Anda di halaman 1dari 44

ASKEP PERIOPERATIF

FRAKTUR DENGAN TINDAKAN REDUCTION INTERNA FIXATION (ORIF)

Kelompok 3

Riventi Pali’ Kamoda (R014192015)


Flavia Enykustia (R01419034)
Nurul Sakinah Fathiasari (R014191021)

PRESEPTOR INSTITUSI

(Moh. Syafar Sangkala, S.Kep.,Ns., MANP)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika
terjadi fraktur, jaringan lunak yang berada disekitarnya juga ikut terganggu. Fraktur
femur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang femur, yang biasanya disertai
dengan luka pada sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, dan kerusakan
pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2015). Tulang yang mendapatkan tekanan terus
menerus di luar kapasitas dapat mengalami keretakan tulang. Pada kelompok usia tua
(lanjut usia), massa tulang yang rendah cenderung mengalami fraktur. Dengan benturan
kecil, dapat menyebabkan fraktur karena massa tulang yang rendah tidak mampu
menahan daya benturan (Sagaran, Manjas, & Rasyid, 2017).
B. Etiologi
Menurut Sagaran et al. (2017), penyebab terjadinya fraktur terdiri dari cedera traumatic
dan cedera patologik, yaitu sebagai berikut:
1. Cedera Traumatik
a. Cedera langsung
Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Seperti ketika sebuah benda bergerak menghantam area tubuh di
atas tulang.
b. Cedera tak langsung
Cedera tak langsung berarti ketika suatu kontraksi kuat dari otot menekan tulang.
Dengan kata lain, titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan. misalnya jatuh
terpeleset di kamar mandi
2. Cedera Patologik
Cedera patologik yaitu keadaan yang dapat menyebabkan frakktur bila tulang
itu sendiri rapuh atau underlying diseases. Dalam hal ini kerusaka tulang akibat
proses penyakit dimana dengan traua minor dapat mengakibatkan fraktur. Hal
tersebut dapat juga tejadu pada keadaan berikut:
a. Tumor Tulang
Tumor tulang (kanker) dapat bersifat jinak atau ganas. Tumor tulang ganas
termasuk osteosarcoma, fibrosasarkoma, kondrosarkoma, dan sarcoma Ewing.
Biasanya terdapat mass atau lesi yang dapat dirasakan pada lokasi tumor.
b. Infeksi (Osteomielitis)
Osteomielitis merupakan infeksi piogenik berat pada tulang dan jaringan sekitar.
Osteomyelitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi pada tulang yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, atau fungal). Staphylococcus aureus
merupakan organisme tersering yang menginfeksi. Selain itu juga ditemuka
Escherichia coli, pseudomonas, klebsiella, salmonella, dan organisme Proteus.
c. Rakhitis
Rakhitis merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin
D yang memppengaruhi semua jaringan tulang yang lain, biasanya disebabkan
oleh kegagalan absorbs vitamin D dan asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari fraktur menurut Black & Hawks (2014), yaitu sebagai berikut:
1. Deformitas
Deformitas pada lokasi fraktur disebabkan karena adanya pembengkakan dari
perdarahan lokal. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas
rotasional, atau angulasi. Dibandingkan yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki
deformitas yang nyata.
2. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada lokasi
fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar (ekimosis)
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur
4. Spasme Otot
Sering mengiringi fraktur, spasme otot involunteer sebenarnya berfungsi sebagai
bidai/perlindungan alami untuk mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
5. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien. Nyeri
biasanya terus-menerus, meningkat jika fraktur tidak dimobilisasi. Hal ini terjadi
karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan, atau cedera pada struktur
sekitarnya.
6. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur. Kelumpuhan dapat
terjadi dari cedera saraf.
7. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan antar
fragmen fraktur yang menciptakan sensasi dan suara deritan.
8. Perubahan neurovascular
Cedera neurovascular terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vascular
yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba
nadi pada daerah distal dari fraktur.
D. Klasifikasi
1. Klasifikasi secara umum
Secara umum, frakture diklasifikasikan sebagai : (Bucholz, 2006 dalam
Mahartha, 2015)
a. Fraktur terbuka : Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar
b. Fraktur tertutup: Fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang,
sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar.
c. Fraktur komplikasi: fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti malunion,
delayed union, nounion dan infeksi tulang
Metode klasifikasi palsing sederhana adalah berdasarkan pada apakah fraktur
tertutup atau terbika. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh di atas lokasi
cedera. Sedangkan fraktur terbuka memiliki ciri dimana robeknya kulit di atas cedera
tulang (Black & Hawks, 2014).
2. Klasifikasi garis patah tulang
a. Greenstick : Fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok
b. Transversal : Fraktur yang memotong lurus pada tulang
c. Spiral : Fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang, obliq, yaitu fraktur yang
garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tulang.
3. Klasifikasi bentuk patah tulang [ CITATION Apl13 \l 1057 ]
a. Komplet : garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen
tulang biasanya bergeser
b. Inkomplet : hanya sebgian retakan pada sisi tulang
c. Kompresi : Fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan tulang lain
d. Vulsi : Fragmen tulang tertarik oleh ligament
e. Communited (segmental) : Fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa
bagian
f. Simple : Fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh
g. Fraktur dengan perubahan posisi : yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari
tempat yang patah,
h. Fraktur tanpa perubahan posisi : yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang
normal
i. Fraktur komplikata : yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat
E. Komplikasi
Komplikasi fraktur bergantung pada jenis cedera, usia pasien, dan adanya masalah
kesehatan lain (komorbiditas), dan penggunaan obat yang mempengaruhi perdarahan,
seperti warfarin, kortikosteroid, dan NSAID. Pengkajian yang berkelanjutan dari status
neurovaskular pasien untuk adanya komplikasi sangatlah penting agar dapat melakukan
intervensi yang cepat untuk meminimalkan efek samping yang ada. Adapun komplikasi
dari fraktur menurut Black & Hawks (2014) dan Kowalak, Welsh, & Mayer (2017),
yaitu:
1. Syok hipovolemik atau traumatik
Komplikasi ini dapat terjadi akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksternal
maupun internal) dan kehilangan cairan eksternal ke jaringan yang rusak.
2. Cedera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat
menyebabkan cedera saraf. Hal-hal yang perlu diwaspadai adalah jika tungkai pasien
yang cedera pucat dan teraba dingin, perubahan pada kemampuan pasien untuk
menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai, parestesia, atau adanya keluhan nyeri
yang meningkat.
3. Sindrom kompartemen
Kompartemen otot pada tungkai atas dan bawah dilapisi oleh jaringan fasia yang
keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar jika otot mengalami pembengkakan.
Edema yang terjadi sebagai respons terhadap fraktur dapat menyebabkan peningkatan
tekanan kompartemen yan dapat mengurangi perfusi darah kapiler. Jika suplai darah
lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik jaringan, maka terjadi iskemia.
Sindroma kompartemen merupakan suatu kondisi gangguan sirkulasi yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif pada ruang
terbatas. Hal ini disebabkan oleh hal-hal yang menurunkan ukuran kompartemen,
termasuk gaya kompresi eksternal seperti gips yang ketat atau faktor-faktor internal
seperti perdarahan atau edema.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk fraktur menurut Black & Hawks (2014), yaitu
sebagai berikut:
1. Radiografi (Sinar-X)
Penggunaan posisi radiologis (anteroposterior dan lateral) yang tepat sangat
penting untuk mengkaji kecurigaan fraktur dengan tepat. Temuan rontgen yang tidak
normal antara lain edema jaringan lunak atau pergeseran tulang setelah cedera.
Radiografi dari tulang yang patah akan menunjukkan perubahan pada kontur
normalnya dan sirupsi dari hubungan sendi yang normal. Radiografi biasanya
dilakukan sebelum reduksi fraktur, setelah reduksi, dan kemudian secara periodik saat
penyembuhan tulang.
2. CT-Scan
Tomografi komputer dapat digunakan untuk mengetahui adanya fraktur.
Kelebihan dari CT-Scan adalah bisa melihat gangguan (hematoma) pada struktur lain
(pembuluh darah).
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah pemeriksaan yang menggunakan magnet besar untuk menghasilkan
gambaran yang detail pada jaringan lunak dan tulang. MRI digunakan untuk mendeteksi
kondisi yang memengaruhi tendon, ligamen, dan otot.
G. Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan menurut Nurarif & Kusuma (2015); Black & Hawks
(2014), adalah sebagai berikut:
1. Rekognisi /Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya. Petugas medis harus teliti memeriksa area yang cedera dan melakukan
anamnesis pasien. Detail dari cedera penting untuk menentukan kemungkinan tipe
fraktur dan cedera yang berhubungan.
2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Yaitu upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Dengan kata lain, untuk mengembalikan kelurusan, posisi, dan
panjang fragmen tulang sedekat mungkin. Metode reduksi terbagi atas:
a. Reduksi Tertutup
Untuk melakukan reduksi tertutup, petugas medis memberikan traksi manual
untuk menggerakkan fragmen tulang dan mengembailkan kelurusan tulang.
Reduksi tertutup harus dilakukan segera setelah cedera untuk meminimalkan
risiko kehilangan fungsi, untuk mencegah atau menghambat terjadinya artiritis
traumatic, dan meminimalkan efek deformitas dari cedera tersebut. Alat
imobilisasi yang paling sering digunakan adalah gips (suatu alat sementarayang
terbuat dari bahan sintetik seperti fiberglass, polimer plastic thermal, atau plester
Paris (kalsium sulfat anhidrosa).
b. Traksi
Traksi adalah pemberian gaya tarik terhadap bagian tubuh yang cedera atau
kepada tungkai, sementara kontratraksi aka menarik kea rah yang berlawanan.
Gaya tarik ini dapat dicapai dengan menggunakan tangan (traksi manual) tau
dengan pemberian beban.
1) Traksi kulit (skin traksi)
Traksi kulit adalah pemberian gaya tarik secara langsung ke kulit dengan
menggunakan skin strips, sepatu bot atau bidai busa. Traksi Buck adalah jenis
traksi kulit yang paling umum (sebuh bot busa dikenakan pada tungkai paien
yang terluka dan disambungkan dengan beban yang menggantung pada ujung
tempat tidur.
2) Traksi skeletal (skeletal traksi)
Traski skeletal menggunakan pin untuk memberikan gaya pada
tulang.Dengan traksi skeletal, gaya langsung dapat diberikan setelah dokter
memasukkan pin stainless-steel melalui tulang itu sendiri. Lokasi yang paling
umum untuk insersi-pin adalah femur distal, tibia proksimal, dan ulna
proksimal.
c. Reduksi Terbuka
Reduksi terbuka dilakukan dengan pembedahan fragmen tulang direduksi. Alat
fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau
langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi
yang kuat bagi fragmen tulang.
1) OREF (Open Reduction Eksternal Fixation),adalah reduksi terbuka dengan
fiksasi internal dimana tulang di transfiksasikan di atas dan di bawahnya
fraktur, sekrup atau kawat ditransfiksi dibagian proksimal dan distal kemudian
dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain. Fiksasi eksternal ini
digunakan utnuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak.
Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur komunitif (hancur
atau remuk). Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap terjaga posisinya,
kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman
bagi pasien yang mengalami kerusakan fragmen tulang.
2) ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah metode penatalaksanaan
patah tulang dengan cara pembedahan reduksi terbuka dan fiksasi internal
dimana dilakukan insisi pada tempat yang mengalami cedera dan ditemukan
sepanjang bidang anatomik tempat yang mengalami fraktur.
d. Retensi/Immobilisasi
Merupakan upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi,
fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang
benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,
pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
e. Rehabilitasi
Bertujuan untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
untuk menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan,harus segera
dimulai latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan
mobilisasi.
BAB II
KONSEP TINDAKAN ORIF
A. DEFINISI
ORIF (Open Reduction Internal Fixation), Open Reduction Internal Fixation
(ORIF) adalah suatu jenis operasi dengan pemasangan internal fiksasi yang dilakukan
ketika fraktur tersebut tidak dapat direduksi secara cukup dengan close reduction, untuk
mempertahankan posisi yang tepat pada fragmen fraktur (Potter & Perry, 2005). Fungsi
ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak
mengalami pergerakan. Internal fiksasi ini berupa intra medullary nail, biasanya
digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur transvers.
Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah sebuah prosedur bedah medis,
yang tindakannya mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulang, seperti yang
diperlukan untuk beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu pada fiksasi sekrup dan
piring untuk mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan (Brunner & Suddart, 2003).
B. TUJUAN
Ada beberapa tujuan dilakukannya pembedahan Orif (T.M. Marrelli, 2007), antara lain:
1. Memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan dan stabilitas
2. Mengurangi nyeri.
3. Klien dapat melakukan ADL dengan bantuan yang minimal dan dalam lingkup
keterbatasan klien.
4. Sirkulasi yang adekuat dipertahankan pada ekstremitas yang terkena
5. Tidak ada kerusakan kulit
C. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
Indikasi tindakan pembedahan ORIF (American Academy of Orthopedic Surgeons,
2012):
1. Fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila ditangani dengan metode
terapi lain, terbukti tidak memberi hasil yang memuaskan.
2. Fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal, dan fraktur intraartikular disertai
pergeseran.
3. Mal-reduksi/kegagalan
4. Fraktur avulsi mayor yang disertai oleh gangguan signifikan pada struktur otot tendon
Kontraindikasi tindakan pembedahan ORIF:
1. Tulang osteoporotik terlalu rapuh menerima implan
2. Jaringan lunak diatasnya berkualitas buruk
3. Terdapat infeksi
4. Adanya fraktur comminuted yang parah yang menghambat rekonstruksi.
5. Pasien dengan penurunan kesadaran
6. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
7. Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)
D. PERSIAPAN ATAU PROSEDUR DI RUANG OPERASI
1. Persiapan alat dan ruangan
a. Alat tidak steril: Lampu operasi, Cuter unit, Meja operasi, Suction, Hepafik,
Gunting
b. Alat steril: Duk besar 3. Baju operasi 4, selang suction steril, selang cuter steril,
side 2/0, palain 2/0, berbagai macam ukuran jarum.
c. Set ORIF:
- Koker panjang 2

