GAGAL JANTUNG
Disusun Oleh
Kelompok 6
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
TAHUN AJARAN 2021
A. Konsep Teori
1. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) atau disebut dengan gagal jantung
kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan
nutrisi (Kasron, 2016 dalam Wulansari, 2020). Congestive Heart Failure
(CHF) yaitu suatu keadaan patofisiologi dimana adanya kelainan fungsi
jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolism jaringan atau peningkatan tekanan pengisian
diastolic dari ventrikel kiri atau keduanya, sehingga tekanan kapiler paru
meningkat (Asikin, 2018 dalam Wulansari, 2020).
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala)
yang ditandai oleh sesak nafas dan fatigue (saat istirahat atau saat
aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.
Gagal jantung disebabkan oleh gangguan yang menghabiskan terjadinya
pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan atau
kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik) (Sudoyo Aru, dkk, 2009
dalam Ramadhani, 2020). Congestive Heart Failure (CHF) merupakan
suatu keadaan patologis yaitu kelainan fungsi jantung yang menyebabkan
kegagalan jantung untuk mempompa darah untuk memenuhi kebutuhan
jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan
meningkatkan tekanan pengisian (Muttaqin, 2012 dalam Minartin, 2018).
2. Anatomi – Fisiologi
Jantung adalah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di
rongga dada, di bawah perlindungan tulang iga, sedikit kesebelah kiri
sternum (Sari, 2018).
a. Bentuk Jantung
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya adalah
pangkal jantung disebut juga basis kordis, disebelah bawah agak
runcing disebut apeks kordis.
b. Letak Jantung
Di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastrium anterior)
yang berada di dalam toraks, antara kedua paru-paru dan dibelakang
sternum, cenderung menghadap ke kiri daripada kanan, diatas
diafragma dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara IC V dan VI
dua jari dibawah papilla mamae, pada tempat ini teraba adanya
pukulan jantung yang disebut ictus kordis.
c. Ukuran Jantung
Ukuran jantung + sebesar genggaman kepalan tangan orang
dewasa dan beratnya kira-kira 250 – 300gram.
d. Lapisan Jantung
1) Epikardium
Lapisan terluar yang merupakan selaput pembungkus, terdiri
atas dua lapisan yaitu lapisan parietal dan visceral. Antara dua
lapisan jantung ini terdapat lendir sebagai pelican untuk menjaga
agar pergeseran antara pericardium pleura tidak menimbulkan
gangguan terhadap jantung. Jantung di persyarafi oleh nervus
simpatikus / nervus akselerantis, untuk menggiatkan kerja jantung
dan nervus parasimpatikus, yang memperlambat kerja jantung.
2) Miokardium
Lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otot-otot jantung,
otot-otot ini membentuk bundaran-bundaran otot, yaitu:
a) Bundaran otot atria, terdapat di bagian kiri / kanan dan basis
kordis yang membentuk serambi / artikula kordis
b) Bundaran otot ventrikuler, yang membentuk bilik jantung yang
dimulai dari cincin atrio ventrikuler sampai diapik jantung
c) Bundaran otot atrio ventrikuler, dinding pemisah antara
serambi dan bilik jantung
3) Endokardium
Lapisan jantung yang terdapat dibagian dalam yang terdiri dari
jaringan endotel atau selaput lendir yang melapisi permukaan
rongga jantung.
e. Katup Jantung
3. Etiologi
Penyebab CHF menurut Aspiani, 2014 (dalam Wulansari, 2020):
a. Arteri koroner
Arterosklerosis arteri koroner merupakan penyebab utama gagal
jantung. Penyakit arteri koroner ini ditemukan pada lebih dari 60%
pasien gagal jantung.
b. Infark miokard
Infark miokard menyebabkan disfungsi miokardial akibat hipoksia
dan asidosis akibat akumulasi asam laktat. Sedangkan infark miokard
menyebabkan nekrosis atau kematian sel otot jantung. Hal ini
menyebabkan otot jantung kehilangan kontraktilitasnya, sehingga
menurunkan daya pemompaan jantung. Luasnya daerah infark
berhubungan langsung dengan berat-ringannya gagal jantung.
c. Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung dan dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu dilatasi, hipertrofi, dan restriktif.
Kardiomiopati dilatasi penyebabnya dapat bersifat idiopatik (tidak
diketahui penyebabnya). Namun demikian penyakit ini juga dapat
dipicu oleh proses inflamasi pada miokarditis dan kehamilan. Agen
sitotoksik seperti alkohol juga dapat menjadi faktor pemicu penyakit
ini. Sedangkan kardiomiopati hipertrofi dan kadiomiopati restriktif
dapat menurunkan disensibilitas dan pengisian ventrikuler (gagal
jantung diastolik), sehingga dapat menurunkan curah jantung.
d. Hipertensi
Hipertensi sistemik maupun pulmonary meningkatkan afterload
(tahanan terhadap ejeksi jantung). Kondisi ini dapat meningkatkan
beban jantung dan memicu terjadinya hipertrofi otot jantung.
Meskipun sebenarnya hipertrofi tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kontraktilitas sehingga dapat melewati tingginya
afterload, namun hal tersebut justru mengganggu saat pengisian
ventrikel selama diastole. Akibatnya curah jantung semakin turun dan
menyebabkan gagal jantung.
e. Penyakit katup jantung
Katup jantung berfungsi untuk memastikan bahwa darah mengalir
dalam satu arah dan mencegah terjadinya aliran balik. Disfungsi katup
jantung membuat aliran darah kea rah depan tersumbat, meningkatnya
tekanan dalam ruang jantung, dan meningkatnya beban jantung.
Beberapa kondisi tersebut memicu terjadinya gagal jantung diastolic.
4. Patofisiologi
Gagal jantung kronis disebabkan interaksi yang kompleks antara faktor
yang mempengaruhi kontraktilitas, yaitu:
a. Preload, yaitu derajat regangan miokardium sebelum kontraksi
b. Afterload, yaitu resistensi ejeksi darah dari ventrikel kiri
c. Respon kompensasi neurohormonal dan hemodinamika karena
penurunan ouput jantung,
5. Pathway
Penyakit Jantung
Kontraktilitas
(Stenosis Katup
Menurun
AV, Stenosis
Katup Tamponade
Hambatan Perikardium,
Pengosongan Perikarditis
Ventrikel Konstruktif)
COP Menurun
Fatigue
Edema Paru Beban Ventrikel
Intoleransi Kanan
Gangguan
Pertukaran Gas Tidak Dapat Mengakomodasi Semua Tekanan Darah
Darah Yang Secara Normal Kembali Dari Diastol Naik
Sirkulasi Vena
Bendungan Atrium
Retensi Cairan Pada Ekstremitas Bawah Kanan
Gangguan
Integritas Kulit Pitting Edema
Bendungan Vena
Sistemik
Hepar Lien
Hepatomegali Splenomegali
Sesak Nafas
Cairan Terdorong
Ke Rongga Pola Nafas Tidak
Abdomen Efektif
Asites
Ansietas
6. Manifestasi Klinis
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume
intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena
yang meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan jantung.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagaglan secara terpisah.
Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului daripada gagal ventrikel
kanan. Kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan
perfusi jaringan, tetapi manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada
kegagalan ventrikel mana yang terjadi (Karson, 2016 dalam Wulansari,
2020).
Kelas 1 Tidak ada batasan: aktivitas fisik yang biasa tidak menyebabkan
dyspnea nafas, palpitasi, atau keletihan berlebihan
Kelas 2 Gangguan aktivitas ringan: merasa nyaman ketika beristirahat,
tetapi aktivitas biasa menimbulkan keletihan dan palpitasi
Kelas 3 Keterbatasan aktivitas fisik yang nyata: merasa nyaman ketika
beristirahat, tetapi aktivitas yang kurang dari biasa dapat
menimbulkan gejala
Kelas 4 Tidak dapat melakukan aktifitas fisik apapun tanpa merasa tidak
nyaman: gejala gagal jantung kongestif ditemukan bahkan pada
saat istirahat dan ketidaknyamanan semakin bertambah ketika
melakukan aktivitas fisik apapun
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien Congestive Heart
Failure (CHF) menurut Asikin, 2018 (dalam Wulansari, 2020):
a. EKG
Mengetahui hipertropi atrial atau ventrikuler, infark, penyimpanan
aksi, iskemia, dan kerusakan pola.
b. Tes Laboratorium Darah
1) Enzim hepar: meningkat dalam gagal jantung / kongesti
2) Elektrolit: kemungkinan berubah kerena perpindahan cairan,
penurunan fungsi ginjal
3) Oksimetri nadi: kemungkinan oksigen rendah
4) AGD: gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik
ringan atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2
5) Albumin: mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan
proterin.
c. Radiologis
Seismogram ekokardium, dapat menunjukkan pembesaran bilik
perubahan dalam fungsi struktur katup, penurunan kontraktilitas
ventrikel.
1) Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
dinding
2) Rontgen dada
Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi dan hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah
atau peningkatan tekanan pulmonal
a. Elektrokardiogram (EKG)
Mencatat aktivitas listrik jantung, EKG abnormal dapat
menunjukkan penyebab dasar gagal jantung, seperti hipertrofi
ventrikel, disfungsi katup, iskemia, dan pola kerusakan miokardium.
b. Kateterisasi Jantung
Mengkaji kepatenan arteri koroner,mengungkapkan ukuran atau
bentuk jantung dan katup jantung yang tidak normal, serta
mengevaluasi kontraktilitas ventrikel. Tekanan dapat diukur dalam
setiap bilik jantung dan melintasi katup. Tekanan abnormal
mengindikasikan masalah fungsi ventrikel, membantu
mengidentifikasi stenosis atau insufisiensi katup dan diferensiasi gagal
jantung sisi kanan versus sisi kiri.
c. Foto Rontgen Dada
Dapat menunjukkan klasifikasi di area katup atau aorta,
menyebabkan obstruksi aliran darah, atau pembesaran jantung,
mengindikasikan gagal jantung.
d. Elektrolit
Elektrolit apat berubah karena perpindahan cairan dan penurunan
fungsi ginjal yang dikaitkan dengan gagal jantung dan medikasi
diuretic, inhibitor ACE yang digunakan dalam terapi gagal jantung.
e. Oksimetri Nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
f. Analisa Gas Darah (AGD)
Kegagalan ventrikel kiri ditandai oleh alkalosis respiratori ringan
(dini), asidosis respiratori, dengan hipoksemia, dan peningkatan PCO2,
dengan kegagalan kompensasi gagal jantung.
g. Blood Ureum Nitrogen (BUN) Dan Kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal
sebagaimana yang dapat terjadi pada gagal jantung atau sebagai efek
samping medikasi yang diresepkan (diuretic dan inhibitor ACE).
Peningkatan BUN dan kreatinin lazim terjadi pada gagal jantung.
h. Pemeriksaan Tiroid
Peningkatan ativitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid
sebagai presipitator gagal jantung.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi, yaitu sebagai
berikut (Ramadhani, 2020):
a. Terapi farmakologi
Terapi yang dapat diberikan antara lain golongan diuretic,
angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEH), beta bloker,
angiotensin receptor blocker (ARB), glikosida jantung, antagonis
aldosteron, serta pemberian laksarida pada pasien dengan keluhan
konstripasi.
b. Terapi nonfarmakologi
Terapi yang dapat diberikan yaitu antara lain tirah baring,
perubahan gaya hidup, pendidikan kesehatan mengenai penyakit,
prognosis, obat-obatan, serta pencegahan kekambuhan, monitoring,
dan kontrol faktor resiko.
10. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien Congestive Heart Failure (CHF)
adalah (Minartin, 2018):
a. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena
dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru/EP) dan emboli
sistemik tinggi, terutama pada Congestive Heart Failure (CHF) berat.
Bisa diturunkan dengan pemberian wafarin.
b. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada Congestive Heart
Failure (CHF) yang bisa menyebabkan perburuan dramatis. Hal
tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β
blocker dan pemberian wafarin)
c. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretic
dengan dosis tinggikan
d. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau
sudden cardiac death (25 – 50% kematian CHF). Pada pasien yang
berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang
ditanam mungkin turut mempunyai peranan.
b. Pengkajian Sekunder
a. Aktifitas/istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea
saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital
berubah saat beraktifitas.
b. Integritas ego
Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung
c. Eliminasi
Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada
malam hari, diare / konstipasi
d. Makanana/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB
signifikan. Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam
penggunaan diuretic distensi abdomen, oedema umum, dll
e. Hygiene
Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
f. Neurosensori
Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
g. Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah.
h. Interaksi social
Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus – kapiler pada kondisi gagal jantung kongestif (D.0003)
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload –
afterload pada kondisi gagal jantung kongestif (D.0008)
c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri dan/atau vena pada kondisi gagal jantung kongestif (D.0009)
d. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan aliran balik vena pada
kondisi gagal jantung kongestif (D.0022)
e. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan pada kondisi
gagal jantung kongestif (D.0056)
3. Intervensi dan Implementasi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1. Gangguan Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi
pertukaran gas (L.01003) (I.01014)
(D.0003) Setelah dilakukan Tindakan :
perawatan 3x24 jam. Observasi
Diharapkan klien dapat 1. Monitor frekuensi,
bernafas dengan nyaman, irama, kedalaman dan
dengan kriteria hasil : upaya napas
1. Dispnea 2. Monitor pola nafas
2. Bunyi nafas tambahan (seperti bradipnea,
3. Pusing takipnea,
4. Nafas cuping hidung hiperventilasi,
5. Takikardi kussmaul, cheyne-
6. Sianosis stokes, biot, ataksik)
7. Pola nafas 3. Monitor adanya
8. Warna kulit sumbatan jalan nafas
4. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
5. Auskultasi bunyi
napas
6. Monitor saturasi
oksigen
7. Monitor nilai AGD
Terapeutik
1. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Kolaborasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
(I.01026)
Tindakan :
Observasi
1. Monitor kecepatan
aliran oksigen
2. Monitor aliran oksigen
secara periodic dan
pastikan fraksi yang
diberikan cukup
3. Monitor efektifitas
terapi oksigen (missal,
oksimetri, analisa gas
darah)
4. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
5. Monitor integritas
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan
trakea
2. Pertahankan
kepatenan jalan napas
3. Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
4. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan oksigen
saat aktivitas/tidur
2. Penurunan curah Curah Jantung Perawatan Jantung
jantung (D.0008) (L.020008) (I.02075)
Setelah dilakukan Tindakan :
perawatan 3x24 jam. Observasi
Diharapkan keadekuatan 1. Identifikasi
jantung klien meningkat, tanda/gejala primer
dengan kriteria hasil : penurunan curah
1. Kekuatan nadi perifer jantung (meliputi
2. Palpitasi dipsnea, kelelahan,
3. Bradikardi edema, ortopnea dan
4. Takikardi peningkatan CVP)
5. Gambaran EKG 2. Identifikasi
aritmia tanda/gejala sekunder
6. Edema penurunan curah
7. Dispnea jantung (meliputi
8. Pucat/Sianosis peningkatan BB,
9. Suara jantung S3 hepatomegaly, distensi
10. Suara jantung S4 vena jugularis,
11. Tekanan darah palpitasi, ronkhi
12. CRT basah, oliguria, batuk,
kulit pucat)
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor saturasi
oksigen
5. Monitor EKG keluhan
nyeri dada (intensitas,
lokasi, radiasi, durasi)
6. Monitor aritmia
7. Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas
dan pemberian obat
(beta blocker, ACE
inhibitor, calcium
channel blocker,
digoksin)
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi
fowler atau fowler
dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman
2. Berikan diet jantung
yang sesuai (missal,
batasi asupan kafein,
natrium, kolesterol
dan makanan tinggi
lemak)
3. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi gaya hidup
sehat
4. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti
merokok
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
3. Perfusi perifer tidak Perfusi Perifer Perawatan Sirkulasi
efektif (D.0009) (L.02011) (I.02079)
Setelah dilakukan Tindakan :
perawatan 3x24 jam. Observasi
Diharapkan aliran darah 1. Periksa sirkulasi
klien dapat normal perifer (missal, nadi
kembali, dengan kriteria perifer, edema,
hasil : pengisian kapiler,
1. Denyut nadi perifer warna, suhu, amkle
2. Warna kulit pucat brachial index)
3. Edema perifer 2. Identifikasi factor
4. Kelemahan otot risiko gangguan
5. Akral skala sirkulasi (missal,
6. Turgor kulit diabetes, perokok,
7. Tekanan darah sistolik orang tua, hipertensi
8. Tekanan darah dan kadar kolestrol
diastolic tinggi)
Terapeutik
1. Hindari pemasangan
infus atau
pengambilan darah di
area keterbatasan
perfusi
2. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan
dan pemasangan
tourniquet pada area
yang cedera
4. Lakukan pencegahan
infeksi
Edukasi
1. Anjurkan berhenti
merokok
2. Anjurkan berolahrga
rutin
3. Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan
darah, antikoagulan
dan penurun kolesterol
4. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat (misal,
melembabkan kulit
kering pada kaki)
5. Anjurkan prograram
rehabilitasi vascular
6. Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (missal,
rendah lemak jenuh,
minyak ikan omega 3)
4. Hipervolemia Keseimbangan Cairan Manjemen hipervolemia
(D.0022) (L.03020) (I.03114)
Setelah dilakukan Tindakan :
perawatan 3x24 jam. Observasi
Diharapkan keseimbangan 1. Periksa tanda dan
cairan klien dapat normal gejala hipervolemia
kembali, dengan kriteria (missal, ortopnea,
hasil : dyspnea, edema,
1. Asupan cairan JVP/CVP meningkat,
2. Edema suara napas tambahan)
3. Tekanan darah 2. Indentifikasi penyebab
4. Membran mukosa hipervolemia
5. Mata cekung 3. Monitor status
6. Turgor kulit hemodinamik (missal,
7. Berat badan frekuensi jantung,
tekanan darah, MAP,
CVP, PAP,PCWP,
CO,CI)
4. Monitor intake dn
output cairan
Terapeutik
1. Timbang berat badan
setiap hari
2. Batasi asupan cairan
dan garam
3. Tinggikan kepala
tempat tidur 30-40
derajat
Edukasi
1. Anjurkan melapor jika
haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6
jam
2. Anjurkan melapor jika
BB bertambah >1 kg
sehari
3. Ajarkan cara
mengukur dan
mencatat asupan dan
haluan cairan
4. Ajarkan cara
membatasi cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
diuretic
2. Kolaborasi pergantian
kehilangan kalium
akibat diuretic
3. Kolaborasi pemberian
continuous renal
replacement therapy
(CRRT)
5. Intoleransi Aktivitas Tingkat keletihan Manajemen Energi
(D.0056) (L.05046) (I.05178)
Setelah dilakukan Observasi :
tindakan keperawatan 1. Identifikasi gangguan
selama 3x 24 jam fungsi tubuh yang
diharapkan tingkat mengakibatkan
keletihan pasien dapat kelelahan
menurun dengan kriteria 2. Monitor kelelahan fisik
hasil: dan emosional
1. Verbalisasi kepulihan 3. Monitor pola dan jam
energy tidur
2. Tenaga 4. Monitor lokasi dan
3. Kemampuan ketidaknyamanan
melakukan aktivitas selama melakukan
rutin aktivitas
4. Verbalisasi lelah Terapeutik :
5. Lesu Lakukan latihan rentang
6. Sakit kepala gerak pasif dan atau aktif
7. Frekuensi nafas Edukasi :
8. Pola nafas Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
DAFTAR PUSTAKA