Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit jantung adalah salah satu masalah utama kesehatan pada


Negara maju dan berkembang. Penyakit ini setiap tahunnya menjadi
penyebab nomor satu kematian didunia. Menurut (AHA) American Heart
Association (2006), menyebutkan banyaknya penduduk di daerah Amerika
yang menderita penyakit jantung sekitar 13 juta orang.

Gagal jantung adalah keadaan dimana ketidakmampuan jantung dalam


mempertahanakan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun
tekanan darah pada vena adekuat (Mugihartadi & Handayani, 2020).
Gagal jantung terjadi dengan gejala yang berhubungan dengan gangguan
fungsi ventrikel miokard selain itu gagal jantung bermanifestasi sebagai
kongesti vaskuler dalam sirkulasi paru dan sistemik sehingga menghasilkan
gejala ketidakcukupam sirkulasi.

Gagal jantung memiliki beberapa faktor resiko. Faktor resiko yang


dapat dirubah meliputi hipertensi, coronary artery disease, diabetes, aritmia,
congenital heart defect, memiliki riwayat infark miokardial dan
kardiomipati. Sedangkan faktor resiko yang dapat diubah yaitu merokok,
obesitas, hiperlipidemia, dan juga status sosioekonomi dapat mengakibatkan
terjadinya gagal jantung (Study & Gheorghiu, 2017).

Menurut Mugihartadi & Handayani (2020) gagal jantung terjadi


seiring bertambahnya usia dan sering terjadi pada pasien dengan usia sekitar
lebih dari 65 tahun dengan persentasi 6 – 10% lebih banyak terjadi pada
laki laki daripada perempuan. Gagal jantung dapat terjadi pada siapa
saja terutama bagi mereka yang mengalami penurunan kesehatan,
misalnya orang dewasa dan lansia (Study & Gheorghiu, 2017).

Menurut WHO (World Health Organization) (2013) 17,3 juta orang di


dunia meninggal disebabkan penyakit kardiovaskuler lalu terus meningkat

1
hingga mencapai 23,3 juta pada tahun 2030 (Depkes, 2014).Prevalensi
penyakit gagal jantung Menurut Kementrian Kesehatan RI di Indonesia
tahun 2013 terdapat 0,13% (229.696 orang), sedangkan diagnosa dokter
0,3% (Dinkes, 2013). Di Sumatera Barat penderita penyakit kardiovaskuler
meningkat pada tahun 2014 sebanyak 11,3 % mengalami penyakit jantung
dan pada tahun 2016 sebanyak 1,2% penyakit jantung koroner, 12,2 % gagal
jantung dan 0,5% stroke.Gagal jantung yaitu jenis penyakit pada jantung
dimana angka kesakitan serta angka kematiannya sangat tinggi. Resiko untuk
menderita gagal jantung, sebanyak 10% pada usia 60-69 tahun, dan 2% usia
40-49 tahun (Nurhayati,2009).
Gagal jantung berkaitan dengan adanya perubahan umum yang
berhubungan dengan usia dalam struktur dan fungsi kardiovaskuler.
Perubahan tersebut dapat mengurangi respon kronotropik dan inotropik,
meningkatkan tekanan intrakardiak dengan pengisian ventrikel, dan
meningkatkan afterload. Akibat dari hal tersebut, kemampuan jantung untuk
merespon stres terganggu, baik stres fisiologis maupun patologis (misalnya
iskemia atau sepsis miokard). Kondisi kardiovaskular yang menurun
mencerminkan adanya pengurangan pemasukan oksigen. (Dharmarajan &
Rich, 2017). Komplikasi pasien adhf (gagal jantung) seperti pembekuan
darah dalam arteri koroner, pemakaian obat digitalis berlebihan, efusi pleura,
aritmia, pembentukan trombus pada ventrikel kiri, dan pembesaran hati
(Wijaya & Putri, 2013).
Penyakit gagal jantung sering menimbulkan gejala klinik berupa
dyspnea, orthopnea dan proxysmal nocturnal dyspnea yang diakibatkan oleh
kegagalan fungsi pulmonal. Kegagalan fungsi pulmonal pada gagal jantung
sering diakibatkan oleh adanya edema paru dan berdampak pada penurunan
saturasi oksigen. Gagal jantung saat kondisi istirahat saturasi oksigen
berkisar antara 91-95% (Wijaya&Putri,2013).
Penanganan yang utama pada pasien gagal jantung yaitu dengan
mencukupi kebutuhan oksigenasi.Telah banyak studi yang memuat
penanganan pasien gagal jantung yang tepat dan cepat, salah satunya

2
management pengoptimalan kebutuhan oksigen pasien baik menggunakan alat
bantu ventilasi dan pengaturan posisi pasien diantaranya dengan alat bantu
non invasif CPAP, BiPAP, alat bantu nafas adaptive servo, dan terapi
oksigen dengan nasal kanul sesuai dengan kondisi dan komplikasi
pasien. (Mayuni et al, 2017).
Pengaturan posisi dalam bentuk posisi semifowler dengan kemiringan
30–45 juga merupakan intervensi yang tepat dan didapatkan intervensi lainnya
yang dilakukan pada pasien dengan penyakit gagal jantung untuk
memaksimalkan ventilasi paru adalah latihan pernapasan diafragma (Deep
Diapragmatic Breathing) dengan cara inspirasi maksimal pada hidung dan
mengurangi kerja otot pernapasan, sehingga meningkatkan perfusi dan
memperbaiki kinerja alveoli serta mengefektifkan difusi oksigen yang akan
meningkatkan kadar O2 dalam paru dan meningkatkan saturasi oksigen
(Sepdianto, 2016).
Berdasarkan dari data Rekam medik RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi
tahun 2020, kasus dengan pasien gagal jantung di Ruangan ICU/HCU RSI
IBNU SINA Bukittinggi, angka kejadian penderita penyakit ADHF (gagal
jantung) 3 bulan terakhir dari bulan januari hingga maret 2021 yaitu sekitar 20
pasien. Kejadian penyakit gagal jantung pada bulan februari 2021 di
ICU/HCU RSI IBNU SINA Bukittinggi, sebanyak 10 pasien diantaranya 1
N.Stemi, 1 Stemi Anterioseptal, 3 Stemi Anterior dan 5 ADHF. Hal ini
menunjukkan tingginya angka kejadian penyakit ADHF(gagl jantung) di
Ruangan ICU/HCU Rsi Ibnu Sina Bukittinggi diantaranya pasien lainnya
dirawat diruangan penyakit dalam Rsi Ibnu Sina Bukittinggi.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan
Asuhan keperawatan Tn.A dengan Gagal Jantung (ADHF)+ stroke Iskemik
dan untuk mengetahui asuhan keperawatan kritis pada pasien gagal jantung di
Ruang ICU/HCU RS Ibnu Sina Bukittinggi tahun 2021.
1.1 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka kami akan menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien ADHF (acute decompensated heart failure)

3
melalui intervensi Deep Diapragmatic Breathing terhadap peningkatan
saturasi oksigen di Ruangan ICU/HCU RSI IBNU SINA Bukittinggi
untuk dijadikan Karya Ilmiah seminar profesi Ners pada siklus keperawatan
kritis gawat darurat.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien
dengan ADHF melalui intervensi Deep Diapragmatic Breathing terhadap
peningkatan saturasi oksigen di Ruangan ICU/HCU RSI IBNU SINA
Bukittinggi Tahun 2021
1.3.2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1) Mampu memahami proses keperawatan kritis pada pasien ADHF dengan


konsep pemberian Deep Diaphragma Breathing terhadap peningkatan
saturasi oksigen di Ruangan ICU/HCU RSI IBNU SINA Bukittinggi
Tahun 2021
2) Mampu melakukan pengkajian pasien ADHF di Ruangan ICU/HCU RSI
IBNU SINA Bukittinggi Tahun 2021
3) Mampu menegakan diagnosa keperawatan ADHF di ruangan ICU/HCU
RSI IBNU SINA Bukittinggi Tahun 2021.
4) Mampu menentukan intervensi keperawatan pada pasien ADHF di
ruangan ICU/HCU RSI IBNU SINA Bukittinggi Tahun 2021.
5) Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien ADHF di
ruangan ICU/HCU RSI IBNU SINA Bukittinggi Tahun 2021.
6) Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien ADHF di ruangan
ICU/HCU RSI IBNU SINA Bukittinggi Tahun 2021.

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis
Mampu menerapkan asuhan keperawatan berdasarkan teori dan epidenbes
sehingga mampu memberikan pelayanan yang profesional pada pasien

4
ADHF di Ruangan ICU/HCU RSI IBNU SINA Bukittinggi
1.3.2 Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai bahan masukan kepada institusi pendidikan yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan ajar untuk perbandingan dalam pemberian
konsep asuhan keperawatan gawat darurat secara teori dan praktik.
1.3.3 Bagi ICU/HCU RSI IBNU SINA Bukittinggi
Sebagai bahan acuan kepada tenaga kesehatan ICU/HCU RSI IBNU SINA
Bukittinggi dalam meningkatkan pelayanan yang lebih baik dan dapat
menjadi rujukan ilmu dalam menerapkan intervensi mandiri perawat
disamping intervensi medis.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
ADHF (Acute Decompensasi Heart Failure) yaitu penyakit gagal
jantung akut dimana serangan nya cepat dari gejala-gejala yang diakibat
oleh abnormalnya fungsi jantung. Disfungsi dapat berupa sistolik
maupun diastolik abnormalitas irama jantung. Gagal jantung bisa terjadi
pada seseorang dengan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya.
(Aaronson, 2010)
Decompensasi cordis adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami penurunan atau kegagalan dalam memompa darah dimana
terjadi penurunan kemampuan kontraktilitas fungsi pompa jantung
untuk mencukupi kebutuhan tubuh akan nutrisi dan oksigen secara
adekuat (Udjianti, 2010). Penyakit gagal jantung yaitu jantung tidak
mampu memompa pasokan darah, untuk mempertahankan sirkulasi
adekuat sesuai kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup,
dimana gejalanya seperti nafas sesak selama istirahat, beraktifitas dan
kelelahan, edema pulmonal kardiogenik dengan akumulasi cairan yang
cepat pada paru dan pembengkakan pada tungkai (Arif Muttaqin, 2009).

Jadi ADHF adalah gagal jantung akut yang gagal memompa cukup
darah untuk mencukupi kebutuhan tubuh serta tidak dapat mempertahankan
sirkulasi yang adekuat dan serangannya dirasakan secara cepat.

2. Etiologi ADHF
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan : (Wijaya&Putri, 2013)

a. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)


Kegagalan miokard berkontraksi mengakibatkan isi sekuncup dan curah
jantung (cardiac output) terjadi menurun.

6
b. Beban tekanan berlebihan pembebanan sistolik (systolic
overload) Beban berlebihan pada kemampuan ventrikel menyebabkan
pengosongan ventrikel terhambat.
c. Beban volume berlebihan pembebanan diastolic (diastolic overload)
d. Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic
overload) akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir
diastolic dalam ventrikel meninggi
e. Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan dalam pengisian ventrikel dikarenakan gangguan pada aliran
masuk ventrikel akan menyebabkan pengeluaran ventrikel yang
berkurang sehingga curah jantung terjadi penurunan.
f. Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Peningkatan beban kerja jantung mengakibatkan pengecilan serabut
otot jantung. Efeknya (hipertrofi miokard) sebagai mekanisme
kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas jantung.
g. Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade
perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.

7
3. WOC dan Patofisiologi ADHF

4. dapat diubah
Faktor yang Faktor yang tidak dapat diubah

1. 5. dan alcohol
Merokok 1. Usia
2. Kolesterol tinggi, obesitas 2. Jenis kelamin
3. Gaya6.hidup 3. Keturunan
4. Kurang olaraga dan stress 4. Suku

Katub inkonpeten
Hypervolemia hipertensi Stenosis katup Kerusakan
miokardium

Peningkatan
praloasd Peningkatan afterload

Peningkatan beban kerja jantung

Peningkatan kekuatan Penurunan curah jantung Penuruunan kekuatan


7.
kontraksi ventrikel kiri kontraksi ventrikel
8. Belakang kanan
Depan Peningkatan RA
Katub inkompeten preload

Penuruunan perfusi Penuruunan aliran balik


organ sistemik sistemik, penurunan venous
retum
Peningkatan
Intoleransi
Penuruunan afterload Mendesak bolus Edema
Aktivitas
TD sistemik hepar ekstremitas

Peningkatan LA preload
Peningkatan ADH Kematian sel Resiko gangguan
hepar, fibrosis, integritas
Peningkatan tekanan sirosis kulit/jaringan
Retensi Na dan Edema pada
kapiler pulmonal
Air bronkus
Peningkatan tekanan vena
Edema Edema pulmonal aorta
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
Akumulasi Kelebihan
Resiko Gangguan pertukaran gas cairan di volume cairan
gangguan sirkulasi
integritas kulit/ Gangguan pola tdur
jaringan 8
9. Patofisiologi ADHF
Adhf dapat muncul pada organ yang sebelumnya menderita
gagal jantung atau belum pernah mengalami gagal jantung, etiologi
adhf dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler,
etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan
menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung akibat oleh
proses iskemia miokad atau hipertropi remodeling otot jantung atau
kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel
sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga
menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka tubuh
akan mengeluarkan mekanisme ini melibatkan sistem adrenalin renin
angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah akibat vasokontriksi arteriol dan retensi natrium dan air. Tetapi
bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini
akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis yang terganggu
dari ventrikel yang terkena lalu muncul adhf.
Kelainan pada otot jantung karena berbagai sebab dapat
menurunkan kontraktilitas otot jantung sehingga menurunkan isi
sekuncup dan kekuatan kontraksi otot jantung sehingga terjadi
penurunan curah jantung. Demikian pula pada penyakit sistemik
menyebabkan jantung berkompensasi memenuhi kebutuhan
oksigen jaringan. Bila terjadi terus menerus, pada akhirnya jantung
akan gagal berkompensasi sehingga mengakibatkan penurunan curah
jantung
Hal ini akan menimbukan penurunan volume darah akibatnya
terjadi penurunan curah jantung, penurunan kontraktivitas miokard
pad ventrikel kiri (apabila terjadi infark di ventrikel kiri) akan
menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan
karena penurunan kontraktivitas disertai dengan peningkatan venous
return ( aliran darah balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan
bedungan darah diparu-paru. Bendungan akan mengakibatkan airan

9
ke jaringan dan alveolus paru terjadi edema pada paru. Edema
ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukara gas diparu-
paru.
Tanda dominan ADHF yaitu tekanan arteri dan vena
meningkat. Tekanan ini mengakibatkan peningkatan tekanan vena
pulmonalis sehingga cairan mengalir dari kapiler ke alveoli dan
terjadilah odema paru. Odema paru mengganggu pertukaran gas di
alveoli sehingga timbul dispnoe dan ortopnoe. Keadaan ini
membuat tubuh memerlukan energy yang tinggi untuk bernafas
sehingga menyebabkan pasien mudah lelah. Dengan keadaan yang
mudah lelah ini penderita cenderung immobilisasi lama sehingga
berpotensi menimbulkan thrombus intrakardial dan intravaskuler.
Begitu penderita meningkatkan aktivitasnya sebuah thrombus
akan terlepas menjadi embolus dan dapat terbawa ke ginjal,
otak, usus dan tersering adalah ke paru-paru menimbulkan emboli
paru. Emboli sistemik juga dapat menyebabkan stroke dan infark
ginjal. Odema paru dimanifestasikan dengan batuk dan nafas
pendek disertai sputum berbusa dalam jumlah banyak yang kadang
disertai bercak darah. Pada pasien odema paru sering terjadi
Paroxysmal Nocturnal Dispnoe (PND) yaitu ortopnoe yang hanya
terjadi pada malam hari, sehingga pasien menjadi insomnia.
10. Manifestasi Klinis
a. Sesak nafas (dyspnea) muncul saat istirahat dan beraktivitas.
b. Ortopnue yaitu saat berbaring sesak nafas, memerlukan
posisi tidur setengah duduk dengan menggunakan bantal lebih
dari satu.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (PND) yaitu tiba-tiba pada
malam hari terasa sesak nafas dan disertai batuk-batuk
d. Takikardia dan berdeber-debar
e. Batuk-batuk terjadi akibat edema pada broncus dan penekanan
pada broncus oleh atrium kiri yang dilatasi. Batuk sering berupa
yang basah, berbusa dan disertai bercak darah. Bunyi tambahan

10
seperti ronkhi dapat disebabkan oleh penumpukan cairan di paru
akibat aliran balik darah ke paru-paru.
f. Mudah lelah (fatique)
g. Penumpukan cairan pada jaringan atau edema
Edema disebabkan oleh aliran darah yang keluar dari jantung
melambat, sehingga darah balik ke jantung menjadi terhambat.
Hal tersebut mengakibatkan cairan menumpuk di jaringan.
Kerusakan ginjal yang tidak mampu mengeluarkan natrium dan
air juga menyebabkan retensi cairan dalam jaringan. Penumpukan
cairan di jaringan ini dapat terlihat dari bengkak di kaki maupun
pembesaran perut (Wijaya&Putri, 2013).
11. Klasifikasi Gagal Jantung
Menurut New York Heart Assosiation (NYHA) dibagi 4 kelas:
a. Functional class 1 (fc1) : asimptomatik tanpa hambatan
aktivitas fisik
b. Functional class 2 (fc2) : terhambatnya aktivitas fisik
ringan, merasa nyaman saat istirahat, tetapi mengalami sesak,
fatique
c. Functional class 3 (fc3) : terhambatannya aktivitas fisik
nyata, merasa nyaman saat istirahat tetapi mengalami sesak,
fatique, palpitasi dengan aktivitas ringan.
d. Functional class 4 (fc4) : ketidaknyamanan melakukan
aktivitas fisik apapun serta merasakan gejala sesak pada
istirahat dan aktivitas.
12. Faktor resiko tinggi terjadinya ADHF
a. Riwayat hipertensi
b. Obesitas
c. Riwayat gagal jantung
d. Perokok hebat
e. Aktivitas berlebihan dan mengkonsumsi alkohol (Price, 2013).
13. Komplikasi (Wijaya & Putri, 2013)
a. Edema paru akut dapat terjadi pada gagal jantung kiri

11
b. Syok kardiogenik akibat penurunan curah jantung sehingga
perfusi jaringan ke organ vital tidak adekuat.
c. Episode trombolitik, trombus terbentuk akibat immobilitas
pasien dan gangguan sirkulasi, trombus dapat menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah
d. Efusi perikardial dan tamponade jantung dimana masuknya
cairan ke jantung perikardium, cairan dapat meregangkan
pericardium sampai ukuran maksimal. Cardiac output menurun
dan aliran balik vena ke jantung akan mengakibatkan
tamponade jantung.
e. Efusi pleura merupakan hasil dari peningkatan tekanan pada
pembuluh kapiler pleura. Peningkatan tekanan menyebabkan
cairan transudate pada pembuluh kapiler pleura berpindah ke
dalam pleura. Efusi pleura menyebabkan pengembangan paru-
paru tidak optimal sehingga oksigen yang diperoleh tidak optimal.
14. Pemeriksaan penunjang (Aspiani, 2010)
a. Laboratorium: hematologi (Hb, Ht, Leukosit), eritolit (
kalium, natrium, magnesium), gula darah, analisa gas darah.
b. EKG (elektrokardiogram) dan Ekokardiografi
c. Foto rontgen dada
d. Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type
natriuretic peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat.
15. Penatalaksanaan (Amin & Hardi, 2015)
a. Keperawatan
1) Tirah Baring
Dimana akan mengurangi kerja jantung yang meningkat
sehingga tenaga jantung menurunkan tekanan darah melalui
induksi diuresis berbaring.
2) Oksigen
Pemenuhan oksigen ini akan mengurangi pada demand
miokard yang membantu memenuhi kebutuhan oksigen pada
tubuh.

12
3) Diet
Pengaturan diet ini akan membuat ketegangan otot jantung
berkurang. Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk
mencegah, mengatur, atau mengurangi edema.
Terapi non farmakologi :

a) Diet rendah garam


b) Pembatasan cairan
c) Mengurangi BB
d) Menghindari alcohol
e) Mengurangi stress
f) Pengaturan aktivitas fisik
b. Medis
1) Terapi farmakologi :
a) Digitalis : untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung
dan memperlambat frekuensi jantung misal: Digoxin
b) Diuretik : untuk memacu ekskresi natrium dan air
melalui ginjal serta mengurangi edema paru misal :
Furosemide (lasix)
c) Vasodilator : untuk mengurani tekanan terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel misal :
Natriumnitrofusida, nitrogliserin
d) Angiotension Converting Enzyme Inhibitor (ACE
INHIBITOR) adalah agen yang menghambat pembentukan
angiotensi II sehingga menutunkan tekanan darah. Obat ini
juga menurunkan beban awal ( preload) dan beban akhir
(afterload) misal: catropil, ramipril, fosinopril
e) Inotropik (dopamin dan dobutamin).
Dopamin untuk meningkatkan tekanan darah, curah
jantung dan produksi urin pada syok kerdiogenik
Dobutamin untuk menstimulasi adrenoreseptor
dijantung sehingga menigkatkan penurunan tekanan darah.

13
B. Konsep Stroke Iskemik
1. Pengertian
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa
terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang
paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak,
gangguan bicara, proses berfikir, daya ingat dan bentuk-bentuk
kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Mutaqin,
2011).
Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam otak yang timbul secara mendadak dan
akut dalam beberapa detik atau secara tepat dalam beberapa jam yang
berlangsung lebih dari 24 jam dengan gejala atau tanda tanda sesuai
daerah yang terganggu (Irfan, 2012).
Stroke adalah penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak)
yang ditandai dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan
atau kematian jaringan otak akibat berkurang atau tersumbatnya aliran
darah dan oksigen ke otak. Aliran darah ke otak dapat berkurang
karena pembuluh darah otak mengalami penyempitan, penyumbatan,
atau perdarahan karena pecahnya pembuluh darah tersebut (Indarwati ,
Sari, & Dewi, 2008)
2. Etiologi
Etiologi Stroke iskemik biasanya disebabkan adanya gumpalan
yang menyumbat pembuluh darah dan menimbulkan hilangnya suplai
darah ke otak.Gumpalan dapat berkembang dari akumulasi lemak atau
plak aterosklerotik di dalam pembuluh darah. Faktor resikonya antara
lain hipertensi, obesitas, merokok, peningkatan kadar lipid
darah,diabetes dan riwayat penyakit jantung dan vaskular dalam
keluarga.
3. Manifestasi klinis Stroke Iskemik
Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebral yang
terkena, fungsi otak dikendalikan atau diperantarai oleh bagian otak

14
yang terkena, keparahan kerusakan serta ukuran daerah otak yang
terkena selain bergantung pula pada derajat sirkulasi kolateral
(Hartono, 2009).
Menurut Oktavianus (2014) manifestasi klinis stroke sebagai berikut :
a. Transient ischemic attack (TIA)
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa
jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Serangan
bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah
menetap.
b. Reversible Ischemic Neurogic Difisit (RIND): Gejala timbul
lebih dari 24 jam.
c. Progressing stroke atau stroke inevolution
Gejala makin lama makin berat (progresif) disebabkan
gangguan aliran darah makin lama makin berat.
d. Sudah menetap atau permanen
4. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, stroke dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
a. Stroke iskemik
Stroke Iskemik Hampir 85% stroke di sebabkan oleh,
sumbatan bekuan darah, penyempitan sebuah arteri atau
beberapa arteri yang mengarah ke otak, atau embolus (kotoran)
yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranial (arteri yang
berada di luar tengkorak). Ini di sebut sebagai infark otak atau
stroke iskemik.Pada orang berusia lanjut lebih dari 65 tahun, 4
penyumbatan atau penyempitan dapat disebabkan oleh
aterosklerosis (mengerasnya arteri). Hal inilah yang terjadi
pada hampir dua pertiga insan stroke iskemik. Emboli
cenderung terjadi pada orang yang mengidap penyakit jantung
(misalnya denyut jantung yang cepat tidak teratur, penyakit
katub jantung dan sebagainya) secara rata-rata seperempat dari
stroke iskemik di sebabkan oleh emboli, biasanya dari jantung
(stroke kardioembolik) bekuan darah dari jantung umumnya

15
terbentuk akibat denyut jantung yang tidak teratur (misalnya
fibrilasi atrium), kelainan katup jantung (termasuk katub buatan
dan kerusakan katub akibat penyakit rematik jantung), infeksi
di dalam jantung (di kenal sebagai endocarditis) dan
pembedahan jantung.
Penyebab lain seperti gangguan darah, peradangan dan
infeksi merupakan penyebab sekitar 5-10% kasus stroke
iskemik, dan menjadi penyebab tersering pada orang berusia
muda.namun, penyebab pasti dari sebagian stroke iskemik tetap
tidak di ketahui meskipun telah dilakukan pemeriksaan yang
mendalam. Sebagian stroke iskemik terjadi di hemisfer otak,
meskipun sebagian terjadi di serebelum (otak kecil) atau batang
otak.
Beberapa stroke iskemik di hemisfer tampaknya bersifat
ringan (Sekitar 20% dari semua stroke iskemik) stroke ini
asimptomatik (tidak bergejala, hal ini terjadi ada sekitar 5
sepertiga pasien usia lanjut) atau hanya menimbulkan
kecanggungan, kelemahan ringan atau masalah daya ingat.
Namun stroke ringan ganda dan berulang dapat menimbulkan
cacat berat, penurunan kognitif dan dimensia(Irfan, 2012).
Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun
tidur atau dipagi hari ( Wijaya & Putri, 2013)
b. Stroke hemoragik
Stroke Hemoragik Stroke hemoragik di sebabkan oleh
perdarahan ke dalam jaringan otak (disebut hemoragia
intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau ke dalam
ruang subaraknoid yaitu ruang sempit antara permukaan otak
dan lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia
subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan,
tetapi relative hanya menyusun sebgian kecil dari stroke total,
10-15% untuk perdarahan intraserebrum dan 5% untuk
perdarahan subaraknoid(Irfan, 2012). Biasanya kejadianya saat

16
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat ( Wijaya & Putri, 2013).
5. Factor resiko
Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan seseorang
beresiko terhadap stroke.Faktor risiko ini dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu:
a. Factor yang tidak dapat dikendalikan (Farida & Amalia , 2009)
1) Usia
Lebih tua umur lebih mungkin terjadinya
stroke.Resiko semakin meningkat setelah usia 55 tahun.
Usia terbanyak terkena serangan stroke adalah usia 65
tahun ke atas (Indrawati, Sari, & Dewi, 2008).
2) Jenis kelamin
Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak
dibandingkan perempuan (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008).
Hal ini dikarenakan perempuan memiliki hormon esterogen
yang berperan dalam mempertahankan kekebalan tubuh
sampai menopause dan sebagai proteksi atau pelindung
pada proses ateroskerosis. Namunsetelah perempuan
tersebut mengalami 13 menopouse , besar risiko terkena
stroke antara laki-laki dan perempuan menjadi sama(Farida
& Amalia, 2009).
3) Ras dan Etnis
Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan
kematian pada ras kulit hitam, Asia dan Kepulauan Pasifik,
serta Hispanik dibandingkan kulit putih (Indarwati , Sari, &
Dewi, 2008). Orang kulit hitam lebih banyak terkena
hipertensi daripada orang berkulit putih karena berkaitan
dengan konsumsi garam
b. Faktor Risiko yang dapat dikendalikan
1) Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi merupakan faktor risiko baik untuk orangtua

17
maupun dewasa muda (Irfan, 2012). Hipertensi
mempercepat terjadinya aterosklerosis, yaitu dengan cara
menyebabkan perlukaan secara mekanis pada sel endotel
(dinding pembuluh darah) di tempat yang mengalami
tekanan tinggi (Farida & Amalia, 2009). Jika proses
tekanan berlangsung lama, dapat menyebabkan kelemahan
pada dinding pembuluh darah sehingga menjadi rapuh dan
mudah pecah (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008).
2) Kadar Kolestrol
Hiperkolestrolemia dapat menyebabkan aterosklerosis.
Aterosklerosis berperan dalam menyebabkan penyakit
jantung koroner dan stroke itu sendiri (Indarwati , Sari, &
Dewi, 2008). Karena kolestrol tidak dapat langsung larut
dalam darah dan cenderung menempel di pembuluh darah,
akibatnya kolestrol membentuk bekuan dan plak yang
menyumbat arteri dan akhirnya memutuskan aliran darah ke
jantung (menyebabkan serangan jantung) dan ke otak
(menyebabkan stroke)(Farida & Amalia, 2009).
3) Obesitas
Makan berlebihan dapat menyebabkan kegemukan
(obesitas).Obesitas lebih cepat terjadi dengan pola hidup
pasif (kurang gerak dan olahraga).Jika makanan yang
dimakan banyak mengandung lemak jahat (seperti
kolestrol), maka ini dapat menyebabkan penimbunan lemak
disepanjang pembuluh darah.Penyempitan pembuluh darah
ini menyebabkan aliran darah kurang lancar dan memicu
terjadinya aterosklerosis atau penyumbatan dalam
pembuluh darah yang pada akhirnya beresiko terserang
stroke. Penyumbatan tersebut biasanya diakibatkan oleh
plak-plak yang menempel pada dinding pembuluh
darah(Farida & Amalia, 2009)

18
4) Life style
Life style atau gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai
pemicu berbagai penyakit yang menyerang, baik pada usia
produktif maupun usia lanjut. Salah satu contoh life style
yaitu berkaitan dengan pola makan.Generasi muda biasanya
sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan
seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang serat
lemak dan kolesterol namun rendah sehat. Kemudian,
seringnya mengonsumsi makanan yang digoreng atau
makanan dengan kadar gula tinggi dan berbagai jenis
makanan yang ditambah zat pewarna/penyedap/pemanis
dan lain-lain. Kebiasaan hidup santai dan malas berolah
raga. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya kemampuan
metabolisme tubuh dalam pembakaran zat-zat makanan
yang dikonsumsi. Sehingga, beresiko membentuk
terjadinya tumpukan kadar lemak dan kolestrol dalam darah
yang beresiko membentuk ateroskelorosis (plak) yang dapat
menyumbat pembuluh darah yang dapat berakibat pada
munculnya serangan jantung dan stroke(Farida & Amalia,
2009)
5) Stress
Pada umumnya, stroke diawali oleh stres. Karena, orang
yang stres umumnya mudah marah,mudah tersinggung,
susah tidur dan tekanan darahnya tidak stabil. Marah
menyebabkan pencarian listrik yang sangat tinggi dalam
urat syaraf. Marah yang berlebihan akan melemahkan
bahkan mematikan fungsi sensoris dan motorik serta dapat
mematikan sel otak. Stres juga dapat meningkatkan
kekentalan darah yang akan berakibatkan pada tidak
stabilnya tekanan darah. Jika darah tersebut menuju
pembuluh darah halus diotak untuk memasok oksigen ke
otak , dan pembuluh darah tidak lentur dan tersumbat, maka

19
hal ini dapat mengakibatkan resiko terkena serangan stroke.
(Farida & Amalia , 2009)
6) Penyakit Kardiovaskuler
Beberapa penyakit jantung, antara lain fibrilasi atrial (salah
satu jenis gangguan irama jantung), penyakit jantung
koroner, penyakit jantung rematik, dan orang yang
melakukan pemasangan katub jantung buatan akan
meningkatkan risiko stroke (Indarwati , Sari, & Dewi,
2008). Pada fibrilasi atrium menyebabkan penurunan CO²,
sehingga perfusi darah keotakmenurun, maka otak akan
kekurangan oksigen yang akhirnya dapat terjadi stroke
(Wijaya & Putri, 2013)
7) Diabetes mellitus
Seseorang yang mengidap diabetes mempunyai risiko
serangan stroke iskemik 2 kali lipat dibandingkan mereka
yang tidak diabetes (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Pada
penyakit DM akan mengalami vaskuler, sehingga terjadi
mikrovaskularisasi dan terjadi aterosklerosis, terjadinya
aterosklerosis dapat menyebabkan emboli yang kemudian
menyumbat dan terjadi iskemia, iskemia menyababkan
perfusi otak menurun dan pada akhirnya terjadi stroke
(Wijaya & Putri, 2013).
8) Merokok
Perokok lebih rentan mengalami stroke dibandingkan bukan
perokok. Nikotin dalam rokok membuat jantung bekerja
keras karena frekuensi denyut jantung dan tekanan darah
meningkat (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Pada perokok
akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga memungkinkan penumpukan arterosklerosis dan
kemudian berakibat pada stroke (Wijaya & Putri, 2013).
9) Alkoholik
Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan

20
aliran darah ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan
motilitas pembuluh darah sehingga terjadi emboli serebral
(Wijaya & Putri, 2013).

21
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Pre Arrival
Pengkajian Pre-Arrival merupakan pengkajian yang dilakukan
sebelum pasien datang dari rumah sakit lain atau ruangan lain,
dilakukan pengkajian kepada pasien yang akan dikirim ke ICU
meliputi; identitas pasien, diagnosa, tanda-tanda vital, alat bantu
invasif yang dipakai, modus ventilasi mekanik yang sedang dipakai
bila pasien menggunakan ventilasi mekanik.
2. Pengkajian Quick Assesment
Pengkajian segera setelah pasien tiba di ICU meliputi; observasi
ABCDE yaitu : Airway, Breathing , Circulation, Drugs/Obat-obat
(obat yang saat ini diberikan) termasuk apakah ada alergi pada obat
dan makanan tertentu dan Equipment/ alat: apakah ada alat terpasang
pada pasien atau alat yang akan di pasang.
1) Airway
Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan
nafas, adanya benda asing, adanya suara nafas tambahan.
2) Breathing
Frekuensi nafas, apakah tampak terjadi penggunaan otot bantu
pernafasan, terjadi retraksi dinding dada, terjadinya sesak nafas,
saat di palpasi teraba pengembangan pada kedua parukan
3) Circulation
Pengkajian ini mengenai apakah terjadi perdarahan, pengkajian
juga meliputi warna kulit, nadi, saturasi oksigen dalam darah dan
status hemodinamik.
4) Drug
Pengkajian meliputi obat-obatan yang akan diberikan pada klien
dengan kasus ADHF. Selanjutnya apakah klien ada alergi terhadap
obat-obatan tertentu atau tidak.
5) Equipment
Pengkajian meliputi alat medis apa saja yang terpasang pada klien
saat ini dan yang akan dipasang seperti apakah klien terpasang

22
infus, apakah klien terpasang elektroda yang terhubung ke monitor,
apakah klien terpasang foley chateter atau tidak, terpasangan
Nasogastric tube atau tidak.
3. Pengkajian Comprehensive Assesment
Pengkajian ini meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan
sekarang, riwayat kesehatan yang lalu, riwayat sosial, riwayat
psikososial dan spiritual serta pengkajian fisik dari setiap sistem tubuh
(sistem neurologi, respirasi, kardiovaskuler, renal, gastrointestinal,
endokrin, hematologi dan immunologi, serta sistem integument)
1) Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang
dirasakan saat dilakukan pengkajian yang ditulis dengan
singkat dan jelas. Keluhan klien dengan gagal jantung akan
merasakan nafas sesak, sesak nafas saat beraktivitas, badan terasa
lemas, batuk tidak kunjung sembuh berdahak sampai berdarah,
nyeri pada dada, nafsu makan menurun, bengkak pada kaki.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan permulaan klien merasakan keluhan sampai dibawa ke
rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama dengan
menggunakan PQRST.
P (Provokative/Palliative) : apa yang menyebabkan gejala
bertambah berat dan apa yang dapat mengurangi gejala.

Q (Quality/Quantity) : bagaimanakah gejalanya dan sejauh


mana gejala yang dirasakan klien.

R (Region/Radiation) : dimana gejala dirasakan? apa yang


dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala
tersebut

S (Scale) : seberapa tingkat keparahan gejala dirasakan?


Pada skala berapa?

23
T (Time) : berapa lama gejala dirasakan ? kapan
tepatnya gejala mulai dirasakan.

3) Riwayat penyakit dahulu


Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat
penyakit jantung, hipertensi, perokok hebat, riwayat gagal jantung,
pernah dirawat dengan penyakit jantung, kerusakan katub
jantung bawaan, diabetes militus dan infark miokard kronis.
4) Riwayat penyakit keluarga
Hal yang perlu dikaji dalam keluarga klien, adakah yang menderita
penyakit sama dengan klien, penyakit jantung, gagal
jantung, hipertensi.
5) Riwayat psikososial spiritual
Respon emosi klien pada penyakitnya dan bagaimana peran
klien dalam keluarga dan masyarakat sehingga terjadi pengaruh
dalam kehidupan sehari-hari baik pada keluarga atau masyarakat
sekitarnya.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien gagal jantung yaitu timbul akan
kecemasan akibat penyakitnya. Dimana klien tidak bisa beraktifitas
aktif seperti dulu dikarenakan jantung nya yang mulai lemah.
7) Pola Aktivitas Sehari-hari
a) Pola Nutrisi
Kebiasaan makan klien sehari-hari, kebiasaan makan-
makanan yang dikonsumsi dan kebiasaan minum klien
sehari-hari, pasien gagal jantung akan mengalami
penurunan nafsu makan, meliputi frekwensi, jenis, jumlah.
b) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB dan BAK klien akan berpengaruh terhadap
perubahan sistem tubuhnya.
c) Pola Istirahat Tidur
Kebiasaan klien tidur sehari-hari, terjadi perubahan saat
gejala sesak nafas dan batuk muncul pada malam hari.

24
Semua klien dengan gagal jantung akan mengalami sesak
nafas, sehingga hal ini dapat menganggu tidur klien.
d) Personal Hygiene
Kebiasaan mandi, gosok gigi, cuci rambut, dan
memotong kuku perlu dikaji sebelum klien sakit dan
setelah klien dirawat dirumah sakit.
e) Pola Aktivitas
Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya
saat ini dan kebiasaan klien berolah raga sewaktu masih
sehat.
8) Pemeriksaan Fisik Head Toe To
a) Kepala
Inspeksi: simetris pada kepala, rambut terlihat kering dan
kusam, warna rambut hitam atau beuban, tidak
adanya hematom pada kepala.
Palpasi: tidak teraba benjolan pada kepala, rambut teraba
kasar.
b) Mata
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada
mata, reaksi pupil terhadap cahaya baik,
konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, tidak
ada pembengkakan pada mata, tidak memakai
kaca mata.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan lepas pada daerah mata,
tidak teraba benjolan disekitar mata
c) Telinga
Inspeksi : simetris kiri dan kanan pada telinga, tidak terjadi
perdarahan, tidak ada pembengkakan, dan
pendengaran masih baik.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada daun telinga, tidak ada
nyeri saat diraba bagian telinga, tidak ada
perdarahan pada telinga baik luar maupun dalam.

25
d) Hidung
Inspeksi : simetris pada hidung, tidak ada kelainan bentuk
pada hidung, tidak ada perdarahan, ada cuping
hidung, terpasang oksigen.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada hidung dan tidak
ada perdarahan pada hidung.

e) Mulut dan tenggorokan


Inspeksi : mulut terlihat bersih, gigi lengkap atau tidak
sesuai dengan usia, mukosa lembab/ kering, tidak
ada stomatitis, dan tidak terjadi kesulitan
menelan.

f) Thoraks
Inspeksi : dada tampak simetris tidak ada lesi pada thorak,
tidak menggunakan otot bantu pernafasan, dan
tidak terjadi perdarahan pada thorak.
Palpasi : tidak teraba benjolan pada dada, suhu pada
thorak teraba sama kiri kanan
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler atau terdapat suara tambahan pada
thoraks seperti ronkhi, wheezing, dullnes
g) Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat, arteri carotis terlihat dengan
jelas di leher.
Palpasi : denyut nadi meningkat, CRT > 3 detik
Perkusi : pekak
Auskultasi :S1 dan S2 reguler atau terdapat suara tambahan
seperti mur-mur dan gallop.
h) Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak datar, tidak ada pembesaran,
tidak ada bekas operasi, dan tidak adanya lesi
pada abdomen.

26
Palpasi :tidak teraba adanya massa/ pembengkakan,
hepar dan limpa tidak teraba, tidak ada nyeri
tekan dan lepas didaerah abdomen.
Perkusi : saat diperkusi terdengat bunyi tympani
Auskultasi : bising usus 12x/m
i) Genitalia
Pasien terpasang kateter, produksi urin banyak
karena pasien jantung dapat diuretik.
j) Ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus salah satu ekstremtas
atas, tidak ada kelainan pada kedua tangan, turgor kulit
baik, tidak terdapat kelainan, akral teraba hangat, tidak
ada edema, tidak ada terjadi fraktur pada kedua tangan.
Ekstremitas bawah : tidak ada kelainan pada kedua kaki,
terlihat edema pada kedua kaki dengan piting edema >
2 detik, type derajat edema, tidak ada varises pada kaki,
akral teraba hangat.
4. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium: hematologi (Hb, Ht, Leukosit), eritolit (kalium,
natrium, magnesium), analisa gas darah.
2) EKG (elektrokardiogram)
3) Ekokardiografi
4) Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran
jantung, penimbunan cairan di paru-paru atau penyakit paru
lainnya.
5. Therapy
1) Digitalis : untuk meningkatkan kekuatan kontraksi
jantung dan memperlambat frekuensi jantung misal: Digoxin
2) Diuretik : untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui
ginjal serta mengurangi edema paru misal : Furosemide (lasix)
3) Vasodilator : untuk mengurani tekanan terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel misal : Natriumnitrofusida, nitrogliserin

27
4) Trombolitik/pengencer darah dan antibiotic
6. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan mengenai klien, tentang
masalah kesehatan terdiri aktual, potensial dan resiko untuk mencapai
tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
d. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan infark
miokard akut
e. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
7. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian
dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan
tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan,
memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien (Setiadi,
2012).
No SDKI SLKI SIKI
1. Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan Jantung
jantung tindakan keperawatan Observasi
Gejala dan Tanda diharapkan curah 1. Identifikasi tanda gejala
Mayor jantung menjadi primer penurunan curah
meningkat dan adekuat. jantung
Subjektif :
Kriteria hasil: 2. Identifikasi tanda gejala
1. Perubahan irama
sekunder penurunan curah
jantung : Palpitasi. 1. Kekuatan nadi perifer
jantung
2. Perubahan preload : mambaik
3. Monitor tekanan darah
lelah. 2. Palpitasi menrun
4. Monitor intake da output
3. Perubahan afterload : 3. Bradikardia menurun
5. Monitor BB setiap hari
Dispnea. 4. Takikardia menurun
diwaktu yang sama
4. Perubahan 5. Edema menurun

28
kontraktilitas : 6. Distensi vena 6. Monitor saturasi oksigen
Paroxysmal nocturnal jugularis menurun 7. Moitor keluhan nyeri
dyspnea (PND); 7. EKG aritmia menurun 8. Moitor aritmia
Ortopnea; Batuk. 8. Dyspnea menurun 9. Monitor fungsi alat pacu
9. Sianosis menurun jantung
Objektif
10.Ortopnea menurun Terapeutik
1. Perubahan irama 11.Suara jantung S3, S4 1. Posisikan pasien semi fowler
jantung : menurun atau folwer
– Bradikardial / 12.Tekanan darah 2. Berikan diet jantung yang
Takikardia. meningkat sesuai
– Gambaran EKG 13.CRT membaik 3. Gunakan stocking elastis atau
aritmia atau pneumatic intermiten
gangguan konduksi. 4. Fasilitasi pasien dan keularga
2. Perubahan preload : hidup sehat
– Edema, 5. Berikan terapi relaksasi
– Distensi vena 6. Berikan dukungan emosianal
jugularis, dan spiritual
– Central venous 7. Berikan oksigen
pressure (CVP) Edukasi
meningkat/menurun, 1. Anjurkan aktivitas fisik
– Hepatomegali. sesuai toleransi
3. Perubahan afterload. 2. Anjurkan aktifitas bertahap
– Tekanan darah 3. Anjarkan keluarga untuk
meningkat / mengukur intake dan output
menurun. Kolaborasi
– Nadi perifer teraba 1. Kolaborasi pemberian anti
lemah. aritmia
– Capillary refill 2. Rujuk ke rehabilitasi jantung
time > 3 detik
– Oliguria.
– Warna kulit pucat
dan / atau sianosis.

29
4. Perubahan
kontraktilitas 
– Terdengar suara
jantung S3 dan /atau
S4.
– Ejection fraction
(EF) menurun.

2. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas


tidak efektif tidakan keperawatan
Observasi
diharapkan bersihan jalan
Gejala dan tanda 1. Monitor bunyi napas
nafas kembali efektif.
mayor tambahan (mis. gurgling,
Kriteria hasil:
mengi, wheezing, ronkhi
Subjektif : - 1. Freskuensi nafas
kering)
membaik
Objektif : Batuk tidak 2. Monitor sputum (jumlah,
2. Pola nafas membaik
efektif, tidak mampu warna, aroma)
3. Produksi sputum
batuk, sputum berlebih, Terapeutik
menurun
mengi, wheezing dan /
4. Mengi menurun 1. Pertahankan kepatenan jalan
atau ronkhi kering,
5. Wheezing menurun nafas dengan head tilt chin
mekonium di jalan
6. Meconium pada lift (jaw trust jika trauma)
nafas pada Neonatus.
neunatus menurun 2. Posisikan semi folwer atau
  7. Dyspnea menurun fowler
8. Ortopnea menurun 3. Lakukan enghisapan lendir <
Gejala dan Tanda
9. Kesulitan berbicara 15 detik
Minor.
menurun\ 4. Berikan hiperoksigenasi
Subjektif : Dispnea, ulit 10.Sianosis menurun sebelum penghisapan
bicara, Ortopnea. 11.Gelisah menurun endotrakeal
5. Berikan oksigen jika perlu
Objektif :
Edukasi
Gelisah,sianosis, bunyi
napas menurun, 1. Anjurkan asupan cairan
frekuensi napas 2000 ml/hari jika tidak

30
berubah, dan pola napas kontraindikasi
berubah. 2. Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi

1. Kolaborasi berikan
bronkodilator, ekpektoran,
mukolitik jika perlu
Latihan batuk Efektif:
1. Identifikasi kemampuan
batuk
2. Monitor adanya retensi
sputum
3. Atur posisi semi fowler atau
fowler
4. Pasang perlak dan bengkok
di pangkuan pasien
5. Buang sekret pada tempat
sputum
6. Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
3. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
gas tindakan keperawatan
Observasi
diharapkan pertukaran
gas menjadi adekuat. 1. Monitor frekuensi,irama
Gejala dan tanda dan kedalaman upaya nafas
Kriteria hasil:
mayor 2. Monitor pola nafas
1. Tingkat kesadaran 3. Monitor kemampuan batuk
Subjektif: dyspnea
meningkat efektif
Objektif: PCO2 2. Dipsnea menurun 4. Monitor produksi sputum
meningkat/menurun, 3. Bunyi nafas tambahan 5. Monitor sumbatan galan
PO2 menurun, menurun nafas
takikardia, pH arteri 4. Pusing menurun 6. Monitor kesimetrisan
meningkat/menurun, 5. Penglihatan kabur espansi paru

31
bunyi nafas tambahan. menurun 7. Monitor saturasi oksigen
6. Daforesis menrun 8. Monitor nilai AGD
7. Gelisah menurun 9. Monitor hasil thraks
Gejala dan tanda 8. Nafas cuping hidung Terapeutik
minor menurun
1. Atur interval pemantauan
Subjektif : Pusing., 9. Siasonis menurun
respirasi sesuai kodisi
penglihatan kabur. 10.Pola nafas meningkat
2. Dokumentasikan hasil
Objektif : Sianosis, 11.Warna kulit membaik
pemantauan
diaphoresis, gelisah,
Edukasi
napas cuping hidung,
pola napas abnormal 1. Jelaskan tujuan dan
(cepat / lambat, prosedur pemanjtauan
regular/iregular, 2. Informasikan hasil
dalam/dangkal), warna pemantauan jika perlu
kulit abnormal (mis. Terapi oksigen
pucat, kebiruan),
Observasi
kesadaran menurun.
1. Monitor kecepatan aliran
oksegen
2. Monitor posisi alat terapi
oksigen
3. Monitor tanda hipoventilasi
Terapeutik

1. Bersihkan sekrt pada mulut,


hidung dan trakea
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
3. Berikan oksigen tambahan
bila perlu
Edukasi

1. Ajarkan pasien dan

32
keluarga cara menggunakan
oksigen
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemantauan dosis


oksigen
2. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas/tidur

Resiko perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan Pemantauan


tidak efektif keperawatan diharapkan tekanan intracranial
keadekuatan aliran darah
Observasi
serebral meningkat
1. Identifikasi
Kriteria hasil:
penyebab TIK
1. Tingkat kesadaran ( lesi,
meningkat gangguan
2. Kkognitif meningkat metabolism,
3. TIK menurun edema
4. Sakit kepala menurun serebral,
5. Gelisah menurun peningkatan
6. Kecemasan menurun tekanan vena,
7. Agitas menurun obstruksi
8. Demam menurun aliran cairan
9. Nilai rata rata TD serebrospinal,
membaik jipertensi
10. Kesadaran membaik intracranial
11. Tekanan darah sistolik idiopatik)
membaik 2. Monitor TD
12. Tekanan darah 3. Monitor
diastolic membaik pelebaran
13. Refleks saraf tekanan nadi

33
membaik 4. Monitor
penurunan
frekuensi
jantung
5. Monitor
iregulasi
irama jantung
6. Monitor
penurunan
kesadaran
7. Monitor
perlambatan/
ketidakseimba
ngan refleks
pupil
8. Monitor kadar
CO2 czn
pertahankan
dalam rentang
yang
diindikasikan
9. Monitor
tekanan
perfusi
serebral
10. Monitor
jumlah,
kecepatan,
dan
karakterisktik
drainase
cairan

34
serebrospinal
11. Monitor efek
stimulus
lingkungan
terhadap TIK
Terapeutik

1. Ambil sampel
drainase
serebrospinal
2. Kalibrasi
transduser
3. Pertahankan
sterilitas
system
pemantauan
4. Pertahankan
posisi kepala
dan leher
netral
5. Atur interval
sesuai kondisi
pasien
6. Dokumentasik
an hasil
pemantauan
Edukasi

1. Jelaskan
tujuan dan
prosedur
pemantuan
2. Informasikan

35
hasil
pemantauan,
jika perlu

Intolerasi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi


keperawatan pasien
Observasi
intoleransi aktivitas menurun
Tanda dan gejala 1. Identivitasi
Kriteria hasil:
mayor gangguan
1. Frekuensi nadi fungsi tubuh
Subjektif
meningkat yang
1. Mengelu lelah 2. Saturasi oksigen menyebabkan
Objektif meningkat kelelahan
3. Kemudahan dalam 2. Monitor
1. Frekuensi
melakukan aktivitas kelelahan fisik
jantung
meningkat 3. Monitor pola
meningkat
4. Kecepatan berjalan dan jam tidur
>20% dari
meningkat 4. Monitor
kondisi
5. Jarak berjalan lokasi dan
istirahat
meningkat ketidaknyama
Tanda dan gejala
6. Kekuatan tubuh nan
minor
bagian atas meningkat melakukan
Subjektif 7. Kekuatan tubuh aktivitas
bagian bawah Terapeutik
1. Dipsnea
meningkat
saat/setelah 1. Sediakan
8. Toleransi dalam
aktivitas lingkungan
menaiki tangga
2. Merasa tidak yang nyaman
meningkat
nyaman setelah dan rendah
9. Keluhan lelah
beraktivitas stimulus
menurun
3. Merasa lelah 2. Lakukan
10. Dyspnea menurun
Objektif latihan
11. Perasaan lemah
rentang gerak

36
1. Tekanan darah menurun pasif dan aktif
berubah >20% 12. Aritmia dalam 3. Berikan
dari kondisi aktivitas menurun aktivitas di
istirahat 13. Sianosis menurun sisi tempat
2. Gambaran 14. Warna kulit membaik tidur, jika
EKG aritmia 15. TD membaik tidak dapat
saat/ setelah 16. Frekuensi nadi berpindahatau
beraktivitas membaik berjalan
3. Gambarakan 17. EKG iskemia Edukasi
EKG iskemia membaik
1. Anjurkan tirah
4. Sianosia
baring
2. Anjurkan
melakukan
aktivitas
secara
bertahap
3. Anjurkan
menghubungi
perawat jika
tanda dan
gejala
kelelahan
berkurang
4. Anjurkan
strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
Kolaborasi

1. Kolaborasi
dengan ahli

37
gizi tentang
cara
meningkatkan
asupan
makanan.
Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen
tindakan keperawatanselama  Hipervolemia
Definisi: Peningkatan
3x24 jam
volume cairan Definisi
masalah Keseimbangan cairan
intravaskuler,
diharapakan menurun Mengidentifikasidan
interstisiel, dan atau
dan teratasi dengan indikator: mengelola kelebihan
intraseluler
volume cairan
Penyebab : 1. Asupan cairan
intravaskuler dan
menurun dari skala 5
- Gangguan ekstraseluler serta
(meningkat) menjadi
mekanisme mecegah terjadinya
skala 1 (menurun).
regulasi komplikasi
2. Output urine menurun
- Kelebihan
dari skala 5 Tindakan
asupan cairan
(meningkat) menjadi
- Kelebihan Observasi
skala 1 (menurun)
asupan natrium
3. Membrane mukosa 1. Periksa tanda
- Gangguan
lembab menurun dari dan gejala
aliran balik
skala 5 (meningkat) hypervolemia
vena
menjadi skala 1 mis. ortopnea,
- Efek agen
(menurun). dispnea, edema,
farmakologis
4. Asupan makanan JVP/CVP
( mis.
menurun dari skala 5 meningkat,
kortikosteroid,
(meningkat) menjadi reflex
chlorpropamid
skala 1 (menurun) hepatojugular
e, tolbutamide,
5. Edema menurun dari positif, suara
vincristine,
skala 2 (cukup nafas tambahan
tryptilinescarba
meningkat) menjadi 2. Identifikasi
mazepine)
skala 5 (menurun) penyebab

38
6. Dehidrasi menurun hipervolemia
dari skala 2 (cukup 3. Monitor status
Gejala dan Tanda
meningkat) menjadi hemodinamik
Mayor
skala 5 (menurun) mialnya
DS : 7. Asites menurun dari frekuensi
skala 2 (cukup jantung, tekanan
1. Ortophnea
meningkat) menjadi darah, MAP,
2. Dispnea
skala 5 (menurun) CVP, PAP,
3. Paroxysmal
8. Konfusi menurun dari PCWP, CO, CI,
nocturnal
skala 2 (cukup Jika tersedia
dyspnea (PND)
meningkat) menjadi 4. Monitor intake
DO :
skala 5 (menurun) dan ouput cairan
1. Edema 9. TTV (Tekanan darah, 5. Monitor tanda
anasarca frekuensi nadi, hemo
dan/atau edema kekuatan nadi, tekanan konsentrasi
perifer arteri rata-rata) misalnya kadar
2. Berat badan membaik dari skala 2 natrium, BUN,
meningkat (cukup memburuk) Hematokrit,
dalam waktu menjadi skala 5 berat jenis urine
singkat (membaik) 6. Monitor tanda
3. Jugular venous 10. Mata cekung membaik peningkatan
pressure (JVP) dari skala 2 (cukup tekanan onkotik
dan/atau memburuk) menjadi plasma misalnya
central venous skala 5 (membaik) kadar protein
pressure (CPV) 11. Turgor kulit membaik dan albumin
meningkat dari skala 2 (cukup meningkat
4. Refleks memburuk) menjadi 7. Monitor
hepatojugular skala 5 (membaik) kecepatan infus
positif 12. Berat badan membaik secara ketat
dari skala 2 (cukup 8. Monitor efek
memburuk) menjadi samping diuretic
Gejala dan Tanda
skala 5 (membaik) misalnya
Minor

39
DS : hipotensi
ortortostatik,
(tidak tersedia)
hypovolemia,
DO : hipokalemia,
hyponatremia
1. Distensi vena
jugularis Terapeutik :
2. Terdengar
1. Timbang berat
suara napas
badan setiap
tembahan
hari pada waktu
3. Hepatomegaly
yang sama
4. Kadar Hp/Ht
2. Baatsi asupan
turun
cairan dan
5. Oliguria
garam
6. Intake lebih
3. Tinggikan
banyak dari
kepala
output (balans
tempatbtidur 30-
cairan positif)
40 derajat
7. Kongesti paru
Edukasi :

Kondisi Klinis 1. Anjurkan

Terkait : melapor jika


haluaraan urine
1. Penyakit ginjal
<0,5 ml/kg/ jam
: gagal ginjak
dalam 6 jam
akut/kronis,
2. Anjurkan
sindrom
mlaporkan BB
nefrotik
bertambah >1
2. Hipoalbumine
kg dalam sehari
mia
3. Ajarkan cara
3. Gagal jantung
mengukur dan
kongestive
mencatat asupan
4. Kelainan
dan haluaran

40
hormone cairan
5. Penyakit hati 4. Ajarkan cara
(mis serosis, mengatasi
asites, kanker cairan
hati)
Kolaborasi
6. Pnyakit vena
perifer (varises 1. Kolaborasi
vena, thrombus pemberian
vena, flebitis diuretic
7. Imobilitas 2. Kolaborasi
penggantian
kehilangan
kalium akibat
diuretic
3. Kolabortasi
pemberian
continuous renal
replacement
therapy jika
perlu

41
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry,
2010). Tujuan implementasi ini untuk membantu pasien dalam meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi
koping. (Nursalam,2008).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dimana
kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya (Padila, 2012). Tujuan evaluasi adalah
untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang
disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012)

42
BAB III

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS KLIEN

Nama : NY.D
Tanggal masuk RS : 18 Maret 2021
Tempat/Tanggal Lahir : Rao selatan Pasaman timur / 15 Oktober 1977
Status perkawinan : Belum kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Alamat : Kota Napan Setia, Rao Selatan, Pasaman Timur
Sumber informasi : Keluarga
Tanggal pengakajian : 19 Maret – 21 Maret 2021
Diagnosa keperawatan : ADHF + Suspect Stroke Iskemik

KELUARGA TERDEKAT YANG DAPAT DI HUBUNGI


Nama : Salwa nadia
Pendidikan : Mahasiswa
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Kota Napan Setia, Rao Selatan, Pasaman Timur

TANDA – TANDA VITAL :


TD : 130/54 mmHg
HR : 120/menit
RR : 28/menit
S : 36,5C
SPO2 : 95%
GCS : 13
AGD :
Belence cairan :
II. PENGKAJIAN PRIMER
A : Airway
Jalan nafas tidak efektif, pasien terlihat sesak, pasien mengalami batuk dan ada secret
pada jalan nafas pasien dan tidak ada trauma pada jalan nafas pasien .
B. Breathing
- Pada saat pengkajian didapatkan bahwa :
43
Look : klien tampak sesak, RR : 30 x/menit
Listen : Nafas pasien terdengar ronkhi
Feel : Hembusan nafas pasien terasa
- Pasien terpasang O2 4 liter/jam menggunakan oksigen nasal kanul
- Pasien menggunakan otot bantu pernafasan

C. Circulation
Tidak terdapat perdarahan pada NY.D, denyut nadi klien teraba, akral hangat, elastisitas
kulit sudah menurun,
TD : 130/75 mmHg
HR : 120x/menit
RR : 30/menit
S : 36,5C
SPO2 : 95%
Klien terpasang foley chateter , pasien terpasang NGT, pasien terpasang O2 nasal kanul
4 liter, pasien terpasang infus RL 500 ml/24 jam, jumlah urine 500 cc.
D. Disability

Pada saat dilakukan pengkajian didapakan tingkat kesadaran pasien E3 M 4 V4 dengan


jumlah GCS 13 , reaksi pupil terhadap cahaya ada.

E. Eksposure

Pada saat dilakukan pengkajian tidak ada luka lecet dan jejas pada tangan dan kaki
pasien. Kedua kaki sulit untuk digerakkan. Pasien mengeluh kedua kakinya terasa pegal-
pegal dan tampak sembab

F. Foley Chateter

NY.D dilakukan emasangan Foley chateter pada tanggal 18 Maret 2021.

G. Gastric Tube

NY.D dilakukan pemasangan naso Gastric tube pada tanggal 18 Maret 2021 untuk
memasukan makanan dan obat-obatan.

H. Heart Monitor

NY.D dilakukan pemasangan monitor, saturasi (SPO2), elektroda, dan manset tekanan
darah, dilakukan pemeriksaan EKG.

44
III. PENGKAJIAN SURVEY

a. Keluhan Utama

Pasien masuk melalui IGD RSI Ibnu Sina Yarsi Sumbar Bukittinggi pada
hari Kamis tanggal 18 Maret 2021 jam 00.04 WIB. Dengan keluhan utama pasien
batuk kurang lebih 3 bulanyang lalu, nafas sesak sering (kurang lebih sekitar 1
minggu yang lalu) , perut Nampak besar semenjak 1 minggu yang lalu, tungkai
bawah Nampak sembab, pasien memiliki riwayat jantung sekitar 2 tahun yang lalu.
Badan pasien tampak lemas dan letih, berbicara ngawur dan tidak jelas.
b. Alas an masuk ICU

Pasien masuk ICU RS Islam Ibnu Sina Yarsi Bukittinggi pada tanggal 18
Maret 2021 dengan mengalami sesak nafas , batuk sudah berbulan-bulan tidak
kunjung sembuh dengan adanya secret di jalan nafas. Sehingga pasien sulit untuk
mempertahankan jalan nafas.
c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien masih Nampak sesak nafas, O2 nasal kanul terpasang 4 liter,


batuknya masih berdahak dengan warna kekuningan, saat batuk nafas terasa sesak,
sulit tidur dan sering terjaga malam hari, saat tidur pasien Nampak gelisah, badan
terasa lemah dan letih.
d. Riwayat penyakit Dahulu

Pasien pernah menderita penyakit jantung sekitar 2 tahun yang lalu. Sudah tidak
dikontrol dan pernah dirawat dengan penyakit jantung 2 tahun yang lalu. Pasien
tidak control ke rumah sakit 2 tahun yang lalu dan tidak rutin minum obat.
e. Riwayat penyakit Keluarga

Keluarga pasien mengatakan dikeluarga mempunyai riwayat hipertensi dan stroke yang
dialami oleh ayah klien sendiri yang sudah meninggal 5 tahun yang lalu.

f. Genogram

45
Keterangan genogram :

: laki-laki sudah meninggal

: perempuan sudah meningeal

: perempuan

: laki-laki

: klien

G. kebutuhan Pasien dirumah dan dirumah sakit

Kebutuhan Dirumah Dirumah sakit


Pola Nuttisi Frekuensi makan 3 kali sehari, Selama dirumah sakit, NY.D
jenis makanan yaitu makanan makan makanan yang disediakan
berat dan ringan, makanan yang oleh rumah sakit, jenis Diet ML
disukai yaitu semua makanan yang di masukkan melalui NGT.
disukai. Tidak ada gangguan Jumlah sekali masuk kurang lebih
nafsu makan. Namun 3 minggu 50cc. waktunya hanya pagi dan
terkahir nafas mulai sesak, batuk sore saja karena ditajutkan akan
yang tak kunjung sembuh, terjadi konstipasi lambung.
sebelum dibawa kerumah sakit,
nafsu makan pasien menjadi
menurun.
Pola Eliminasi BAK : BAK :
Frekuensi 7-8x sehari, warna Pasien terpasang chateter urine
jernih terkadang kuning, tidak 5400 cc/jam dengan warna kuning
ada kesulitan dalam buang air terkadang pekat.
kecil. BAB :
BAB : Kurang lebih pasien sudah 1
Frekuensi 1-2x sehari dengan minggu tidak BAB, pada hari ke-2
konsistensi lunak dan warna rawatan pasien baru BAB namun
kekuningan tidak bercampur hanya berbentuk bulat-bulatan
darah. sebanyak 3 buah bulatan
berukuran sedang.
Pola tidur dan Istirahat Lama tidur <6-8 jam, selama 3 Selama dirumah sakit NY.D sering
hari yang lalu dirumah tidur terbangun malam hari karena
reganggu karena batuk dan sesak sesak nafas dan batuk yang ia

46
nafas yang dirasakan rasakan. Lama tidur pasien 3-5
jam dalam satu malam.
Pola aktivitas dan latihan Pasien sebelum sakit sering Pasien hanya beristirahat ditempat
melakukan aktivitas dirumah tidur untuk mengurangi sesak
sehari-hari seperti memasak, nafasnya dengan di bantu alat-alat
mencuci pakaian dan merapikan untuk proses penyembuahannyya
kamar tidurnya sendiri. diruangan ICU.
Pola Bekerja Pasien sekarang menjadi Ibu Selama sakit pekerjaan sehari hari
rumah tangga. dirumah dikerjaka oleh kakaknya.

A. Pemeriksaan Fisik Umum

1. Disability

GCS 13. E=3 V=4 M=5 dengan kesadaran apatis, pupil kanan isokor dan pupil

kiri isokor, motorik lemah sebelah kiri.

TD : 130/75 mmHg
HR : 120x/menit
RR : 28x/menit
S : 36,5C
SPO2 : 95%
2. Eksposure

Saat dilakukan pemeriksaan fisik pada Ny. D tidak ditemukan ada jejas, tidak ada

bekas trauma, dan tidak ada luka pada bagian tubuh.

3. Head To Toe

a. Kepala dan Leher

b. Kepala

I = Kepala bersih, warna rambut hitam dan putih (uban), lurus, tidak ada

kerontok, kepala simetris , tidak ada pembengkakan.

P =tidak ada benjolan / masa dan nyeri tidak dapat dikaji.

c. Wajah
47
I = Bentuk wajah tidak simetris , bibir terlihat pelo kulit wajah pucat.

P= Tidak ada lesi atau pembengkakan.

d. Mulut

I= Membran mukosa mulut tampak lembab dan pucat, tidak ada kelainan pada

bibir dan langit-langit (tidak sumbing). Gigi pasien semuanya masih

lengkap.

e. Mata

I= Mata tampak simetris, konjungtiva anemis, skelera anemis, pupil kanan

isokor, pupil kiri isokor, dan tidak ada udema pada pelpebra.

f. Leher

I= Warna kulit leher sawo matang, tidak ada lesi atau pembengkakan

P= Tidak di temui adanya pembengkakan atau pembesaran kelenjar tiroid dan

tidak ada distensi vena jugalaris

4. THT

a. Telinga

I= Pada saat dilakukan pengkajian fisik ditemukan telinga lengkap kiri

dan kanan dengan letak yang simetris serta tidak ada cairan pada telinga

dan fungsi pendengaran tidak dapat dikaji.

b. Hidung

I= Posisi hidung simetris, terpasang NGT pada lubang hidung sebelah

kanan dan terpasang nasal kanul 4 liter/jam

P= Tidak ada pembengkan dan tidak ada nyeri

48
5. Thoraks

I= Thoraks Ny. E tampak simetris, tidak ada pembengkakan atau kelaianan dan

adanya pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan.

P= tidak ada massa, terdapat nyeri pada dada dengan frekuensi hilang dan timbul

P= Sonor

A= Suara napas vesikuler (28x permenit) pola napas cepat

1. Jantung

I = Ictus cordis terlihat, atreri carotis terlihat dengan jelas di leher

P = Denyut nadi meningkat 120x/menit , CRT >3 detik

P = Pekak

A= S1 dan S2 reguler atau terdapat suara tambahan seperti mur-mur dan

gallop

2. Abdomen

I = Turor kulit baik, terjadi distensi abdomen, tidak ada tonjolan, tidak kmbung,

tidak ada bekas luka

A = Bising usus 24 x permenit

P = Tidak ada pembengkakan, turhor kulit baik, nyeri tidak dapat dikaji

P = Pada saat diperkusi abdomen Ny E terdapat suara timpani

3. Ekstremitas

a. Ekstremitas atas

Tangan Ny. E lengkap kiri dan kanan, tidak ada kecacatan, akral hangat,

Crt >3 detik, warna kulit pucat, tidak ada pembengkakan dan sianosis,

serta kelelemahan anggota gerak kiri, terpasang infus Nacl, 0,95% 20


49
tpm di sebelah kanan

b. Ekstremitas bawah

Ekstremitas bawah Ny.E lengkap kiri dan kanan tidak ada kececetan

warna kulit pucat, serta kelemahan anggota gerak kiri, kaki kiri

terdapat edema.

c. Kekuatan Motorik

3333 3333

2222 3333

g. Genetelia

I = Genetelia Ny. E bersih, tidak ada pembengkakan, terpasang cateter urine.

A. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan pada hari selasa tanggal 30 maret 2021 jam 01.50 WIB

Darah lengkap

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


rujukan
Hb 8,5 g/dl 12,0-14,0
Leukosit 21,13 10 3/ul 4,50-11
Erittrosit 3,06 10 3/ul 4,00- 4,60
Ht 26,8 % 36-41
Trombosit 348 10 3/ul 150-400

Kimia klinik

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


Kolestrol total 186 Mg/dl 172-297
Trigliserida 103 Mg/dl 56-239
Kolestrol HD I 33 Mg/dl 38-92
Kolestrol LDL 132 Mg/dl 100-224
Glukosa Darah 78 Mg/dl 50-100
puasa

50
Glukosa 2 Jam pp 191 Mg/dl 50-140

B. Pengobatan / Terapi

Hari / Nama obat Dosis Cara Frekuensi


tanggal pemberian
Jumat Asering - IV 8 tpm
19/3/2021 Fenitoin 3x1 Oral 100 mg
Spironaloctone 1x1 Oral 12,5
Biqnat 2x1 Oral
Diqoxin 2x1 Oral 0,25
Azitromicin 1x1 Oral 500
Sucralfate 3x1 Oral 1sth
(syrup)
Ceftriaxone 1x2 IV 2 gr
Citisoline 2x1 IV 250 gr
Lasix 1x1 IV 1 amp
Piracetam 3x1 IV 3 gr
Pct IV kapan 1000gr
Omz 1x1 perlu 20gr
Kalnex 3x1 IV 1 amp
Vit k 3x1 IV 1 amp
IV
Sabtu , Fenitoin 3x1 Oral 100 mg
20 maret 2021 Spironalactone 1x1 Oral 12,5
Bignat 3x1 Oral
Diqosin 2x1 Oral 0,25
Azitromicin 1x1 Oral 500
Sumagesit 3x1 Oral
Sucrafalt syirup 3x1 Oral 1 cth
Ceftriaxon 1x2 IV 2 gr
Lasix 3x1 IV 1 ampl
Piracetam 3x1 IV 3 gr
Insf pct IV Kapan perlu
Kalnek IV 1 ampl kpn
perlu
Vit k IV 1 ampl kapan
perlu

Pemeriksaan pada hari kamis tanggal 1- 4 – 2021 jam 09:53 wib darah lengkap

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


Hb 10,5 g/dl 12.0 -14.0

51
Leukosit 9,72 10/ul 4.50 -11 00
Eritrosit 3,83 10/ul 4,00 – 460

Ht 34,8 % 36-41
Trombosit 179 10/ul 50-400

 Pemeriksaan Radiologi

a. Pemeriksaan rontogen

Thorax AP

Kesan : Kardiomengali dengan aurta kalsifikasi pulmo dalam batas normal

b. Pemeriksaan CT Scant

Kesan : Infark subhortihal lobus parietal kiri.

A. Analisa Data

No Data Masalah Etiologi


Keperawatan
1 Penurunan curah Perubahan
DS jantung
- afterload
DO
- Takikardi =130x/menit
- Warna kulit klien pucat
- Klien mengalami sesak
napas 28 x/menit
- Ekg tidak regular
- HB : 8,5 g/dl

2 DS Pola nafas tidak Hubungan upaya


- efektif
DO nafas
- Fase ekperasi
memanjang
- Pola napas abnormal 28
x/mnt
- Irama nafas regular
- SPO2 95%

3 DS Bersihan jalan nafas Sekresi yang


- Keluarga pasien
52
mengatakan pasien batuk tertahan
kurang lebih sudah 3
bulan yang lalu dan ada
dahak

DO
-Pasien tampak batuk
-Nampak ada upaya untuk
mengeluarkan sekret
TD 135/75 mmHg
4 DS : Infrak jaringan otak Ketidak efektifan
-
DO : perfusi jaringan
- Pasien tampak
pergerakan terbatas serebral
- Pasien beraktifitas
dibantu oleh perawat
ruangan
- Pasien tampak lemah
bagian tubuh sisi kiri
- Pasien tampak berbicara
tidak jelas dan ngawur
- Pasien tampak susah
menggerakan tangan dan
kaki kiri
-

B. Diagnosa Keperawatan

1) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload

2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis.

3) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang

tertahan

4) Ketidak efektifan perfusi jarinagn serebral berhubungan dengan infrak

otak

Intervensi keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI Aktivitas

1. Penurunan Setelah dilakukan asuhan


Perawatan Observasi:

curah jantung keperawatan jantung 1. Identifikasi

53
b/d afterlod keadekuatan jantung penurunan

memompa darah curah jantung

untuk mememihi (dispnea)

kebutuhan 2. Identiifikasi

metabolisme tubuh tanda dan

meningkat dengan gejala

kriteria hasil: penurunan

1. Takikardi curah jantung

menurun

2. Gambaran (kylit pucat

EKG aritremia )

membaik 3. Monitor

3. Pucat menurun saturasi

Dispnea menurun oksigen

4. Monitor

aritmia

(kelainan

irama dan

frekuensi)

Teraupetik:

1. Posisikan

semi fowler

kolaborasi

Kolaborasi

pemberian obat

54
aritmia (kelainan

irama jantung)
2. Pola napas
Setelah dilakukan
Manajemen Observasi :

tidak efeltif b/d asuhannkeperawtan jalan napas 1. Monitor pola

hambatan inspirasi dan eksperasi


Pemantauan napas

upaya nafas yang memberikan respirasi 2. Monitor

ventilasi adekuat sumbatan jalan

membaik dengan napas

kriteria hasil : 3. Monitor satuan

1. Dispnea oksigen

menurun Teraupetik

2. Pemanjangan 1. Pertahankan

fase ekspirasi kepatenan

menurun jalan napas

3. Frekuensi 2. Posisikan semi

napas fowlwr

membaik 3. Berikamn

Pola nafas membaik oksigen

1. Bersihan jalanSetelah dilakukan asuhan Manajemen Observasi:


keperawatan jalan napas 1. monitor pola
napas tidak kemampuan nafas
membersihkan sekret 2. monitor bunyi
efektif b/d atau obstruksi jalan nafas
napas untuk tambahan
gangguan mempertahankan jalan 3. monitor
napas tetap paten sputum
neurologis ekspektasi meningkat, terapeutik:
dengan kriteria hasil: 1. pertahankan
1. batuk efektif kepatenan
meningkat jalan nafas
55
2. produksi 2. berikan
sputum oksigen
menurun 3. atur interval
3. mengi pemantauan
menurun respirasi
4. wheezingmenu sesuai
run kondisi
5. dyspnea pasien
menurun edukasi:
frekuensi napas 1. informasikan
hasil
membaik pemantauan

4. Ketidakefektif Setelah dilakukan O:


-identifikasi
an perfusi pengakajian selama peningkatan
intracranial
jaringan 1x24 jam didapatkan - monitor
peningkatan TD
serebral kriteria hasil : - monitor
penurunan
berhubungan - tingkat frekuensi jantung
- monitor
dengan infark kesadaran ireguletaris irama
nafas
otak meningkat - monitor
penurunan tingkat
- gelisah kesadaran
- monitor
menurun perlambatan atau
ketidaksemetrisan
- tekanan darah respon pupil
- monitor kadar
membaik CO2 dan
pertahankan
dalam rentang
yang diindikasi

Catatan Perkembangan

No Hari/ tgl Diagnosa Implementasi keperawatan Evaluasi keperawatan


1. Jumat Penurunan 1. Menmgidentifik S

19/3/202 curah si penurunan curah -

56
1 jantung jantung (dispnea) O

berhubunga 1. Mengidentifikas - Pasien

n dengan i tanda dan gejala dispnea dengan

perubahan penurunan curah frekuensi napas

irama jantung (kulit pucat) 25-28x per

jantung 2. Memonitor menit

saturasi oksigen - Kulit

3. Memonitor pasien pucat

aritmia (kelainan - Saturasi

irama ) oksigen pasien

4. Memposisikan dalam rentang

pasien semi fowler 95-98

Berkolaborasi pemberian obat - Nadi

anti aritmia (degoxin) klieb cepat

dengan

frekuensi dalam

rentang 130-

150x permenit

- Pasien

sudah

diposisiskan

semi fowlwr

- Diberika

n obat degpcin

2x1 mg

57
A= masalah beleum

teratasi

P= intervensi di

lanjutkan nmr 1,2,4,

2. 19/3/202 Pola napas 1. Memonitor pola S

1 tidak efeltif napas -

berhungan 2. Memonitor O

dengan sumbatan jalan napas - Pola napas

hambatan 3. Memonitor abnormal 25-28 x per

upaya napas saturasi oksigen menit

4. Posisikan pasien - Tidak ada

semi fowler sumbatan jalan napas

Berikan O2 - Saturasi oksigen

95-98 %

- Pasien sudah

diposisiskan semi

fowler

- Sudah diberiak

oksigen 5 l

- A= masalah

belum teratasi

- P= intervensi di

lanjutkan no 1,5

3. 19 03 21 Bersihan 1. monitor pola nafas S : keluarga pasien


2.monitor bunyi nafas
jalan nafas tambahan mengatakan pasien
58
tidak efektif 3.monitor sputum sudah batuk semenjak 3
4. pertahankan kepatenan jalan
b.d sekresi nafas dengan memberikan bulan yang lalu da nada
oksigen
yang 5.atur interval pemantauan dahak
respirasi sesuai kondisi pasien
tertahan O:

 Pasien
tampak batuk
 Nampak
ada upaya untuk
mengeluarkan
sekret
 TD
135/75 mmHg
A= Masalah belum

teratasi

P=intervensi di

lanjutkan
4. 19/03/21 Ketidak - Memonitor S:-

efektifan tingkat kesadaran O :

jaringan meningkat TD : 130/75mmHg

serebral - Memantau N : 120x/menit

berhubunga kegelisahan pasien RR : 28x/menit

n dengan - Memantau Pupil isokor diameter 2


tekanan darah
infrak otak mm
- Memantau TTV
pasien A : ketidakefektifan

- Memonitor perfusi jaringan serebral


perlambatan atau
ketidaksimeterisan P : intervensi
respon pupil
dilanjutkan

59
No Hari/ Diagnosa Implementasi keperawatan Evaluasi keperawatan

tgl
1. Sabtu Penurunan 1. Mengidentifikas S

, 20 curah jantung i penurunan curah -

maret berhubungan jantung (dispnea) O

2021 dengan 1. Mengidentifikas - Pasien

perubahan irama i tanda dan gejala tidak sesak lagi

jantung penurunan curah frekuensi 12-

jantung (jaringan kulit 22x pertmenit

pucat) - Kulit

Memonitor aritmia (kelainan pasien normal

irama frekuensi ) - Nadi

klien sudah

normal

frekuensi 90-

100x/mnmt

A= Masalah teratasai

P= Intervensi

dihentikan
1. Pola napas tidak 1. Memonitor pola S

efeltif napas -

berhungan 1. Memberikan O2 O

dengan - Pola

hambatan upaya napas normal

napas 17-22x/mnt

60
- Sudah

diberikan O2 3

liter

A= masalah teratasi

P= intervensi di

hentikan
2. Bersihan jalan 1. monitor pola nafas S : keluarga pasien
2.monitor bunyi nafas
nafas tidak mengatakan pasien
tambahan
efektif b.d sudah batuk semenjak
3.monitor sputum
sekresi yang 4.pertahankan kepatenan jalan 3 bulan yang lalu da
nafas
tertahan nada dahak
5.berikan oksigen
6.atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien O:

 Pasien
tampak batuk
 Nampak
ada upaya
untuk
mengeluarkan
sekret
 TD
135/75 mmHg
A= Masalah belum

teratasi

P=inttervensi masih

dilanjutkan.
3. Ketidakefektifan - Identifikasi S:-

perfusi jaringan peningkatan intracranial O:

61
berhubungan - Monitor TD : 130/75mmHg

dengan infrak peningkatan TD N : 120x/menit

otak - Monitor RR : 28x/menit

penurunan frekuensi Pupil isokor diameter 2

jantung mm

- Monitor A : ketidakefektifan

iregulitas iarama nafas perfusi jaringan

- Monitor serebral

penurunan tingkat P : intervensi sebagian

kesadaran sudah teratasi pasien

- Monitor kadar direncanakan pindah


CO2 dan pertahankan
keruang rawatan untuk
dalam rentang yang
pemulihan.
diindikasikan

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan Pada Ny.E ADHF + Suspect

Stroke Iskemik Di Ruangan ICU Rs Ibnu Sina Bukittinggi tahun 2021. Selanjutnya

kelompok akan membahas permasalahan tentang Asuhan Keperawatan Pada Ny.E


62
Dengan ADHF + Suspect Stroke Iskemik Di Ruangan ICU Rs Ibnu Sina

Bukittinggi tahun 2021. Kelompok membagi empat sub pembahasan yaitu

pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi keperawatan dan implementasi

keperawatan.

Pembahasan akan diuraikan sesuai masalah yang ditemukan dengan

menggunakan pendekatan konsep dasar yang mendukung. Kelompok akan

menguraikan tentang kesenjangan yang muncul pada asuhan keperawatan antara

teoritis dengan kasus yang kelompok kelola.

A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu

proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Potter danperry, 2005).

Kelompok tidak menemukan kesenjangan dalam melakukan pengkajian pada saat

membandingkan data yang diperoleh dari pengkajian pada pasien dengan yang ada

dalam teoritis. Sehingga kelompok dapat menegakkan diagnosa keperawatan.

Kelompok menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan tanda dan gejala ADHF

yang khas yang ada dalam teori seperti Sesak nafas, mudah lelah, takikardi dan

gejala lainnya.

Kelompok menemukan semua tanda dan gejala khas tersebut pada pasien.

Data tersebut antara lain, Pasien masuk rumah sakit melalui IGD pada hari sabtu 18

Maret 2021 karena mengeluh batuk kurang lebih 3 bulan yang lalu, nafas sesak

sering (kurang lebih sekitar 1 minggu yang lalu) , perut Nampak besar semenjak 1

minggu yang lalu, tungkai bawah nampak sembab, pasien memiliki riwayat jantung

sekitar 2 tahun yang lalu. Badan pasien tampak lemas dan letih, berbicara ngawur

dan tidak
63
Saat dilakukan pengkajian pasien dengan kondisi mengalami sesak nafas ,

batuk sudah berbulan-bulan tidak kunjung sembuh dengan adanya secret di jalan

nafas. Sehingga pasien sulit untuk mempertahankan jalan nafas. Pasien masih

terlihat sesak nafas, O2 nasal kanul terpasang 4 liter, batuknya masih berdahak

dengan warna kekuningan, saat batuk nafas terasa sesak, sulit tidur dan sering

terjaga malam hari, saat tidur pasien nampak gelisah, badan terasa lemah dan letih.

Kesdaran pasien apatis GCS :13 E=3 V=4 M=5, motorik sebelah kiri pasien lemah,

Saat dilakukan pemeriksaan fisik pada Ny. E tidak ditemukan ada jejas, pasien

tampak pucat . pasien terpasang NGT dan untuk terapi oksigen pasien di pasangkan

nassal kanul 4 liter, TD : 128/54 mmHg, HR : 74/menit , RR : 30/menit , S : 36,5C ,

SPO2 : 95% .

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon actual atau

potensial klien terhadap masalah kesehatan dan perawat mempunyai izin dan berkompeten

untuk mengatasinya. Respon actual dan potensial klien didapatkan dari data dasar

pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis klien dimasa lalu yang

dikumpulkan selama pengkajian (Potter danperry, 2005).

Pada diagnosa keperawatan ditemukan kesenjangan dalam jumlah masalah

keperawatan yang ditemukan. Diagnosa – diagnosa yang ditemukan pada prinsipnya

sesuai dengan yang ada pada teori, diagnosa sesuai dengan keluhan yang didapat

dari pasien. Berikut ini keluhan yang didapat dari pasien sehingga kelompok

menegakkan 4 diagnosa keperawatan yaitu:

a. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan edema serebra


b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis.
d. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
Diagnosa yang didapatkan berdasarkan keluhan yang disampaikan oleh
64
pasien, selain itu juga berdasarkan apa yang tampak saat pengkajian dan juga

berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan. Semua keluhan ditampilkan

dalam analisa data melalui data objektif dan data subjektif. Diagnosa yang tidak ada

di tinjauan kasus yaitu gangguan pertukaran gas, kelebihan volume cairan,

intoleransi aktivitas, gangguan pola tidur, resiko gangguan integritas kulit/jaringan,

Alasan penulis tidak menegakkan diagnosa tersebut karena tidak ada data objektif

maupun data subjektif yang mendukung untuk menengakan diagnosa tersebut,

penulis hanya membuat sesuai dengan kebutuhan klien, dan dari data yang di

dapatkan hasil pengkajian.

C.Intervensi

Intervensi (perencanaan) adalah kategori dalam perilaku keperawatan dimana

tujuan yang terpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan dan ditetapkan sehingga

perencanaan keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter dan Perry,

2005).

Intervensi atau perencanaan asuhan keperawatan (nursing care plan) adalah

acuan tertulis dari berbagai intervensi keperawatan yang direncanakan dapat

mengatasi diagnosis keperawatan sehingga klien dapat terpenuhi kebutuhan

dasarnya. kelompok menegakkan diagnose membuat rencana tindakan (intervensi)

sesuai dengan diagnose yang diangkat kelompok berdasarkan teori standar intervensi

keperawatan Indonesia (SIKI)

a. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan edema serebra

Menurut DPP PPNI (2016), Penurunan kapasitas adaptif intrakranial adalah

gangguan mekanisme dinamika intrakranial dalam melakukan kompensasi

terhadap stimulus yang dapat menurunkan kapasitas intrakranial. Penulis

membuat intervensi yang dipilih berdasarkan standar intervensi keperawatan

65
indonesia (SIKI) untuk mengatasi masalah keperawatan yang terlampir pada

bab 3 asuhan keperawatan.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload

Penurunan produktivitas pada pasien gagal jantung disebabkan oleh

kelelahan. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen karena

jantung gagal mempertahankan sirkulasi mengakibatkan terjadinya kelelahan

(Smith, Kupper, De Jonge, & Denollet, 2010). Kelelahan terjadi akibat

penurunan kapasitas fisik pasien gagal jantung dalam melakukan aktivitas

sehari-hari yang berakibat menurunnya kemampuan pasien dalam meningkatkan

kualitas hidupnya. Kelelahan merupakan salah satu gejala gagal jantung (Li-

Huan,Chung-Yi, Shyh-Ming, Wei-Hsian, & AiFu, 2010). Pada pasien gagal

jantung terjadi perubahan neurobiokimiawi sebagai respon kompensasi akibat

gangguan yang terjadi. Penurunan curah jantung akan menyebabkan

vasokonstriksi yang memperburuk sirkulasi sehingga kondisi perfusi perifer

mengalami penurunan. Kondisi tersebut akan menyebabkan kelelahan pada

pasien gagal jantung (Woung-Ru, Chiung-Yao, & SanJou, 2010). Penulis

membuat intervensi yang dipilih berdasarkan standar intervensi keperawatan

indonesia (SIKI) untuk mengatasi masalah keperawatan yang terlampir pada

bab 3 asuhan keperawatan.

c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis

Pola napas tidak efektifs adalah inspirasi dan atau ekspirasi yang ida

memberi ventilasi adekuat (NANDA,2011). Penulis membuat intervensi yang

dipilih berdasarkan standar intervensi keperawatan indonesia (SIKI) untuk

mengatasi masalah keperawatan yang terlampir pada bab 3 asuhan keperawatan.

d. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
66
Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan

sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan nafas tetpa paten(

Tim Pokja SKDI DPP PPNI, 2017).Penulis membuat intervensi yang dipilih

berdasarkan standar intervensi keperawatan indonesia (SIKI) untuk mengatasi

masalah keperawatan yang terlampir pada bab 3 asuhan keperawatan.

D. Implementasi

Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat

untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status

kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

Adapun faktor pendukung terlaksananya implementasi adalah:

1. Adanya Kooperatif pasien terhadap semua implementasi yang dilakukan

2. Adanya kerjasama yang baik dengan perawat ruangan dan tim kesehatan

lainnya.

Implementasi merupakan bagian aktif dari asuhan keperawatan, yaitu

perawat melakukan tindakan sesuai rencana. Implementasi yang dilakukan sesuai

dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Selama melakukan

implementasi kelompok tidak menemukan kesulitan yang berarti karena keluarga

klien yang kooperatif dan implementasi yang dilakukan dapat dipahami oleh

keluarga klien.

Salah satu bentuk implementasi keperawatan yang dilakukan adalah

memberikan Penkes kepada orang tua klien tentang seputar penyakit pasien dan

bagaimana pencegahan untuk kedepannya.

Hal ini dapat dilakukan karena didukung oleh :

a. Adanya kesempatan yang diberikan oleh Kepala Ruangan ICU untuk

menerapkan kegiatan yang kelompok lakukan.

67
b. Adanya upaya kelompok untuk melakukan tindakan keperawatan pada

pasien dengan ADHF + Suspect Stroke Iskemik.

c. Adanya kerja sama dan partisipasi keluarga klien dalam pelaksanaan

Asuhan Keperawatan.

d. Adanya bimbingan, bantuan, dan kerja sama dengan tim kesehatan atau

staff ruangan.

e. Penulis dapat memberikan Evidance Based Nursing Pemberian Teknik

Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tingkat Nyeri Pada Pasien Post Operasi

Laparatomi. Dimana dilakukan setiap hari pada implementasi manajemen

nyeri. Setelah dilakukan implementasi didapatkan bahwa ada penurun

skala nyeri sebelum dan sesudah pemberian teknik relaksasi.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan untuk melengkapi proses keperawatan

yang menundakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan

dan penatalaksanaan yang sudah berhasil di capai (Potter dan Perry,

2005).

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelaksanaa asuhan keperawatan pada Ny.D dengan ADHF + Suspect

Stroke Iskemik di ruang intensive care unit (ICU) RSI Ibnu Sina Yarsi Sumbar

68
Bukittinggi selama 3 hari, berdasarkan pelaksanaan asuhan keperawatan tersebut

maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut:

1. Dalam pengkajian Ny.D dengan ADHF + Suspect Stroke Iskemik, pada saat

pengkajian klien dan data yang didapat diantaranya klien pada airway nya

Jalan nafas tidak efektif, pasien terlihat sesak, pasien mengalami batuk dan ada

secret pada jalan nafas pasien dan tidak ada trauma pada jalan nafas pasien.

Pada breathing Pada saat pengkajian didapatkan bahwa : klien tampak sesak,

RR : 30 x/menit, Nafas pasien terdengar ronkhi, Hembusan nafas pasien terasa,

Pasien terpasang O2 4 liter/jam menggunakan oksigen nasal kanul, Pasien

menggunakan otot bantu pernafasan. Circulation Tidak terdapat perdarahan

pada NY.D, denyut nadi klien teraba, akral hangat, elastisitas kulit sudah

menurun, TD : 128/54 mmHg, HR : 74/menit , RR : 30/menit , S : 36,5C SPO2

: 95%, Klien terpasang foley chateter , pasien terpasang NGT, pasien terpasang

O2 nasal kanul 4 liter, pasien terpasang infus RL 500 ml/24 jam, jumlah urine

500 cc. Pada disability pada saat dilakukan pengkajian didapakan tingkat

kesadaran pasien E3 M 4 V4 dengan jumlah GCS 13 , reaksi pupil terhadap

cahaya ada. Eksprosure : Pada saat dilakukan pengkajian tidak ada luka lecet

dan jejas pada tangan dan kaki pasien. Kedua kaki sulit untuk digerakkan.

Pasien mengeluh kedua kakinya terasa pegal-pegal dan tampak sembab. NY.D

dilakukan emasangan Foley chateter pada tanggal 18 Maret 2021. NY.D

dilakukan pemasangan naso Gastric tube pada tanggal 18 Maret 2021 untuk

memasukan makanan dan obat-obatan. Dan NY.d dilakukan pemasangan

monitor, saturasi (SPO2), elektroda, dan manset tekanan darah, dilakukan

pemeriksaan EKG. Serta terpasang NGT .

69
2. Pada pengkajian sekunder di keluhan utama : Pasien masuk melalui IGD RSI

Ibnu Sina Yarsi Sumbar Bukittinggi pada hari Kamis tanggal 18 Maret 2021

jam 00.04 WIB. Dengan keluhan utama pasien batuk kurang lebih 3 bulanyang

lalu, nafas sesak sering (kurang lebih sekitar 1 minggu yang lalu) , perut

Nampak besar semenjak 1 minggu yang lalu, tungkai bawah Nampak sembab,

pasien memiliki riwayat jantung sekitar 2 tahun yang lalu. Badan pasien

tampak lemas dan letih, berbicara ngawur dan tidak jelas. Alasan masuk ICU

pada tanggal 18 Maret 2021 dengan mengalami sesak nafas , batuk sudah

berbulan-bulan tidak kunjung sembuh dengan adanya secret di jalan nafas.

Sehingga pasien sulit untuk mempertahankan jalan nafas. Riwayat Penyakit

Sekarang: Pasien masih Nampak sesak nafas, O2 nasal kanul terpasang 4 liter,

batuknya masih berdahak dengan warna kekunungan, saat batuk nafas terasa

sesak, sulit tidur dan sering terjaga malam hari, saat tidur pasien Nampak

gelisah, badan terasa lemah dan letih. Riwayat penyakit Dahulu: Pasien pernah

menderita penyakit jantung sekitar 2 tahun yang lalu. Sudah tidak dikontrol dan

pernah dirawat dengan penyakit jantung 2 tahun yang lalu. Pasien tidak control

ke rumah sakit 2 tahun yang lalu dan tidak rutin minum obat. Riwayat penyakit

Keluarga: Keluarga pasien mengatakan dikeluarga mempunyai riwayat

hipertensi dan stroke yang dialami oleh ayah klien sendiri yang sudah

meninggal 5 tahun yang lalu.

3. Diagnosa keperawatan yang mungkin terdapat pada klien dengan Dengan

ADHF tidak dapat penulis temukan semua. Sesuai dengan data yang didapat

penulis pada saat pengkajian, ditemukan 4 diagnosa yang dapat ditegakkan

pada kasus, diagnosa tersebut antara lain :

70
a. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan edema

serebra

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis.

c. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang

tertahan

4. Perencanaan dirumuskan berdasarkan prioritas masalah sekaligus

memperhatikan kondisi klien serta kesanggupan keluarga dalam kerjasama.

5. Dalam melakukan perawatan pada klien dengan ADHF, penulis telah berusaha

melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana keperawatan dan ditujukan

untuk mencegah masalah yang diderita klien.

6. Kesulitan yang ditemui saat pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien

adalah terbatasnya waktu, namun masih terdapat diagnosa keperawatan yang

belum teratasi. Selain itu pemberi asuhan keperawatan tidak bisa terlalu lama

atau adanya pembatasan saat kontak dengan pasien karena kondisi COVID19

sehingga tidak terlalu maksimal dalam pemberian asuhan keperawatan.

B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Memberikan kemudahan dalam penggunaan perpustakaan dalam koleksi buku

yang menjadi fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan dan keterampilannya dalam menjalani praktik dan pembuatan

asuhan keperawatan.

2. Bagi Lahan Praktik

Meningkatkan mutu pelayanan untuk klien dengan melibatkan peran aktif

keluarga sehingga asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai tujuan dan


71
memberikan kenyamanan pada klien.

DAFTAR PUSTAKA

Aaronson, P. I., & Ward, J. P. (2010). At a Glance: Sistem Kardiovaskular.

(R. Estikawati, Ed., & d. J. Surapsari, Trans.) Jakarta: Penerbit Erlangga

Akatsuki. (2011). Peran Perawat Dalam Penanganan Gagal Jantung. Jakarta:


EGC
72
Amin H. Nurarif dan Hardi Kusuma (2015). Aplikasi NANDA NIC-NOC, jilid 1.

Jogyakarta: Mediaction

Andarmoyo. Sulistyo. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi).

Yogyakarta: Graha Ilmu

Anita Yulia, (2019) Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi Terhadap Saturasi
Oksigen dan Frekuensi Nafas Pada Pasien Asma Jurusan Keperawatan,
Poltekkes Kemenkes Bengkulu, Indonesia

Aspiani, (2010). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien GangguanKardiovaskuler

Aplikasi NIC&NOC. (EGC,Ed). Jakarta

Berek, Pius A.L. (2010). Efektifitas slow deep breathing terhadap penurunan
tekanan darah pada pasien hipertensi primer di Atambua Nusa Tenggara
Timur: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Bernardi et.al. (2008). Effect of breathing rate on oxygen saturation and exercise
performance in chronic heart failur. The Lancet, 351, 1308-1311

Data Ruangan Icu/Iccu RSUD Dr Achmad Mochtar Bukittinggi dari bulan Januari
sampai Mei 2019

Departemen Kesehatan RI. (2014). Riset Kesehatan Dasar. Departemen


Kesehatan RI

Dinas Kesehatan RI. (2012). Standart Pelayanan Keperawatan di ICU

Herman, T.H, & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi &


Klasifikasi. Edisi. 10. Jakarta ; EGC

Kementrian Kesehatan RI. (2010). Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor :


1778/Menkes/SK/XII/2010, Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit. Jakarta

Kozier, Barbara, dkk, 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,


Proses dan Praktek, Edisi 7, Volume 1. Jakarta : EGC.

73
Mayuni, et al. (2015). Pengaruh diaphragmatic breathing exercise terhadap kapasitas
vital paru pada pasien asma di wilayah kerja puskesmas III denpasar utara.

Muttaqin, Arif (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System


Kardiovaskuler Dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Nanda Internasional (2012) Diagnosis Keperawatan 2012-2014. Jakarta : EGC Nurhayati,


dkk, (2009). Asuhan Kegawatdaruratan Penyakit Jantung. Jakarta:

CV. Trans Info Medika.

Nursalam,2008,Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta : Salemba Medika

Padila, 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika Perry,

Potter. (2010). Fundamental Keperawatan buku 1 edisi 7. Jakarta: Salemba


Medika.

Price, S.A. Wilson, L.M. (2013). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi VI. Jakarta: EGC

Smeltzer, S. C., & Bare B. G. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC

Sepdianto, Tri Cahyo dan Maria Diah Ciptaning Tyas. 2013. Peningkatan Saturasi
Oksigen Melalui Latihan Deep Diaphragmatic Breathing pada Pasien Gagal
Jantung. Jurnal Keperawatan dan Kebidanan.

Setiadi, 2012. Konsep & Penelitian Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan Praktik.
Yogyakarta: Graha Ilmu

Setiani. (2014). KTI Gagal Jantung di Ruangan Sekar Jagad. RSUD Bendan Kota
Pekalongan.

Susanto. M, dkk (2015). Pengaruh Terapi Nafas Dalam Terhadap Perubahan Saturasi
Oksigen Pada Pasien Asma di RS Wilayah Kabupaten Pekalongan.

Udjianti, W.J, (2010). Keperawatan Kardivaskuler. Jakarta: Salemba Medika WHO.

2013. About Cardiovascular Diseases. World Health Organization.Geneva. Cited

74
Wijaya,A,S & Putri. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika.

75

Anda mungkin juga menyukai