- Klem bengkok 6

- Bengkok panjang 1

- Pinset cirugis 2

- Gunting jaringan 1
- Kom 2

- Bisturi 1

- Hand mest
- Platina 1 set
- Kasssa steril

- Gunting benang 2

- Sponge Holder 1
- Bor 1

- Hak pacul 1
- Hak sedang 1
- Hak duk 1
E. PROSEDUR PEMBEDAHAN ORIF
1. Persiapan pasien
a. Alat-alat dipersiapkan
b. Pasien di[ndahkan dari brankar ke meja operasi
c. Klien dipasangkan bedside monitor
2. Pelaksanaan operasi
a. Tim bedah melakukan cuci tangan (Scrub)
b. Tim bedah telah memakai baju operasi (Gloving)
c. Klien diintubasi dengan ET, sebelumnya dilakukan general anastesi
d. Klien diposisikan telentang dengan kepala sedikit ekstensi
e. Dalam stadium anastesi dilakukan disinfektan menggunakan betadine, kemudia di
bilas menggunakan alcohol 70%
f. Dipasang linen (doek steril) difiksasi dengan menggunakan doek klem,
selanjutnya ditutupi/dipasang doek lubang besar (mempersempit area yang akan
dioperasi)
g. Melakukan insisi dengan pisau bedah ± 10 cm, secara horizontal dari lapisan
kulit, lemak, otot
h. Melakukan pemegangan tulang menggunakanreduction, kemudian
memposisikannya pada posisi semula, kemudian memesang plate pada tulang
sambal memegang dengan retractor dan melakukan pengeburan, memasang plate
dan screw dengan obeng
i. Control perdarahan dengan cara suction atau deep dengan kassa
j. Memposisikan tulang dengan keadaan semula, mengukur panjang plate danscrew
k. Tulang di bor dan diukur kedalaman gor
l. Memasang plate dan screw pada tulang yang telah di bor
m. Mencuci dengan NaCl, dan memastikan tidak ada lagi perdarahan
n. Melakukan hecting dengan polisorb 2-0, menggunakan safil 2-0 dan pada bagian
kulit menggunakan byosin 4-0
o. Menutup luka dengan sufratulle, kasa, dan diplester
p. Daerah area operasi dibersihkan dengan NaCl 0,9% dan handuk basah
q. Operasi selesai dan mengobservasi pasien serta meleaskan ET
F. RISIKO DAN KOMPLIKASI ORIF
Tingginya risiko osteomielitis yang terjadi akibat infeksi setelah pemasangan fiksasi
internal, maka diperlukan pengawasan dan pemeriksaan yang konstan selama penanganan.
Kondisi teknik bedah yang streil dan teliti dapat mengurangi risiko tersebut, namun tidak dapat
menghilangkan resiko infeksi saat saat internal fiksasi digunakan.
Risiko dan komplikasi yang dapat terjadi akibat fiksasi internal atau ORIF adalah
kolonisasi bakteri tulang akibat kontaminasi karena adanya perangkat asing yang berada
di dalam tubuh manusia, infeksi, kekakuan, hilangnya rentang gerak, kerusakan pada otot
dan saraf, nyeri kronis terkait dengan pelatm skrup, dan pin, sindrom kompartemen, dan
deformitas [ CITATION Ame12 \l 1033 ].
G. PERAWATAN POST OPERATIF
Dilakukan utnuk meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan pada bagian yang
sakit. Dapat dilakukan dengan cara:
1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi.
2. Meninggikan bagian yang sakit untuk meminimalkan pembengkak.
3. Mengontrol kecemasan dan nyeri (biasanya orang yang tingkat kecemasannya tinggi,
akan merespon nyeri dengan berlebihan)
4. Latihan otot Pergerakan harus tetap dilakukan selama masa imobilisasi tulang,
tujuannya agar otot tidak kaku dan terhindar dari pengecilan massa otot akibat latihan
yang kurang.
5. Memotivasi klien untuk melakukan aktivitas secara bertahap dan menyarankan
keluarga untuk selalu memberikan dukungan kepada klien.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.register, tanggal MRS, diagnosa
medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
biasa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor peningkat nyeri
2) Quality of Pain: seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut,atau menusuk
3) Region ; radiation, relief : apakah rasa sakit bias reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi
4) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bias
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya
5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan member petnjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya.
g. Pola-pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pola nutrisi klien bias membantu menentukan penyebab masalah musculoskeletal
dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah musculoskeletal terutama pada lansia.
3) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
4) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal
lain yang perlu dikaji adalah benyuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.
5) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketakutan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan gambaran
tubuh.
6) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
7) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketakutan
timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien biasa tidak efektif.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum
1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem integument
Terdapat eritema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
b) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak oedema
3) Keadaan Lokal
Pemeriksaan pada sistem musculoskeletal menurut Reksoprodjo (2006) dalam
Wahid (2013) adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
 Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
 Café au lait spot (birth mark)
 Fistulae warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hiperpigmentasi
 Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
 Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
 Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi)
Yang perlu dicatat adalah :
 Perubahan suhu disekitartrauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time normal ≤ 2 detik
 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian
 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
medial, atau distal)
c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai
dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan
yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif (Naufal, 2015).
B. Pre Op Care
Fase pre operasi yaitu:
 Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
 Melibatkan keluarga dalam wawancara
 Memastikan kelengkapan pemeriksaan pra operatif
 Membuat rencana asuhan keperawatan
 Memastikan daerah pembedahan
 Puasa 8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan
 Pemeriksaan fisik dan laboratorium (Naufal, 2015).
Adapun diagnosa keperawatan pre operasi yang mungkin dijumpai pada klien fraktur
adalah sebagai berikut :
1. Ansietas
2. Nyeri akut
3. Hambatan mobilitas fisik
4. Defisit pengetahuan
Asuhan Keperawatan Pre Op :
No Nursing Diagnosis Nursing Outcome Nursing Interventions
1. Anxiety O.500 : Knowledge of Identifies psychosocial status
X4-00146 psychosocial responses (A.510)
Domain 3A  The patient verbalizes the (Assesses the psychosocial factors
Behavioral sequence of events to expect that influence the patient’s care and
responses -patient before and immediately after develops and implements plan of
and family: surgery care to address those needs)
knowledge  The patient states realistic Screens for substances abuse
expectations regarding recovery (A.510.5)
from procedure  Monitors vital sign
 The patient and family Assesses coping mechanism
members identify signs and (A.510.6)
symptoms to report to the  Review patient’s coping pattern
surgeon or health care provider and its effectiveness
 Ask patient to describe current
methods of dealing with stress
 Encourages patient to express
feelings
 Determines the most effective
methods of communication and
support
 Evaluates availability and
effectiveness of support system
Identifies patient and designated
support person’s educational
needs (A.530)
(Identifies educational needs
relative to the patient’s procedure,
perioperative care requirements and
psychosocial status)
Implements measures to provide
psychological support (Im.510)
 Assesses for signs and
symptoms of anxiety or fear
(eg, preoperative insomnia,
muscle tenseness, tremors,
irritability, change in a[petite,
restlessness, diaphoresis,
tachypnea, tachycardia,
elevated blood pressure, facial
pallor or flushing, withdrawn
behavior)
 Provide information and answer
questions honestly
 Provides an atmosphere of care
and concern (eg, privacy
nonjudgmental approach,
empathy, respect)
 Offers alternative methods to
minimize anxiety (eg, music,
humor)
 Explain purpose of preoperative
preparations before
implementation
Includes patient or designate
support persons in perioperative
teaching (Im. 700)
(Identifies patient and designated
support person’s knowledge and
provides education and support)
Explains expected sequence of
events (Im. 700.2)
(Describes routines and protocols
related to perioperativa care)
Evaluates psychosocial response
to plan of care (E.520)
 Evaluates effectiveness of
support system
 Verifies patient’s ability to
understand information
 Provides necessary time to
process information
 Review nursing care plan with
patient and family members
2. Acute pain O330 : Patient demonstrates Assesses pain control (A.360)
X38-00132 and/or reports adequate pain (Uses validated spain scale to
Domain 2 control assess pain control)
Physiologic  The patient cooperates by lying  Review patient assessment for
response quietly during intraoperative type of pain being treated and
procedure utilizing block local medical condition
anesthesia.  Review current treatment
 The patient’s vital signs at protocol
discharge from the OR are  Requests patien verbalize
equal to or improved from effectiveness of treatment with
preoperative values. recognized assessment tool (eg,
 The patient verbalizes control numerical scale, face scale)
of pain.  Offers information to patient
and family members about pai ,
pain relief measures, rating
scales, and other assessment
data to report
 Monitor patient for congruence
of verbal and nonverbal cues.
Implements pain guidelines
(Im.310)
 Review patient assessment for
type of pain being treated,
medical condition, and health
status
 Review facility pain guidelines
 Documents patient’s current
stated pain level
 Positions for comfort unless
contraindicated
 Determines whether regimen
meets patient’s identified need
 Monitors relationship of patient
progress to pain control
 Monitors pain guideline
effectiveness
Implements alternative methods
of pain control (Im. 310.1)
 Ask patient to verbalize
effectiveness of treatment
regimen
 Review non medication pain
treatments (eg, cold therapy,
heat therapy, music distraction,
relaxation therapy, physical
rehabilitation, visualization,
pacing, transcutaneous
electrical nerve stimulation
 Identifies patient’s coping style
and cultural influences
regarding pain management
 Includes family members and
significant other in educational
process
 Monitor progress in
management of patient’s pain
 Evaluates patient’s responses.
Evaluates responses to pain
management interventions
(E.250)
 Identifies and documents how
the patient expresses pain (eg,
facial expression, irritability,
restlessness, verbalization)
 Evaluates the nature of the pain
and any changes in pain level
after pain management
interventions
3. Impaired physical 0.250 : Musculoskeletal status Identifies baselines
mobility  The patient’s has full return of musculoskeletal status (A.280)
X34-00085 movemet of extremities at time  Assesses sensory limination
Domain 1 of discharge fro the OR such as tingling, numbness, or
Safety  The patient has full return of pain
movement of extremities at  Identifies the use of assistive
time of discharge from the OR. mobility devive, such as
 The patient has full return of (wheelchair, walker, crutches,
movement of extremities at cane or prosthesis, including
time of discharge from the OR. type.
 The patient is free from pain or  Assesses mobility limitations
numbness associated with Identifies baseline
surgical positioning musculoskeletal status (A.280)
0.80 : positioning injury  Assesses functional status of the
 Neuromuscular status: flexes musculature and skeletal system
and extends extremities without regard to range of motion,
assistance, denies numbness or mobility, deformity, and
tingling of extremities strength.
 The patient has full return of  Identifies history of falls and
movement of extremities at determines fall risk
time of discharge from the OR.  Assesses fundctional while
 The patient is free from pain or patient is awake and responsive
numbness associated with such as bone fracture, gait,
surgical positioning mobilitas, muscle strength,
paralysis, range of motion.
Positions the patient (Im.40)
 Position patient on strercher
while side rails up and wheels
locked
 Modifies bed
 Adapts positioning plan to
accommodate patient’s
limitations
 Maintans patient’s bpdy
alignment
 Maintans proper alignment of
leg (eg, uncrossed)
 Applies safety devices
Evaluates musculoskeletal
(E.290)
 Evaluates functional liminations
 Evaluates mobility impairments
 Evaluates range of motion
 Examines patient to assesses
neuromuscular impairments
 Identifies changes in
extermities (eg, pulses, skin
color, temperature, turgor,
capillary refill, SaO2, as
appropriate.
4. Deficient O550: Patient or designed Assesses baselines neurological
Knowledge support person demonstrates status (A.250)
X30-00126 knowledge of the expected (Collect data to evaluate patient’s
Domain 3A responses to the operative or current neurological status)
Behavioral invasive procedure Identifies barriers to
responses -patient  The patient verbalizes the communication (A.520)
and family: sequence of events to expect (Assesses factors that could affect
knowledge before and immediately after ability to communicate,
surgery comprebend, and demonsrate
 The patient states realistic understanding of new information)
expectations regarding Elicits perceptions of surgery
recovery from procedure (A.510.3)
 The patient and family  Verifies surgical procedure
members identify signs and  Encourages patient to verbalize
symptoms to report to the understanding of procedure
surgeon or health care provider  Observes behavior for
nonverbal cues
 Encourages patient to verbalize
possible outcomes of surgery
 Encourages patient’s expression
of fear or anxiety related to
surgery and the outcomes of
surgery
 Evalutes patient’s responses
Determines knowledge level
(A.530.1)
 Verifies understanding of
procedure and perioperative
events
 Evaluates patient’s responses to
identify level of knowledge and
understanding
Implements measures to provide
psychological support (Im.510)
 Assesses for signs and
symptoms of anxiety or fear
(eg, preoperative insomnia,
muscle tenseness, tremors,
irritability, change in appetite,
restlessness, diaphoresis,
tachypnea, tachycardia,
elevated blood pressure, facial
pallor or flushing, withdrawn
behavior)
 Orient patient to environment
and care routine s and practices
 Provide information and answer
questions honestly
 Provides an atmosphere of care
and concern (eg, privacy
nonjudgmental approach,
empathy, respect)
 Reinforces phycisian’s
explanations and clarifies any
misconception
 Explain purpose of preoperative
preparations before
implementation
 Encourages patient
participantion in decision
making and planning
postoperative care
Includes patient or designate
support persons in perioperative
teaching (Im. 700)
(Identifies patient and designated
support person’s knowledge and
provides education and support)
Explains expected sequence of
events (Im. 700.2)
(Describes routines and protocols
related to perioperativa care)
Evaluates response to
instructions (E.550)
(Evaluates patient’s and family
member’s understanding of
instructions regarding perioperative
experience and ongoing care)
C. Intra-operatif Care
Fase intra operasi yaitu:
 Identifikasi klien kembali
 Validasi data yang di butuhkan klien
 Memasang infus (IV), memberikan medikasi intravena
 Melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan
 Menjaga keselamatan pasien, mengkaji tingkat kesadaran klien
 Menelaah ulang lembar observasi pasien (rekam medis) (Naufal, 2015).
Adapun diagnosa keperawatan intra operasi yang mungkin dijumpai pada klien fraktur
adalah sebagai berikut :
1. Hipotermia
2. Risiko defisit volume cairan (balance cairan, obsevasri tanda syok, urin output,
menghitung dll)
3. Resiko cedera
Asuhan Keperawatan Intra Op :
No Nursing Diagnosis Nursing Outcome Nursing Interventions and
Activities
1. Hypothermia O. 290 : The patient’s core body Assesses risk for inadvertent
X26-00006 temperature is within expected or hypothermia (A.200.1)
therapeutic range Identifies patients at high risk
Domain 2 Physiologic  The patient’s temperature is for inadvertent hypothermia to
response temperature is greater than 36° include but no limited to
C (96,8° F) at time of discharge patient’s:
from the operating or procedure  With preoperative baseline
room temperature less than or
 The patient’s temperature is equal to 36° C (96,8° F)
intentionally maintained at 33°  In a cold surgical
C (91, 4° F) to lower cell environment
metabolism  With high body surface/kg
and low subcutaneous
brown fat for insulation
increases rate of heat loss
(eg, infants, neonates,
toddlers)
 With metabolic disorders
Implements
thermoregulation measures
(Im. 280)
 Select temperature
monitoring and regulation
devices based on identified
patient needs
 Operates temperature
monitoring and regulation
devices according to
manufacturers written
instruction
Monitors physiological
paarmeters (Im. 370)
 Monitor vital sign (eg,
blood pressure, heart
monitor or EGC rate and
rhythm, respiratory rate,
temperature
 Monitor patient for changes
in skin integrity (eg,
peripheral pulses, skin
color, temperature, turgor,
capillary refill, as
appropriate)
Evaluates response to
thermoregulation measures
(E.260)
 Assesses and documents
patient’s body temperature
at frequent intervals
 Interprets and
communicates patient
temperature data to
appropriate members of
health care team for further
evaluation and action as
appropriate
 Report patient’s
temperature to PACU
nurses for determination of
appropriate postoperative
treatment methods
2. Risk for deficient fluid O300 : Patient’s fluid, electrolyte, Identifies factors associated
volume and acid-base balances are with an increased risk for
X18-00028 maintained at or improved from hemorrhage or fluid and
baseline levels electrolyte imbalance (A.310)
Domain 2  The patient’s vital signs and  Establishes and verified
Physiologic response within expected range at nursing
discharge from the OR,  Assesses vital sign
procedure room, or post  Assesses patient condition
anesthesia care unit (PACU) related to traumatic injury
 The patient’s blood pressure or abnormal bleeding
and pulse are within expected  Confers with physician or
range and remain stable with anesthesia care provider if
position change at time of unusual assessment data or
transfer to PACU and discharge signs and symptoms of
from PACU fluid, electrolyte, or acid-
 The patient’s urinary output is base imbalances are noted
within expected range at  Identifies and verifies
discharge from the OR, availability of blood or
procedure room, or PACU. plasma replacement
Identifies physiological status
(A.210)
 Evaluates buccal
membranes, sclera and skin
(eg, dryness, cyanosis,
jaundice)
Implements hemostasis
technique (Im.340)
 Provides supplies,
instrumentation, and
appropriate surgical
techniques as needed to
control hemorrhage
Monitors physiological
parameters (Im.370)
 Monitors physiological
parameters including intake
and output, arterial blood
gases, electrolyte levels,
hemodynamic status, and
arterial oxygen
concentration (SaO2)
 Monitors vital signs
 Monitors for signs
hypovolemia and
hypervolemia
 Monitors fluid loss (eg,
bleeding, diarrhea,
perspiration, urine output,
vomiting)
 Estimates blood and fluid
loss
 Monitors wound drainage
Establishes IV access
(Im.200.1)
 Establishes and maintains
peripheral IV access to
administer IV fluids,
medications, and blood
products per physician
order
Collaborates in fluid and
electrolyte management
(Im.210.1)
 Verifies procedure and
anticipates and recognizes
fluid loss
 Anticipates replacement
requirements for large
volume, fluid loss
procedures
 Administers or prepares for
administration of fluid
therapy
 Monitors intake and output
 Evaluates patient’s
response to fluid
management
Evaluates response to
administration of fluids and
electrolyte (E.220)
 Monitors intake and output,
arterial blood gases,
electrolyte levels,
hemodynamic statuses, and
SaO2)
 Estimates blood and fluid
loss
 Monitors for signs and
symptoms of fluid volume
excess or deficit
 Monitors patient’s response
to prescribed fluid and
electrolyte therapy
2. Risk for injury O. 10 : Patient is free from signs Identifies physiological status
X29-00035 and symptoms of injury related (A.210)
Domain 1 Safety to thermal sources  Evaluates buccal
 Patient’s skin condition, other membranes, sclera, and
than the surgical incision, is skin (eg, dryness, cyanosis,
unchanged between admission jaundice)
and discharge from the OR or Report deviation in
procedure room diagnostic study result
 Patient reports comfort at the (A.340)
thermoregulation device site  Communicates
 Patient’s neuromuscular status physiological health status
is unchanged between (eg, verbal reports, patient
admission and discharge from record) to appropriate team
the OR or procedure room members
 Collaborates with other
health care providers
regarding diagnostic study
results or assessment
findings
Assesses baseline skin
condition (A.240)
 Evaluates presences of
peripheral pulses, solicits
patient’s perception of
pain, and identifies
mobility impairments while
patient is awake
 Assesses patient’s skin
condition
 Assesses patient’s risk for
skin injury related to
thermal sources
 Assesses skin for injury
from invasive devices (eg,
tubes, drains, indwelling
catheters, cables)
 Identifies the nursing
diagnoses that describe the
patient’s degree of risk for
skin injury related to
thermal hazards.
Applies safety devices (Im.80)
 Examines the surgical
environment for equipment
or conditions that pose a
safety risk and takes
corrective action
 Selects safety devices
based on the patient’s
needs and the planned
operative or invasive
procedure
 Applies safety devices on
the patient according to the
plan of care, applicable
practice guidelines, facility
policies, and manufacturers
documented instructions.
 Ensures that safety devices
are readily available, clean,
free of sharp edges, padded
as appropriate, and in
working order before use
Monitor psychological
parameters (Im. 370)
 Monitor vital sign (eg,
blood pressure, heart
monitor or EGC rate and
rhythm, respiratory rate,
temperature
 Monitor patient for changes
in skin integrity (eg,
peripheral pulses, skin
color, temperature, turgor,
capillary refill, as
appropriate)
Evaluates for signs and
symptoms of physical injury
to skin and tissue (E.10)
 Inspects and evaluates the
patient’s skin, bony
prominences, pressure
sites, prepped area, and
adjacent tissue for signs of
irrigation or injury (eg,
discoloration, rash,
abrasions, blisters, raised
areas)
 Solicits for complaints of
pain or discomfort in areas
other than the surgical
incision
 Solicits for complaints of
numbness or tingling (eg,
thermoregulation device
site, site of positioning
aids)
 Reports unexpected
variance to appropriate
members of the health care
team.
D. Post Op Care
Fase post operasi yaitu dimana pasien secara cermat di pantau di Post Anastesi Care Unit
(PACU) sampai pasien pulih dari anastesi dan bersih secara medis untuk meninggalkan
unit, pemantauan spesifik termasuk dasar kehidupan yaitu: Airway (jalan nafas),
breathing (pernafasan), dan circulation (sirkulasi), tindakan di lakukan sebagai upaya
mencegah komplikasi pasca operasi.
 Memindahkan klien ke PACU
 Mengkaji efek dari agen anastesi
 Memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi
 Menyerahkan klien ke unit keperawatan
 Aktivitas keperawatan berfokus pada tingkat penyembuhan pasien dan melakukan
penyuluhan, dan tindak lanjut serta rujukan penting untuk penyembuhan yang
berhasil dan rehabilitasi diikuti oleh pemulangan (Naufal, 2015).
Adapun diagnosa keperawatan post operasi yang mungkin dijumpai pada klien fraktur
adalah sebagai berikut :
1. Nyeri akut
2. Kerusakan integritas kulit
3. Risiko Jatuh
Asuhan Keperawatan Post Op :
No Nursing Diagnosis Nursing Outcome Nursing Interventions and
Activities
1. Acute pain O330 : Patient demonstrates Assesses pain control (A.360)
X38-00132 and/or reports adequate pain (Uses validated spain scale to
Domain 2 control assess pain control)
Physiologic response  The patient cooperates by  Reviews patient assessment
lying quietly during for type of pain being treated
intraoperative procedure and medical conditions
utilizing block local  Reviews potential
anesthesia. interactions of pain
 The patient’s vital signs at medications with other
discharge from the OR are medications or food equests
equal to or improved from patient verbalize
preoperative values. effectiveness of treatment
 The patient verbalizes with recognized assessment
control of pain. tool (eg.numerical scale, face
scale)
 Request verbalization of
patient’s expectation of
acceptable pain score
 Offers information to patient
and family members about
pain , pain relief measures,
rating scales, and other
assessment data to report
 Monitor patient for
congruence of verbal and
nonverbal cues.
Implements pain guidelines
(Im.310)
 Review patient assessment
for type of pain being
treated, medical condition,
and health status
 Review facility pain
guidelines
 Documents patient’s current
stated pain level
 Positions for comfort unless
contraindicated
 Determines whether regimen
meets patient’s identified
need
 Monitors relationship of
patient progress to pain
control
 Monitors pain guideline
effectiveness
Impements alternative
methods of pain control
(Im.310.1
(Uses therapeutic touch,
meditation, breathing and
positiong to augment pain
control methods)
 Reviews non medication
pain treatments (eg. Musio
distraction, relaxation
therapy)
 Offers information abou
methods that will assist in
pain control.
Evaluates respons to pain
manangement intervention
(E.250)
 Assesses patient’s responses
to pain management
interventions including
physiological parameters and
subjective and objective
findings.
 Identifies and documents
how the patient expresses
pain (eg, facial expression,
irritability, restlessness,
verbalization)
 Evaluates the nature of the
pain and any changes in pain
level after pain management
interventions
2. Impaired skin integrity 0.300 Fluid, Electrolyte And Identifies factor associated
X50-00046 Acid-Base Balance with an increased risk pf
Domain 2  The patien vital sign are hemorage or fluid and
Physiologic response within expected range at clectrolyte (A.310)
discharge from the OR,  Establishes and verifies
procedure room or nursing assessment
postanesthesia care unit  Assesses vital signs
(PACU)  Assesses patient condition
 The patient’s blood pressure related to traumatic injury or
and pulse are within abnormal bleeding
expected range and remain  Identifies patients risk for
stable with position change hemorage of hypovolemia in
at time transpfer to PACU relation to operative
and discharge from PACU procedure
 The patient urinary output is Identifies physiological status
within expected range at (A.210)
discharge from the OR,  Assesses diagnostic study
procedure room or results including, but not
postanesthesia care unit limited to: cardiac,
(PACU) gastrointestinal,
genitourinary, laboratory,
nuclear, pathology,
radiology.
 Evaluates buccal
membranes, sclera, and skin
9E, drynesss, cyanosis,
jaundince)
 Assesses temperature
Collaborates in fluid and
electrolyte manangement
(Im.210.1)
 Verifies prcdure and
anticipates and recognizes
fluid loss
 Validates variances form
norm (eg, edema, ascites,
adventitious breath sounds)
and reports to appropriate
members of health care
team.
 Maintains ptent IV acces
 Monitors hydration status as
appropriate
Evaluates response to
administration of fluids and
electrolytes
 Monitor intake and output,
arterial blodd gases
electrolyte levels,
hemodynamic status and
SaO2.
 Estimates blood and fluid
loss
 Monitor for signs and
symptoms of fluids volume
excess or deficit
 Monitor for signs and
symptoms of electrolyte
imbalance
 Monitor patient’s response to
prescribed fluid and
electrolyte therapy
Evaluates tissue perfusion
(E.270)
 Examines patient to assesses
peripheral pulses and/ or
neuromuscularimpairments
3. Risk for falls O. 120 : Patient is free from Transposts according to
X69-00155 signs and symptoms of injury individual needs (Im.30)
Domai 1 Safety related to transfer/transport  Identifies parients correctly
 The patient reports being  Explains what patient can
comfortable when reclined expect prior to intiating
on the transport transfer/transport
equipment/device  Assesses mobility
 The patient is free signs and impairments
symptoms of injury relate to
transfer/transport on  Adapts plan of care to
discharge from the OR or address mobility
procedure room impaiements
 Performs or directs patient
transfer
 Positions patient to maintain
respiration and circulation
 Maintains body alignment
during transfer
 Applies safery devices
 Plans for special needs
during transport and transfer

WEB OF CAOUTION (WOC) FRAKTUR


Trauma tidak langsung  Osteoporosis
 \
Jatuh  Osteomilitis
 Hantaman  Keganasan
 Kecelakaan Tekanan pada tulang
Kondisi Patologis
Tidak mampu meredam energi
yang terlalu besar Tulang rapuh

FRAKTUR Defisiensi
Tidak mampu menahan
Pengetahuan
berat badan
Merusak jaringan sekitar Pergeseran fragmen Prosedur pembedahan Kurang informasi
tulang terkait pembedahan
Post OP
Koping tidak efektif
Pelepasan Pelepasan mediator
Pemasangan gips/pen
mediator nyeri inflamasi
Ansietas

Bradikinin, Histamin, Deformitas Perubahan pada Pre OP


Serotonin anggota tubuh
Gangguan fungsi
Sulit bergerak
Merangsang
nosiseptor Hambatan
Mobilitas Fisik Mobilitas Hambatan
Pre OP
terganggu Mobilitas Fisik
Ditangkap reseptor
nyeri perifer
Prosedur anestesi Adanya luka Port de entry
post op mikroorganism
Implus ke otak General anastesi Efek anestesi mulai
menghilang Risiko
Tindakan
infasif
SAB
Perdarahan Kerusakan
Penurunan lapisan
motorik jaringan
Tidak terkontrol
Kelemahan
Risiko anggota gerak Terputusnya
Perdarahan kontinuitas Post OP
jaringan
Risiko
Jatuh

Kerusakan
integritas
Risiko Cedera kulit

Intra OP
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Orthopaedic Surgeons. (2012). The Following are the Requirements for
Internal Fixation. Guidelines Internal Fixation Under MSF settings.

AORN. (2011). Perioperatif Nursing Data Set : The Perioperatif Nursing Vacobulary (3rd ed.).
USA: AORN,Inc.

Apley, G., & Solomon, L. (2013). Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta:
Widya Medika.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen klinis untuk
hasil yang diharapkan. (A. Suslia, F. Ganiajri, P. P. Lestari, R. W. A. Sari, & S.
Kurnianingsih, Eds.) (8th ed.). Singapura: Elsevier.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (6th ed.). Elsevier.

Brunner and Suddarth.2003. Keperawatan Medical Bedah . Jakarta : EGC

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2018-2019. Jakarta: EGC.

Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2017). Buku ajar patofisiologi (EGC). Jakarta.

Maratha, G. R., Maliawan, S., & Kawiyana, K. S. (2013). Management Of Fracture Of


Musculosceletal trauma. E-Jurnal Medika Udayana, 2, Nomor 3, 1-13.
Marrelli, T.M. 2007. Buku saku Dokemtasi Keperawatan. Jakarta : EGC

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (5th ed.). Elsevier.

Naufal, I. (2015). Askep Klien Perioperatif. Retrieved from scribd.com:


https://www.scribd.com/doc/46509863/askepklienperioperatif

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda NIC NOC. In 2. Yogyakarta: Mediaction.

Sagaran, V. C., Manjas, M., & Rasyid, R. (2017). Distribusi Fraktur Femur Yang Dirawat Di
Rumah Sakit Dr. M. Djamil, Padang (2010-2012). Jurnal Kesehatan Andalas, 6(3), 586–
589. Retrieved from http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/742/598

Sherwood, L. (2014). Fisiologi manusia dari sel ke sistem (8th ed.). Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2015). Buku ajar keperawatan medikal-bedah (8th ed.). Jakarta:
EGC.

Petersen, Carol.(2011). Perioperative nursing data set, the perioperative nursing vocabulary 3 rd
edition. USA. Association of periOperative Registered Nurses (AORN)

Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai