Anda di halaman 1dari 10

A.

PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer
dan Bare, 2002). Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. (Marylin E. Doengoes.
2000). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan
sendi. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma
langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh
laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok.
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot, kondisi-kondisi
tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul
dan kapsula.
a. Melalui kepala femur (capital fraktur).
b. Hanya di bawah kepala femur.
c. Melalui leher dari femur.
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar yang lebih kecil
pada daerah intertrokhanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah
trokhanter kecil.
B. Penyebab
Menurut Sachdeva dalam Jitowiyono dkk (2010: 16), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga
yaitu :
A. Cedera traumatik
a. Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah secara
spontan.
b. Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan, misalnya jatuh
dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
B. Fraktur patologik yaitu fraktur yang terjadi pada tulang disebabkan oleh melelehnya struktur
tulang akibat proses patologik. Proses patologik dapat disebabkan oleh kurangnya zat-zat
nutrisi seperti vitamin D, kaslsium, fosfor, ferum. Factor lain yang menyebabkan proses
patologik adalah akibat dari proses penyembuhan yang lambat pada penyembuhan fraktur
atau dapat terjadi akibat keganasan. Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit,
dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan
:Tumor tulang (jinak atau ganas), Infeksi seperti osteomyelitis, Rakhitis, suatu penyakti tulang
yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.

Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang dapat muncul pada klien dengan fraktur, diantaranya:
1. Nyeri sedang sampai hebat dan bertambah berat saat digerakkan.
2. Hilangnya fungsi pada daerah fraktur.
3. Edema/bengkak dan perubahan warna local pada kulit akibat trauma yang mengikuti fraktur.
4. Deformitas/kelainan bentuk.
5. Rigiditas tulang/ kekakuan
6. Krepitasi saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang akibat gesekan
fragmen satu dengan yang lain.
7. Syok yang disebabkan luka dan kehilangan darah dalam jumlah banyak.
Menurut Smeltzer & Bare (2002:2358), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas
ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas yang normal.
Ektremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang, yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan
krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya. ( uji kripitasi
dapat membuat kerusakan jaringan lunak lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah bebebrapa jam atau hari
setelah cedera.
D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang

patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini
merupakan dasar penyembuhan tulang.
Trauma merupakan penyebab mayoritas dari fraktur baik trauma karena kecelakaan bermotor
maupun jatuh dari ketinggian menyebabkan rusak atau putusnya kontinuitas jaringan tulang.
Selain itu keadaan patologik tulang seperti Osteoporosis yang menyebabkan densitas tulang
menurun, tulang rapuh akibat ketidakseimbangan homeostasis pergantian tulang dan kedua
penyebab di atas dapat mengakibatkan diskontinuitas jaringan tulang yang dapat merobek
periosteum dimana pada dinding kompartemen tulang tersebut terdapat saraf-saraf sehingga
dapat timbul rasa nyeri yang bertambah bila digerakkan. Fraktur dibagi 3 grade menurut
kerusakan jaringan tulang. Grade I menyebabkan kerusakan kulit, Grade II fraktur terbuka yang
disertai dengan kontusio kulit dan otot terjadi edema pada jaringan. Grade III kerusakan pada
kulit, otot, jaringan saraf dan pembuluh darah.
Pada grade I dan II kerusakan pada otot/jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat
karena ada spasme otot. Pada kerusakan jaringan yang luas pada kulit otot periosteum dan
sumsum tulang yang menyebabkan keluarnya sumsum kuning yang dapat masuk ke dalam
pembuluh darah sehingga mengakibatkan emboli lemak yang kemudian dapat menyumbat
pembuluh darah kecil dan dapat berakibat fatal apabila mengenai organ-organ vital seperti otak
jantung dan paru-paru, ginjal dan dapat menyebabkan infeksi. Gejala sangat cepat biasanya
terjadi 24 sampai 72 jam. Setelah cidera gambaran khas berupa hipoksia, takipnea, takikardi.
Peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan, mengakibatkan kehilangan
fungsi permanen, iskemik dan nekrosis otot saraf sehingga menimbulkan kesemutan (baal), kulit
pucat, nyeri dan kelumpuhan. Bila terjadi perdarahan dalam jumlah besar dapat mengakibatkan
syok hipovolemik. Tindakan pembedahan penting untuk mengembalikan fragmen yang hilang
kembali ke posisi semula dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain itu bila perubahan
susunan tulang dalam keadaan stabil atau beraturan maka akan lebih cepat terjadi proses
penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai letak anatominya dengan gips.
Trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan
lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
1. Faktor Ekstrinsik: Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

2. Faktor Intrinsi: Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan
atau kekerasan tulang.
E. Komplikasi
Menurut Sylvia and Price (2001), komplikasi yang biasanya ditemukan antara lain :
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom: Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam.
d. Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi
pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis: Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmans Ischemia.
f. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union: Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang.
b. Nonunion: Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan
adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan
perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang
baik.
1.1.6

a.
b.
c.
d.

e.
f.

1.1.7
1.

1)
2)
3)
4)
1.
2.

3.
4.
5.
6.
7.

Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges dalam Jitowiyono (2010:21). Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan
pada klien dengan fraktur, diantranya:
Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel.
Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cidera
hati. Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan transfusi darah jika ada kehilangan darah
yang bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah :
Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai
perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap
dilakukan:
Pembersihan luka
Exici
Hecting situasi
Antibiotik
Ada bebearapa prinsipnya yaitu :
Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang membahayakan jiwa airway,
breathing, circulation.
Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang memerlukan penanganan segera
yang meliputi pembidaian, menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan
perdarahan besar dengan klem.
Pemberian antibiotika.
Debridement dan irigasi sempurna.
Stabilisasi.
Penutup luka.
Rehabilitasi.

8.

Life Saving
Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai penderita dengan kemungkinan besar
mengalami cidera ditempat lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa untuk
terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya yang cukup kuat yang sering kali tidak hanya
berakibat total, tetapi berakibat multi organ. Untuk life saving prinsip dasar yaitu : airway, breath
and circulation.
9.
Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat.
Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang tersebut terancam untuk terjadinya
infeksi seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi masih
dalam stadium kontaminsi (golden periode) dan setelah waktu tersebut luka berubah menjadi luka
infeksi. Oleh karena itu penanganan patuah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periode
terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi
prioritas penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan prioritas ke 6. Sasaran akhir di
maksud adalah mencegah sepsis, penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
10. Pemberian antibiotika
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi tergantung dimana patah
tulang ini terjadi. Pemberian antibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai
pemikiran dasar. Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas untuk kuman gram positif maupun
negatif.
11. Debridemen dan irigasi
Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah patah terbuka baik berupa benda
asing maupun jaringan lokal yang mati. Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara
mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik dengan tekanan maupun tanpa
tekanan.
12. Stabilisasi.
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi fragmen tulang, cara stabilisasi
tulang tergantung pada derajat patah tulang terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada derajat 1 dan 2
dapat dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara primer. Untuk derajat 3 dianjurkan
pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus sempurna agar dapat segera dilakukan langkah awal
dari rahabilitasi penderita. (Pedoman diagnosis dan terapi, UPF, 1994: 133)
2.
1)

Seluruh Fraktur
Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
2)
Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun.
Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasfanatomis (brunner, 2001).
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur.
Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap,

sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus,
roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani
prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai
ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani
dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi dan alat lain
dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk
penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam
kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imoblisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi
fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus
pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku,
atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke
rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen
tulang.
3)
OREF
Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara reduksi terbuka
diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi
fraktur yang baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus
menilai jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu
perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik
serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga
ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara
sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik, proporsional),
dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan gerakan).
4)
ORIF
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang
mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu
dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail biasanya
digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers.

Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF=open reduction and internal fixation)
diindikasikan pada kegagalan reduksi tertutup, bila dibutuhkan reduksi dan fiksasi yang lebih baik
dibanding yang bisa dicapai dengan reduksi tertutup misalnya pada fraktur intra-artikuler, pada
fraktur terbuka, keadaan yang membutuhkan mobilisasi cepat, bila diperlukan fiksasi rigid, dan
sebagainya. Sedangkan reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna (OREF=open reduction and
external fixation) dilakukan pada fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang
membutuhkan perbaikan vaskuler, fasiotomi, flap jaringan lunak, atau debridemen ulang. Fiksasi
eksternal juga dilakukan pada politrauma, fraktur pada anak untuk menghindari fiksasi pin pada
daerah lempeng pertumbuhan, fraktur dengan infeksi atau pseudoarthrosis, fraktur kominutif yang
hebat, fraktur yang disertai defisit tulang, prosedur pemanjangan ekstremitas, dan pada keadaan
malunion dan nonunion setelah fiksasi internal. Alat-alat yang digunakan berupa pin dan wire
(Schanz screw, Steinman pin, Kirschner wire) yang kemudian dihubungkan dengan batang untuk
fiksasi. Ada 3 macam fiksasi eksternal yaitu monolateral/standar uniplanar, sirkuler/ring (Ilizarov
dan Taylor Spatial Frame), dan fiksator hybrid. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memberi
fiksasi yang rigid sehingga tindakan seperti skin graft/flap, bone graft, dan irigasi dapat dilakukan
tanpa mengganggu posisi fraktur. Selain itu, memungkinkan pengamatan langsung mengenai
kondisi luka, status neurovaskular, dan viabilitas flap dalam masa penyembuhan fraktur. Kerugian
tindakan ini adalah mudah terjadi infeksi, dapat terjadi fraktur saat melepas fiksator, dan kurang
baik dari segi estetikPenanganan pascaoperatif meliputi perawatan luka dan pemberian antibiotik
untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi.
Penderita diberi antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi dan dilakukan kultur pus dan tes
sensitivitas. Diet yang dianjurkan tinggi kalori tinggi protein untuk menunjang proses
penyembuhan.Rawat luka dilakukan setiap hari disertai nekrotomi untuk membuang jaringan
nekrotik yang dapat menjadi sumber infeksi. Pada kasus ini selama follow-up ditemukan tandatanda infeksi jaringan lunak dan tampak nekrosis pada tibia sehingga direncanakan untuk
debridemen ulang dan osteotomi. Untuk pemantauan selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiologis
foto femur dan cruris setelah reduksi dan imobilisasi untuk menilai reposisi yang dilakukan berhasil
atau tidak. Pemeriksaan radiologis serial sebaiknya dilakukan 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan 12
bulan sesudah operasi untuk melihat perkembangan fraktur. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah
lengkap rutin.
5)
Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi,
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan
untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
6)
Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai

kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan)
dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.
Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis.
meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan
setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.
Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan
harga-diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika.
Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan
stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang
diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan.
1.1.8
1.
a.
b.

1)
a.
b.
c.
d.
2)
a.
b.
c.
d.
3)

a.

b.
2.
a.

Klasifikasi
Berdasarkan sifat fraktur
Fraktur tertutup
Apabila fagmen tulang yang patah tidak tampak dari luar. Tidak menyebabkan robeknya kulit.
Fraktur terbuka
Apabila fragmen tulang yang patah tampak dari luar. Merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau
mebran mukosa sampai ke patahan kaki. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat, yaitu :
Derajat I
Luka < 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk.
Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringa.
Kontaminasi minimal
Derajat II
laserasi > 1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
Fraktur kominutif sedang
Kontaminasi sedang
Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot. dan neurovascular serta
kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat tiga terbagi atas :
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulse
atau fraktur segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besarnya ukuran luka.
Kehilangann jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi massif. Luka
pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
Berdasarkan komplit / tidak komplit fraktur
Fraktur komplit
Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran bergeser dari posisi
normal)

b.

3.
a.
b.

c.
d.
4.
a.
b.

c.
d.
e.
f.
g.

Fraktur inkomplit
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
Misal : Hair line fraktur, Green stick(fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang
lain membengkok)
Berdasarkan bentuk garis patah & hubungan dengan mekanisme tauma
Fraktur transversal
Arah melintang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsung
Fraktur oblik
Arah garis patah membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma
langsung
Fraktur spiral
Arah garis patah spiral dan akibat dari trauma rotasi
Fraktur kompresi
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
Istilah lain
Fraktur komunitif
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
Fraktur depresi
Fraktur dengan bentuk fragmen terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang
wajah).
Fraktur patologik
Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, tumor, metastasis tulang).
Fraktur avulse
Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.
Fraktur Greensick
Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.
Fraktur Epfiseal
Fraktur melalui epifisis
Fraktur Impaksi
Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai