F
DENGAN DIAGNOSA CLOSE FRAKTUR FEMUR
DI IGD RST BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG
Disusun Oleh:
Ayu Nurusshofa
(20101440120014)
1
FRAKTUR FEMUR
1. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah ganguan dari kontinuitas yang
normal dari suatu tulang (Black 2014). Fraktur atau patah tulang adalah
kondisi dimana kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan terputus
secara sempurna atau sebagian yang disebabkan oleh rudapaksa atau
osteoporosis (Smeltzer & Bare, 2013). Fraktur adalah hilangnya
kontinuitas tulang rawan baik bersifat total maupun sebagian, penyebab
utama dapat disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik tulang itu sendiri
dan jaringan lunak disekitarnya (Helmi, 2012).
Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak
tubuh yang disebut dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas
merupakan fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi
ekstremitas atas (tangan, lengan, siku, bahu, pergelangan tangan, dan
bawah (pinggul, paha, kaki bagian bawah, pergelangan kaki). Fraktur
dapat meimbulkan pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas,
kemerahan, krepitasi, dan rasa nyeri (Ghassani, 2016).
2. ETIOLOGI
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, Gerakan
puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer & Bare,
2001). Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma
langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah
tulang radius dan ulna, dan dapat pula trauma tidak langsung, misalnya jatuh
tertimpa pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal
patah (Sjamsuhidajat & Jong, 2004).
Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki dari pada orang
perempuan dengan umur di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan
olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur
2
dari pada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause
(Lockhart, Gayle, & Charlene, 2001).
Penyebab terjadinya fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut:
1. Trauma langsung (direct)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih
disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang
atau otot , contohnya seperti pada olahragawan atau pesenam yang
menggunakan hanya satu tangannya atau satu kakinya untuk
menumpu beban badannya.
2. Trauma pathologis
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti
osteomielitis,osteosarkoma, osteomalacia, cushing syndrome,
komplikasi kortison / ACTH, osteogenesis imperfecta (gangguan
congenital yang mempengaruhi pembentukan osteoblast). Terjadi
karena struktur tulang yang lemah dan mudah patah.
3. PATOFISIOLOGI
Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2359), trauma dan kondisi
patologis yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan fraktur, fraktur
menyebabkan diskontuinitas jaringan tulang yang dapat membuat
penderitanya mengalami kerusakan mobilitas fisiknya. Apabila kulit
sampai robek hal ini akan menjadikan luka terbuka dan akan
menyebabkan potensial infeksi. Diskontuinitas jaringan tulang dapat
mengenai/terjadi di 3 bagian yaitu jaringan lunak, pembuluh darah dan saraf
serta tulang itu sendiri.
Apabila mengenai jaringan lunak maka akan terjadi spasme otot yang
menekan ujung – ujung saraf dan pembuluh darah mengakibatkan nyeri,
deformitas serta syndrome compartemen. Jikadiskontuinitas terjadi di
pembuluh darah dan saraf maka perdarahan akan bertambah banyak
mengakibatkan hipovolemi dan jika tidak segera ditangani akan terjadi
3
syok, jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa berakibat fatal yaitu
kematian. Jika terjadi ditulang maka akan mengalami 2 hal yaitu tindakan
imobilisasi fiksasi dan perubahan bentuk tulang, jika tulang sudah terjadi
perubahan baik dalam komposisi atau pun kemampuannya maka akan
terjadi kerusakan periostenum dan sumsum tulang, terjadinya kerusakan
akan membuat serpihan lemak masuk kedalam pembuluh darah yang terbuka
dan hanyut bersama aliran darah terjadilah emboli lemak dan jika terjadi
diparu terjadi emboli paru dengan tanda-tanda pasien akan mengalami sesak,
apabila sudah sesak maka terjadi hipoksia jaringan bisa sistemik dan lokal,
jika terjadi secara lokal maka terjadi kematian saraf dan pembuluh darah
karena tidak mendapatkan suplai oksigen yang adekuat lama kelamaan
akan terjadi kematian
jaringan dan pasien harus segera diamputasi. Dan jika terjadi secara
sistemik maka akan terjadi kematian. Fraktur tulang metatarsal (tulang
pertengahan kaki) sering terjadi. Penyebab yang paling sering adalah terlalu
banyak berjalan atau penggunaan berlebihan yang menyebabkan tekanan
yang tidak langsung. Penyebab lain adalah benturan yang terjadi secara
mendadak. Selain dilakukan pembedahan untuk meluruskan pecahan-pecahan
tulang yang patah, perlu dilakukan imobilisasi dengan gips. Masa
penyembuhan biasanya memerlukan waktu 3 – 12 minggu, tetapi pada usia
lanjut atau status kesehatan yang buruk, mungkin diperlukan waktu yang lebih
lama.
Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan
tulang dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan
berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik, tekanan
membengkok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis
tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur
dislokasi, kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur komunitif atau
memecah, misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-
anak, trauma langsung yang disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu
akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z, fraktur karena remuk, trauma
4
karena tarikan pada ligamen atau tendon akan menarik sebagian tulang
(Muttaqin, 2008)
4. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Smeltzer (2002:2358), manifestasi klinis fraktur adalah:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi.
2. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Deformitas (terlihat maupun teraba).
4. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
5. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainnya.
6. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
7. Bengkak/edema. Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang
terlokalisir pada daerah fraktur dan ekstravasasi daerah jaringan sekitarnya.
8. Memar/ekimosis, merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari
ekstravasasi daerah di jaringan sekitarnya.
9. Penurunan sensasi, terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena
edema.
10. Mobilitas abnormal, adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang
pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur
tulang panjang.
5
5. PATHWAY
6
6. KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal
- Kerusakan arteri
7
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT (capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal,
hematoma melebar, dan dinding pada ekstremitas yang disebabkan oleh
tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi dan pembedahan.
- Sindrome kompartemen
Adalah komplikasi yang serius yang sering terjadi pada kasus fraktur
tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam
darah menjadi rendah. Hal tersebut ditandai dengan gangguan
pernafasan, takikardi, hipertensi, takipnea, dan demam.
- Infeksi
8
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun. Hal
ini biasanya terjadi pada fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu, syok
neurogenik sering terjadi pada fraktur femur karena rasa sakit yang
hebat pada klien.
2. Komplikasi lama
a. Delayed union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung (3-5 bulan). Hal ini terjadi
karena suplai darah ke tulang menurun.
b. Non-union
Fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan
konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu).
c. Mal-union
Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas.
7. DATA PENUNJANG
9
d. Computed Tomography-Scanning (CT-Scan), menggambarkan
potongan secara transversal dari tulang tempat terdapatnya struktur
tulang yang rusak.
ASUHAN KEPERAWATAN
10
a. Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat Tanda: keterbatasan/kehilangan fungsi pada
bagian yang
terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder,
dari pembengkakan jaringan, nyeri).
2. Sirkulasi Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai
respons
terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah), takikardi
(respons stress, hipovolemia), penurunan/tak ada nadi pada bagian distal
yang cedera; pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena,
pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
3. Neurosensori Gejala: Hilang gerakan/sensasi, spasme otot,
kebas/kesemutan (parestesis). Tanda: Deformitas fokal angulasi abnormal,
pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat
kelemahan / hilang fungsi, agitasi (mungkin berhubungan dengan
nyeri/ansietas atau trauma lain).
4. Nyeri Gejala: Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin
terlokalisasi
pada area jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi);
tak ada nyeri akibat kerusakan saraf, spasme/kram otot (setelah
imobilisasi).
5. Keamanan Tanda: Laserasi kulit, avulse jaringan, perdarahan,
perubahan
warna,pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-
tiba).
6. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Pada kasus fraktur, klien
biasanya
merasa takut akan mengalami kecacatan pada dirinya.
7. Pola hubungan dan peran Klien akan mengalami kehilangan peran
dalam
keluarga dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
11
8. Pola persepsi dan konsep diri 18 Dampak yang timbul pada klien
fraktur
adalah timbul ketakutan akan kecacatan akibat fraktur, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra
diri.
9. Pola penanggulangan stress Pada klien fraktur timbul rasa cemas
akan
keadaan dirinya, yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien dapat tidak efektif.
b. Diagnosa Keperawatan
- Nyeri akut b.d Agen pencedera fisik (D. 0077)
- Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan struktur intregitas tulang
(D.0074)
c. Intervensi
12
untuk mengurangi rasa nyer
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
Gangguan mobilitas Setelah diberikan asuhan Dukungan Mobilisasi ( I.05173 )
fisik b.d kerusakan keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
struktur intregitas mobilitas fisik meningkat dengan - Identifikasi toleransi fisik
tulang (D.0054) Kriteria hasil : melakukan pergerakan
1. Pergerakan ekstremitas dari Terapeutik
skala 1 (menurun) ke skala 3 - Fasilitasi aktivitas mobilisasi
(sedang). dengan alat bantu (mis, pagar
2. Kekuatan otot dari skala 1 tempat tidur)
(menurun) ke skala 3 - Fasilitasi melakukan pergerakan
(sedang). - Libatkan keluarga untuk
3. Nyeri dari skala 1 membantu pasien dalam
(meningkat) ke skala 3 meningkatkan pergerakan
(sedang). Edukasi
4. Gerakan terbatas dari skala 1 - Jelaskan tujuan dan prosedur
(meningkat) ke skala 3 mobilisasi
(sedang). - Anjurkan melakukan mobilisasi
5. Kelemahan fisik dari skala 1 dini
(meningkat) ke skala 3
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang
(sedang).
harus dilakukan (mis, duduk di
tempat tidur
13
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, 2000, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,
Vol. 3, EGC, Jakarta
Doenges, ME., Moorhouse, MF., & Geissler, AC. (2000). Rencana asuhan
keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien, edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan sistem
muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Smeltzer, SC., & Bare, BG. (1997). Buku ajar keperawatan medikal-bedah
bruner & suddarth, edisi 8 vol.2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
14
Nurrarif H.A., & Kusuma H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
15