PENDAHULUAN
1
hingga mencapai 23,3 juta pada tahun 2030 (Depkes, 2014).Prevalensi
penyakit gagal jantung Menurut Kementrian Kesehatan RI di Indonesia
tahun 2013 terdapat 0,13% (229.696 orang), sedangkan diagnosa dokter
0,3% (Dinkes, 2013). Di Sumatera Barat penderita penyakit kardiovaskuler
meningkat pada tahun 2014 sebanyak 11,3 % mengalami penyakit jantung
dan pada tahun 2016 sebanyak 1,2% penyakit jantung koroner, 12,2 % gagal
jantung dan 0,5% stroke.Gagal jantung yaitu jenis penyakit pada jantung
dimana angka kesakitan serta angka kematiannya sangat tinggi. Resiko untuk
menderita gagal jantung, sebanyak 10% pada usia 60-69 tahun, dan 2% usia
40-49 tahun (Nurhayati,2009).
Gagal jantung berkaitan dengan adanya perubahan umum yang
berhubungan dengan usia dalam struktur dan fungsi kardiovaskuler.
Perubahan tersebut dapat mengurangi respon kronotropik dan inotropik,
meningkatkan tekanan intrakardiak dengan pengisian ventrikel, dan
meningkatkan afterload. Akibat dari hal tersebut, kemampuan jantung untuk
merespon stres terganggu, baik stres fisiologis maupun patologis (misalnya
iskemia atau sepsis miokard). Kondisi kardiovaskular yang menurun
mencerminkan adanya pengurangan pemasukan oksigen. (Dharmarajan &
Rich, 2017). Komplikasi pasien adhf (gagal jantung) seperti pembekuan
darah dalam arteri koroner, pemakaian obat digitalis berlebihan, efusi pleura,
aritmia, pembentukan trombus pada ventrikel kiri, dan pembesaran hati
(Wijaya & Putri, 2013).
Penyakit gagal jantung sering menimbulkan gejala klinik berupa
dyspnea, orthopnea dan proxysmal nocturnal dyspnea yang diakibatkan oleh
kegagalan fungsi pulmonal. Kegagalan fungsi pulmonal pada gagal jantung
sering diakibatkan oleh adanya edema paru dan berdampak pada penurunan
saturasi oksigen. Gagal jantung saat kondisi istirahat saturasi oksigen
berkisar antara 91-95% (Wijaya&Putri,2013).
Penanganan yang utama pada pasien gagal jantung yaitu dengan
mencukupi kebutuhan oksigenasi.Telah banyak studi yang memuat
penanganan pasien gagal jantung yang tepat dan cepat, salah satunya
2
management pengoptimalan kebutuhan oksigen pasien baik menggunakan alat
bantu ventilasi dan pengaturan posisi pasien diantaranya dengan alat bantu
non invasif CPAP, BiPAP, alat bantu nafas adaptive servo, dan terapi
oksigen dengan nasal kanul sesuai dengan kondisi dan komplikasi
pasien. (Mayuni et al, 2017).
Pengaturan posisi dalam bentuk posisi semifowler dengan kemiringan
30–45 juga merupakan intervensi yang tepat dan didapatkan intervensi lainnya
yang dilakukan pada pasien dengan penyakit gagal jantung untuk
memaksimalkan ventilasi paru adalah latihan pernapasan diafragma (Deep
Diapragmatic Breathing) dengan cara inspirasi maksimal pada hidung dan
mengurangi kerja otot pernapasan, sehingga meningkatkan perfusi dan
memperbaiki kinerja alveoli serta mengefektifkan difusi oksigen yang akan
meningkatkan kadar O2 dalam paru dan meningkatkan saturasi oksigen
(Sepdianto, 2016).
Berdasarkan dari data Rekam medik RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi
tahun 2020, kasus dengan pasien gagal jantung di Ruangan ICU/HCU RSI
IBNU SINA Bukittinggi, angka kejadian penderita penyakit ADHF (gagal
jantung) 3 bulan terakhir dari bulan januari hingga maret 2021 yaitu sekitar 20
pasien. Kejadian penyakit gagal jantung pada bulan februari 2021 di
ICU/HCU RSI IBNU SINA Bukittinggi, sebanyak 10 pasien diantaranya 1
N.Stemi, 1 Stemi Anterioseptal, 3 Stemi Anterior dan 5 ADHF. Hal ini
menunjukkan tingginya angka kejadian penyakit ADHF(gagl jantung) di
Ruangan ICU/HCU Rsi Ibnu Sina Bukittinggi diantaranya pasien lainnya
dirawat diruangan penyakit dalam Rsi Ibnu Sina Bukittinggi.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan
Asuhan keperawatan Tn.A dengan Gagal Jantung (ADHF)+ stroke Iskemik
dan untuk mengetahui asuhan keperawatan kritis pada pasien gagal jantung di
Ruang ICU/HCU RS Ibnu Sina Bukittinggi tahun 2021.
1.1 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka kami akan menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien ADHF (acute decompensated heart failure)
3
melalui intervensi Deep Diapragmatic Breathing terhadap peningkatan
saturasi oksigen di Ruangan ICU/HCU RSI IBNU SINA Bukittinggi
untuk dijadikan Karya Ilmiah seminar profesi Ners pada siklus keperawatan
kritis gawat darurat.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis
Mampu menerapkan asuhan keperawatan berdasarkan teori dan epidenbes
sehingga mampu memberikan pelayanan yang profesional pada pasien
4
ADHF di Ruangan ICU/HCU RSI IBNU SINA Bukittinggi
1.3.2 Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai bahan masukan kepada institusi pendidikan yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan ajar untuk perbandingan dalam pemberian
konsep asuhan keperawatan gawat darurat secara teori dan praktik.
1.3.3 Bagi ICU/HCU RSI IBNU SINA Bukittinggi
Sebagai bahan acuan kepada tenaga kesehatan ICU/HCU RSI IBNU SINA
Bukittinggi dalam meningkatkan pelayanan yang lebih baik dan dapat
menjadi rujukan ilmu dalam menerapkan intervensi mandiri perawat
disamping intervensi medis.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
ADHF (Acute Decompensasi Heart Failure) yaitu penyakit gagal
jantung akut dimana serangan nya cepat dari gejala-gejala yang diakibat
oleh abnormalnya fungsi jantung. Disfungsi dapat berupa sistolik
maupun diastolik abnormalitas irama jantung. Gagal jantung bisa terjadi
pada seseorang dengan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya.
(Aaronson, 2010)
Decompensasi cordis adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami penurunan atau kegagalan dalam memompa darah dimana
terjadi penurunan kemampuan kontraktilitas fungsi pompa jantung
untuk mencukupi kebutuhan tubuh akan nutrisi dan oksigen secara
adekuat (Udjianti, 2010). Penyakit gagal jantung yaitu jantung tidak
mampu memompa pasokan darah, untuk mempertahankan sirkulasi
adekuat sesuai kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup,
dimana gejalanya seperti nafas sesak selama istirahat, beraktifitas dan
kelelahan, edema pulmonal kardiogenik dengan akumulasi cairan yang
cepat pada paru dan pembengkakan pada tungkai (Arif Muttaqin, 2009).
Jadi ADHF adalah gagal jantung akut yang gagal memompa cukup
darah untuk mencukupi kebutuhan tubuh serta tidak dapat mempertahankan
sirkulasi yang adekuat dan serangannya dirasakan secara cepat.
2. Etiologi ADHF
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan : (Wijaya&Putri, 2013)
6
b. Beban tekanan berlebihan pembebanan sistolik (systolic
overload) Beban berlebihan pada kemampuan ventrikel menyebabkan
pengosongan ventrikel terhambat.
c. Beban volume berlebihan pembebanan diastolic (diastolic overload)
d. Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic
overload) akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir
diastolic dalam ventrikel meninggi
e. Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan dalam pengisian ventrikel dikarenakan gangguan pada aliran
masuk ventrikel akan menyebabkan pengeluaran ventrikel yang
berkurang sehingga curah jantung terjadi penurunan.
f. Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Peningkatan beban kerja jantung mengakibatkan pengecilan serabut
otot jantung. Efeknya (hipertrofi miokard) sebagai mekanisme
kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas jantung.
g. Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade
perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
7
3. WOC dan Patofisiologi ADHF
4. dapat diubah
Faktor yang Faktor yang tidak dapat diubah
1. 5. dan alcohol
Merokok 1. Usia
2. Kolesterol tinggi, obesitas 2. Jenis kelamin
3. Gaya6.hidup 3. Keturunan
4. Kurang olaraga dan stress 4. Suku
Katub inkonpeten
Hypervolemia hipertensi Stenosis katup Kerusakan
miokardium
Peningkatan
praloasd Peningkatan afterload
Peningkatan LA preload
Peningkatan ADH Kematian sel Resiko gangguan
hepar, fibrosis, integritas
Peningkatan tekanan sirosis kulit/jaringan
Retensi Na dan Edema pada
kapiler pulmonal
Air bronkus
Peningkatan tekanan vena
Edema Edema pulmonal aorta
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
Akumulasi Kelebihan
Resiko Gangguan pertukaran gas cairan di volume cairan
gangguan sirkulasi
integritas kulit/ Gangguan pola tdur
jaringan 8
9. Patofisiologi ADHF
Adhf dapat muncul pada organ yang sebelumnya menderita
gagal jantung atau belum pernah mengalami gagal jantung, etiologi
adhf dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler,
etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan
menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung akibat oleh
proses iskemia miokad atau hipertropi remodeling otot jantung atau
kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel
sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga
menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka tubuh
akan mengeluarkan mekanisme ini melibatkan sistem adrenalin renin
angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah akibat vasokontriksi arteriol dan retensi natrium dan air. Tetapi
bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini
akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis yang terganggu
dari ventrikel yang terkena lalu muncul adhf.
Kelainan pada otot jantung karena berbagai sebab dapat
menurunkan kontraktilitas otot jantung sehingga menurunkan isi
sekuncup dan kekuatan kontraksi otot jantung sehingga terjadi
penurunan curah jantung. Demikian pula pada penyakit sistemik
menyebabkan jantung berkompensasi memenuhi kebutuhan
oksigen jaringan. Bila terjadi terus menerus, pada akhirnya jantung
akan gagal berkompensasi sehingga mengakibatkan penurunan curah
jantung
Hal ini akan menimbukan penurunan volume darah akibatnya
terjadi penurunan curah jantung, penurunan kontraktivitas miokard
pad ventrikel kiri (apabila terjadi infark di ventrikel kiri) akan
menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan
karena penurunan kontraktivitas disertai dengan peningkatan venous
return ( aliran darah balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan
bedungan darah diparu-paru. Bendungan akan mengakibatkan airan
9
ke jaringan dan alveolus paru terjadi edema pada paru. Edema
ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukara gas diparu-
paru.
Tanda dominan ADHF yaitu tekanan arteri dan vena
meningkat. Tekanan ini mengakibatkan peningkatan tekanan vena
pulmonalis sehingga cairan mengalir dari kapiler ke alveoli dan
terjadilah odema paru. Odema paru mengganggu pertukaran gas di
alveoli sehingga timbul dispnoe dan ortopnoe. Keadaan ini
membuat tubuh memerlukan energy yang tinggi untuk bernafas
sehingga menyebabkan pasien mudah lelah. Dengan keadaan yang
mudah lelah ini penderita cenderung immobilisasi lama sehingga
berpotensi menimbulkan thrombus intrakardial dan intravaskuler.
Begitu penderita meningkatkan aktivitasnya sebuah thrombus
akan terlepas menjadi embolus dan dapat terbawa ke ginjal,
otak, usus dan tersering adalah ke paru-paru menimbulkan emboli
paru. Emboli sistemik juga dapat menyebabkan stroke dan infark
ginjal. Odema paru dimanifestasikan dengan batuk dan nafas
pendek disertai sputum berbusa dalam jumlah banyak yang kadang
disertai bercak darah. Pada pasien odema paru sering terjadi
Paroxysmal Nocturnal Dispnoe (PND) yaitu ortopnoe yang hanya
terjadi pada malam hari, sehingga pasien menjadi insomnia.
10. Manifestasi Klinis
a. Sesak nafas (dyspnea) muncul saat istirahat dan beraktivitas.
b. Ortopnue yaitu saat berbaring sesak nafas, memerlukan
posisi tidur setengah duduk dengan menggunakan bantal lebih
dari satu.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (PND) yaitu tiba-tiba pada
malam hari terasa sesak nafas dan disertai batuk-batuk
d. Takikardia dan berdeber-debar
e. Batuk-batuk terjadi akibat edema pada broncus dan penekanan
pada broncus oleh atrium kiri yang dilatasi. Batuk sering berupa
yang basah, berbusa dan disertai bercak darah. Bunyi tambahan
10
seperti ronkhi dapat disebabkan oleh penumpukan cairan di paru
akibat aliran balik darah ke paru-paru.
f. Mudah lelah (fatique)
g. Penumpukan cairan pada jaringan atau edema
Edema disebabkan oleh aliran darah yang keluar dari jantung
melambat, sehingga darah balik ke jantung menjadi terhambat.
Hal tersebut mengakibatkan cairan menumpuk di jaringan.
Kerusakan ginjal yang tidak mampu mengeluarkan natrium dan
air juga menyebabkan retensi cairan dalam jaringan. Penumpukan
cairan di jaringan ini dapat terlihat dari bengkak di kaki maupun
pembesaran perut (Wijaya&Putri, 2013).
11. Klasifikasi Gagal Jantung
Menurut New York Heart Assosiation (NYHA) dibagi 4 kelas:
a. Functional class 1 (fc1) : asimptomatik tanpa hambatan
aktivitas fisik
b. Functional class 2 (fc2) : terhambatnya aktivitas fisik
ringan, merasa nyaman saat istirahat, tetapi mengalami sesak,
fatique
c. Functional class 3 (fc3) : terhambatannya aktivitas fisik
nyata, merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami sesak,
fatique, palpitasi dengan aktivitas ringan.
d. Functional class 4 (fc4) : ketidaknyamanan melakukan
aktivitas fisik apapun serta merasakan gejala sesak pada
istirahat dan aktivitas.
12. Faktor resiko tinggi terjadinya ADHF
a. Riwayat hipertensi
b. Obesitas
c. Riwayat gagal jantung
d. Perokok hebat
e. Aktivitas berlebihan dan mengkonsumsi alkohol (Price, 2013).
13. Komplikasi (Wijaya & Putri, 2013)
a. Edema paru akut dapat terjadi pada gagal jantung kiri
11
b. Syok kardiogenik akibat penurunan curah jantung sehingga
perfusi jaringan ke organ vital tidak adekuat.
c. Episode trombolitik, trombus terbentuk akibat immobilitas
pasien dan gangguan sirkulasi, trombus dapat menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah
d. Efusi perikardial dan tamponade jantung dimana masuknya
cairan ke jantung perikardium, cairan dapat meregangkan
pericardium sampai ukuran maksimal. Cardiac output menurun
dan aliran balik vena ke jantung akan mengakibatkan
tamponade jantung.
e. Efusi pleura merupakan hasil dari peningkatan tekanan pada
pembuluh kapiler pleura. Peningkatan tekanan menyebabkan
cairan transudate pada pembuluh kapiler pleura berpindah ke
dalam pleura. Efusi pleura menyebabkan pengembangan paru-
paru tidak optimal sehingga oksigen yang diperoleh tidak optimal.
14. Pemeriksaan penunjang (Aspiani, 2010)
a. Laboratorium: hematologi (Hb, Ht, Leukosit), eritolit (
kalium, natrium, magnesium), gula darah, analisa gas darah.
b. EKG (elektrokardiogram) dan Ekokardiografi
c. Foto rontgen dada
d. Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type
natriuretic peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat.
15. Penatalaksanaan (Amin & Hardi, 2015)
a. Keperawatan
1) Tirah Baring
Dimana akan mengurangi kerja jantung yang meningkat
sehingga tenaga jantung menurunkan tekanan darah melalui
induksi diuresis berbaring.
2) Oksigen
Pemenuhan oksigen ini akan mengurangi pada demand
miokard yang membantu memenuhi kebutuhan oksigen pada
tubuh.
12
3) Diet
Pengaturan diet ini akan membuat ketegangan otot jantung
berkurang. Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk
mencegah, mengatur, atau mengurangi edema.
Terapi non farmakologi :
13
B. Konsep Stroke Iskemik
1. Pengertian
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa
terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang
paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak,
gangguan bicara, proses berfikir, daya ingat dan bentuk-bentuk
kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Mutaqin,
2011).
Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam otak yang timbul secara mendadak dan
akut dalam beberapa detik atau secara tepat dalam beberapa jam yang
berlangsung lebih dari 24 jam dengan gejala atau tanda tanda sesuai
daerah yang terganggu (Irfan, 2012).
Stroke adalah penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak)
yang ditandai dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan
atau kematian jaringan otak akibat berkurang atau tersumbatnya aliran
darah dan oksigen ke otak. Aliran darah ke otak dapat berkurang
karena pembuluh darah otak mengalami penyempitan, penyumbatan,
atau perdarahan karena pecahnya pembuluh darah tersebut (Indarwati ,
Sari, & Dewi, 2008)
2. Etiologi
Etiologi Stroke iskemik biasanya disebabkan adanya gumpalan
yang menyumbat pembuluh darah dan menimbulkan hilangnya suplai
darah ke otak.Gumpalan dapat berkembang dari akumulasi lemak atau
plak aterosklerotik di dalam pembuluh darah. Faktor resikonya antara
lain hipertensi, obesitas, merokok, peningkatan kadar lipid
darah,diabetes dan riwayat penyakit jantung dan vaskular dalam
keluarga.
3. Manifestasi klinis Stroke Iskemik
Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebral yang
terkena, fungsi otak dikendalikan atau diperantarai oleh bagian otak
14
yang terkena, keparahan kerusakan serta ukuran daerah otak yang
terkena selain bergantung pula pada derajat sirkulasi kolateral
(Hartono, 2009).
Menurut Oktavianus (2014) manifestasi klinis stroke sebagai berikut :
a. Transient ischemic attack (TIA)
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa
jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Serangan
bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah
menetap.
b. Reversible Ischemic Neurogic Difisit (RIND): Gejala timbul
lebih dari 24 jam.
c. Progressing stroke atau stroke inevolution
Gejala makin lama makin berat (progresif) disebabkan
gangguan aliran darah makin lama makin berat.
d. Sudah menetap atau permanen
4. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, stroke dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
a. Stroke iskemik
Stroke Iskemik Hampir 85% stroke di sebabkan oleh,
sumbatan bekuan darah, penyempitan sebuah arteri atau
beberapa arteri yang mengarah ke otak, atau embolus (kotoran)
yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranial (arteri yang
berada di luar tengkorak). Ini di sebut sebagai infark otak atau
stroke iskemik.Pada orang berusia lanjut lebih dari 65 tahun, 4
penyumbatan atau penyempitan dapat disebabkan oleh
aterosklerosis (mengerasnya arteri). Hal inilah yang terjadi
pada hampir dua pertiga insan stroke iskemik. Emboli
cenderung terjadi pada orang yang mengidap penyakit jantung
(misalnya denyut jantung yang cepat tidak teratur, penyakit
katub jantung dan sebagainya) secara rata-rata seperempat dari
stroke iskemik di sebabkan oleh emboli, biasanya dari jantung
(stroke kardioembolik) bekuan darah dari jantung umumnya
15
terbentuk akibat denyut jantung yang tidak teratur (misalnya
fibrilasi atrium), kelainan katup jantung (termasuk katub buatan
dan kerusakan katub akibat penyakit rematik jantung), infeksi
di dalam jantung (di kenal sebagai endocarditis) dan
pembedahan jantung.
Penyebab lain seperti gangguan darah, peradangan dan
infeksi merupakan penyebab sekitar 5-10% kasus stroke
iskemik, dan menjadi penyebab tersering pada orang berusia
muda.namun, penyebab pasti dari sebagian stroke iskemik tetap
tidak di ketahui meskipun telah dilakukan pemeriksaan yang
mendalam. Sebagian stroke iskemik terjadi di hemisfer otak,
meskipun sebagian terjadi di serebelum (otak kecil) atau batang
otak.
Beberapa stroke iskemik di hemisfer tampaknya bersifat
ringan (Sekitar 20% dari semua stroke iskemik) stroke ini
asimptomatik (tidak bergejala, hal ini terjadi ada sekitar 5
sepertiga pasien usia lanjut) atau hanya menimbulkan
kecanggungan, kelemahan ringan atau masalah daya ingat.
Namun stroke ringan ganda dan berulang dapat menimbulkan
cacat berat, penurunan kognitif dan dimensia(Irfan, 2012).
Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun
tidur atau dipagi hari ( Wijaya & Putri, 2013)
b. Stroke hemoragik
Stroke Hemoragik Stroke hemoragik di sebabkan oleh
perdarahan ke dalam jaringan otak (disebut hemoragia
intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau ke dalam
ruang subaraknoid yaitu ruang sempit antara permukaan otak
dan lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia
subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan,
tetapi relative hanya menyusun sebgian kecil dari stroke total,
10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan 5% untuk
perdarahan subaraknoid(Irfan, 2012). Biasanya kejadianya saat
16
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat ( Wijaya & Putri, 2013).
5. Factor resiko
Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan seseorang
beresiko terhadap stroke.Faktor risiko ini dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu:
a. Factor yang tidak dapat dikendalikan (Farida & Amalia , 2009)
1) Usia
Lebih tua umur lebih mungkin terjadinya
stroke.Resiko semakin meningkat setelah usia 55 tahun.
Usia terbanyak terkena serangan stroke adalah usia 65
tahun ke atas (Indrawati, Sari, & Dewi, 2008).
2) Jenis kelamin
Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak
dibandingkan perempuan (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008).
Hal ini dikarenakan perempuan memiliki hormon esterogen
yang berperan dalam mempertahankan kekebalan tubuh
sampai menopause dan sebagai proteksi atau pelindung
pada proses ateroskerosis. Namunsetelah perempuan
tersebut mengalami 13 menopouse , besar risiko terkena
stroke antara laki-laki dan perempuan menjadi sama(Farida
& Amalia, 2009).
3) Ras dan Etnis
Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan
kematian pada ras kulit hitam, Asia dan Kepulauan Pasifik,
serta Hispanik dibandingkan kulit putih (Indarwati , Sari, &
Dewi, 2008). Orang kulit hitam lebih banyak terkena
hipertensi daripada orang berkulit putih karena berkaitan
dengan konsumsi garam
b. Faktor Risiko yang dapat dikendalikan
1) Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi merupakan faktor risiko baik untuk orangtua
17
maupun dewasa muda (Irfan, 2012). Hipertensi
mempercepat terjadinya aterosklerosis, yaitu dengan cara
menyebabkan perlukaan secara mekanis pada sel endotel
(dinding pembuluh darah) di tempat yang mengalami
tekanan tinggi (Farida & Amalia, 2009). Jika proses
tekanan berlangsung lama, dapat menyebabkan kelemahan
pada dinding pembuluh darah sehingga menjadi rapuh dan
mudah pecah (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008).
2) Kadar Kolestrol
Hiperkolestrolemia dapat menyebabkan aterosklerosis.
Aterosklerosis berperan dalam menyebabkan penyakit
jantung koroner dan stroke itu sendiri (Indarwati , Sari, &
Dewi, 2008). Karena kolestrol tidak dapat langsung larut
dalam darah dan cenderung menempel di pembuluh darah,
akibatnya kolestrol membentuk bekuan dan plak yang
menyumbat arteri dan akhirnya memutuskan aliran darah ke
jantung (menyebabkan serangan jantung) dan ke otak
(menyebabkan stroke)(Farida & Amalia, 2009).
3) Obesitas
Makan berlebihan dapat menyebabkan kegemukan
(obesitas).Obesitas lebih cepat terjadi dengan pola hidup
pasif (kurang gerak dan olahraga).Jika makanan yang
dimakan banyak mengandung lemak jahat (seperti
kolestrol), maka ini dapat menyebabkan penimbunan lemak
disepanjang pembuluh darah.Penyempitan pembuluh darah
ini menyebabkan aliran darah kurang lancar dan memicu
terjadinya aterosklerosis atau penyumbatan dalam
pembuluh darah yang pada akhirnya beresiko terserang
stroke. Penyumbatan tersebut biasanya diakibatkan oleh
plak-plak yang menempel pada dinding pembuluh
darah(Farida & Amalia, 2009)
18
4) Life style
Life style atau gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai
pemicu berbagai penyakit yang menyerang, baik pada usia
produktif maupun usia lanjut. Salah satu contoh life style
yaitu berkaitan dengan pola makan.Generasi muda biasanya
sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan
seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang serat
lemak dan kolesterol namun rendah sehat. Kemudian,
seringnya mengonsumsi makanan yang digoreng atau
makanan dengan kadar gula tinggi dan berbagai jenis
makanan yang ditambah zat pewarna/penyedap/pemanis
dan lain-lain. Kebiasaan hidup santai dan malas berolah
raga. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya kemampuan
metabolisme tubuh dalam pembakaran zat-zat makanan
yang dikonsumsi. Sehingga, beresiko membentuk
terjadinya tumpukan kadar lemak dan kolestrol dalam darah
yang beresiko membentuk ateroskelorosis (plak) yang dapat
menyumbat pembuluh darah yang dapat berakibat pada
munculnya serangan jantung dan stroke(Farida & Amalia,
2009)
5) Stress
Pada umumnya, stroke diawali oleh stres. Karena, orang
yang stres umumnya mudah marah,mudah tersinggung,
susah tidur dan tekanan darahnya tidak stabil. Marah
menyebabkan pencarian listrik yang sangat tinggi dalam
urat syaraf. Marah yang berlebihan akan melemahkan
bahkan mematikan fungsi sensoris dan motorik serta dapat
mematikan sel otak. Stres juga dapat meningkatkan
kekentalan darah yang akan berakibatkan pada tidak
stabilnya tekanan darah. Jika darah tersebut menuju
pembuluh darah halus diotak untuk memasok oksigen ke
otak , dan pembuluh darah tidak lentur dan tersumbat, maka
19
hal ini dapat mengakibatkan resiko terkena serangan stroke.
(Farida & Amalia , 2009)
6) Penyakit Kardiovaskuler
Beberapa penyakit jantung, antara lain fibrilasi atrial (salah
satu jenis gangguan irama jantung), penyakit jantung
koroner, penyakit jantung rematik, dan orang yang
melakukan pemasangan katub jantung buatan akan
meningkatkan risiko stroke (Indarwati , Sari, & Dewi,
2008). Pada fibrilasi atrium menyebabkan penurunan CO²,
sehingga perfusi darah keotakmenurun, maka otak akan
kekurangan oksigen yang akhirnya dapat terjadi stroke
(Wijaya & Putri, 2013)
7) Diabetes mellitus
Seseorang yang mengidap diabetes mempunyai risiko
serangan stroke iskemik 2 kali lipat dibandingkan mereka
yang tidak diabetes (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Pada
penyakit DM akan mengalami vaskuler, sehingga terjadi
mikrovaskularisasi dan terjadi aterosklerosis, terjadinya
aterosklerosis dapat menyebabkan emboli yang kemudian
menyumbat dan terjadi iskemia, iskemia menyababkan
perfusi otak menurun dan pada akhirnya terjadi stroke
(Wijaya & Putri, 2013).
8) Merokok
Perokok lebih rentan mengalami stroke dibandingkan bukan
perokok. Nikotin dalam rokok membuat jantung bekerja
keras karena frekuensi denyut jantung dan tekanan darah
meningkat (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Pada perokok
akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga memungkinkan penumpukan arterosklerosis dan
kemudian berakibat pada stroke (Wijaya & Putri, 2013).
9) Alkoholik
Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan
20
aliran darah ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan
motilitas pembuluh darah sehingga terjadi emboli serebral
(Wijaya & Putri, 2013).
21
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Pre Arrival
Pengkajian Pre-Arrival merupakan pengkajian yang dilakukan
sebelum pasien datang dari rumah sakit lain atau ruangan lain,
dilakukan pengkajian kepada pasien yang akan dikirim ke ICU
meliputi; identitas pasien, diagnosa, tanda-tanda vital, alat bantu
invasif yang dipakai, modus ventilasi mekanik yang sedang dipakai
bila pasien menggunakan ventilasi mekanik.
2. Pengkajian Quick Assesment
Pengkajian segera setelah pasien tiba di ICU meliputi; observasi
ABCDE yaitu : Airway, Breathing , Circulation, Drugs/Obat-obat
(obat yang saat ini diberikan) termasuk apakah ada alergi pada obat
dan makanan tertentu dan Equipment/ alat: apakah ada alat terpasang
pada pasien atau alat yang akan di pasang.
1) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan
nafas, adanya benda asing, adanya suara nafas tambahan.
2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah tampak terjadi penggunaan otot bantu
pernafasan, terjadi retraksi dinding dada, terjadinya sesak nafas,
saat di palpasi teraba pengembangan pada kedua parukan
3) Circulation
Pengkajian ini mengenai apakah terjadi perdarahan, pengkajian
juga meliputi warna kulit, nadi, saturasi oksigen dalam darah dan
status hemodinamik.
4) Drug
Pengkajian meliputi obat-obatan yang akan diberikan pada klien
dengan kasus ADHF. Selanjutnya apakah klien ada alergi terhadap
obat-obatan tertentu atau tidak.
5) Equipment
Pengkajian meliputi alat medis apa saja yang terpasang pada klien
saat ini dan yang akan dipasang seperti apakah klien terpasang
22
infus, apakah klien terpasang elektroda yang terhubung ke monitor,
apakah klien terpasang foley chateter atau tidak, terpasangan
Nasogastric tube atau tidak.
3. Pengkajian Comprehensive Assesment
Pengkajian ini meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan yang lalu, riwayat sosial, riwayat
psikososial dan spiritual serta pengkajian fisik dari setiap sistem tubuh
(sistem neurologi, respirasi, kardiovaskuler, renal, gastrointestinal,
endokrin, hematologi dan immunologi, serta sistem integument)
1) Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang
dirasakan saat dilakukan pengkajian yang ditulis dengan
singkat dan jelas. Keluhan klien dengan gagal jantung akan
merasakan nafas sesak, sesak nafas saat beraktivitas, badan terasa
lemas, batuk tidak kunjung sembuh berdahak sampai berdarah,
nyeri pada dada, nafsu makan menurun, bengkak pada kaki.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan permulaan klien merasakan keluhan sampai dibawa ke
rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama dengan
menggunakan PQRST.
P (Provokative/Palliative) : apa yang menyebabkan gejala
bertambah berat dan apa yang dapat mengurangi gejala.
23
T (Time) : berapa lama gejala dirasakan ? kapan
tepatnya gejala mulai dirasakan.
24
Semua klien dengan gagal jantung akan mengalami sesak
nafas, sehingga hal ini dapat menganggu tidur klien.
d) Personal Hygiene
Kebiasaan mandi, gosok gigi, cuci rambut, dan
memotong kuku perlu dikaji sebelum klien sakit dan
setelah klien dirawat dirumah sakit.
e) Pola Aktivitas
Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya
saat ini dan kebiasaan klien berolah raga sewaktu masih
sehat.
8) Pemeriksaan Fisik Head Toe To
a) Kepala
Inspeksi: simetris pada kepala, rambut terlihat kering dan
kusam, warna rambut hitam atau beuban, tidak
adanya hematom pada kepala.
Palpasi: tidak teraba benjolan pada kepala, rambut teraba
kasar.
b) Mata
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada
mata, reaksi pupil terhadap cahaya baik,
konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, tidak
ada pembengkakan pada mata, tidak memakai
kaca mata.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan lepas pada daerah mata,
tidak teraba benjolan disekitar mata
c) Telinga
Inspeksi : simetris kiri dan kanan pada telinga, tidak terjadi
perdarahan, tidak ada pembengkakan, dan
pendengaran masih baik.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada daun telinga, tidak ada
nyeri saat diraba bagian telinga, tidak ada
perdarahan pada telinga baik luar maupun dalam.
25
d) Hidung
Inspeksi : simetris pada hidung, tidak ada kelainan bentuk
pada hidung, tidak ada perdarahan, ada cuping
hidung, terpasang oksigen.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada hidung dan tidak
ada perdarahan pada hidung.
f) Thoraks
Inspeksi : dada tampak simetris tidak ada lesi pada thorak,
tidak menggunakan otot bantu pernafasan, dan
tidak terjadi perdarahan pada thorak.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada dada, suhu pada
thorak teraba sama kiri kanan
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler atau terdapat suara tambahan pada
thoraks seperti ronkhi, wheezing, dullnes
g) Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat, arteri carotis terlihat dengan
jelas di leher.
Palpasi : denyut nadi meningkat, CRT > 3 detik
Perkusi : pekak
Auskultasi :S1 dan S2 reguler atau terdapat suara tambahan
seperti mur-mur dan gallop.
h) Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak datar, tidak ada pembesaran,
tidak ada bekas operasi, dan tidak adanya lesi
pada abdomen.
26
Palpasi :tidak teraba adanya massa/ pembengkakan,
hepar dan limpa tidak teraba, tidak ada nyeri
tekan dan lepas didaerah abdomen.
Perkusi : saat diperkusi terdengat bunyi tympani
Auskultasi : bising usus 12x/m
i) Genitalia
Pasien terpasang kateter, produksi urin banyak
karena pasien jantung dapat diuretik.
j) Ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus salah satu ekstremtas
atas, tidak ada kelainan pada kedua tangan, turgor kulit
baik, tidak terdapat kelainan, akral teraba hangat, tidak
ada edema, tidak ada terjadi fraktur pada kedua tangan.
Ekstremitas bawah : tidak ada kelainan pada kedua kaki,
terlihat edema pada kedua kaki dengan piting edema >
2 detik, type derajat edema, tidak ada varises pada kaki,
akral teraba hangat.
4. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium: hematologi (Hb, Ht, Leukosit), eritolit (kalium,
natrium, magnesium), analisa gas darah.
2) EKG (elektrokardiogram)
3) Ekokardiografi
4) Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran
jantung, penimbunan cairan di paru-paru atau penyakit paru
lainnya.
5. Therapy
1) Digitalis : untuk meningkatkan kekuatan kontraksi
jantung dan memperlambat frekuensi jantung misal: Digoxin
2) Diuretik : untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui
ginjal serta mengurangi edema paru misal : Furosemide (lasix)
3) Vasodilator : untuk mengurani tekanan terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel misal : Natriumnitrofusida, nitrogliserin
27
4) Trombolitik/pengencer darah dan antibiotic
6. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan mengenai klien, tentang
masalah kesehatan terdiri aktual, potensial dan resiko untuk mencapai
tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
d. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan infark
miokard akut
e. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
7. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian
dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan
tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan,
memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien (Setiadi,
2012).
No SDKI SLKI SIKI
1. Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan Jantung
jantung tindakan keperawatan Observasi
Gejala dan Tanda diharapkan curah 1. Identifikasi tanda gejala
Mayor jantung menjadi primer penurunan curah
meningkat dan adekuat. jantung
Subjektif :
Kriteria hasil: 2. Identifikasi tanda gejala
1. Perubahan irama
sekunder penurunan curah
jantung : Palpitasi. 1. Kekuatan nadi perifer
jantung
2. Perubahan preload : mambaik
3. Monitor tekanan darah
lelah. 2. Palpitasi menrun
4. Monitor intake da output
3. Perubahan afterload : 3. Bradikardia menurun
5. Monitor BB setiap hari
Dispnea. 4. Takikardia menurun
diwaktu yang sama
4. Perubahan 5. Edema menurun
28
kontraktilitas : 6. Distensi vena 6. Monitor saturasi oksigen
Paroxysmal nocturnal jugularis menurun 7. Moitor keluhan nyeri
dyspnea (PND); 7. EKG aritmia menurun 8. Moitor aritmia
Ortopnea; Batuk. 8. Dyspnea menurun 9. Monitor fungsi alat pacu
9. Sianosis menurun jantung
Objektif
10.Ortopnea menurun Terapeutik
1. Perubahan irama 11.Suara jantung S3, S4 1. Posisikan pasien semi fowler
jantung : menurun atau folwer
– Bradikardial / 12.Tekanan darah 2. Berikan diet jantung yang
Takikardia. meningkat sesuai
– Gambaran EKG 13.CRT membaik 3. Gunakan stocking elastis atau
aritmia atau pneumatic intermiten
gangguan konduksi. 4. Fasilitasi pasien dan keularga
2. Perubahan preload : hidup sehat
– Edema, 5. Berikan terapi relaksasi
– Distensi vena 6. Berikan dukungan emosianal
jugularis, dan spiritual
– Central venous 7. Berikan oksigen
pressure (CVP) Edukasi
meningkat/menurun, 1. Anjurkan aktivitas fisik
– Hepatomegali. sesuai toleransi
3. Perubahan afterload. 2. Anjurkan aktifitas bertahap
– Tekanan darah 3. Anjarkan keluarga untuk
meningkat / mengukur intake dan output
menurun. Kolaborasi
– Nadi perifer teraba 1. Kolaborasi pemberian anti
lemah. aritmia
– Capillary refill 2. Rujuk ke rehabilitasi jantung
time > 3 detik
– Oliguria.
– Warna kulit pucat
dan / atau sianosis.
29
4. Perubahan
kontraktilitas
– Terdengar suara
jantung S3 dan /atau
S4.
– Ejection fraction
(EF) menurun.
30
berubah, dan pola napas kontraindikasi
berubah. 2. Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi berikan
bronkodilator, ekpektoran,
mukolitik jika perlu
Latihan batuk Efektif:
1. Identifikasi kemampuan
batuk
2. Monitor adanya retensi
sputum
3. Atur posisi semi fowler atau
fowler
4. Pasang perlak dan bengkok
di pangkuan pasien
5. Buang sekret pada tempat
sputum
6. Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
3. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
gas tindakan keperawatan
Observasi
diharapkan pertukaran
gas menjadi adekuat. 1. Monitor frekuensi,irama
Gejala dan tanda dan kedalaman upaya nafas
Kriteria hasil:
mayor 2. Monitor pola nafas
1. Tingkat kesadaran 3. Monitor kemampuan batuk
Subjektif: dyspnea
meningkat efektif
Objektif: PCO2 2. Dipsnea menurun 4. Monitor produksi sputum
meningkat/menurun, 3. Bunyi nafas tambahan 5. Monitor sumbatan galan
PO2 menurun, menurun nafas
takikardia, pH arteri 4. Pusing menurun 6. Monitor kesimetrisan
meningkat/menurun, 5. Penglihatan kabur espansi paru
31
bunyi nafas tambahan. menurun 7. Monitor saturasi oksigen
6. Daforesis menrun 8. Monitor nilai AGD
7. Gelisah menurun 9. Monitor hasil thraks
Gejala dan tanda 8. Nafas cuping hidung Terapeutik
minor menurun
1. Atur interval pemantauan
Subjektif : Pusing., 9. Siasonis menurun
respirasi sesuai kodisi
penglihatan kabur. 10.Pola nafas meningkat
2. Dokumentasikan hasil
Objektif : Sianosis, 11.Warna kulit membaik
pemantauan
diaphoresis, gelisah,
Edukasi
napas cuping hidung,
pola napas abnormal 1. Jelaskan tujuan dan
(cepat / lambat, prosedur pemanjtauan
regular/iregular, 2. Informasikan hasil
dalam/dangkal), warna pemantauan jika perlu
kulit abnormal (mis. Terapi oksigen
pucat, kebiruan),
Observasi
kesadaran menurun.
1. Monitor kecepatan aliran
oksegen
2. Monitor posisi alat terapi
oksigen
3. Monitor tanda hipoventilasi
Terapeutik
32
keluarga cara menggunakan
oksigen
Kolaborasi
33
membaik 4. Monitor
penurunan
frekuensi
jantung
5. Monitor
iregulasi
irama jantung
6. Monitor
penurunan
kesadaran
7. Monitor
perlambatan/
ketidakseimba
ngan refleks
pupil
8. Monitor kadar
CO2 czn
pertahankan
dalam rentang
yang
diindikasikan
9. Monitor
tekanan
perfusi
serebral
10. Monitor
jumlah,
kecepatan,
dan
karakterisktik
drainase
cairan
34
serebrospinal
11. Monitor efek
stimulus
lingkungan
terhadap TIK
Terapeutik
1. Ambil sampel
drainase
serebrospinal
2. Kalibrasi
transduser
3. Pertahankan
sterilitas
system
pemantauan
4. Pertahankan
posisi kepala
dan leher
netral
5. Atur interval
sesuai kondisi
pasien
6. Dokumentasik
an hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan
tujuan dan
prosedur
pemantuan
2. Informasikan
35
hasil
pemantauan,
jika perlu
36
1. Tekanan darah menurun pasif dan aktif
berubah >20% 12. Aritmia dalam 3. Berikan
dari kondisi aktivitas menurun aktivitas di
istirahat 13. Sianosis menurun sisi tempat
2. Gambaran 14. Warna kulit membaik tidur, jika
EKG aritmia 15. TD membaik tidak dapat
saat/ setelah 16. Frekuensi nadi berpindahatau
beraktivitas membaik berjalan
3. Gambarakan 17. EKG iskemia Edukasi
EKG iskemia membaik
1. Anjurkan tirah
4. Sianosia
baring
2. Anjurkan
melakukan
aktivitas
secara
bertahap
3. Anjurkan
menghubungi
perawat jika
tanda dan
gejala
kelelahan
berkurang
4. Anjurkan
strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
dengan ahli
37
gizi tentang
cara
meningkatkan
asupan
makanan.
Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen
tindakan keperawatanselama Hipervolemia
Definisi: Peningkatan
3x24 jam
volume cairan Definisi
masalah Keseimbangan cairan
intravaskuler,
diharapakan menurun Mengidentifikasidan
interstisiel, dan atau
dan teratasi dengan indikator: mengelola kelebihan
intraseluler
volume cairan
Penyebab : 1. Asupan cairan
intravaskuler dan
menurun dari skala 5
- Gangguan ekstraseluler serta
(meningkat) menjadi
mekanisme mecegah terjadinya
skala 1 (menurun).
regulasi komplikasi
2. Output urine menurun
- Kelebihan
dari skala 5 Tindakan
asupan cairan
(meningkat) menjadi
- Kelebihan Observasi
skala 1 (menurun)
asupan natrium
3. Membrane mukosa 1. Periksa tanda
- Gangguan
lembab menurun dari dan gejala
aliran balik
skala 5 (meningkat) hypervolemia
vena
menjadi skala 1 mis. ortopnea,
- Efek agen
(menurun). dispnea, edema,
farmakologis
4. Asupan makanan JVP/CVP
( mis.
menurun dari skala 5 meningkat,
kortikosteroid,
(meningkat) menjadi reflex
chlorpropamid
skala 1 (menurun) hepatojugular
e, tolbutamide,
5. Edema menurun dari positif, suara
vincristine,
skala 2 (cukup nafas tambahan
tryptilinescarba
meningkat) menjadi 2. Identifikasi
mazepine)
skala 5 (menurun) penyebab
38
6. Dehidrasi menurun hipervolemia
dari skala 2 (cukup 3. Monitor status
Gejala dan Tanda
meningkat) menjadi hemodinamik
Mayor
skala 5 (menurun) mialnya
DS : 7. Asites menurun dari frekuensi
skala 2 (cukup jantung, tekanan
1. Ortophnea
meningkat) menjadi darah, MAP,
2. Dispnea
skala 5 (menurun) CVP, PAP,
3. Paroxysmal
8. Konfusi menurun dari PCWP, CO, CI,
nocturnal
skala 2 (cukup Jika tersedia
dyspnea (PND)
meningkat) menjadi 4. Monitor intake
DO :
skala 5 (menurun) dan ouput cairan
1. Edema 9. TTV (Tekanan darah, 5. Monitor tanda
anasarca frekuensi nadi, hemo
dan/atau edema kekuatan nadi, tekanan konsentrasi
perifer arteri rata-rata) misalnya kadar
2. Berat badan membaik dari skala 2 natrium, BUN,
meningkat (cukup memburuk) Hematokrit,
dalam waktu menjadi skala 5 berat jenis urine
singkat (membaik) 6. Monitor tanda
3. Jugular venous 10. Mata cekung membaik peningkatan
pressure (JVP) dari skala 2 (cukup tekanan onkotik
dan/atau memburuk) menjadi plasma misalnya
central venous skala 5 (membaik) kadar protein
pressure (CPV) 11. Turgor kulit membaik dan albumin
meningkat dari skala 2 (cukup meningkat
4. Refleks memburuk) menjadi 7. Monitor
hepatojugular skala 5 (membaik) kecepatan infus
positif 12. Berat badan membaik secara ketat
dari skala 2 (cukup 8. Monitor efek
memburuk) menjadi samping diuretic
Gejala dan Tanda
skala 5 (membaik) misalnya
Minor
39
DS : hipotensi
ortortostatik,
(tidak tersedia)
hypovolemia,
DO : hipokalemia,
hyponatremia
1. Distensi vena
jugularis Terapeutik :
2. Terdengar
1. Timbang berat
suara napas
badan setiap
tembahan
hari pada waktu
3. Hepatomegaly
yang sama
4. Kadar Hp/Ht
2. Baatsi asupan
turun
cairan dan
5. Oliguria
garam
6. Intake lebih
3. Tinggikan
banyak dari
kepala
output (balans
tempatbtidur 30-
cairan positif)
40 derajat
7. Kongesti paru
Edukasi :
40
hormone cairan
5. Penyakit hati 4. Ajarkan cara
(mis serosis, mengatasi
asites, kanker cairan
hati)
Kolaborasi
6. Pnyakit vena
perifer (varises 1. Kolaborasi
vena, thrombus pemberian
vena, flebitis diuretic
7. Imobilitas 2. Kolaborasi
penggantian
kehilangan
kalium akibat
diuretic
3. Kolabortasi
pemberian
continuous renal
replacement
therapy jika
perlu
41
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry,
2010). Tujuan implementasi ini untuk membantu pasien dalam meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi
koping. (Nursalam,2008).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dimana
kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012). Tujuan evaluasi adalah
untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang
disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012)
42
BAB III
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS KLIEN
Nama : NY.D
Tanggal masuk RS : 18 Maret 2021
Tempat/Tanggal Lahir : Rao selatan Pasaman timur / 15 Oktober 1977
Status perkawinan : Belum kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Alamat : Kota Napan Setia, Rao Selatan, Pasaman Timur
Sumber informasi : Keluarga
Tanggal pengakajian : 19 Maret – 21 Maret 2021
Diagnosa keperawatan : ADHF + Suspect Stroke Iskemik
C. Circulation
Tidak terdapat perdarahan pada NY.D, denyut nadi klien teraba, akral hangat, elastisitas
kulit sudah menurun,
TD : 130/75 mmHg
HR : 120x/menit
RR : 30/menit
S : 36,5C
SPO2 : 95%
Klien terpasang foley chateter , pasien terpasang NGT, pasien terpasang O2 nasal kanul
4 liter, pasien terpasang infus RL 500 ml/24 jam, jumlah urine 500 cc.
D. Disability
E. Eksposure
Pada saat dilakukan pengkajian tidak ada luka lecet dan jejas pada tangan dan kaki
pasien. Kedua kaki sulit untuk digerakkan. Pasien mengeluh kedua kakinya terasa pegal-
pegal dan tampak sembab
F. Foley Chateter
G. Gastric Tube
NY.D dilakukan pemasangan naso Gastric tube pada tanggal 18 Maret 2021 untuk
memasukan makanan dan obat-obatan.
H. Heart Monitor
NY.D dilakukan pemasangan monitor, saturasi (SPO2), elektroda, dan manset tekanan
darah, dilakukan pemeriksaan EKG.
44
III. PENGKAJIAN SURVEY
a. Keluhan Utama
Pasien masuk melalui IGD RSI Ibnu Sina Yarsi Sumbar Bukittinggi pada
hari Kamis tanggal 18 Maret 2021 jam 00.04 WIB. Dengan keluhan utama pasien
batuk kurang lebih 3 bulanyang lalu, nafas sesak sering (kurang lebih sekitar 1
minggu yang lalu) , perut Nampak besar semenjak 1 minggu yang lalu, tungkai
bawah Nampak sembab, pasien memiliki riwayat jantung sekitar 2 tahun yang lalu.
Badan pasien tampak lemas dan letih, berbicara ngawur dan tidak jelas.
b. Alas an masuk ICU
Pasien masuk ICU RS Islam Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi pada tanggal 18
Maret 2021 dengan mengalami sesak nafas , batuk sudah berbulan-bulan tidak
kunjung sembuh dengan adanya secret di jalan nafas. Sehingga pasien sulit untuk
mempertahankan jalan nafas.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien pernah menderita penyakit jantung sekitar 2 tahun yang lalu. Sudah tidak
dikontrol dan pernah dirawat dengan penyakit jantung 2 tahun yang lalu. Pasien
tidak control ke rumah sakit 2 tahun yang lalu dan tidak rutin minum obat.
e. Riwayat penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengatakan dikeluarga mempunyai riwayat hipertensi dan stroke yang
dialami oleh ayah klien sendiri yang sudah meninggal 5 tahun yang lalu.
f. Genogram
45
Keterangan genogram :
: perempuan
: laki-laki
: klien
46
nafas yang dirasakan rasakan. Lama tidur pasien 3-5
jam dalam satu malam.
Pola aktivitas dan latihan Pasien sebelum sakit sering Pasien hanya beristirahat ditempat
melakukan aktivitas dirumah tidur untuk mengurangi sesak
sehari-hari seperti memasak, nafasnya dengan di bantu alat-alat
mencuci pakaian dan merapikan untuk proses penyembuahannyya
kamar tidurnya sendiri. diruangan ICU.
Pola Bekerja Pasien sekarang menjadi Ibu Selama sakit pekerjaan sehari hari
rumah tangga. dirumah dikerjaka oleh kakaknya.
1. Disability
GCS 13. E=3 V=4 M=5 dengan kesadaran apatis, pupil kanan isokor dan pupil
TD : 130/75 mmHg
HR : 120x/menit
RR : 28x/menit
S : 36,5C
SPO2 : 95%
2. Eksposure
Saat dilakukan pemeriksaan fisik pada Ny. D tidak ditemukan ada jejas, tidak ada
3. Head To Toe
b. Kepala
I = Kepala bersih, warna rambut hitam dan putih (uban), lurus, tidak ada
c. Wajah
47
I = Bentuk wajah tidak simetris , bibir terlihat pelo kulit wajah pucat.
d. Mulut
I= Membran mukosa mulut tampak lembab dan pucat, tidak ada kelainan pada
lengkap.
e. Mata
isokor, pupil kiri isokor, dan tidak ada udema pada pelpebra.
f. Leher
I= Warna kulit leher sawo matang, tidak ada lesi atau pembengkakan
4. THT
a. Telinga
dan kanan dengan letak yang simetris serta tidak ada cairan pada telinga
b. Hidung
48
5. Thoraks
I= Thoraks Ny. E tampak simetris, tidak ada pembengkakan atau kelaianan dan
P= tidak ada massa, terdapat nyeri pada dada dengan frekuensi hilang dan timbul
P= Sonor
1. Jantung
P = Pekak
gallop
2. Abdomen
I = Turor kulit baik, terjadi distensi abdomen, tidak ada tonjolan, tidak kmbung,
P = Tidak ada pembengkakan, turhor kulit baik, nyeri tidak dapat dikaji
3. Ekstremitas
a. Ekstremitas atas
Tangan Ny. E lengkap kiri dan kanan, tidak ada kecacatan, akral hangat,
Crt >3 detik, warna kulit pucat, tidak ada pembengkakan dan sianosis,
b. Ekstremitas bawah
Ekstremitas bawah Ny.E lengkap kiri dan kanan tidak ada kececetan
warna kulit pucat, serta kelemahan anggota gerak kiri, kaki kiri
terdapat edema.
c. Kekuatan Motorik
3333 3333
2222 3333
g. Genetelia
A. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan pada hari selasa tanggal 30 maret 2021 jam 01.50 WIB
Darah lengkap
Kimia klinik
50
Glukosa 2 Jam pp 191 Mg/dl 50-140
B. Pengobatan / Terapi
Pemeriksaan pada hari kamis tanggal 1- 4 – 2021 jam 09:53 wib darah lengkap
51
Leukosit 9,72 10/ul 4.50 -11 00
Eritrosit 3,83 10/ul 4,00 – 460
Ht 34,8 % 36-41
Trombosit 179 10/ul 50-400
Pemeriksaan Radiologi
a. Pemeriksaan rontogen
Thorax AP
b. Pemeriksaan CT Scant
A. Analisa Data
DO
-Pasien tampak batuk
-Nampak ada upaya untuk
mengeluarkan sekret
TD 135/75 mmHg
4 DS : Infrak jaringan otak Ketidak efektifan
-
DO : perfusi jaringan
- Pasien tampak
pergerakan terbatas serebral
- Pasien beraktifitas
dibantu oleh perawat
ruangan
- Pasien tampak lemah
bagian tubuh sisi kiri
- Pasien tampak berbicara
tidak jelas dan ngawur
- Pasien tampak susah
menggerakan tangan dan
kaki kiri
-
B. Diagnosa Keperawatan
tertahan
otak
Intervensi keperawatan
53
b/d afterlod keadekuatan jantung penurunan
kebutuhan 2. Identiifikasi
menurun
EKG aritremia )
membaik 3. Monitor
4. Monitor
aritmia
(kelainan
irama dan
frekuensi)
Teraupetik:
1. Posisikan
semi fowler
kolaborasi
Kolaborasi
pemberian obat
54
aritmia (kelainan
irama jantung)
2. Pola napas
Setelah dilakukan
Manajemen Observasi :
1. Dispnea oksigen
menurun Teraupetik
2. Pemanjangan 1. Pertahankan
napas fowlwr
membaik 3. Berikamn
Catatan Perkembangan
56
1 jantung jantung (dispnea) O
dengan
frekuensi dalam
rentang 130-
150x permenit
- Pasien
sudah
diposisiskan
semi fowlwr
- Diberika
n obat degpcin
2x1 mg
57
A= masalah beleum
teratasi
P= intervensi di
berhungan 2. Memonitor O
95-98 %
- Pasien sudah
diposisiskan semi
fowler
- Sudah diberiak
oksigen 5 l
- A= masalah
belum teratasi
- P= intervensi di
lanjutkan no 1,5
Pasien
tampak batuk
Nampak
ada upaya untuk
mengeluarkan
sekret
TD
135/75 mmHg
A= Masalah belum
teratasi
P=intervensi di
lanjutkan
4. 19/03/21 Ketidak - Memonitor S:-
59
No Hari/ Diagnosa Implementasi keperawatan Evaluasi keperawatan
tgl
1. Sabtu Penurunan 1. Mengidentifikas S
pucat) - Kulit
klien sudah
normal
frekuensi 90-
100x/mnmt
A= Masalah teratasai
P= Intervensi
dihentikan
1. Pola napas tidak 1. Memonitor pola S
efeltif napas -
berhungan 1. Memberikan O2 O
dengan - Pola
napas 17-22x/mnt
60
- Sudah
diberikan O2 3
liter
A= masalah teratasi
P= intervensi di
hentikan
2. Bersihan jalan 1. monitor pola nafas S : keluarga pasien
2.monitor bunyi nafas
nafas tidak mengatakan pasien
tambahan
efektif b.d sudah batuk semenjak
3.monitor sputum
sekresi yang 4.pertahankan kepatenan jalan 3 bulan yang lalu da
nafas
tertahan nada dahak
5.berikan oksigen
6.atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien O:
Pasien
tampak batuk
Nampak
ada upaya
untuk
mengeluarkan
sekret
TD
135/75 mmHg
A= Masalah belum
teratasi
P=inttervensi masih
dilanjutkan.
3. Ketidakefektifan - Identifikasi S:-
61
berhubungan - Monitor TD : 130/75mmHg
jantung mm
- Monitor A : ketidakefektifan
- Monitor serebral
BAB IV
PEMBAHASAN
Stroke Iskemik Di Ruangan ICU Rs Ibnu Sina Bukittinggi tahun 2021. Selanjutnya
keperawatan.
A. Pengkajian
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
membandingkan data yang diperoleh dari pengkajian pada pasien dengan yang ada
yang khas yang ada dalam teori seperti Sesak nafas, mudah lelah, takikardi dan
gejala lainnya.
Kelompok menemukan semua tanda dan gejala khas tersebut pada pasien.
Data tersebut antara lain, Pasien masuk rumah sakit melalui IGD pada hari sabtu 18
Maret 2021 karena mengeluh batuk kurang lebih 3 bulan yang lalu, nafas sesak
sering (kurang lebih sekitar 1 minggu yang lalu) , perut Nampak besar semenjak 1
minggu yang lalu, tungkai bawah nampak sembab, pasien memiliki riwayat jantung
sekitar 2 tahun yang lalu. Badan pasien tampak lemas dan letih, berbicara ngawur
dan tidak
63
Saat dilakukan pengkajian pasien dengan kondisi mengalami sesak nafas ,
batuk sudah berbulan-bulan tidak kunjung sembuh dengan adanya secret di jalan
nafas. Sehingga pasien sulit untuk mempertahankan jalan nafas. Pasien masih
terlihat sesak nafas, O2 nasal kanul terpasang 4 liter, batuknya masih berdahak
dengan warna kekuningan, saat batuk nafas terasa sesak, sulit tidur dan sering
terjaga malam hari, saat tidur pasien nampak gelisah, badan terasa lemah dan letih.
Kesdaran pasien apatis GCS :13 E=3 V=4 M=5, motorik sebelah kiri pasien lemah,
Saat dilakukan pemeriksaan fisik pada Ny. E tidak ditemukan ada jejas, pasien
tampak pucat . pasien terpasang NGT dan untuk terapi oksigen pasien di pasangkan
SPO2 : 95% .
B. Diagnosa Keperawatan
potensial klien terhadap masalah kesehatan dan perawat mempunyai izin dan berkompeten
untuk mengatasinya. Respon actual dan potensial klien didapatkan dari data dasar
pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis klien dimasa lalu yang
sesuai dengan yang ada pada teori, diagnosa sesuai dengan keluhan yang didapat
dari pasien. Berikut ini keluhan yang didapat dari pasien sehingga kelompok
dalam analisa data melalui data objektif dan data subjektif. Diagnosa yang tidak ada
Alasan penulis tidak menegakkan diagnosa tersebut karena tidak ada data objektif
penulis hanya membuat sesuai dengan kebutuhan klien, dan dari data yang di
C.Intervensi
tujuan yang terpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan dan ditetapkan sehingga
perencanaan keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter dan Perry,
2005).
sesuai dengan diagnose yang diangkat kelompok berdasarkan teori standar intervensi
65
indonesia (SIKI) untuk mengatasi masalah keperawatan yang terlampir pada
kualitas hidupnya. Kelelahan merupakan salah satu gejala gagal jantung (Li-
Pola napas tidak efektifs adalah inspirasi dan atau ekspirasi yang ida
d. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
66
Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan
sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan nafas tetpa paten(
Tim Pokja SKDI DPP PPNI, 2017).Penulis membuat intervensi yang dipilih
D. Implementasi
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
2. Adanya kerjasama yang baik dengan perawat ruangan dan tim kesehatan
lainnya.
klien yang kooperatif dan implementasi yang dilakukan dapat dipahami oleh
keluarga klien.
memberikan Penkes kepada orang tua klien tentang seputar penyakit pasien dan
67
b. Adanya upaya kelompok untuk melakukan tindakan keperawatan pada
Asuhan Keperawatan.
d. Adanya bimbingan, bantuan, dan kerja sama dengan tim kesehatan atau
staff ruangan.
Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi
5. Evaluasi
2005).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stroke Iskemik di ruang intensive care unit (ICU) RSI Ibnu Sina Yarsi Sumbar
68
Bukittinggi selama 3 hari, berdasarkan pelaksanaan asuhan keperawatan tersebut
1. Dalam pengkajian Ny.D dengan ADHF + Suspect Stroke Iskemik, pada saat
pengkajian klien dan data yang didapat diantaranya klien pada airway nya
Jalan nafas tidak efektif, pasien terlihat sesak, pasien mengalami batuk dan ada
secret pada jalan nafas pasien dan tidak ada trauma pada jalan nafas pasien.
Pada breathing Pada saat pengkajian didapatkan bahwa : klien tampak sesak,
pada NY.D, denyut nadi klien teraba, akral hangat, elastisitas kulit sudah
: 95%, Klien terpasang foley chateter , pasien terpasang NGT, pasien terpasang
O2 nasal kanul 4 liter, pasien terpasang infus RL 500 ml/24 jam, jumlah urine
500 cc. Pada disability pada saat dilakukan pengkajian didapakan tingkat
cahaya ada. Eksprosure : Pada saat dilakukan pengkajian tidak ada luka lecet
dan jejas pada tangan dan kaki pasien. Kedua kaki sulit untuk digerakkan.
Pasien mengeluh kedua kakinya terasa pegal-pegal dan tampak sembab. NY.D
dilakukan pemasangan naso Gastric tube pada tanggal 18 Maret 2021 untuk
69
2. Pada pengkajian sekunder di keluhan utama : Pasien masuk melalui IGD RSI
Ibnu Sina Yarsi Sumbar Bukittinggi pada hari Kamis tanggal 18 Maret 2021
jam 00.04 WIB. Dengan keluhan utama pasien batuk kurang lebih 3 bulanyang
lalu, nafas sesak sering (kurang lebih sekitar 1 minggu yang lalu) , perut
Nampak besar semenjak 1 minggu yang lalu, tungkai bawah Nampak sembab,
pasien memiliki riwayat jantung sekitar 2 tahun yang lalu. Badan pasien
tampak lemas dan letih, berbicara ngawur dan tidak jelas. Alasan masuk ICU
pada tanggal 18 Maret 2021 dengan mengalami sesak nafas , batuk sudah
Sekarang: Pasien masih Nampak sesak nafas, O2 nasal kanul terpasang 4 liter,
batuknya masih berdahak dengan warna kekunungan, saat batuk nafas terasa
sesak, sulit tidur dan sering terjaga malam hari, saat tidur pasien Nampak
gelisah, badan terasa lemah dan letih. Riwayat penyakit Dahulu: Pasien pernah
menderita penyakit jantung sekitar 2 tahun yang lalu. Sudah tidak dikontrol dan
pernah dirawat dengan penyakit jantung 2 tahun yang lalu. Pasien tidak control
ke rumah sakit 2 tahun yang lalu dan tidak rutin minum obat. Riwayat penyakit
hipertensi dan stroke yang dialami oleh ayah klien sendiri yang sudah
ADHF tidak dapat penulis temukan semua. Sesuai dengan data yang didapat
70
a. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan edema
serebra
tertahan
5. Dalam melakukan perawatan pada klien dengan ADHF, penulis telah berusaha
belum teratasi. Selain itu pemberi asuhan keperawatan tidak bisa terlalu lama
atau adanya pembatasan saat kontak dengan pasien karena kondisi COVID19
B. Saran
asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Jogyakarta: Mediaction
Anita Yulia, (2019) Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi Terhadap Saturasi
Oksigen dan Frekuensi Nafas Pada Pasien Asma Jurusan Keperawatan,
Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Indonesia
Berek, Pius A.L. (2010). Efektifitas slow deep breathing terhadap penurunan
tekanan darah pada pasien hipertensi primer di Atambua Nusa Tenggara
Timur: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Bernardi et.al. (2008). Effect of breathing rate on oxygen saturation and exercise
performance in chronic heart failur. The Lancet, 351, 1308-1311
Data Ruangan Icu/Iccu RSUD Dr Achmad Mochtar Bukittinggi dari bulan Januari
sampai Mei 2019
73
Mayuni, et al. (2015). Pengaruh diaphragmatic breathing exercise terhadap kapasitas
vital paru pada pasien asma di wilayah kerja puskesmas III denpasar utara.
Padila, 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika Perry,
Price, S.A. Wilson, L.M. (2013). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi VI. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC
Sepdianto, Tri Cahyo dan Maria Diah Ciptaning Tyas. 2013. Peningkatan Saturasi
Oksigen Melalui Latihan Deep Diaphragmatic Breathing pada Pasien Gagal
Jantung. Jurnal Keperawatan dan Kebidanan.
Setiadi, 2012. Konsep & Penelitian Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan Praktik.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Setiani. (2014). KTI Gagal Jantung di Ruangan Sekar Jagad. RSUD Bendan Kota
Pekalongan.
Susanto. M, dkk (2015). Pengaruh Terapi Nafas Dalam Terhadap Perubahan Saturasi
Oksigen Pada Pasien Asma di RS Wilayah Kabupaten Pekalongan.
74
Wijaya,A,S & Putri. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika.
75