DISUSUN OLEH :
2022/2023
1. Anatomi Fisiologi
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah dan
terletak medial dari fibula atau tulang betis, tibia adalah tulang pipa dengan sebuah
batang dan dua ujung yaitu : Ujung atas yang merupakan permukaan dua dataran
permukaan persendian femur dan sendi lutut. Ujung bawah yang membuat sendi
dengan tiga tulang, yaitu femur fibula dan talus. Fibula atau tulang betis adalah tulang
sebelah lateral tungkai bawah, tulang ini adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan
dua ujung
Fungsi Tulang
2. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah ganguan dari kontinuitas yang normal dari suatu
tulang (Black 2014). Fraktur atau patah tulang adalah kondisi dimana kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan terputus secara sempurna atau sebagian yang
disebabkanoleh rudapaksa atau osteoporosis (Smeltzer & Bare, 2013). Fraktur adalah
hilangnya kontinuitas tulang rawan baik bersifat total maupun sebagian, penyebab
utama dapat disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik tulang itu sendiri dan
jaringan lunak disekitarnya (Helmi, 2012).
Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak tubuh yang disebut
dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas merupakan fraktur yang terjadi pada
tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan, lengan, siku, bahu,
pergelangan tangan, dan bawah (pinggul, paha, kaki bagian bawah, pergelangan kaki).
Fraktur dapat meimbulkan pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas,
kemerahan, krepitasi, dan rasa nyeri (Ghassani, 2016).
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika terjadi
fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu. Radiografi
(sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak mampu
menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau pembuluh darah
yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan klien ( Black & Hawks,
2014).
3. Etiologi
Menurut Helmi (2012), hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur adalah:
A. Fraktur traumatik, disebabkan karena adanya trauma ringan atau berat yang
mengenai tulang baik secara langsung maupun tidak.
B. Fraktur stress, disebabkan karena tulang sering mengalami penekanan.
C. Fraktur patologis, disebabkan kondisi sebelumnya, seperti kondisi patologis
penyakit yang akan menimbulkan fraktur. Tekanan berlebihan atau trauma langsung
pada tulang menyebabkan suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada
otot dan jaringan. Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan,
edema, dan hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa
memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang
dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada
semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio, Jackson & Keogh,
2014).
4. Patofisiologi
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel
darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah
ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur
yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel – sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau
penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di
tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan
keursakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia
mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom compartment (Brunner & Suddarth, 2002).
5. Manifestasi Klinik
Menurut Black, (2014) mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis
klien, riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis. Beberapa fraktur
sering langsung tampak jelas; beberapa lainnya terdeteksi hanya dengan rontgen
(sinar –x). Pengkajian fisik dapat menemukan beberapa hal berikut. Deformitas,
Pembengkakan (edema), Echimosisi (memar), Spasme otot , Nyeri, Ketegangan ,
Kehilangan fungsi, Pegerakan abnormal dan krepitasi, Perubahan neurovaskular.
Syok. Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien,
riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis.
b. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada lokasi
fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan
lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien. Nyeri
biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena
spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
f. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
g. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena hilangnya
fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi
dari cedera saraf.
i. Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskular
yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba
nadi pada daerah distal dari fraktur.
j. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok
6. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain : Ada beberapa
komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis cedera , usia klien, adanya
masalah kesehatan lain (komordibitas) dan penggunaan obat yang mempengaruhi
perdarahan, seperti warfarin, kortikosteroid, dan NSAID. Komplikasi yang terjadi
setelah fraktur antara lain :
a. Cedera saraf Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera
dapat menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan tungkai klien
yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada kemampuan klien untuk menggerakkan
jari-jari tangan atau tungkai. parestesia, atau adanya keluhan nyeri yang meningkat.
b. Sindroma kompartemen Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah
dilapisi oleh jaringan fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar jika
otot mengalami pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai respon terhadap fraktur
dapat menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen yang dapat mengurangi
perfusi darah kapiler. Jika suplai darah lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan
metabolik jaringan, maka terjadi iskemia. Sindroma kompartemen merupakan suatu
kondisi gangguan sirkulasi yang berhubungan dengan peningkatan tekanan yang
terjadi secara progresif pada ruang terbatas. Hal ini disebabkan oleh apapun yang
menurunkan ukuran kompartemen.gips yang ketat atau faktor-faktor internal seperti
perdarahan atau edema. Iskemia yang berkelanjutan akan menyebabakan pelepasan
histamin oleh otot-otot yang terkena, menyebabkan edema lebih besar dan penurunan
perfusi lebih lanjut. Peningkatan asam laktat menyebabkan lebih banyak metabolisme
anaerob dan peningkatan aliran darah yang menyebabakn peningkatan tekanan
jaringan. Hal ini akan mnyebabkan suatu siklus peningkatan tekanan kompartemen.
Sindroma kompartemen dapat terjadi dimana saja, tetapi paling sering terjadi di
tungkai bawah atau lengan. Dapat juga ditemukan sensasi kesemutanatau rasa
terbakar (parestesia) pada otot.
7. Penatalaksanaan
Menurut Muttaqin, (2013) konsep dasar penatalaksanaan fraktur yaitu:
a) Fraktur terbuka. Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).
Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan: Pembersihan luka, eksisi jaringan mati
atau debridement, hecting situasi dan pemberian antibiotik.
b) Seluruh fraktur. Rekognisi (Pengenalan). Riwayat kejadian harus jelas untuk
menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
➔ Reduksi (Reposisi) terbuka dengan fiksasi interna (Open Reduction and
Internal Fixation/ORIF). Merupakan upaya untuk memanipulasi fragmen
tulang sehingga kembali seperti semula secara optimum. Dapat juga diartikan
reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajaran dan rotasi anatomis.
➔ Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna (Open Reduction and Enternal
Fixation/ORIF), digunakan untuk mengobati patah tulang terbuka yang
melibatkan kerusakan jaringan lunak. Ekstremitas dipertahankan sementara
dengan gips, bidai atau alat lain. Alat imobilisasi ini akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Alat ini akan
memberikan dukungan yang stabil bagi fraktur comminuted (hancur dan
remuk) sementara jaringan lunak yang hancur dapat ditangani dengan aktif
(Smeltzer & Bare, 2013).
➔ Retensi (Immobilisasi). Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi,
fragmen tulang harus dimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin,
dan teknik gips, atau fiksatoreksternal. Implant logam dapat digunakan untuk
fiksasi internal yang berperan sebagia bidai interna untuk mengimobilisasi
fraktur.
➔ Graf tulang, yaitu penggantian jaringan tulang untuk menstabilkan sendi,
mengisi defek atau perangsangan dalam proses penyembuhan. Tipe graf yang
digunakan tergantung pada lokasi yang terkena, kondisi tulang, dan jumlah
tulang yang hilang akibat cidera. Graft tulang dapat berasal dari tulang pasien
sendiri (autograft) atau tulang dari tissue bank (allograft) (Smeltzer & Bare,
2013).
➔ Rehabilitasi adalah upaya menghindari atropi dan kontraktur dengan
fisioterapi. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.
Status neurovaskuler (missal: Pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan,
gerakan) dipantau, dan ahli bedah orthopedi diberitahu segera bila ada tanda
gangguan neurovaskuler. Kegelisahan ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol
dengan berbagai pendekatan (misalnya: menyakinkan, perubahan posisi,
stageri peredaan nyeri, termasuk analgetik). Latihan isometric dan setting otot
diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran
darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.
8. Pemeriksaan Penunjang
A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk
itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1. Pengumpulan Data
1. Anamnesa
1. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa
medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1. Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
2. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,
tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada
penonjolan, reflek menelan ada.
4. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris,
tak oedema.
5. Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika
terjadi perdarahan)
6. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
7. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping
hidung.
8. Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
9. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.
10. Paru
1. Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
2. Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama.
3. Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara
tambahan lainnya.
4. Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.
11. Jantung
1. Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
2. Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
3. Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
12. Abdomen
1. Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
2. Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar
tidak teraba.
3. Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4. Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
13. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.
Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status
neurovaskuler à 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi
penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi
anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan
yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien. Yang perlu dicatat adalah:
8. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan
kelembaban kulit. Capillary refill time à Normal
> 3 deti
9. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat
fluktuasi atau oedema terutama disekitar
persendian
10. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak
kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal).
15. Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi,
benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada
tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler.
Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri
atau tidak, dan ukurannya.
Pemeriksaan Diagnostik
3. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray:
Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Pemeriksaan lain-lain:
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berikut ini diagnosa keperawatan pada pasien fraktur:
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada