Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman dunia (global


threat) dan merupakan penyakit yang berperan utama sebagai penyebab
kematian nomor satu di seluruh dunia. Data Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menyebutkan, lebih dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat
penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka kejadian penyakit jantung dan
pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Setidaknya, 15 dari
1000 orang, atau sekitar 2.784.064 individu di Indonesia menderita penyakit
jantung dan memprediksikan bahwa angka kematian akibat penyakit
kardiovaskular akan meningkat lebih dari 23,6 juta orang pada tahun 2030.
Menurut American Heart Association tahun 2018 penyakit jantung koroner
terdiri dari Unstable Angina Pectoris (UAP), ST Elevation Myocardial
Infarct (STEMI), dan Non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI).
Penyakit Jantung Koroner merupakan suatu keadaan terjadinya
perubahan pada variabel intima atau tunika intima arteri seperti lipid, hasil
produk darah, kompleks karbohidrat, jaringan fibrus, dan defosit kalsium
yang kemudian diikuti perubahan lapisan media (Agrina, 2017). Penyakit ini
juga bisa disebut Coronary Artery Disease (CAD). Sindrom Koroner Akut
juga dikaitkan dengan penyakit jantung koroner. Sindrom Koroner Akut
merupakan kegawatdaruratan pembuluh darah koroner yang terdiri dari infark
miokard akut (American Heart Association, 2016)
Bila sudah terjadi infark yang luas dan miokard yang harus
berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark yang lama sehingga
daerah miokard akan mengalami penurunan ejection fraction, stroke volume,
dan peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri (Wardani, 2012).
kondisi ini juga akan menyebabkan tekanan atrium kiri naik yang nantinya
akan menyebabkan transudasi cairan ke ruangan interstisium paru dan terjadi
gagal jantung (Damanik, 2016).
Salah satu komplikasi dari penyakit jantung koroner adalah gagal jantung
yang merupakan permasalahan kesehatan progresif seiring perkembangan
zaman dengan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas di Negara maju

1
maupun berkembang (PERKI, 2015). Menurut Schilling (2014) angka
kejadian gagal jantung semakin meningkat dari tahun ke tahun, data WHO
Tahun 2017 tercatat 1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat
menderita gagal jantung dan 700.000 diantaranya memerlukan perawatan
dirumah sakit pertahun. Alasan utama rawat inap individu yang berusia > 65
tahun di dunia barat di dominasi olah penyakit Acute Heart Failure, Amerika
menampung pasien dengan gagal jantung akut sebanyak 1 juta orang
pertahunnya unt uk melakukan perawatan (Farmakish, 2018). Menurut
infodatin, 2013 Di Indonesia pasien dengan gagal jantung memiliki usia lebih
muda dibandingkan Eropa dan Amerika disertai dengan tanda gejala klinis
yang lebih berat.
Gagal jantung juga diartikan sebagai ketidakmampuan jantung untuk
melakukan tugasnya sehingga kebutuhan jaringan dan nutrisi ke seluruh
tubuh belum mencukupi (Majid, 2018). Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Maulidta (2015) bahwa 70% gagal jantung disebabkan karena iskemik
kardiomiopati dan hipertensi. Kondisi ini menyebabkan penurunan suplai
darah ke arteri coroner dan menurunkan atau menghentikan suplai oksigenasi
ke otot jantung yang dapat menyebabkan kematian otot jantung yang dapat
mengakibatkan gangguan pompa jantung.
Gagal jantung yaitu gangguan kemampuan jantung untuk memompa
darah keseluruh tubuh karena disfungsi ventrikel kiri sehingga dapat terjadi
penurunan curah jantung yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
afterload, preaload dan kontraktilitas. Karena curah jantung menurun
sehingga tubuh melakukan beberapa kompensasi yaitu pada hukum frank
starling dimana peningkatan preload dapat meningkatkan curah jantung dan
mengaktifkan sistem hormonsl yaitu SNS (symphatic nerveous system) dan
RAAS (Ren in Angiotensin Aldosteron System) yang dapat meningkatkan
beban jantung, kontrkatilitas dan retensi natrium. Kemudian akan
menyebabkan denyut jantung meningkat sehingga akan terjadi atrial fibrilasi
(Kemp & Conte, 2012)
Gagal jantung akut dekompensata (Acute Decompensated Heart Failure),
ADHF suatu kondisi gagal jantung yang ditandai dengan adanya onset yang

2
cepat atau perburukan tanda dan gejala jantung sebagai akibat dari
perburukan kardiomiopati yang sudah ada sebelumnya (Jiley, 2013). Angina
juga disebabkan oleh infark miokard. Infark miokard merupakan
perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Ainanur, 2016).
ADHF merupakan perburukan tanda dan gejala gagal jantung yang
membutuhkan penanganan medis dan sering kali menjadi alasan utama
hospitalisasi (Kurmani dan Squire, 2017).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik melakukan studi kasus dengan
judul “Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) Pasien Dengan Diagnosa
Medis ADHF (Acute Decompensated Heart Failure) Di Ruang Rawat Inap
Agus Salim (4) Rumah Sakit Tk.III 01.06.01 dr. Reksodiwiryo Padang Tahun
2021.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Setelah pelaksanaan PKL, mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan

asuhan gizi pada pasien dengan diagnosa ADHF (Acute Decompensated Heart

Failure) Di Ruang Rawat Inap Agus Salim (4) Rumah Sakit Tk.III 01.06.01 dr.

Reksodiwiryo Padang Tahun 2021.

2. Tujuan khusus

Setelah pelaksanaan PKL ini diharapkan mahasiswa mampu :

a. Mampu melakukan skrining gizi

b. Mampu melakukan pengkajian gizi (nutrition assesment)

c. Mampu merumuskan diagnosa gizi

d. Mampu membuat perencanaan menu dan intervensi gizi

e. Mampu melaksanakan monitoring dan evaluasi

f. Mampu melakukan konseling gizi

3
C. Manfaat

1. Bagi Mahasiswa

a. Dapat menambah wawasan dan kemampuan dalam penatalaksanaan asuhan

gizi pada pasien di Rumah Sakit Tk.III 01.06.01 dr. Reksodiwiryo Padang.

b. Dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam pelayanan gizi di Rumah

Sakit Tk.III 01.06.01 dr. Reksodiwiryo Padang.

c. Sebagai wadah mahasiswa dalam proses menekuni profesi sebagai ahli gizi

yang profesional.

2. Bagi Pasien dan keluarga

a. Menambah pengetahuan keluarga tentang kondisi penyakit pasien dan

pengaturan pola makan yang tepat, sesuai kondisi pasien.

b. Menghambat dan mengurangi resiko terjadinya komplikasi akibat penyakit

3. Bagi Institusi

Dapat menjadi bahan panduan atau pembanding terhadap proses asuhan gizi
klinik di Rumah Sakit Tk.III 01.06.01 dr. Reksodiwiryo Padang. sehingga dapat
berjalan dengan baik sesuai dengan yang semestinya.

Pasien dengan gagal jantung memiliki tanda yang khas yaitu takikardi,
takipnu, ronki paru, efusi pleura, peningkatan tekanan vena jugularis, edema
perifer, hapatomegali dan dyspnoe (PERKI, 2015). Dyspnoe merupakan
gejala yang paling sering dirasakan oleh penderita gagal jantung. Penelitian
yang dilakukan oleh Nirmalasari (2017) menyatakan bahwa 80% pasien yang
dirawat dirumah sakit mengalami dyspnoe dan mengatakan dyspnoe
mengganggu aktifitas sehari-hari.
Pada pasien Acute Decompensated Heart Failure untuk meminimalkan
konsumsi oksigen oleh miokard, pasien perlu diistirahatkan. Sesak nafas
dimalam hari (Ortopnue) yang sebelumnya duduk lama kemudian berbaring

4
ke tempat tidur sehingga tekanan sirkulasi paru meningkat sehingga cairan
berpindah ke alveoli. Gejala lain yang muncul adanya keluhan mudah lelah
akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia
(gangguan tidur) yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk (Shahab,
2016). Pasien dengan unstable angina akan mengalami nyeri dada saat
aktivitas berat dan masih tetap berlangsung saat istirahat. Gangguan istirahat
dan tidur pada pasien gagal jantung terutama terjadi pada malam hari karena
rasa ketidak nyamanan nyeri dada yang mengganggu kualitas dan kuantitas
tidur pasien (Talebi, 2019)
Lebih dari 30% individu tidur kurang dari 6 jam per hari, hal ini
mengakibatkan perasaan tidak bugar dan mengalami kelelahan saat bangun,
mengantuk disiang hari serta fatigue (Wang et al., 2016). Studi lain
menjelaskan bahwa durasi tidur yang pendek (kurang dari 6 jam per hari)
secara signifikan berhubungan positif dengan penyakit jantung koroner
(Sharma, Sawhney, & Panda, 2014). Menurut Matsuda (2017), menemukan
durasi tidur yang pendek sebanyak 35,3% dari 1071 pasien gangguan
kardiovaskular di Keio University Hospital dan berkontribusi 59,3% terhadap
kualitas tidur yang buruk. Penelitian yang dilakukan Grandner, et al (2012)
menjelaskan hubungan signifikan durasi tidur yang pendek dengan infark
miokardium.
Berdasarkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa pasien sindrom
koroner akut memiliki kualitas tidur yang rendah di 3 hari pertama rawatan
(Talebi, 2019). Mendapatkan kenyamanan untuk tidur sulit didapatkan karena
beberapa faktor internal seperti nyeri, ketidaknyamanan, obat-obatan,
kecemasan, stres, penuaan, dan faktor-faktor eksternal seperti lingkungan
yang tidak dikenal, kebisingan sekitar, pencahayaan, perawatan
berkelanjutan, obatobatan (seperti , sedatif dan inotrop) yang dapat mengubah
ritme tidur harian .
Pada pasien kritis yang menjalani perawatan di ruang intensif dan
mengalami gangguan tidur, umumnya digunakan sedasi untuk meminimalkan
kegelisahan dan nyeri yang dapat mengganggu kebutuhan tidur pasien
tersebut (Talebi, 2019). Salah satu cara untuk mengatasi gangguan pola tidur

5
dengan meningkatkan kualitas tidur dengan pemberian non farmakologi yaitu
pemberian Therapy warm footbath.
Terapi relaksasi dengan menggunakan air atau hydrotherapy merupakan
penggunaan air hangat untuk mengatasi berbagai masalah, dimana air
bermanfaat untuk menjadikan tubuh lebih rileks, mengurangi rasa pegal-pegal
dan kekakuan, sehingga, membuat tidur bias lebih nyaman (Sustrani, Alam,
Hadibroto, 2006). Menurut Dinkes (2014) mengungkapkan air hangat
mengurangi nyeri dan melancarkan peredaran darah dengan menggunakan
suhu air hangat yang tidak terlalu panas 38-42℃. Adapun penggunaan
Therapy Warm Footbath atau rendam kaki dengan air hangat dapat menjadi
salah satu alternative dari pengobatan untuk meningkatkan kenyamanan dan
kualitas tidur pasien yang dirawat di ruangan cardiac care unit (Talebi,
2019).
Merendam kaki pada suhu 38-42℃ selama 20 menit dapat menstabilkan
detak jantung, tekanan darah dan resistensi pembuluh darah, serta dapat
meningkatkan aliran darah ke kaki. Menurut Fan (2018) efek terapi footbath
dapat memperbaiki sirkulasi darah dan mengatur saraf otonom, mengurangi
viscositas darah. Proses dalam tubuh air hangat akan merangsang dilatasi atau
pelebaran pembuluh darah sehingga peredaran darah menjadi lancar yang
akan mempengaruhi tekanan dalam ventrikel. Aliran darah menjadi lancar
sehingga darah dapat terdorong ke dalam jantung dan dapat menurunkan
tekanan sistolik. Saat ventrikel berelaksasi, tekanan dalam ventrikel turun
drastis, akibat aliran darah yang lancar sehingga menurunkan tekanan
diastolik (Perry & Potter, 2016 dalam Solechah, 2017). Terapi rendam kaki
dengan air hangat akan meningkatkan pelepasan hormone endorphin,
sehingga tubuh merasa lebih rileks (Andriyadi, 2016).
Tujuan Terapi footbath dapat meningkatkan aliran darah ke perifer dan
dapat memfasilitasi onset tidur serta meningkatkan kualitas tidur pasien
(Talebi, 2019). Dimana system yang mengatur siklus atau perubahan dalam
tidur adalah Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing
Regional (BSR) yang terletak pada batang otak (Perry & Potter, 2016). Ras
yang nantinya akan mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat

6
termasuk kewaspadaan dan tidur, dimana RAS terletak dalam masenfalon dan
bagian atas pons. Selain itu RAS dapat memberikan rangsangan visual,
pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks
serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar,
neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin.
Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum serotonin
dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu BSR
(Potter & Perry, 2016).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ADHF (Acute Decompensated Heart Failure)

1. Definisi ADHF (Acute Decompensated Heart Failure)

Acute decompensated heart failure (ADHF) adalah sindroma klinis

dari perburukan gejala gagal jantung yang membutuhkan rawat inap atau

pelayanan medis lainnya (Liska Ainanur, Halimudin, 2016:1). Salah satu

bentuk gagal jatung yaitu gagal jantung akut dekompensata (Acute

7
Decomoensated Heart Failure, ADHF). ADHF dapat disebabkan oleh

infark miokard. Infark miokard merupakan perkembangan cepat dari

nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009).

2. Etiologi ADHF (Acute Decompensated Heart Failure)

Menurut O’Connor, 2005 Hospitalisasi pada pasien gagal jantung

dapat dikategorikan dalam tiga area, yaitu:

a) Pasien dengan onset gagal jantung baru yang biasanya disebabkan

oleh beberapa faktor yang spesifik seperti infark miokard;

b) Pasien dengan gagal jantung kronik dan mengalami kekambuhan;

c) Pasien kategori D pada guidelines AHA/ACC baru yang mengalami

disfungsi sistolik ventrikel kiri dan sering mengalami kekambuhan

3. Patofisiologi ADHF (Acute Decompensated Heart Failure)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Putra (2015) di RSUD Dr.

Wahidin Sudiro Husodo, didapatkan hasil sebagian besar responden

(73,3%) mempunyai kasifikasi tekanan arteri rerata dalam kategori

tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya tekanan darah yang tinggi

sehingga menyebabkan sirkulasi darah tidak stabil.Tekanan arteri rata-

rata dikontrol oleh baroreseptor yang terdapat di sistem sirkulasi. Apabila

baroreseptor mendeteksi tekanan yang abnormal, baroreseptor akan

mengaktivasi sistem reflek untuk memulihkan tekanan arteri ke nilai

normal (Sherwood, 2011). Tekanan arteri rata-rata adalah daya utama

yang menentukan perfusi jaringan, tekanan ini mendorong darah ke

dalam jaringan.Oleh karena itu, tekanan arteri rata-rata harus

8
dipertahankan pada rentang normal untuk menjamin aliran darah yang

adekuat ke berbagai jaringan terutama otak dan tidak membebani jantung

serta tidak meningkatkan risiko kerusakan vaskular.

Gagal jantung mengakibatkan kegagalan fungsi pulmonal sehingga

terjadi penimbunan cairan di alveoli. Hal ini akan menyebebkan jantung

tidak dapat berfungsi dengan maksimal dalam memompa darah.

Perubahan yang akan terjadi pada otot-otot respirasi juga mengakibatkan

suplai oksigen keseluruh tubuh terganggu dan terjadilah dyspnoe (Riley,

2013). Pada pasien gagal jantung gejala lain yang dirasakan selain

dyspnoe dan pucat yaitu nyeri dada yang muncul secara tiba-tiba dan

secara terus menerus serta tidak mereda. Nyeri dapat menjalar ke leher,

bahu dan terus menuju lengan (Aspiani, 2014).

Kualitas tidur yang buruk mengakibatkan proses perbaikan kondisi

klien akan semakin lama sehingga akan memperpanjang long of stay

(LOS) dirumah sakit (Supadi, 2008). Apabila kualitas tidur pasien dengan

ADHF terganggu, maka akan berdampak buruk pada kualitas hidupnya.

Buruknya kualitas tidur menyebabkan adanya stimulasi saraf simpatik

dan merangsang hormon adrenalin sehingga tekanan darah meningkat,

nadi meningkat dan begitu juga kebutuhan oksigen oleh miokard

meningkat (Tolba, 2018).

4. Klasifikasi ADHF (Acute Decompensated Heart Failure)

Presentasi klinis dari gagal jantung akut biasanya merefleksikan

spektrum kondisi, dan klasifikasinya memiliki batasan-batasan. Pasien

dengan gagal jantung akut biasanya datang dengan salah satu dari

9
keenam kategori klinis berikut (Nunez dkk., 2015, Ponikowski dkk.,

2016):

a. Perburukan atau dekompensasi dari gagal jantung kronis/ADHF:

biasanya terdapat riwayat perburukan dari gagal jantung kronis

dalam pengobatan, dan bukti dari kongesti sistemik dan pulmoner.

Tekanan darah rendah saat masuk biasanya berhubungan dengan

prognosis yang jelek.

b. Edema paru akut: pasien biasanya datang dengan distress pernafasan,

takipneu dan ortopneu, ronki basah halus sering ditemukan di

seluruh lapang paru. Saturasi oksigen arterial biasanya <90% dengan

udara ruangan sebelum diberkan terapi oksigen.

c. Gagal jantung akut hipertensif: tanda dan gejala dari gagal jantung

yang disertai peningkatan tekanan darah dan biasanya memiliki

fraksi ejeksi ventrikel kiri yang masih baik. Terdapat bukti dari

peningkatan tonus simpatis dan vasokonstriksi. Pasien mungkin

dalam kondisi euvolemik atau hanya sedikit hipervolemik, dan

datang dengan tanda-tanda kongestif paru tanpa disertai kongesti

sistemik. Respons terhadap terapi medis biasanya cepat, dan tingkat

kematian dirumah sakit biasanya rendah.

d. Renjatan kardiogenik (cardiogenic shock) didefinisikan sebagai

bukti adanya hipoperfusi jaringan yang diinduksi oleh gagal jantung

setelah dilakukannya koreksi adekuat dari preload dan aritmia

mayor. Biasanya renjatan kardiogenik ditandai dengan penurunan

tekanan darah (sistolik ≤90 mmHg, atau penurunan cepat dari rerata

10
tekanan arteri >30 mmHg) disertai dengan oliguria atau anuria (<0.5

ml/kg /jam). Gangguan irama juga sering terjadi, dan bukti-bukti

hipoperfusi organ serta kongesti paru biasanya terjadi secara cepat.

e. Gagal jantung kanan teisolasi: ditandai dengan sindroma penurunan

curah jantung (low output syndrome) tanpa adanya kongesti paru

dengan peningkatan tekanan vena juguler, dengan atau tanpa

hepatomegali dan tekanan pengisian ventrikel kiri yang rendah.

f. Gagal jantung akut pada sindroma koroner akut: banyak pasien

datang dengan gambaran klinis gagal jantung akut namun diserai

bukti-bukti laboratorium dari sindroma koroner akut. Sekitar 15%

pasien dengan sindroma koroner akut memiliki tanda dan gejala

gagal jantung akut, dan episode gagal jantung akut tersebut biasanya

berhubungan atau dipresipitasi oleh aritmia (bradikardia, fibrilasi

atrium atau takikardi ventrikel).

5. Penatalaksanaan Diet

a. Tujuan Diet

Tujuan diet penyakit jantung adalah :

1) Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan kerja

jantung

2) Menurunkan berat badan bila terlalu gemuk

3) Mencegah atau menghilangankan penimbunan garam atau

air

b. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian

11
1. Diet Jantung I

Diet Jantung I diberikan kepada pasien penyakit jantung akut

seperti Myocard In Farct (MCI) atau Dekompensasio Kordis berat.

Diet diberikan berupa 1-1,5 liter cairan/ hari selama 1-2 hari pertama

bila pasien dapat menerimanya. Diet ini sangat rendah energi dan

semua zat gizi, sehingga sebaiknya hanya diberikan selama 1-3 hari.

2. Diet Jantung II

Diet Jantung II diberikan dalam bentuk makanan saring atau

lunak. Diet diberikan sebagai perpindahan dari Diet Jantung I, atau

setelah fase akut dapat diatasi. Jika disertai hipertensi dan/ atau

edema, diberikan sebagai Diet Jantung II Garam Rendah. Diet ini

rendah energi, protein, kalsium dan tiamin.

3. Diet Jantung III

Diet Jantung III diberikan dalam bentuk makanan lunak atau

biasa. Diet diberikan sebagai perpindahan dari Diet Jantung II atau

kepada pasien jantung dengan kondisi yang tidak terlalu berat. Jika

disertai hipertensi dan/ atau edema, diberikan sebagai Diet Jantung

III Garam Rendah. Diet ini rendah energi dan kalsium, tetapi cukup

zat gizi lain.

