karena trauma langsung sewaktu jatuh dengan
posisi tangan hiperekstensi. Hal ini dikarenakan adanya mekanisme refleks jatuh
di mana lengan akan menahan badan dengan posisi siku agak menekuk
(Busiasmita, Heryati & Attamimi,2009).
Kekhasan dari fraktur radius ulna dapat dipengaruhi oleh otot antar tulang, yaitu
otot supinator, pronator teres, pronator kuadratus yang memuat gerakan pronasisupinasi yang berinsersi pada radius dan ulna.
B. Klasifikasi
Fraktur dapat dibagi menurut ada tidanya hubungan antara patahan tulang denga
dunia luar, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka yang memungkinkan kuman
dari luar dapat masuk kedalam luka sampai ke tulang yang patah (Black, 2009).
Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat
ringannya luka dan berat ringannya patah tulang.
Fraktur juga dapat dibagi menurut garis fraktrunya misanya fisura, fraktur
sederhana, fraktur kominutif ( pengecilan, patah tulang segmental,patah tulang
impaksi ) serta berdasarkan penyebabnya seperti fraktur kompresi, fraktur
impresi, dan fraktur patologis.

C.

Etiologi
Beberapa penyebab dari fraktur diantaranya :
1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana
bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang
mengakibatkan patah tulang, cedera;jatuh/kecelakaan).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, yaitu terkena bukan pada bagian
langsung yang terkena trauma. misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam
keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada underlying disesase dan hal ini disebut dengan fraktur
patologis, misalnya; osteoporosis, kanker tulang metastase.
4. Penyebab lainnya, misalnya; Patah karena letih, Olahraga atau latihan yang
berlebihan
D. Patofisiologi
Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma karena
kecelakaan bermotor maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan rusak atau
putusnya kontinuitas jaringan tulang. Selain itu keadaan patologik tulang seperti
Osteoporosis yang menyebabkan densitas tulang menurun, tulang rapuh akibat
ketidakseimbangan homeostasis pergantian tulang dan kedua penyebab di atas
dapat mengakibatkan diskontinuitas jaringan tulang yang dapat merobek
periosteum dimana pada dinding kompartemen tulang tersebut terdapat saraf-saraf
sehingga dapat timbul rasa nyeri yang bertambah bila digerakkan. Fraktur dibagi 3
grade menurut kerusakan jaringan tulang. Grade I menyebabkan kerusakan kulit,
Grade II fraktur terbuka yang disertai dengan kontusio kulit dan otot terjadi edema
pada jaringan. Grade III kerusakan pada kulit, otot, jaringan saraf dan pembuluh
darah.
Pada grade I dan II kerusakan pada otot/jaringan lunak dapat menimbulkan
nyeri yang hebat karena ada spasme otot. Pada kerusakan jaringan yang luas pada
kulit otot periosteum dan sumsum tulang yang menyebabkan keluarnya sumsum
kuning yang dapat masuk ke dalam pembuluh darah sehingga mengakibatkan

emboli lemak yang kemudian dapat menyumbat pembuluh darah kecil dan dapat
berakibat fatal apabila mengenai organ-organ vital seperti otak jantung dan paruparu, ginjal dan dapat menyebabkan infeksi. Gejala sangat cepat biasanya terjadi
24 sampai 72 jam. Setelah cidera gambaran khas berupa hipoksia, takipnea,
takikardi. Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan,
mengakibatkan kehilangan fungsi permanen, iskemik dan nekrosis otot saraf
sehingga menimbulkan kesemutan (baal), kulit pucat, nyeri dan kelumpuhan. Bila
terjadi perdarahan dalam jumlah besar dapat mengakibatkan syok hipovolemik.
Tindakan pembedahan penting untuk mengembalikan fragmen yang hilang
kembali ke posisi semula dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain itu bila
perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau beraturan maka akan lebih
cepat terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai letak
anatominya dengan gips.
Trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan
infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang dapat muncul pada klien dengan fraktur radius
ulnaris diantaranya:
1. Nyeri sedang sampai hebat dan bertambah berat saat digerakkan.
2. Hilangnya fungsi pada daerah fraktur.
3. Edema/bengkak dan perubahan warna local pada kulit akibat trauma yang
mengikuti fraktur.
4. Deformitas/kelainan bentu
5. Rigiditas tulang/ kekakuan
6. Krepitasi saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
akibat gesekan fragmen satu dengan yang lain.
7. Syok yang disebabkan luka dan kehilangan darah dalam jumlah banyak.
F. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada klien dengan fraktur,
diantranya:
1. Foto rontgen biasanya bisa menunjukkan adanya patah tulang.
2. CT scan atau MRI untuk bisa melihat dengan lebih jelas daerah yang
mengalami kerusakan.
3. Darah lengkap: HT meningkat (hemokonsentrasi), HB menurun (akibat
adanya perdarahan).
4. Arteriografi, bila diduga ada kerusakan pada vaskuler.
5. Kreatinin, trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan transfusi darah jika ada
kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan.

G. Komplikasi
Komplikasi fraktur radius ulna :
1) Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi

splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan


pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari
luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c.

Fat Embolism Syndrom


Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena selsel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah
dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e.

Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan

nekrosis tulang dan

diawali dengan adanya Volkmans Ischemia.


f.

Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama


a.

Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan

karena penurunan supai darah ke tulang.


b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi
fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c.

Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

H. Penatalaksanaan Medik
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri
dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).
Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
a. Pembersihan luka
b. Exici
c. Hecting situasi
d. Antibiotik

2.

Seluruh Fraktur

1) Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
2) Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting
tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya
dan rotasfanatomis (brunner, 2001).

Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk


mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat
fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya
dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah
jaringan lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema
dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan
untuk

menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan

prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu


dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus
ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara
gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan
menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan
tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen
tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi. Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan
aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat
pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi
interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan
logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat

diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat


tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen
tulang.
3) OREF
Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan
cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and
external fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang
baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi
fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa
penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka
dan

pemberian

antibiotik

untuk

mengurangi

risiko

infeksi,

pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa


latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan
utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan
tulang secara sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik
organ anggota gerak; baik, proporsional), dan sembuh secara
fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan
gerakan)
4) ORIF
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal
fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk
mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak
mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail
biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur
tranvers.
Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF=open reduction and
internal fixation) diindikasikan pada kegagalan reduksi tertutup, bila
dibutuhkan reduksi dan fiksasi yang lebih baik dibanding yang bisa
dicapai dengan reduksi tertutup misalnya pada fraktur intra-artikuler,
pada fraktur terbuka, keadaan yang membutuhkan mobilisasi cepat,
bila diperlukan fiksasi rigid, dan sebagainya. Sedangkan reduksi

terbuka dengan fiksasi eksterna (OREF=open reduction and external


fixation) dilakukan pada fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak yang membutuhkan perbaikan vaskuler, fasiotomi, flap jaringan
lunak, atau debridemen ulang. Fiksasi eksternal juga dilakukan pada
politrauma, fraktur pada anak untuk menghindari fiksasi pin pada
daerah

lempeng

pertumbuhan,

fraktur

dengan

infeksi

atau

pseudoarthrosis, fraktur kominutif yang hebat, fraktur yang disertai


defisit tulang, prosedur pemanjangan ekstremitas, dan pada keadaan
malunion dan nonunion setelah fiksasi internal. Alat-alat yang
digunakan berupa pin dan wire (Schanz screw, Steinman pin,
Kirschner wire) yang kemudian dihubungkan dengan batang untuk
fiksasi. Ada 3 macam fiksasi eksternal yaitu monolateral/standar
uniplanar, sirkuler/ring (Ilizarov dan Taylor Spatial Frame), dan
fiksator hybrid. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memberi fiksasi
yang rigid sehingga tindakan seperti skin graft/flap, bone graft, dan
irigasi dapat dilakukan tanpa mengganggu posisi fraktur. Selain itu,
memungkinkan pengamatan langsung mengenai kondisi luka, status
neurovaskular, dan viabilitas flap dalam masa penyembuhan fraktur.
Kerugian tindakan ini adalah mudah terjadi infeksi, dapat terjadi
fraktur

saat

melepas

estetikPenanganan

fiksator,

pascaoperatif

dan

kurang

meliputi

baik

dari

segi

perawatan

luka

dan

pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan


radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi. Penderita diberi
antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi dan dilakukan kultur
pus dan tes sensitivitas. Diet yang dianjurkan tinggi kalori tinggi
protein untuk menunjang proses penyembuhan.Rawat luka dilakukan
setiap hari disertai nekrotomi untuk membuang jaringan nekrotik yang
dapat menjadi sumber infeksi. Pada kasus ini selama follow-up
ditemukan tanda-tanda infeksi jaringan lunak dan tampak nekrosis
pada tibia sehingga direncanakan untuk debridemen ulang dan
osteotomi. Untuk pemantauan selanjutnya dilakukan pemeriksaan

radiologis foto femur dan cruris setelah reduksi dan imobilisasi untuk
menilai reposisi yang dilakukan berhasil atau tidak. Pemeriksaan
radiologis serial sebaiknya dilakukan 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan
12 bulan sesudah operasi untuk melihat perkembangan fraktur. Selain
itu dilakukan pemeriksaan darah lengkap rutin
5) Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun.
Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna.
Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
6) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan
imobilisasi

harus

dipertahankan

sesuai

kebutuhan.

Status

neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan,


gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada
tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan

dikontrol

dengan

berbagai

pendekatan

(mis.

meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk


analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.
Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri. Pengembalian
bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika.
Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli
bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan

luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan


menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
Pre Operasi
a.

Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan


1.
2.
3.

Kegiatan yang beresiko cidera.


Riwayat penyakit yang menyebabkan jatuh.
Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan.

b. Pola nutrisi metabolik


1.
2.

Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.


Observasi terjadinya perdarahan pada luka dan perubahan warna kulit

di sekitar luka, edema.


c.
1.

Pola eliminasi

Konstipasi karena imobilisasi


d. Pola aktivitas dan latihan

1.
2.
3.
4.

Kesemutan, baal
Ada riwayat jatuh atau terbentur ketika sedang beraktivitas
Tidak kuat menahan beban berat
Keterbatasan mobilisasi
5.
Berkurangnya atau tidak terabanya denyut nadi pada daerah distal
injury, lambatnya kapiler refill tim
e.

1.
2.

Pola tidur dan istirahat

Tidak bisa tidur karena kesakitan


Sering terbangun karena kesakitan
f.
1.
2.
3.

Pola persepsi kognitif

Nyeri pada daerah fraktur


Kesemutan dan baal pada bagian distal fraktur
Paresis, penurunan atau kehilangan sensasi
g. Pola persepsi dan konsep diri
1.

Rasa khawatir akan dirinya karena tidak dapat beraktivitas seperti


keadaan sebelumnya

h. Pola peran dan hubungan dengan sesama


1.
2.

Merasa tidak ditolong


Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti biasanya
Post Operasi
a.
1.
2.

Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan

Kegiatan yang beresiko cidera.


Pengetahuan pasien tentang perawatan luka di rumah
b. Pola nutrisi metabolik

1.

Adanya gangguan pola nafsu makan karena nyeri.


c.

1.

Pola eliminasi

Konstipasi karena imobilisasi


d. Pola aktivitas dan latihan
1. Keterbatasan beraktivitas
2. Hilangnya gerakan atau sensasi spasme otot
3. Baal atau kesemutan

4. Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera


5. Perdarahan, perubahan warna
e.

Pola tidur dan istirahat

1. Tidak bisa tidur karena kesakitan luka operasi


2. Sering terbangun karena kesakitan
f.
1.
2.
3.
4.

Pola persepsi kognitif

Keluhan lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri


Nyeri pada luka operasi
Tidak adanya nyeri akibat kerusakan saraf
Pembengkakan, perdarahan, perubahan warna
g. Pola persepsi dan konsep diri
1.

Rasa khawatir akan dirinya Karena tidak dapat beraktivitas seperti


keadaan sebelumnya

h. Pola peran dan hubungan dengan sesama


1. Merasa tidak tertolong
2. Kecemasan akan tidak melakukan peran seperti
2) Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder pada fraktur,
edema.
b. Resiko tinggi

disfungsi

neurovaskuler

perifer

berhubungan

dengan

penurunan/interupsi aliran darah: cedera vaskuler langsung, edema,


pembentukan trombus.
c. Imobilisasi fisik berhubungan dengan cidera jaringan sekitar/fraktur.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan
e.
f.
g.
h.

jaringan lunak.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.
Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan emboli
Gangguan pola tidur b.d nyeri.
Gangguan konsep diri b.d perubahan peran dan perubahan bentuk fisik atau

tubuh.
i. Cemas berhubungan dengan prosedur pengobatan.

j. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan


b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post
pembedahan.
c. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.
e. Ketidakefektifan regimen terapeutik berhubungan dengan

kurang

pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan


perawatannya saat di rumah.
3.

Rencana Keperawatan
Pre Operasi
a.
Nyeri berhubungan dengan spasme otot, kerusakan sekunder pada fraktur,
edema.
HYD: Nyeri berkurang sampai hilang ditandai dengan:

Intensitas nyeri 2-3


Ekspresi wajah rileks
Tidak merintih

Rencana Tindakan:
1) Kaji lokasi nyeri dan intensitas nyeri.
Rasional: Mengetahui tindakan yang dilakukan selanjutnya.
2) Pertahankan imobilisasi pada bagian yang sakitnya.
Rasional: Mengurangi nyeri
3) Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional: Mengurangi nyeri pada saat nyeri timbul.
4) Jelaskan prosedur sebelum melakukan tindakan.
Rasional: Mempersiapkan pasien untuk lebih kooperatif.
5) Beri posisi yang tepat secara berhati-hati pada area fraktur.
Rasional: Meminimalkan nyeri, mencegah perpindahan tulang.
6) Beri kesempatan untuk istirahat selama nyeri berlangsung.

Rasional: Untuk mengurangi nyeri.


7) Kolaborasi dalam pemberian terapi medik: analgetik.
Rasional: Mengatasi nyeri.
b. Imobilisasi fisik berhubungan dengan cidera jaringan sekitar/fraktur.
HYD:
Pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri dalam waktu bertahap ditandai
dengan:

higiene perseorangan
nutrisi dan eliminasi terpenuhi tanpa bantuan.

Rencana Tindakan:
1) Kaji tingkat kemampuan aktivitas pasien.
Rasional: Menentukan intervensi yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien.
2) Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak dapat dilakukan
secara mandiri.
Rasional: Mengurangi nyeri dan semakin parahnya fraktur.
3) Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan pasien.
Rasional: Meningkatkan kemandirian pasien.
4) Perhatian dan bantu personal higiene.
Rasional: Mencegah komplikasi dan kerusakan integritas kulit.
5) Ubah posisi secara periodik sejak 2 jam sekali.
Rasional: Mencegah komplikasi dekubitus.
6) Libatkan keluarga dalam memberikan asuhan kepada pasien.
Rasional: Memberi motivasi pada pasien.
7) Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional: Mencegah nyeri yang berlebihan.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan jaringan
lunak.
HYD:
Tidak ada tanda-tanda infeksi ditandai dengan:
Suhu normal 36-37oC
Tidak ada kemerahan, tidak ada edema, luka bersih.

Rencana Tindakan:
1) Observasi TTV terutama suhu.
Rasional: Peningkatan suhu menunjukkan adanya infeksi.
2) Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
Rasional: Luka yang kotor dan basah merupakan media yang baik untuk
mikroorganisme berkembang biak.
3) Tutup daerah yang luka dengan kasa steril/balutan bersih.
Rasional: Mencegah kuman/mikroorganisme masuk.
4) Rawat luka dengan teknik aseptik.
Rasional: Mencegah mikroorganisme berkembang biak.
5) Kolaborasi dengan medik untuk pemberian antibiotik.
Rasional: Menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
d. Cemas berhubungan dengan prosedur pengobatan.
HYD:
Cemas berkurang ditandai dengan:

Pasien mengerti penjelasan yang diberikan oleh perawat mengenai

pengobatan.
Pasien kooperatif saat dilakukan perawatan.
Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemas.

Rencana Tindakan:
1) Kaji tingkat kecemasan.
Rasional: Mengidentifikasi intervensi selanjutnya.
2) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Mengidentifikasi tingkat kecemasan.
3) Jelaskan pada pasien prosedur pengobatan.
Rasional: Mengurangi tingkat kecemasan pasien.
4) Berikan lingkungan yang nyaman.
Rasional: Lingkungan yang nyaman dapat mengurangi tingkat kecemasan.
5) Libatkan keluarga dalam memberikan support.
Rasional: Memberi dukungan dan mengurangi rasa cemas pasien.

e. Resiko

tinggi

disfungsi

neurovaskuler

perifer

berhubungan

dengan

penurunan/interupsi aliran darah: cedera vaskuler langsung, edema, pembentukan


trombus.
HYD:
Mempertahankan perfusi jaringan ditandai dengan:

Terabanya nadi, kulit hangat atau kering, tanda vital stabil.

Rencana Tindakan:
1) Observasi nadi perifer distal terhadap cidera melalui palpasi. Bandingkan
dengan ekstremitas yang sakit.
Rasional: Penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera vaskuler
dan perlunya evaluasi medik segera terhadap status sirkulasi.
2) Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan distal pada fraktur.
Rasional: Warna kulit putih menunjukan gangguan arterial.
3) Lakukan pengkajian neuromuskuler, minta pasien untuk melokalisasi nyeri.
Rasional: Gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan/ penyebaran
nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak adekuat atau saraf rusak.
4) Beri motivasi untuk melakukan latihan pada ekstremitas yang cedera.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah
khususnya pada ekstremitas bawah.
5) Awasi tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum, kulit dingin,
perubahan mental.
Rasional: Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem
perfusi jaringan.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.
HYD: Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.
Rencana Tindakan:
1) Kaji kulit pada luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan
warna, kelabu, memutih.
Rasional: Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang
mungkin disebabkan oleh alat dan atau pemasangan gips/bebat atau traksi.
2) Observasi tanda-tanda vital.

Rasional: Peningkatan terutama suhu merupakan tanda-tanda infeksi.


3) Masase kulit dan penonjolan tulang. Pertahankan tempat tidur kering dan
bebas kerutan.
Rasional: Menurunkan

tekanan

pada

area

yang

peka

dan

risiko

abrasi/kerusakan kulit.
4) Letakkan bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang.
Rasional: Meminimalkan tekanan pada area ini.
5)

Ubah posisi tidur secara periodik tiap 2 jam.


Rasional: Meminimalkan resiko kerusakan kulit.

g. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan embolik


Rencana Tindakan:
1) Monitor perubahan status mental yang disebabkan oleh hipoksemia: gejala
dari distress pernafasan akut seperti: kegelisahan, konfusi, nyeri dada,
takipnea, sianosis, dispnea, takikardi.
Rasional: Mengidentifikasi keadaan fisik pasien.
2) Jika ada indikasi, kaji O2 saturasi dengan oksimetri.
Rasional: Mengidentifikasi intervensi selanjutnya.
3) Pertahankan imobilisasi pada daerah yang fraktur.
Rasional: Mengurangi terjadinya emboli lemak.
4) Berikan oksigen bila ada indikasi.
Rasional: Memenuhi kebutuhan O2.
h. gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
Tujuan : klien tidak mengalami gangguan pola tidur
Kreteria hasil :
Klien mengatakan tidurnya cukup
Klien mengatakan tidurnya nyenyak
1. Kaji pola tidur klien
Rasional : untuk mengetahui bagaimana pola tidur klien

2. Mininalkan suasana lingkungan


Rasional : lingkungan yang tenang dapat membantu klien untuk beristirahat
3. Anjurkan klien untuk minum air hangat sebelum tidur
Rasional : Minum air hangat dapat membantu klien lebih relaksasi dan lebih
nyaman
4. Ajarkan klien relaksasi dan distraksi sebelum tidur
Rasional :Membantu klien untuk mengurangi

persepsi

nyeri

atau

mangalihkan perhatian klien dari nyeri yang menghambat tidur klien.


5. Pemberian obat analgesik
Rasional : membantu mengurangi nyeri

i.

Kurang pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan


dan perawatan di rumah b.d kurang informasi.

Klien dapat mengetahui aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatan saat di
rumah.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penatalaksanaan perawatan di rumah.
R/ Mengukur sejauh mana tingkat pengetahuan klien.
2) Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan latihan pasif dan aktif secara
teratur.
R/ Dengan latihan aktif dan pasif diharapkan mencegah terjadinya kontraktur
pada tulang.
3) Berikan kesempatan pada klien untuk dapat bertanya.
R/ Hal kurang jelas dapat diklarifikasikan kembali.
4) Anjurkan klien untuk mentaati terapi dan kontrol tepat waktu.
R/ Mencegah keadaan yang dapat memperburuk keadaan fraktur.
5) Anjurkan klien untuk tidak mengangkat beban berat pada tangan yang fraktur.
R/ Mencegah stres tulang.

j. Gangguan konsep diri: Perubahan Peran b.d kesehatan.


Tujuan: Klien dapat melakukan perannya.
Kriteria Hasil:

Klien tidak merasa malu dengan kondisinya.


Klien merasa percaya diri.

Klien mau berinteraksi dengan orang lain.


Rencana tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dan menjelaskan semua prosedur dan tujuan
2.
3.
4.
5.
6.
7.

dengan singkat dan jelas.


Kaji penyebab perubahan peran.
Berikan dukungan emosi untuk klien/orang terdekat selama tes diagnostik.
Sampaikan hal-hal positif secara mutlak.
Gunakan sentuhan tangan jika diterima.
Libatkan keluarga dan orang terdekat untuk memberikan support.
Berikan reinforcement yang positif.

Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan.
HYD: Nyeri berkurang sampai hilang ditandai dengan:

Intensitas nyeri 0-2.


Ekspresi wajah rileks.

Rencana Tindakan:
1) Kaji lokasi dan intensitas nyeri.
Rasional: Mengetahui intervensi yang dilakukan selanjutnya.
2) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit.
Rasional: Menghilangkan nyeri.
3) Tinggikan ekstremitas yang fraktur.
Rasional: Menurunkan rasa nyeri.
4) Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam.
Rasional: Mengurangi nyeri.
5) Observasi TTV tiap 4 jam.
Rasional: Peningkatan TTV menunjukkan adanya rasa nyeri.
6) Kolaborasi dalam memberikan terapi analgetik.
Rasional: Mengurangi nyeri.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post pembedahan.
HYD: Kulit kembali utuh ditandai dengan:

Luka jahitan dapat tertutup.

Rencana Tindakan:
1) Kaji kulit untuk luka terbuka.

Rasional: Mengontrol perkembangan mikroorganisme di daerah luka.


2) Bantu ubah posisi.
Rasional: Mencegah luka tekan.
3) Masase kulit dan penonjolan tulang.
Rasional: Mencegah luka tekan.
4) Bersihkan kulit dengan sabun dan air bila menggunakan traksi.
Rasional: Mengurangi perkembangan mikroorganisme.
c.

Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi.


HYD: Mempertahankan mobilitas fisik ditandai dengan:

Pasien mau beraktivitas secara perlahan.

Rencana Tindakan:
1) Kaji derajat mobilitas yang dapat dilakukan.
Rasional: Untuk menyusun rencana selanjutnya.
2) Bantu untuk mobilisasi menggunakan kursi roda/tongkat.
Rasional: Mempercepat proses penyembuhan.
3) Bantu dalam higiene perorangan.
Rasional: Meningkatkan kesehatan diri.
4) Ubah posisi secara periodik.
Rasional: Menurunkan komplikasi lesi kulit.
d.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.


HYD: Infeksi tidak terjadi ditandai dengan:

Pasien tidak mengalami infeksi tulang


Suhu tubuh normal antara 36-37oC

Rencana Tindakan:
1) Observasi TTV.
Rasional: Peningkatan TTV menunjukkan adanya infeksi.
2) Rawat luka operasi dengan teknik antiseptik.
Rasional: Mencegah dan menghambat berkembang biaknya bakteri.
3) Tutup daerah luka dengan kasa steril.
Rasional: Kasa steril menghambat masuknya kuman ke dalam tubuh.

4) Jaga daerah luka operasi tetap bersih dan kering.


Rasional: Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi
berkembang biaknya bakteri.
5) Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
Rasional: Antibiotik menghambat berkembang biaknya bakteri.
e. Ketidakefektifan regimen terapeutik berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatannya saat
di rumah.
HYD: Pasien dapat mengetahui aktivitas yang boleh dilakukan dan perawatannya
saat di rumah.
Rencana Tindakan:
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan perawatan di rumah.
Rasional:Menilai tingkat pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan di
rumah.
2) Anjurkan pasien untuk melakukan latihan aktif dan pasif secara teratur.
Rasional: Dapat mencegah terjadinya kontraktur pada tulang.
3) Beri kesempatan pada pasien untuk dapat bertanya.
Rasional: Hal yang kurang jelas dapat diklarifikasikan kembali.
4) Anjurkan pasien untuk mentaati terapi dan kontrol tepat waktu.
Rasional: Mencegah keadaan yang dapat memperburuk keadaan fraktur.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, 2000, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 3,
EGC, Jakarta
Corwin, Elizabeth J., 2000. Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta
Doengus E. Marilynn., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC,
Jakarta
Mansjoer, Arif., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid 2, Media
Aesculapiu, Jakarta
Price, Sylvia Anderson., 1995, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Edisi 4, vol 2, EGC, Jakarta
Sutedjo, AY., 2008, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratarium, Amara Books, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai