PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
maupun berkembang (PERKI, 2015). Menurut Schilling (2014) angka
kejadian gagal jantung semakin meningkat dari tahun ke tahun, data WHO
Tahun 2017 tercatat 1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat
menderita gagal jantung dan 700.000 diantaranya memerlukan perawatan
dirumah sakit pertahun. Alasan utama rawat inap individu yang berusia > 65
tahun di dunia barat di dominasi olah penyakit Acute Heart Failure, Amerika
menampung pasien dengan gagal jantung akut sebanyak 1 juta orang
pertahunnya unt uk melakukan perawatan (Farmakish, 2018). Menurut
infodatin, 2013 Di Indonesia pasien dengan gagal jantung memiliki usia lebih
muda dibandingkan Eropa dan Amerika disertai dengan tanda gejala klinis
yang lebih berat.
Gagal jantung juga diartikan sebagai ketidakmampuan jantung untuk
melakukan tugasnya sehingga kebutuhan jaringan dan nutrisi ke seluruh
tubuh belum mencukupi (Majid, 2018). Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Maulidta (2015) bahwa 70% gagal jantung disebabkan karena iskemik
kardiomiopati dan hipertensi. Kondisi ini menyebabkan penurunan suplai
darah ke arteri coroner dan menurunkan atau menghentikan suplai oksigenasi
ke otot jantung yang dapat menyebabkan kematian otot jantung yang dapat
mengakibatkan gangguan pompa jantung.
Gagal jantung yaitu gangguan kemampuan jantung untuk memompa
darah keseluruh tubuh karena disfungsi ventrikel kiri sehingga dapat terjadi
penurunan curah jantung yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
afterload, preaload dan kontraktilitas. Karena curah jantung menurun
sehingga tubuh melakukan beberapa kompensasi yaitu pada hukum frank
starling dimana peningkatan preload dapat meningkatkan curah jantung dan
mengaktifkan sistem hormonsl yaitu SNS (symphatic nerveous system) dan
RAAS (Ren in Angiotensin Aldosteron System) yang dapat meningkatkan
beban jantung, kontrkatilitas dan retensi natrium. Kemudian akan
menyebabkan denyut jantung meningkat sehingga akan terjadi atrial fibrilasi
(Kemp & Conte, 2012)
Gagal jantung akut dekompensata (Acute Decompensated Heart Failure),
ADHF suatu kondisi gagal jantung yang ditandai dengan adanya onset yang
2
cepat atau perburukan tanda dan gejala jantung sebagai akibat dari
perburukan kardiomiopati yang sudah ada sebelumnya (Jiley, 2013). Angina
juga disebabkan oleh infark miokard. Infark miokard merupakan
perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Ainanur, 2016).
ADHF merupakan perburukan tanda dan gejala gagal jantung yang
membutuhkan penanganan medis dan sering kali menjadi alasan utama
hospitalisasi (Kurmani dan Squire, 2017).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik melakukan studi kasus dengan
judul “Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) Pasien Dengan Diagnosa
Medis ADHF (Acute Decompensated Heart Failure) Di Ruang Rawat Inap
Agus Salim (4) Rumah Sakit Tk.III 01.06.01 dr. Reksodiwiryo Padang Tahun
2021.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
asuhan gizi pada pasien dengan diagnosa ADHF (Acute Decompensated Heart
Failure) Di Ruang Rawat Inap Agus Salim (4) Rumah Sakit Tk.III 01.06.01 dr.
2. Tujuan khusus
3
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
gizi pada pasien di Rumah Sakit Tk.III 01.06.01 dr. Reksodiwiryo Padang.
c. Sebagai wadah mahasiswa dalam proses menekuni profesi sebagai ahli gizi
yang profesional.
3. Bagi Institusi
Dapat menjadi bahan panduan atau pembanding terhadap proses asuhan gizi
klinik di Rumah Sakit Tk.III 01.06.01 dr. Reksodiwiryo Padang. sehingga dapat
berjalan dengan baik sesuai dengan yang semestinya.
Pasien dengan gagal jantung memiliki tanda yang khas yaitu takikardi,
takipnu, ronki paru, efusi pleura, peningkatan tekanan vena jugularis, edema
perifer, hapatomegali dan dyspnoe (PERKI, 2015). Dyspnoe merupakan
gejala yang paling sering dirasakan oleh penderita gagal jantung. Penelitian
yang dilakukan oleh Nirmalasari (2017) menyatakan bahwa 80% pasien yang
dirawat dirumah sakit mengalami dyspnoe dan mengatakan dyspnoe
mengganggu aktifitas sehari-hari.
Pada pasien Acute Decompensated Heart Failure untuk meminimalkan
konsumsi oksigen oleh miokard, pasien perlu diistirahatkan. Sesak nafas
dimalam hari (Ortopnue) yang sebelumnya duduk lama kemudian berbaring
4
ke tempat tidur sehingga tekanan sirkulasi paru meningkat sehingga cairan
berpindah ke alveoli. Gejala lain yang muncul adanya keluhan mudah lelah
akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia
(gangguan tidur) yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk (Shahab,
2016). Pasien dengan unstable angina akan mengalami nyeri dada saat
aktivitas berat dan masih tetap berlangsung saat istirahat. Gangguan istirahat
dan tidur pada pasien gagal jantung terutama terjadi pada malam hari karena
rasa ketidak nyamanan nyeri dada yang mengganggu kualitas dan kuantitas
tidur pasien (Talebi, 2019)
Lebih dari 30% individu tidur kurang dari 6 jam per hari, hal ini
mengakibatkan perasaan tidak bugar dan mengalami kelelahan saat bangun,
mengantuk disiang hari serta fatigue (Wang et al., 2016). Studi lain
menjelaskan bahwa durasi tidur yang pendek (kurang dari 6 jam per hari)
secara signifikan berhubungan positif dengan penyakit jantung koroner
(Sharma, Sawhney, & Panda, 2014). Menurut Matsuda (2017), menemukan
durasi tidur yang pendek sebanyak 35,3% dari 1071 pasien gangguan
kardiovaskular di Keio University Hospital dan berkontribusi 59,3% terhadap
kualitas tidur yang buruk. Penelitian yang dilakukan Grandner, et al (2012)
menjelaskan hubungan signifikan durasi tidur yang pendek dengan infark
miokardium.
Berdasarkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa pasien sindrom
koroner akut memiliki kualitas tidur yang rendah di 3 hari pertama rawatan
(Talebi, 2019). Mendapatkan kenyamanan untuk tidur sulit didapatkan karena
beberapa faktor internal seperti nyeri, ketidaknyamanan, obat-obatan,
kecemasan, stres, penuaan, dan faktor-faktor eksternal seperti lingkungan
yang tidak dikenal, kebisingan sekitar, pencahayaan, perawatan
berkelanjutan, obatobatan (seperti , sedatif dan inotrop) yang dapat mengubah
ritme tidur harian .
Pada pasien kritis yang menjalani perawatan di ruang intensif dan
mengalami gangguan tidur, umumnya digunakan sedasi untuk meminimalkan
kegelisahan dan nyeri yang dapat mengganggu kebutuhan tidur pasien
tersebut (Talebi, 2019). Salah satu cara untuk mengatasi gangguan pola tidur
5
dengan meningkatkan kualitas tidur dengan pemberian non farmakologi yaitu
pemberian Therapy warm footbath.
Terapi relaksasi dengan menggunakan air atau hydrotherapy merupakan
penggunaan air hangat untuk mengatasi berbagai masalah, dimana air
bermanfaat untuk menjadikan tubuh lebih rileks, mengurangi rasa pegal-pegal
dan kekakuan, sehingga, membuat tidur bias lebih nyaman (Sustrani, Alam,
Hadibroto, 2006). Menurut Dinkes (2014) mengungkapkan air hangat
mengurangi nyeri dan melancarkan peredaran darah dengan menggunakan
suhu air hangat yang tidak terlalu panas 38-42℃. Adapun penggunaan
Therapy Warm Footbath atau rendam kaki dengan air hangat dapat menjadi
salah satu alternative dari pengobatan untuk meningkatkan kenyamanan dan
kualitas tidur pasien yang dirawat di ruangan cardiac care unit (Talebi,
2019).
Merendam kaki pada suhu 38-42℃ selama 20 menit dapat menstabilkan
detak jantung, tekanan darah dan resistensi pembuluh darah, serta dapat
meningkatkan aliran darah ke kaki. Menurut Fan (2018) efek terapi footbath
dapat memperbaiki sirkulasi darah dan mengatur saraf otonom, mengurangi
viscositas darah. Proses dalam tubuh air hangat akan merangsang dilatasi atau
pelebaran pembuluh darah sehingga peredaran darah menjadi lancar yang
akan mempengaruhi tekanan dalam ventrikel. Aliran darah menjadi lancar
sehingga darah dapat terdorong ke dalam jantung dan dapat menurunkan
tekanan sistolik. Saat ventrikel berelaksasi, tekanan dalam ventrikel turun
drastis, akibat aliran darah yang lancar sehingga menurunkan tekanan
diastolik (Perry & Potter, 2016 dalam Solechah, 2017). Terapi rendam kaki
dengan air hangat akan meningkatkan pelepasan hormone endorphin,
sehingga tubuh merasa lebih rileks (Andriyadi, 2016).
Tujuan Terapi footbath dapat meningkatkan aliran darah ke perifer dan
dapat memfasilitasi onset tidur serta meningkatkan kualitas tidur pasien
(Talebi, 2019). Dimana system yang mengatur siklus atau perubahan dalam
tidur adalah Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing
Regional (BSR) yang terletak pada batang otak (Perry & Potter, 2016). Ras
yang nantinya akan mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat
6
termasuk kewaspadaan dan tidur, dimana RAS terletak dalam masenfalon dan
bagian atas pons. Selain itu RAS dapat memberikan rangsangan visual,
pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari korteks
serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan sadar,
neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin.
Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum serotonin
dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu BSR
(Potter & Perry, 2016).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dari perburukan gejala gagal jantung yang membutuhkan rawat inap atau
7
Decomoensated Heart Failure, ADHF). ADHF dapat disebabkan oleh
tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya tekanan darah yang tinggi
8
dipertahankan pada rentang normal untuk menjamin aliran darah yang
2013). Pada pasien gagal jantung gejala lain yang dirasakan selain
dyspnoe dan pucat yaitu nyeri dada yang muncul secara tiba-tiba dan
secara terus menerus serta tidak mereda. Nyeri dapat menjalar ke leher,
(LOS) dirumah sakit (Supadi, 2008). Apabila kualitas tidur pasien dengan
dengan gagal jantung akut biasanya datang dengan salah satu dari
9
keenam kategori klinis berikut (Nunez dkk., 2015, Ponikowski dkk.,
2016):
c. Gagal jantung akut hipertensif: tanda dan gejala dari gagal jantung
fraksi ejeksi ventrikel kiri yang masih baik. Terdapat bukti dari
tekanan darah (sistolik ≤90 mmHg, atau penurunan cepat dari rerata
10
tekanan arteri >30 mmHg) disertai dengan oliguria atau anuria (<0.5
gagal jantung akut, dan episode gagal jantung akut tersebut biasanya
5. Penatalaksanaan Diet
a. Tujuan Diet
jantung
air
11
1. Diet Jantung I
Diet diberikan berupa 1-1,5 liter cairan/ hari selama 1-2 hari pertama
bila pasien dapat menerimanya. Diet ini sangat rendah energi dan
semua zat gizi, sehingga sebaiknya hanya diberikan selama 1-3 hari.
2. Diet Jantung II
setelah fase akut dapat diatasi. Jika disertai hipertensi dan/ atau
kepada pasien jantung dengan kondisi yang tidak terlalu berat. Jika
III Garam Rendah. Diet ini rendah energi dan kalsium, tetapi cukup
4. Diet Jantung IV
12
atau edema, diberikan sebagai Diet Jantung IV Garam Rendah. Diet
A. Ibu Menyusui
seimbang pada saat menyusui merupakan seuatu yang penting bagi ibu menyusui
itu, pemenuhan gizi yang baik bagi ibu menyusui akan berpengauh terhadap status
dalam ASI diambil dari tubuh ibu sehingga harus digantikan oleh makan makanan
1. Energi
kkal per hari yang akan digunakan untuk memproduksi ASI dan untuk aktivitas
ibu itu sendiri yang dalam pelaksanaannya dapat dibagi menjadi 6 kali makan (3x
yang dianjukan.
13
2. Karbohidrat
3. Protein
4. Lemak
Lemak berfungsi sebagai sumber tenaga dan berperan dalam produksi ASI
serta pembawa vitamin larut lemak dalam ASI. Kebutuhan minyak dalam
minyak (20 gr). Lemak yang dipelukan untuk ibu menyusui yaitu lemak tak jenuh
1) Ibu menyusui membutuhkan lebih banyak vitamin & mineral dari ibu hamil.
Kadar vitamin dalam ASI sangat dipengaruhi oleh vitamin yang dimakan ibu,
jadi suplementasi vitamin pada ibu akan menaikkan kadar vitamin ASI.
2) Vitamin yang penting dalam masa menyusui adalah vitamin B1, B6, B2, B12,
vitamin A, yodium & selenium. Jumlah kebutuhan vitamin & mineral adalah 3
14
BAB III
PROSES ASUHAN GIZI
A. DESKRIPSI KASUS
Ny. S berusia 33 tahun, merupakan ibu rumah tangga. Memiliki suami
yang bekerja sebagai petani dan beragama islam. Dan mempunyai 2 orang
anak usia 4 tahun dan 8,5 bulan yang masih menyusui. Masuk rumah sakit
pada tanggal 17 Februari 2020 dan di bawa keruang IGD karena pasien
mengalami luka bakar saat memasak. Keluhan pasien yaitu kulit wajah
memerah, melepuh, terasa tegang, bibir terasa perih sakit jika digerakkan
dibuka, dan kulit dada sedikit merah karena terkena minyak goreng yang
kali sehari makanan utama, jarang konsumsi buah, kurang minum dimana
15
biasanya 1 gelas untuk 1x makan. Asupan makan 1 hari Sebelumnya : Makan
pagi Nasi lunak 1 porsi (210 gr), telur gulai korma 1 butir (, tumis bayam+
wortel ¾ porsi, pisang 1 buah, susu ¾ gelas, kolak pisang+ ubi jalar (1 cup),
makan siang nasi lunak ¾ dari 3 centong rice cooker, sup ayam + tempe,
tumis toge + wortel , semangka, makan malam nasi lunak ¾ porsi, pindang
lele 1 ekor, tempe 1 potong sedang, tumis labu siam+ wortel ¾ porsi
lab di ketahui Hb 15,4 g/dl, kreatinin 0,81 mg/dl, urea 10,7mg/dl, kalium 3,32
16
IMT = BB/TB(m)2 = 48/1,552 =19,97 kg/m2
Penilaian : Status gizi normal
B. Data Biokimia
Tabel 3.1
Hasil Pemeriksaan Laboratorium sebelum pengamatan (20
februari 2020)
Tabel 3.2
Pemeriksaan Klinis
17
Pola makan SMRS
- Makan 3x sehari
- 1 kali makan nasi sebanyak 3 sendok magic ( 150 gr)
- Lauk yang biasa di konsumsi ayam, ikan, telur sekali
makan 1 potong sedang (50 gr)
- Sayur suka yang berkuah, 1 kali sehari 2 sdm
- Jarang konsumsi buah (1 buah/minggu)
- Kurang minum, 1 gelas untuk 1x makan, rata-rata
perhari 3-4 gelas/hari
- Tidak memiliki alergi atau pantangan tehadap
makanan.
Hasil Food Recall Sebelum Intervensi
Makan pagi Nasi lunak 1 porsi 210 gr, telur gulai korma 1
butir (55 gr), tumis bayam+ wortel ¾ porsi(75 gr), susu ¾
gelas, kolak pisang+ ubi jalar (1 cup)
makan siang nasi lunak ¾ dari 3 centong rice cooker 225 gr,
sup ayam 60 gr+ tempe 40 gr, tumis toge + wortel 100 gr,
semangka 150 gr,
makan malam nasi lunak ¾ porsi 225 gr, pindang lele 80 gr,
tempe 40 gr, tumis labu siam+ wortel ¾ porsi (37,5 gr),
pisang 1 buah ( 150 gr)
Tabel 3.3
Hasil Recall Sebelum Intervensi
18
Jenis Fungsi
Obat/Tindakan
Ceftriaxon Untuk mengobati infeksi bakteri
Ranitidin untuk mengurangi produksi asam
lambung
Tramadol Untuk pereda rasa sakit
NaCl 0,9 % Untuk mengganti cairan tubuh yang
hilang
F. Riwayat Personal
- Riwayat penyakit : -
- Riwayat penyakit sekarang : luka bakar gr II LA 3 %
Pasien terpeleset saat masak, lalu wajah masuk ke dalam
wajan penggorengan yang berisi minyak goreng panas,
sehingga pasien mengalami luka bakar di bagian wajah dan
sedikit di bagian dada.
19
protein 65,72 % dari kebutuhan
NI 5.1 : peningkatan kebutuhan berkaitan dengan
penyembuhan luka bakar pada ibu menyusui ditandai
dengan kebutuhan energi dan protein tinggi, energi 2380
kkal, protein 119 gr, lemak 52,88 gr, karbohidrat 357 gr,
Natrium > 1500 mg, Kalium > 4700 mg
B. Domain Klinik
NC 2.1 : Perubahan nilai lab berkaitan dengan kehilangan
cairan, elektrolit dan mineral akibat luka bakar di tandai
dengan hasil pemeriksaan kalium 3,32 rendah.
C. Domain Behavior
NB 1.1 : pengetahuan kurang terkait gizi berkaitan dengan
kurang terpapar informasi terkait gizi ditandai dengan jarang
konsumsi buah dan cairan kurang.
Intervensi A. Tujuan
1. Memberikan asupan oral sesuai dengan kebutuhan pasien
2. Memperbaiki hasil lab pasien mencapai normal
3. Mempercepat penyembuhan luka
4. Meningkatkan pengetahuan pasien dengan memberikan
edukasi dan konseling gizi sehingga pasien bisa
melaksanakan diet sesuai kebutuhan.
B. Prinsip dan Syarat Diet
a. Prinsip dan syarat diet
1. Energi 2380 kkal
2. Protein tinggi 20% dari kebutuhan
3. Kebutuhan lemak sedang 20 % dari kebutuhan
energi total.
4. Kebutuhan KH sedang 60% dari kebutuhan ,
5. Vitamin diatas AKG
Vit A minimal 2 x AKG = 2x 600 mg = 1200
mg
Vit B = 2 x 14 = 28 mg
20
Vit C =2 x 75 = 150 mg
Vit E = 2x 200 = 400 mg
6. Mineral tinggi
Zat besi .>18 mg
Seng > 8 mg
Natrium > 1500 mg
Kalium >4700 mg
Kalsium >1000 mg
Fosfor >700 mg
Magnesium >340 mg
21
KH = 60 % x 2380 kkal
= 1428 kkal/4
= 357 gr
D. Preskripsi Diet
Jenis diet : Diet luka bakar II ( ML TKTP + ekstrak ikan
gabus + 2 putih telur )
Bentuk makanan : Makanan Lunak
Frekuensi : 3x makan utama dan 3x selingan
Rute : oral
E. Implementasi
1. Kegiatan intervensi dilakukan selama 3 hari mulai
tanggal 21 sampai 24 februari 2020 atau pada 9 kali
waktu makan. Perencanaan menu dilakukan dengan
mengikuti menu rumah sakit. Jumlah porsi disesuaikan
dengan hasil perhitungan kebutuhan pasien dan sesuai
dengan prinsip dan syarat diet pasien.
2. Makanan yang diberikan dalam bentuk makanan lunak
jumlah porsi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
pasien, setiap makanan yang akan diberikan pada pasien
ditimbang terlabih dahulu sesuai dengan rancangan.
3. Pelaksanaan edukasi dilaksanakan selama intervensi
dengan memberikan anjuran makan dan motivasi kepada
pasien dan keluarga pasien.
F. Rencana Edukasi
Metode : diskusi tanya jawab
Sasaran: Pasien dan keluarga pasien
Media : Leaflet
Tempat: Ruang rawat inap
Materi :Menjelaskan mengenai bahan makanan yang
di anjurkan atau ditingkatkan dan makanan yang di
batasi pasien luka bakar pada ibu menyusui
22
Monitoring
dan Indikator Evaluasi Pelaksanaan Target
Evaluasi Status Gizi Membanding 1 x 3 hari Status gizi
kan status normal
gizi awal dan ( 18,5–25).
status gizi
akhir
Asupan Membanding Setiap hari Asupan
kan asupan > 80%.
dengan
kebutuhan
Nilai lab Membanding 1 x 3 hari Mencapai
kan nilai lab standar
dengan kadar
normal
Data fisik dan Membanding Setiap hari Kembali
klinis kan keadaan normal
fisik dan
klinis pasien Mengering
- luka bakar dan hilang
Pengetahuan Membanding Selama Pasien
kan perawatan mematuhi
pengetahuan diet yang
sebelum diberikan.
MRS dan
sesudah
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Studi kasus ini dilakukan di ruang rawat ambun suri lantai 1
ruang luka bakar, Kasus yang dipilih dalam studi ini adalah pasien dengan luka
bakar dan juga ibu menyusui. Pasien bernama Ny. S berusia 33 tahun, dengan BB
Status gizi adalah ukuran status kesehatan yang diperoleh dari keseimbangan
pengukuran status gizi dilakukan dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT)
dengan perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat. Pada kasus
Tabel 4.1
Penilaian Status Gizi Pasien
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penilaian status gizi berdasarkan IMT
dengan mengukur tinggi badan dan menimbang berat badan yang dilakukan
gizi normal dimana klasifikasi IMT Dewasa menurut Kemenkes RI (2003) yaitu <
17,0 Kurus (tingkat berat) 17,0 – 18,4 Kurus (kekurangan berat badan tingkat
24
ringan) 18,5 – 25,0 normal 25,1 – 27,0 Kegemukan (kelebihan berat badan tingkat
khusus dengan mengambil bahan atau sampel dari pasien dalam bentuk darah,
sputum (dahak), urine, dan cairan tubuh lainya dengan tujuan untuk menentukan
pemeriksaan nilai laboratorium kasus ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.2
Nilai Laboratorium Selama Pengamatan Dan Setelah Pengamatan
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa kadar Hb pasien tinggi yaitu
15,4 g/dl dan kadar kalium rendah yaitu 3,32 mEq/L. Intervensi yang dilakukan
selama tiga hari bertujuan untuk menurunkan kadar Hb yang tinggi dan
pada hari ketiga nilai laboratorium pasien tidak ada yang baru. Pasien yang
dirawat di Ambun Suri lantai 1 ruangan luka bakar hanya melakukan pemeriksaan
darah pasien 1 kali. Oleh karena hal tersebut maka tidak ada hasil akhir kadar Hb
25
C. Monitoring Gejala Klinis Dan Fisik
Data klinis pasien adalah data yang diperoleh dengan melakukan pemeriksaan
terhadap kondisi pasien. Data ini berupa data tekanan darah, pernapasan, nadi, dan
suhu tubuh. Data klinis dikumpulkan dengan pemeriksaan oleh tenaga kesehatan
seperti perawat atau dokter. Hasil pemeriksaan klinis pasien kasus yang dilakukan
Tabel 4.3
Gejala klinis
adanya perubahan dari hari pertama pengumpulan data sampai hari terakhir
penurunan tekanan darah yaitu dari 120/80 menjadi 100/80 mmgh. Kemudian
pada data nadi pasien, mengalami perubahan namun masih dalam rentang normal.
Pada pemeriksaan pernapasan masih dalam rentang normal, dan untuk suhu
pasien juga masih dalam rentang normal. Pada tingkat kesadaran, kesadaran awal
pasien hingga hari terakhir intervensi adalah compos mentis atau sadar
sepenuhnya.
Data fisik pasien adalah data yang diperoleh dari tanda dan gejala yang
dirasakan pasien. Pemeriksaan kondisi fisik pasien dilakukan setiap hari dan
26
setiap jam. Hasil pemeriksaan kondisi fisik pasien dari awal masuk rumah sakit
Tabel 4.4
Gejala fisik
27
Pada awal masuk rumah sakit pasien mengeluh kulit wajah terasa tegang
perih menusuk-nusuk, bibir terasa perih, melepuh, dan kulit dada sedikit merah
dan perih. Pada saat intervensi perkembangan pasien pada tiap harinya sudah
membaik. Kulit wajah terasa tegang, bibir perih sudah mulai berkurang. Kulit
wajah melepuh, berisi cairan dan kulit dada memerah sudah hilang pada hari
ketiga perawatan. Sedangkan bengkak pada kelopak mata pasien masih ada, dan
mata kiri masih belum bisa di buka dengan lebar, luas luka bakar tetap 3 %.
Asupan gizi pasien merupakan data masukan atau intake makanan dan
minuman pasien setiap hari melalui oral. Hasil monitoring asupan pasien
dilakukan dengan cara food weighing atau penimbangan berat awal dan berat sisa
makan pasien dan Recall 24 Jam dengan wawancara kepada keluarga pasien
tentang asupan harian pasien. Data asupan selama intervensi dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.5
Monitoring Asupan Zat Gizi Makro
intervensi untuk zat gizi makro yaitu energi 93,28 %, protein 95,7%, lemak
28
97,99% dan karbohidrat 85,6%. Dari penilaian diatas dapat di simpulkan bahwa
rata-rata asupan zat gizi pasien memenuhi dari kebutuhan, dimana berdasarkan
PGRS 2013 menyatakan bahwa asupan terpenuhi apabila >80 % dari kebutuhan.
Hal tersebut disebabkan karena keadaan pasien yang sudah mulai membaik,
karena bibir pasien tidak terlalu perih, dan sudah bisa lebih banyak digerakkan.
Sehingga nafsu makan pasien tidak terganggu dan berdampak pada asupan pasien
Tabel 4.6
Monitoring Asupan Zat Gizi Mikro
29
Bedasarkan tabel diatas menujukkan rata-rata asupan pasien selama 3 hari
intervensi untuk zat gizi mikro yaitu vitamin A 100%, vitamin B 99,75%, vitamin
C 100%, vitamin E 100%, Fe 92%, seng 99,81%, natrium 96,98%, kalium 98,6%,
kalsium 95,14%, fosfor 96,32%, magnesium 91,4%. Dari penilaian diatas dapat di
simpulkan bahwa rata-rata asupan zat gizi pasien memenuhi dari kebutuhan,
dimana berdasarkan PGRS 2013 menyatakan bahwa asupan terpenuhi apabila >80
% dari kebutuhan.
Tabel 4.7
Monitoring Cairan
intervensi untuk cairan yaitu 93,19% dari kebutuhan 2680 ml. Dari penilaian
diatas dapat di simpulkan bahwa rata-rata asupan zat gizi pasien memenuhi dari
dalam mengenali dan mengatasi masalah gizi sehingga pasien dapat memutuskan
apa yang akan dilakukan. Dietisien memberikan intervensi gizi berupa edukasi
dan konseling dengan tahapan menyiapkan dan mengisi leaflet/brosur diet sesuai
penyakit dan kebutuhan gizi pasien serta menjelaskan tujuan, jadwal, jenis, jumlah
30
bahan makanan sehari, menjelaskan makanan yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan, cara pemasakan dan lain-lain yang disesuaikan dengan pola makan
dengan penyakit dan penyakit penyerta yang di alami pasien. Pasien diberikan
edukasi mengenai makanan yang di anjurkan dan tidak di anjurkan untuk pasien
luka bakar dan juga ibu menyusui. Sasaran dari edukasi dan konseling ini yaitu
pasien dan keluarga pasien, pemberian edukasi dengan metode diskusi dan tanya
menghabiskan makananya. Output dari diskusi dan edukasi pasien dan keluarga
pasien telah memahami tentang diet yang diberikan termasuk bahan makanan
yang dianjurkan dan tidak dianjurkan. Dapat disimpulkan bahwa intervensi pada
edukasi ini berhasil dengan dilihatnya dari kepatuhan pasien terhadap diet yang
diberikan. Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, pasien patuh terhadap
dietnya. Pasien tidak mengkonsumsi makan selain yang diberikan rumah sakit,
dan asupan pasien mencapai target >80% dari kebutuhan. Namun masih perlu
adanya dukungan dari keluarga pasien dalam pemberian diet pasien terutama
31
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Skrining gizi awal pasien menggunakan Malnutrition Screening Tools
menerima makanan yang disebabkan oleh bibir pasien terasa perih akibat luka
perubahan berat badan 48 kg dan tinggi badan 155 cm, IMT 19, 97kg/m2
dmenjadi berat badan 47,4 kg dan tinggi badan 155 cm, IMT 19,72 kg/m 2
3. Data klinik dan fisik, data klinis yaitu dengan tekanan darah normal, suhu
normal, nadi normal, kesadaran normal sedangkan data fisik pasien kulit
wajah memerah, melepuh, terasa tegang, bibir terasa perih, dan kulit dada
32
4. Asupan energi, lemak dan karbohidrat pasien sudah > 80% yaitu energi
c. Diagnosan gizi kasus ini yaitu N.I 2.1 Asupan protein inadekuat, N.I 5.7.1
Peningkatan kebutuhan, N.C 2.2 Perubahan nilai lab terkait gizi, dan NB 1.1
d. Perencanaan menu dan Intervensi yang dilakukan pada Ny.S yaitu pasien
diberikan makanan sesuai dengan menu yang ada di RS untuk kelas 3 dengan
diet yang diberikan yaitu diet luka bakar II ( ML TKTP eks ikan gabus + 2
putih telur ), Energi 2380 kkal, Protein 119 gr Lemak 52,88 gr Karbohidrat
357 gr. Adapun tujuan dietnya adalah memberikan asupan sesuai kebutuhan,
e. Berdasarkan hasil monitoring asupan hari 1,2,3 asupan untuk zat gizi makro
Pada monitoring hasil lab tidak diketahui sudah atau belum mencapai kadar
peningkatan pengetahuan dan perilaku serta pasien telah memahami diet untuk
penyakitnya.
f. Edukasi diberikan pada hari terakhir intervensi yaitu konseling gizi dengan
meggunakan leaflet diet TKTP dan diet ibu menyusui. Pasien dan keluarga
pasien menanggapi dengan baik dan mau menjalankan diet yang disarankan.
B. Saran
33
1. Disarankan kepada pasien untuk menerapkan gaya hidup sehat seperti
mematuhi diet yang diberikan, menjaga pola makan, makan tepat waktu,
olahraga yang teratur, mengkonsumsi obat sesuai anjuran dari dokter dan
2. Perlu adanya dukungan dari keluarga pasien dalam pemberian diet pasien
34
DAFTAR PUSTAKA
Defanda, Tritya. 2017. Perbedaan Skor Pengetahuan Terkait Gizi Seimbang Pada
Ibu Menyusui yang Diberikan Edukasi Gizi Melalui Media Website Dan Booklet
Di Kota Malang. Malang : Universitas Brawijaya.
Kurniawati, Ariyanti. 2018. Efektifitas Gel Ekstrak Etanol Kulit Buah Jambu Mer
ah Terhadap Luka Bakar. Kudus : Prosiding Hefa.
Radityo, Febrianto. 2016. Hubungan Luka Bakar Derajat Sedang Dan Berat Men
urut Kategori American Burn Association Dan Faktor-Faktor yang Mempengaru
hi Kejadian Sepsis di RSUP Dr. Kariadi. Semarang : Universitas Diponegoro.
35
36