4. Diet Jantung IV

Diet Jantung IV diberikan dalam bentuk makanan biasa. Diet

diberikan sebagai perpindahan dari Diet Jantung III atau kepada

pasien jantung dengan keadaan ringan. Jika disertai hipertensi dan/

12
atau edema, diberikan sebagai Diet Jantung IV Garam Rendah. Diet

ini cukup energi dan zat gizi lain, kecuali kalsium.

A. Ibu Menyusui

Konsumsi makanan ibu menyusui harus memenuhi kebutuhan untuk

dirinya sendiri dan untuk pertumbuhan serta pekembangan bayinya. Gizi

seimbang pada saat menyusui merupakan seuatu yang penting bagi ibu menyusui

karena sangat erat kaitannya dengan produksi air susu, Oleh karena

itu, pemenuhan gizi yang baik bagi ibu menyusui akan berpengauh terhadap status

gizi ibu menyusui dan juga tumbuh kembang bayinya. Komponen-komponen di

dalam ASI diambil dari tubuh ibu sehingga harus digantikan oleh makan makanan

yang cukup pada ibu menyusui tersebut. Oleh karena itu, ibu

menyusui membutuhkan zat gizi yang lebih banyak  dibandingkan dengan

keadaan tidak menyusui dan masa kehamilan,  tetapi konsumsi pangannya

tetap harus beranekaragam dan jumlah serta poposinya sesuai. 

a. Kebutuhan Gizi Ibu Menyusui

1. Energi

Ibu dalam 6 bulan pertama menyusui membutuhkan tambahan energi

sebesar 500 kalori/hari, ibu dalam 6 bulan kedua menyusui membutuhkan

tambahan energi 400 kalori/hari untuk menghasilkan jumlah susu normal.

Sehingga total kebutuhan energi selama menyusui akan meningkat menjadi 2400

kkal per hari yang akan digunakan untuk memproduksi ASI dan untuk aktivitas

ibu itu sendiri yang dalam pelaksanaannya dapat dibagi menjadi 6 kali makan (3x

makan utama dan 3x makan selingan) sesuai dengan Pedoman Gizi Seimbang

yang dianjukan.

13
2. Karbohidrat

Saat 6 bulan pertama menyusui, kebutuhan ibu meningkat sebesar 65 gr per

hari atau setara dengan 1 ½ porsi nasi.

3. Protein

Sangat diperlukan untuk peningkatan produksi air susu. Ibu menyusui

membutuhkan tambahan protein 17 gr atau setara dengan 1 porsi daging (35 gr)

dan 1 porsi tempe (50gr).

4. Lemak

Lemak berfungsi sebagai sumber tenaga dan berperan dalam produksi ASI

serta pembawa vitamin larut lemak dalam ASI. Kebutuhan minyak dalam

tumpeng gizi seimbang sebanyak 4 porsi atau setara dengan 4 sendok the

minyak (20 gr). Lemak yang dipelukan untuk ibu menyusui yaitu lemak tak jenuh

ganda seperti omega-3 dan omega-6.

5. Vitamin dan mineral

1) Ibu menyusui membutuhkan lebih banyak vitamin & mineral dari ibu hamil.

Kadar vitamin dalam ASI sangat dipengaruhi oleh vitamin yang dimakan ibu,

jadi suplementasi vitamin pada ibu akan  menaikkan kadar vitamin ASI.

2) Vitamin yang penting dalam masa menyusui adalah vitamin B1, B6, B2, B12,

vitamin A, yodium & selenium. Jumlah kebutuhan vitamin & mineral adalah 3

porsi sehari dari sayuran dan buah-buahan.

3) ibu menyusui rentan terhadap kekurangan gizi. Untuk mencegahnya, Anda

memerlukan suplemen baik berupa makanan maupun vitamin dan mineral

khususnya vitamin A dan zat besi (Defanda, 2016 : 13).

14
BAB III
PROSES ASUHAN GIZI
A. DESKRIPSI KASUS
Ny. S berusia 33 tahun, merupakan ibu rumah tangga. Memiliki suami

yang bekerja sebagai petani dan beragama islam. Dan mempunyai 2 orang

anak usia 4 tahun dan 8,5 bulan yang masih menyusui. Masuk rumah sakit

pada tanggal 17 Februari 2020 dan di bawa keruang IGD karena pasien

mengalami luka bakar saat memasak. Keluhan pasien yaitu kulit wajah

memerah, melepuh, terasa tegang, bibir terasa perih sakit jika digerakkan

sehingga sulit untuk memasukkan makanan, kelopak mata bengkak, sulit

dibuka, dan kulit dada sedikit merah karena terkena minyak goreng yang

menetes dari wajah.

Ny S sebelumnya memiliki kebiasaan makan sehari-hari yaitu makan 3

kali sehari makanan utama, jarang konsumsi buah, kurang minum dimana

15
biasanya 1 gelas untuk 1x makan. Asupan makan 1 hari Sebelumnya : Makan

pagi Nasi lunak 1 porsi (210 gr), telur gulai korma 1 butir (, tumis bayam+

wortel ¾ porsi, pisang 1 buah, susu ¾ gelas, kolak pisang+ ubi jalar (1 cup),

makan siang nasi lunak ¾ dari 3 centong rice cooker, sup ayam + tempe,

tumis toge + wortel , semangka, makan malam nasi lunak ¾ porsi, pindang

lele 1 ekor, tempe 1 potong sedang, tumis labu siam+ wortel ¾ porsi

Berdasarkan hasil pengukuran antropometri yang dapat diukur adalah BB

48 kg TB 155 cm. Tanda-tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg,

Respiratory 23 x/menit, suhu 37 oC, dan Nadi 69 x/menit. Berdasarkan hasil

lab di ketahui Hb 15,4 g/dl, kreatinin 0,81 mg/dl, urea 10,7mg/dl, kalium 3,32

mEq/L, natrium 141,2 mEq/L, klorida 110,6 mEq/L, hematokrit 43,2 %.

B. PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR


Gambaran Umum Pasien :
Nama : Ny. S
No RM : 521318
Tanggal lahir : 11-04-1986
Tanggal masuk : 17 februari 2020
Tanggal keluar : 24 februari 2020
Tanggal pengamatan : 21 – 24 februari 2020
Ruang rawat : Ambun suri lantai 1 ruangan luka bakar
Nama dokter : dr. Anbiar Manjas Sp.B(K)BD
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Diagnosis Medis : Luka Bakar gr II LA 3%
Ruangan rawat : Ruang Rawat Inap Ambun Suri Lt. 1 Ruang Luka Bakar

ASSESMENT A. Data Antropometri


TB= 155 kg
BB = 48 cm

16
IMT = BB/TB(m)2 = 48/1,552 =19,97 kg/m2
Penilaian : Status gizi normal

B. Data Biokimia
Tabel 3.1
Hasil Pemeriksaan Laboratorium sebelum pengamatan (20
februari 2020)

Pemeriksaan Hasil Standar Satuan Keterangan


Hemoglobin 15,4 12-14 g/dl Tinggi
Kreatinin 0,81 0,8–1,3 mg/dL Normal
Urea 10,7 15 -43 mg/dL Rendah
Kalium 3,32 3,5–5,5 mEq/L Rendah
Natrium 141,2 135-147 mEq/L Normal
Klorida 110,6 100-106 mEq/L Tinggi
Hematokrit 43,2 40-48 % Normal

Penilaian : Pasien mengalami hipokalemia


C. Data Klinis dan Fisik
 Kulit wajah memerah
 Kulit wajah melepuh
 Kulit wajah terasa tegang
 Bibir terasa perih, sakit jika digerakkan sehingga sulit untuk
memasukkan makanan.
 Kelopak mata bengkak, sehingga mata sulit dibuka
 Kulit dada sedikit merah

Tabel 3.2
Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan Hasil Standar Satuan Keterangan


Tekanan 120/80 120/80 mmHg Normal
darah
Respirasi 23 14 - 20 x/menit Tinggi
o
Suhu 37 36 – 37 C Normal
Nadi 69 60–100 x/menit Normal

Penilaian: Pasien mengalami luka bakar, respirasi pasien tinggi.


D. Data Dietary

17
Pola makan SMRS
- Makan 3x sehari
- 1 kali makan nasi sebanyak 3 sendok magic ( 150 gr)
- Lauk yang biasa di konsumsi ayam, ikan, telur sekali
makan 1 potong sedang (50 gr)
- Sayur suka yang berkuah, 1 kali sehari 2 sdm
- Jarang konsumsi buah (1 buah/minggu)
- Kurang minum, 1 gelas untuk 1x makan, rata-rata
perhari 3-4 gelas/hari
- Tidak memiliki alergi atau pantangan tehadap
makanan.
Hasil Food Recall Sebelum Intervensi
 Makan pagi Nasi lunak 1 porsi 210 gr, telur gulai korma 1
butir (55 gr), tumis bayam+ wortel ¾ porsi(75 gr), susu ¾
gelas, kolak pisang+ ubi jalar (1 cup)
 makan siang nasi lunak ¾ dari 3 centong rice cooker 225 gr,
sup ayam 60 gr+ tempe 40 gr, tumis toge + wortel 100 gr,
semangka 150 gr,
 makan malam nasi lunak ¾ porsi 225 gr, pindang lele 80 gr,
tempe 40 gr, tumis labu siam+ wortel ¾ porsi (37,5 gr),
pisang 1 buah ( 150 gr)
Tabel 3.3
Hasil Recall Sebelum Intervensi

Zat Hasil Kebutuhan Gizi Persentase Ketera


gizi Recall ngan
E 1962,7 2380 kcal 82,46 % Cukup
kcal
P 81,7 gr 119 gr 68,65% Kurang
L 48,2 gr 52,88 gr 91,14% Baik
KH 319,2 gr 357 gr 89,4% Cukup
Penilaian : Asupan protein pasien < 80%.
E. Pemberian Obat
Tabel 3.4
Terapi Obat

18
Jenis Fungsi
Obat/Tindakan
Ceftriaxon Untuk mengobati infeksi bakteri
Ranitidin untuk mengurangi produksi asam
lambung
Tramadol Untuk pereda rasa sakit
NaCl 0,9 % Untuk mengganti cairan tubuh yang
hilang

F. Riwayat Personal
- Riwayat penyakit : -
- Riwayat penyakit sekarang : luka bakar gr II LA 3 %
Pasien terpeleset saat masak, lalu wajah masuk ke dalam
wajan penggorengan yang berisi minyak goreng panas,
sehingga pasien mengalami luka bakar di bagian wajah dan
sedikit di bagian dada.

- Riwayat penyakit keluarga : keluarga tidak memiliki


riwayat penyakit yang diderita pasien
- Riwayat ekonomi sosial budaya : pasien merupakan ibu
rumah tangga, pekerjaan suami petani, pernah dirawat saat
melahirkan. Pasien memiliki dua orang anak, dan salah
satunya berusia 8,5 bulan masih menyusui.

Diagnosa A. Domain Intake


Gizi  NI 5.7.1 : Asupan protein inadekuat berkaitan dengan bibir
masih terasa perih sehingga sulit untuk mengunyah dan
menggerakkan mulut untuk makan di tandai dengan asupan

19
protein 65,72 % dari kebutuhan
 NI 5.1 : peningkatan kebutuhan berkaitan dengan
penyembuhan luka bakar pada ibu menyusui ditandai
dengan kebutuhan energi dan protein tinggi, energi 2380
kkal, protein 119 gr, lemak 52,88 gr, karbohidrat 357 gr,
Natrium > 1500 mg, Kalium > 4700 mg
B. Domain Klinik
NC 2.1 : Perubahan nilai lab berkaitan dengan kehilangan
cairan, elektrolit dan mineral akibat luka bakar di tandai
dengan hasil pemeriksaan kalium 3,32 rendah.
C. Domain Behavior
NB 1.1 : pengetahuan kurang terkait gizi berkaitan dengan
kurang terpapar informasi terkait gizi ditandai dengan jarang
konsumsi buah dan cairan kurang.
Intervensi A. Tujuan
1. Memberikan asupan oral sesuai dengan kebutuhan pasien
2. Memperbaiki hasil lab pasien mencapai normal
3. Mempercepat penyembuhan luka
4. Meningkatkan pengetahuan pasien dengan memberikan
edukasi dan konseling gizi sehingga pasien bisa
melaksanakan diet sesuai kebutuhan.
B. Prinsip dan Syarat Diet
a. Prinsip dan syarat diet
1. Energi 2380 kkal
2. Protein tinggi 20% dari kebutuhan
3. Kebutuhan lemak sedang 20 % dari kebutuhan
energi total.
4. Kebutuhan KH sedang 60% dari kebutuhan ,
5. Vitamin diatas AKG
 Vit A minimal 2 x AKG = 2x 600 mg = 1200
mg
 Vit B = 2 x 14 = 28 mg

20
 Vit C =2 x 75 = 150 mg
 Vit E = 2x 200 = 400 mg
6. Mineral tinggi
 Zat besi .>18 mg
 Seng > 8 mg
 Natrium > 1500 mg
 Kalium >4700 mg
 Kalsium >1000 mg
 Fosfor >700 mg
 Magnesium >340 mg

b. Cairan tinggi 2680 ml


55 x kg BB = 55 x 48
= 2680 ml
C. Perhitungan Kebutuhan
Energi = 25 kkal / kg BB + 40 kkal x % luka bakar
= 25 x 48 + 40 x 3
= 1200 + 120
= 1320 kkal
FA = 20 % x 1320 kkal = 264 kkal
FS = 30 % x 1320 kkal = 396 kkal
+
= 1980 kkal
Tambahan kkal ibu menyusui = 1980+ 400 kkal
= 2380 kkal
Protein = 20 % x 2380 kkal
= 476 kkal/4
= 119 gr
Lemak = 20 % x 2380 kkal
= 476 kkal : 9
= 52,88 gr

21
KH = 60 % x 2380 kkal
= 1428 kkal/4
= 357 gr
D. Preskripsi Diet
Jenis diet : Diet luka bakar II ( ML TKTP + ekstrak ikan
gabus + 2 putih telur )
Bentuk makanan : Makanan Lunak
Frekuensi : 3x makan utama dan 3x selingan
Rute : oral

E. Implementasi
1. Kegiatan intervensi dilakukan selama 3 hari mulai
tanggal 21 sampai 24 februari 2020 atau pada 9 kali
waktu makan. Perencanaan menu dilakukan dengan
mengikuti menu rumah sakit. Jumlah porsi disesuaikan
dengan hasil perhitungan kebutuhan pasien dan sesuai
dengan prinsip dan syarat diet pasien.
2. Makanan yang diberikan dalam bentuk makanan lunak
jumlah porsi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
pasien, setiap makanan yang akan diberikan pada pasien
ditimbang terlabih dahulu sesuai dengan rancangan.
3. Pelaksanaan edukasi dilaksanakan selama intervensi
dengan memberikan anjuran makan dan motivasi kepada
pasien dan keluarga pasien.
F. Rencana Edukasi
 Metode : diskusi tanya jawab
 Sasaran: Pasien dan keluarga pasien
 Media : Leaflet
 Tempat: Ruang rawat inap
 Materi :Menjelaskan mengenai bahan makanan yang
di anjurkan atau ditingkatkan dan makanan yang di
batasi pasien luka bakar pada ibu menyusui

22
Monitoring
dan Indikator Evaluasi Pelaksanaan Target
Evaluasi Status Gizi Membanding 1 x 3 hari Status gizi
kan status normal
gizi awal dan ( 18,5–25).
status gizi
akhir
Asupan Membanding Setiap hari Asupan
kan asupan > 80%.
dengan
kebutuhan
Nilai lab Membanding 1 x 3 hari Mencapai
kan nilai lab standar
dengan kadar
normal
Data fisik dan Membanding Setiap hari Kembali
klinis kan keadaan normal
fisik dan
klinis pasien Mengering
- luka bakar dan hilang
Pengetahuan Membanding Selama Pasien
kan perawatan mematuhi
pengetahuan diet yang
sebelum diberikan.
MRS dan
sesudah

23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Studi kasus ini dilakukan di ruang rawat ambun suri lantai 1

ruang luka bakar, Kasus yang dipilih dalam studi ini adalah pasien dengan luka

bakar dan juga ibu menyusui. Pasien bernama Ny. S berusia 33 tahun, dengan BB

48 kg dan TB 155 cm.

A. Hasil Monitoring Evaluasi Status Gizi Pasien

Status gizi adalah ukuran status kesehatan yang diperoleh dari keseimbangan

antara masukan energi dengan pengeluaran energi. Pada orang dewasa,

pengukuran status gizi dilakukan dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT)

dengan perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat. Pada kasus

ini dilakukan penimbangan BB dan pengukuran TB sebelum dan sesudah

intervensi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1
Penilaian Status Gizi Pasien

Tanggal Pemeriksaan BB TB IMT Penilaian


21 februari 2020 48 kg 155 cm 19,97 kg/m2 Normal
24 februari 2020 47,4 kg 155 cm 19,72 kg/m2 Normal

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penilaian status gizi berdasarkan IMT

dengan mengukur tinggi badan dan menimbang berat badan yang dilakukan

sebelum intervensi dan sesudah intervesi mengalami penurunan yaitu dari

19,97kg/m2 menjadi 19,72 kg/m2.Data tersebut menunjukkan pasien dalam status

gizi normal dimana klasifikasi IMT Dewasa menurut Kemenkes RI (2003) yaitu <

17,0 Kurus (tingkat berat) 17,0 – 18,4 Kurus (kekurangan berat badan tingkat

24
ringan) 18,5 – 25,0 normal 25,1 – 27,0 Kegemukan (kelebihan berat badan tingkat

ringan) > 27,0 Gemuk (kelebihan berat badan tingkat berat).

B. Hasil Monitoring dan Evaluasi Nilai Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur permeriksaan

khusus dengan mengambil bahan atau sampel dari pasien dalam bentuk darah,

sputum (dahak), urine, dan cairan tubuh lainya dengan tujuan untuk menentukan

diagnosis atau membantu untuk menegakkan diagnosis penyakit. Data

pemeriksaan nilai laboratorium kasus ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2
Nilai Laboratorium Selama Pengamatan Dan Setelah Pengamatan

Pemeriksaan Standar Hasil Pemeriksaan


21-02-2020 22-02-2020 23-02-2020 24-02-2020
Hemoglobin 12-14 g/dl 15,4 - - -
Kreatinin 0,8–1,3 0,81 - - -
mg/dl
Urea 15-43 mg/dl 10,7 - - -
Kalium 3,5–5,5 3,32 - - -
mEq/L
Natrium 135–147 141,2 - - -
mEq/L
Klorida 100-106 110,6 - - -
mEq/L
Hematokrit 40-48 % 43,2 - - -

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa kadar Hb pasien tinggi yaitu

15,4 g/dl dan kadar kalium rendah yaitu 3,32 mEq/L. Intervensi yang dilakukan

selama tiga hari bertujuan untuk menurunkan kadar Hb yang tinggi dan

meningkatkan kadar kalium pasien yang rendah. Setelah dilakukan intervensi,

pada hari ketiga nilai laboratorium pasien tidak ada yang baru. Pasien yang

dirawat di Ambun Suri lantai 1 ruangan luka bakar hanya melakukan pemeriksaan

darah pasien 1 kali. Oleh karena hal tersebut maka tidak ada hasil akhir kadar Hb

dan kalium pasien.

25
C. Monitoring Gejala Klinis Dan Fisik
Data klinis pasien adalah data yang diperoleh dengan melakukan pemeriksaan

terhadap kondisi pasien. Data ini berupa data tekanan darah, pernapasan, nadi, dan

suhu tubuh. Data klinis dikumpulkan dengan pemeriksaan oleh tenaga kesehatan

seperti perawat atau dokter. Hasil pemeriksaan klinis pasien kasus yang dilakukan

selama intervensi adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3
Gejala klinis

Jenis Standar Hasil pemeriksaan


Pemeriksaan 21 - 02 – 22 - 02- 23-02-2020 24- 02
2020 2020 -2020
Tekanan 120/80 120/ 120/80 120/80 100/80
darah mmgh mmgh mmgh mmHg mmHg
Nadi 60-100 89x/menit 88x/menit 88x/menit 85 x/menit
x/menit
Respirasi 14-20 23x/menit 21x/menit 20x/menit 18 x/menit
x/menit
Suhu 36 -37 °C 37°C 36 °C 36°C 36 °C

Berdasarkan tabel diatas Kondisi klinis pasien kasus diatas menunjukkan

adanya perubahan dari hari pertama pengumpulan data sampai hari terakhir

intervensi. Pada tekanan darah selama 3 hari perawatan pasien mengalami

penurunan tekanan darah yaitu dari 120/80 menjadi 100/80 mmgh. Kemudian

pada data nadi pasien, mengalami perubahan namun masih dalam rentang normal.

Pada pemeriksaan pernapasan masih dalam rentang normal, dan untuk suhu

pasien juga masih dalam rentang normal. Pada tingkat kesadaran, kesadaran awal

pasien hingga hari terakhir intervensi adalah compos mentis atau sadar

sepenuhnya.

Data fisik pasien adalah data yang diperoleh dari tanda dan gejala yang

dirasakan pasien. Pemeriksaan kondisi fisik pasien dilakukan setiap hari dan

26
setiap jam. Hasil pemeriksaan kondisi fisik pasien dari awal masuk rumah sakit

sampai hari terakhir intervensi adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4
Gejala fisik

Gejala fisik Hasil pemeriksaan


21-02-2020 22-02-2020 23-02-2020 24-02-2020

Kulit wajah Masih Berkurang Berkurang Berkurang


memerah memerah dan mulai dan banyak dan banyak
ada yang yang yang
mongering mengering mengering
Kulit wajah Masih ada Berkurang Mulai tidak Tidak ada
melepuh yang adaa
melepuh
berisi
cairan
Kulit wajah Masih Berkurang Sedikit terasa Sudah tidak
terasa tegang terasa tegang terlalu
terlalu terutama tegang
tegang dibagian
dagu
Bibir terasa Masih Rasa perih Sedikit terasa Sudah
perih terasa mulai perih mulai
sangat berkurang hilang rasa
perih perih
Kelopak Masih Bengkak Bengkak Bengkak
mata bengkak berkurang, berkurang, berkurang,
bengkak, dan mata mata kanan mata kanan mata kanan
dan sulit di kanan sudah bisa di sudah bisa di sudah bisa
buka sedikit buka, mata buka, mata di buka
terbuka, kiri masih kiri masih lebih lebar,
mata kiri sulit di buka sulit di buka dan mata
sulit di kiri bisa di
buka buka
sedikit
lebih lebar
Kulit dada Masih Berkurang, Berwarna Berwarna
sedikit merah, masih ada kecoklatan kecoklatan
merah sedikit sedikit dan tidak ada dan
berisi cairan cairan mengering
cairan
Luas luka 3% 3% 3% 3%
bakar

27
Pada awal masuk rumah sakit pasien mengeluh kulit wajah terasa tegang

perih menusuk-nusuk, bibir terasa perih, melepuh, dan kulit dada sedikit merah

dan perih. Pada saat intervensi perkembangan pasien pada tiap harinya sudah

membaik. Kulit wajah terasa tegang, bibir perih sudah mulai berkurang. Kulit

wajah melepuh, berisi cairan dan kulit dada memerah sudah hilang pada hari

ketiga perawatan. Sedangkan bengkak pada kelopak mata pasien masih ada, dan

mata kiri masih belum bisa di buka dengan lebar, luas luka bakar tetap 3 %.

D. Hasil Monitoring Evaluasi Asupan

Asupan gizi pasien merupakan data masukan atau intake makanan dan

minuman pasien setiap hari melalui oral. Hasil monitoring asupan pasien

dilakukan dengan cara food weighing atau penimbangan berat awal dan berat sisa

makan pasien dan Recall 24 Jam dengan wawancara kepada keluarga pasien

tentang asupan harian pasien. Data asupan selama intervensi dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 4.5
Monitoring Asupan Zat Gizi Makro

Zat Kebutuhan Hari 1 Hari 2 Hari 3 %


Gizi rata-
Asupan % Asupan % Asupan % rata
asupan

Energi 2380 2395,25 98,92 % 2131,92 88,18 % 2287,828 92,76 % 93,28


%
Protein 119 115,955 95,83% 115,06 94,41 % 112,94 96,94 % 95,7%

Lemak 52,88 51,785 98,06 % 52,12 97,38% 57,065 98,53% 97,99


%
Karboh 357 321,365 87,4% 298,565 82,87% 297,655 86,55 % 85,6 %
idrat

Bedasarkan tabel diatas menujukkan rata-rata asupan pasien selama 3 hari

intervensi untuk zat gizi makro yaitu energi 93,28 %, protein 95,7%, lemak

28
97,99% dan karbohidrat 85,6%. Dari penilaian diatas dapat di simpulkan bahwa

rata-rata asupan zat gizi pasien memenuhi dari kebutuhan, dimana berdasarkan

PGRS 2013 menyatakan bahwa asupan terpenuhi apabila >80 % dari kebutuhan.

Hal tersebut disebabkan karena keadaan pasien yang sudah mulai membaik,

karena bibir pasien tidak terlalu perih, dan sudah bisa lebih banyak digerakkan.

Sehingga nafsu makan pasien tidak terganggu dan berdampak pada asupan pasien

yang rata-rata mampu manghabiskan dari makanan yang diberikan.

Tabel 4.6
Monitoring Asupan Zat Gizi Mikro

Zat Gizi Kebutuhan Hari 1 Hari 2 Hari 3 %


rata-
rata
asupan

Asupan % Asupan % Asupan %

Vitamin 1200 19679,23 100 14233,08 100 19045 100 100


A

Vitamin 2,2 48,096 99,45 50,89 100 47,8 99,8 99,75


B

Vitamin 150 100 172,37 100 166,9 100 100


C 214,62

Vitamin 200 110,16 100 423,4 100 110,49 100 100


E

Fe 18 21,85 95,29 16,83 85,73 17,095 94,99 92

Zn 8 11,9 97,54 9,35 104,46 9,52 97,44 99,81

Na 1500 516,15 96,95 573,3 96,36 563,41 97,65 96,98

K 4700 2807,07 98,5 3054,73 98,55 2813,36 98,75 98,6

Ca 1000 1080,56 92,45 1229,8 96,19 1160,05 96,79 95,14

P 700 1229 96,19 1160,05 96,79 967,853 95,98 96,32

Mg 340 399,85 92,89 337,945 92,14 320,43 89,17 91,4

29
Bedasarkan tabel diatas menujukkan rata-rata asupan pasien selama 3 hari

intervensi untuk zat gizi mikro yaitu vitamin A 100%, vitamin B 99,75%, vitamin

C 100%, vitamin E 100%, Fe 92%, seng 99,81%, natrium 96,98%, kalium 98,6%,

kalsium 95,14%, fosfor 96,32%, magnesium 91,4%. Dari penilaian diatas dapat di

simpulkan bahwa rata-rata asupan zat gizi pasien memenuhi dari kebutuhan,

dimana berdasarkan PGRS 2013 menyatakan bahwa asupan terpenuhi apabila >80

% dari kebutuhan.

Tabel 4.7
Monitoring Cairan

Zat Kebutuhan Hari 1 Hari 2 Hari 3 % rata-


Gizi rata
asupan

Asupan % Asupan % Asupan %

Cairan 2680 ml 2000 ml 74,62 2250 ml 83,95 3250 ml 121 93,19

Bedasarkan tabel diatas menujukkan rata-rata asupan pasien selama 3 hari

intervensi untuk cairan yaitu 93,19% dari kebutuhan 2680 ml. Dari penilaian

diatas dapat di simpulkan bahwa rata-rata asupan zat gizi pasien memenuhi dari

kebutuhan, dimana berdasarkan PGRS 2013 menyatakan bahwa asupan terpenuhi

apabila >80 % dari kebutuhan.

E. Monitoring Edukasi Dan Konseling


Koseling gizi adalah salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh dietisien

untuk memberitahu dan mengingatkan pengertian, sikap dan perilaku pasien

dalam mengenali dan mengatasi masalah gizi sehingga pasien dapat memutuskan

apa yang akan dilakukan. Dietisien memberikan intervensi gizi berupa edukasi

dan konseling dengan tahapan menyiapkan dan mengisi leaflet/brosur diet sesuai

penyakit dan kebutuhan gizi pasien serta menjelaskan tujuan, jadwal, jenis, jumlah

30
bahan makanan sehari, menjelaskan makanan yang dianjurkan dan tidak

dianjurkan, cara pemasakan dan lain-lain yang disesuaikan dengan pola makan

dan keinginan serta kemampuan pasien.

Pelaksanaan edukasi dan konseling diberikan secara bertahap sesuai

dengan penyakit dan penyakit penyerta yang di alami pasien. Pasien diberikan

edukasi mengenai makanan yang di anjurkan dan tidak di anjurkan untuk pasien

luka bakar dan juga ibu menyusui. Sasaran dari edukasi dan konseling ini yaitu

pasien dan keluarga pasien, pemberian edukasi dengan metode diskusi dan tanya

jawab, namun sebelum diberikan konseling pasien selalu di motivasi untuk

menghabiskan makananya. Output dari diskusi dan edukasi pasien dan keluarga

pasien telah memahami tentang diet yang diberikan termasuk bahan makanan

yang dianjurkan dan tidak dianjurkan. Dapat disimpulkan bahwa intervensi pada

edukasi ini berhasil dengan dilihatnya dari kepatuhan pasien terhadap diet yang

diberikan. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, pasien patuh terhadap

dietnya. Pasien tidak mengkonsumsi makan selain yang diberikan rumah sakit,

dan asupan pasien mencapai target >80% dari kebutuhan. Namun masih perlu

adanya dukungan dari keluarga pasien dalam pemberian diet pasien terutama

setelah pasien pulang dari rumah sakit.

31
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Skrining gizi awal pasien menggunakan Malnutrition Screening Tools

didapatkan total skor pasien 1 karena pasien mengalami kesulitan dalam

menerima makanan yang disebabkan oleh bibir pasien terasa perih akibat luka

bakar sehingga asupan makan pasien berkurang.

b. Pengkajian data atau assessment dilakukan dengan pengukuran BB dan TB,

wawancara dan pencatatan di kertas PAGT, data yang dikumpulkan adalah :

1. Data antropometri pasien sebelum dan sesudah pengamatan mengalami

perubahan berat badan 48 kg dan tinggi badan 155 cm, IMT 19, 97kg/m2

dmenjadi berat badan 47,4 kg dan tinggi badan 155 cm, IMT 19,72 kg/m 2

dengan status gizi normal.

2. Data Biokimia Pasien mengalami ketidaknormalan nilai Laboratorium

(kalium) yang menunjukkan adanya kekurangan cairan akibat luka bakar.

3. Data klinik dan fisik, data klinis yaitu dengan tekanan darah normal, suhu

normal, nadi normal, kesadaran normal sedangkan data fisik pasien kulit

wajah memerah, melepuh, terasa tegang, bibir terasa perih, dan kulit dada

sedikit merah sudah berkurang selama intervensi namun kelopak mata

pasien masih bengkak.

32
4. Asupan energi, lemak dan karbohidrat pasien sudah > 80% yaitu energi

82,46%, lemak 91,14% dan karbohidrat 89,4%. Sedangkan asupan protein

masih < 80% yaitu 68,65%.

c. Diagnosan gizi kasus ini yaitu N.I 2.1 Asupan protein inadekuat, N.I 5.7.1

Peningkatan kebutuhan, N.C 2.2 Perubahan nilai lab terkait gizi, dan NB 1.1

pengetahuan kurang terkait gizi.

d. Perencanaan menu dan Intervensi yang dilakukan pada Ny.S yaitu pasien

diberikan makanan sesuai dengan menu yang ada di RS untuk kelas 3 dengan

diet yang diberikan yaitu diet luka bakar II ( ML TKTP eks ikan gabus + 2

putih telur ), Energi 2380 kkal, Protein 119 gr Lemak 52,88 gr Karbohidrat

357 gr. Adapun tujuan dietnya adalah memberikan asupan sesuai kebutuhan,

menormalkan nilai lab pasien, mempercepat penyembuhan luka pasien dan

memberikan edukasi kepada pasien.

e. Berdasarkan hasil monitoring asupan hari 1,2,3 asupan untuk zat gizi makro

telah meningkat dari sebelum intervensi, dari penimbangan berat badan

sebelum dan sesudah intervensi didapatkan berat badan pasien berkurang.

Pada monitoring hasil lab tidak diketahui sudah atau belum mencapai kadar

normal. Pada monitoring pengetahuan serta perilaku telah mengalami

peningkatan pengetahuan dan perilaku serta pasien telah memahami diet untuk

penyakitnya.

f. Edukasi diberikan pada hari terakhir intervensi yaitu konseling gizi dengan

meggunakan leaflet diet TKTP dan diet ibu menyusui. Pasien dan keluarga

pasien menanggapi dengan baik dan mau menjalankan diet yang disarankan.

B. Saran

33
1. Disarankan kepada pasien untuk menerapkan gaya hidup sehat seperti

mematuhi diet yang diberikan, menjaga pola makan, makan tepat waktu,

olahraga yang teratur, mengkonsumsi obat sesuai anjuran dari dokter dan

meningkatkan asupan pasien sesuai kebutuhan untuk dapat menjaga berat

badan normal dan status gizi yang optimal.

2. Perlu adanya dukungan dari keluarga pasien dalam pemberian diet pasien

terutama setelah pasien pulang dari rumah sakit.

34
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2010. Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Anik, Widianti. 2019. Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Karakteristik Ibu Me


nyusui Tentang Gizi Seimbang di Wilayah Kerja Puskesmas Sibela. Surakarta : Sti
kes Aisyiyah Surakarta.

Defanda, Tritya. 2017. Perbedaan Skor Pengetahuan Terkait Gizi Seimbang Pada
Ibu Menyusui yang Diberikan Edukasi Gizi Melalui Media Website Dan Booklet
Di Kota Malang. Malang : Universitas Brawijaya.

Kurniawati, Ariyanti. 2018. Efektifitas Gel Ekstrak Etanol Kulit Buah Jambu Mer
ah Terhadap Luka Bakar. Kudus : Prosiding Hefa.

Putri, Dina Ikrima. 2016. Pengaruh Amnion Liofilisasi Steril-Radiasi (ALS-R)


Perban Biologis Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Pada Tikus Galu
r Wistar. Lampung : Universitas Lampung.

Radityo, Febrianto. 2016. Hubungan Luka Bakar Derajat Sedang Dan Berat Men
urut Kategori American Burn Association Dan Faktor-Faktor yang Mempengaru
hi Kejadian Sepsis di RSUP Dr. Kariadi. Semarang : Universitas Diponegoro.

Yulita, Dina Luh. 2018.Perbedaan Kecepatan Penyembuhan Luka Bakar Derajat


II Antara Pemberian Topikal Ekstrak Sel Punca Mesenkimal Wharton’S Jelly Tali
Pusat Manusia Dengan Gel Bioplacenton Pada Tikus Putih Jantan (Rattus norve
gicus) Galur Sprague dawley. Lampung : Universitas Lampung.

35
36

Anda mungkin juga menyukai