Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL JANTUNG

Disusun Oleh
Kelompok 6

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
TAHUN AJARAN 2021
A. Konsep Teori
1. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) atau disebut dengan gagal jantung
kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan
nutrisi (Kasron, 2016 dalam Wulansari, 2020). Congestive Heart Failure
(CHF) yaitu suatu keadaan patofisiologi dimana adanya kelainan fungsi
jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolism jaringan atau peningkatan tekanan pengisian
diastolic dari ventrikel kiri atau keduanya, sehingga tekanan kapiler paru
meningkat (Asikin, 2018 dalam Wulansari, 2020).
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala)
yang ditandai oleh sesak nafas dan fatigue (saat istirahat atau saat
aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.
Gagal jantung disebabkan oleh gangguan yang menghabiskan terjadinya
pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan atau
kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik) (Sudoyo Aru, dkk, 2009
dalam Ramadhani, 2020). Congestive Heart Failure (CHF) merupakan
suatu keadaan patologis yaitu kelainan fungsi jantung yang menyebabkan
kegagalan jantung untuk mempompa darah untuk memenuhi kebutuhan
jaringan, atau hanya dapat memenuhi kebutuhan jaringan dengan
meningkatkan tekanan pengisian (Muttaqin, 2012 dalam Minartin, 2018).
2. Anatomi – Fisiologi
Jantung adalah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di
rongga dada, di bawah perlindungan tulang iga, sedikit kesebelah kiri
sternum (Sari, 2018).
a. Bentuk Jantung
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya adalah
pangkal jantung disebut juga basis kordis, disebelah bawah agak
runcing disebut apeks kordis.
b. Letak Jantung
Di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastrium anterior)
yang berada di dalam toraks, antara kedua paru-paru dan dibelakang
sternum, cenderung menghadap ke kiri daripada kanan, diatas
diafragma dan pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara IC V dan VI
dua jari dibawah papilla mamae, pada tempat ini teraba adanya
pukulan jantung yang disebut ictus kordis.

c. Ukuran Jantung
Ukuran jantung + sebesar genggaman kepalan tangan orang
dewasa dan beratnya kira-kira 250 – 300gram.
d. Lapisan Jantung
1) Epikardium
Lapisan terluar yang merupakan selaput pembungkus, terdiri
atas dua lapisan yaitu lapisan parietal dan visceral. Antara dua
lapisan jantung ini terdapat lendir sebagai pelican untuk menjaga
agar pergeseran antara pericardium pleura tidak menimbulkan
gangguan terhadap jantung. Jantung di persyarafi oleh nervus
simpatikus / nervus akselerantis, untuk menggiatkan kerja jantung
dan nervus parasimpatikus, yang memperlambat kerja jantung.
2) Miokardium
Lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otot-otot jantung,
otot-otot ini membentuk bundaran-bundaran otot, yaitu:
a) Bundaran otot atria, terdapat di bagian kiri / kanan dan basis
kordis yang membentuk serambi / artikula kordis
b) Bundaran otot ventrikuler, yang membentuk bilik jantung yang
dimulai dari cincin atrio ventrikuler sampai diapik jantung
c) Bundaran otot atrio ventrikuler, dinding pemisah antara
serambi dan bilik jantung
3) Endokardium
Lapisan jantung yang terdapat dibagian dalam yang terdiri dari
jaringan endotel atau selaput lendir yang melapisi permukaan
rongga jantung.
e. Katup Jantung

Katup jantung berfungsi untuk mempertahakankan aliran darah


searah melalui bilik jantung. Ada empat jenis katup jantung, yaitu:
1) Katup trikuspidialis : mengatur aliran darah antara serambi kanan
dan bilik kanan
2) Katup pulmonal : mengatur aliran darah dari bilik kanan ke
arteri pulmonalis yang membawa darah ke paru-paru untuk
mengambil oksigen
3) Katrup mitral : mengalirkan darah yang kaya oksigen dari
paru-paru mengalir dari serambi kiri ke bilik kiri
4) Katup aorta : membuka jalan bagi darah yang kaya akan
oksigen untuk dilewati dari bilik kiri ke aorta (arteri terbesar di
tubuh)
Septum atrial adalah bagian yang memisahkan antara atrium kiri
dan kanan, sedangkan septum ventrikel adalah bagian yang
memisahkan ventrikel kiri dan kanan. Dalam keadaan normal (jantung
sehat) tidak terjadi percampuran darah antara kedua atrium dan tidak
terjadi percampuran darah antara dua ventrikel.
f. Pergerakan Jantung
Jantung dapat bergerak mengembang dan mengempis karena
adanya rangsangan yang berasal dari susunan syaraf otonom.
Rangsangan ini diterima oleh jantung pada simpul syaraf yang terdapat
pada atrium dekstra dekat masuknya vena kava yang disebut nodus
sino atrial. Dari sisi rangsangan akan diteruskan ke dinding atrium dan
juga ke bagian septum kordis oleh nodus atrio ventrikuler melalui
berkas wenkebach.
Dari nodus atrio ventrikuler akan melalui bundle atrio ventrikuler
(berkas his) dan pada bagian cincin terdapat anulas fibrosus antara
atrium dan ventrikel, dan rangsangan akan terhenti kira-kira 1/10 detik.
Seterusnya rangsangan tersebut akan diteruskan kebagian apeks kordis
dan melalui berkas purkinya di sebarkan ke seluruh dinding ventrikel,
dengan demikian jantung akan berkontraksi. Jantung memiliki tiga
periode dalam bekerja:
1) Periode konstriksi (periode distol)
Suatu keadaan dimana jantung bagian ventrikel dalam keadaan
mengatup. Katup bikus dan trikuspidalis dalam keadaan tertutup
valvula seminularis aorta dan valvula seminularis arteri pulmonalis
terbuka, sehingga darah dari ventrikel dekstra mengalir ke arteri
pulmonalis masuk ke paru-paru kiri dan kanan, sedangkan darah
dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta kemudian diedarkan ke
seluruh tubuh.
2) Periode dilatasi (periode diastol)
Suatu keadaan dimana jantung mengembang. Katup bikus dan
trikuspidalis terbuka, sehingga darah dari aliran sinistra masuk
ventrikel sinistra dan darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel
dekstra. Selanjutnya darah yang ada pada paru-paru kiri dan kanan
masuk ke atrium sinistra melalui vena pulmonalis dan darah dari
seluruh tubuh masuk ke atrium dekstra melalui vena kava.
3) Periode istrirahat
Suatu keadaan antara periode konstriksi dan dilatasi jantung
berhenti kira-kira 1/10 detik. Pada waktu beristirahat jantung akan
menguncup sebanyak 70 – 80x/menit. Pada tiap-tiap kontraksi
jantung akan memindahkan darah ke aorta sebanyak 60 – 70cc.
Jika seseorang dalam keadaan beraktivitas maka jantung akan lebih
cepat berkontraksi sehingga darah lebih banyak dialirkan
keseluruhan tubuh. Kerja jantung dapat diketahui dengan
memeriksa perjalanan darah dalam arteri, oleh karena dinding
arteri akan mengembang jika mengalir pada gelombang darah.
Gelombang darah ini menimbulkan denyut pada arteri. Sesuai
dengan kuncupnya jantung yang disebut nadi atau pulse. Baik-
buruk dan teratur-tidaknya denyut nadi tergantung dari kembang
kempisnya jantung.
g. Bunyi Jantung
Bunyi jantung terdengar dua macam suara, yaitu bunyi ritma
(pertama) karena menutupnya katup atrio ventrikel dan bunyi kedua
karena menutupnya katup aorta dan arteri pulmonary setelah kontraksi
dari ventrikel. Bunyi pertama panjang sedangkan bunyi kedua pendek
dan tajam.
h. Daya Pompa Jantung
Dalam keadaan istirahat, jantung beredar 70x/menit. Pada keadaan
beraktivitas, kecepatan jantung mencapai 150x/menit dengan daya
pompa 20 – 25liter/menit. Setiap menit darah akan dialirkan dari vena
ke jantung, apabila pengambilan dari vena tidak seimbang dan
ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung, jantung
akan membengkak karena berisi darah.
i. Fungsi Jantung
1) Transportasi oksigen, nutrisi, hormone, dan sisa metabolism
Fungsi utama kardiovaskuler adalah memenuhi kebutuhan
sistem kapiler dan mikrosirkulasi. Komponen darah akan
membawa oksigen, glukosa, asam amino, asam lemak, hormone,
dan elektrolit ke sel. Dan selanjutnya akan mengangkut karbon
dioksida, urea asam laktat, dan sisa metabolism lainnya dari sel
tersebut.
2) Transportasi dan distribusi panas tubuh
Sistem kardiovaskuler membantu meregulasi panas tubuh
melalui serangkaian pengiriman panas oleh komponen darah dari
jaringan yang aktif seperti pengiriman panas dari jaringan otot
menuju ke kulit dan disebarkan ke lingkungan luar. Aliran darah
jaringan yang aktif diregulasi oleh pengatur suhu tubuh medulla
spinalis setelah menerima pesan dari hipotalamus, kemudia
meregulasi aliran darah ke jaringan perifer, sehingga menyebabkan
terjadinya vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah di kulit.
Dengan demikian, panas tubuh akan keluar melalui kulit.
3) Pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit
Sistem kardiovaskuler berfungsi sebagai media penyimpanan
serta transport cairan tubuh dan elektrolit. Kedua substansi ini
dikirim ke sel-sel tubuh melalui cairan intertestial dengan proses
filtrasi, difusi, dan reabsorbsi. Sistem kardiovaskuler mempompa
1700 liter darah menuju ginjal setiap harinya agar sel-sel tubuh
memiliki cairan dan elektrolit yang disesuaikan dan dipelihara
melalui mekanisme penyangga (buffer mechanism) dengan
mempertahankan pH yang optimal (sekitar 7,35 – 7,45).
Hemoglobin dan protein plasma menjadi komponen utama dalam
mekanisme penyangga ini.
j. Sistem Peredaran Darah Jantung
Aliran darah dari ventrikel kiri melalui arteri, arteriola, dan kapiler
kembali ke atrium kanan melalui vena disebut peredaran darah besar
atau aliran sistemik. Aliran dari ventrikel kanan, melalui paru-paru, ke
atrium kiri adalah peredaran darah kecil atau sirkulasi pulmonal.
1) Sistem peredaran darah sistemik (besar)
Merupakan peredaran darah yang mengalirkan darah yang kaya
oksigen dari bilik kiri jantung lalu diedarkan ke semua jaringan
tubuh. Oksigen bertukar dengan kabon dioksida di jaringan tubuh,
lalu darah yang banyak mengandung karbon dioksida melalui vena
dibawa menuju serambi kanan jantung.
2) Sistem peredaran darah pulmonal (kecil)
Merupakan peredaran darah yang mengalirkan darah dari
jantung ke paru-paru dan kembali ke jantung. Darah yang kaya
karbon dioksida dari bilik kanan dialirkan ke paru-paru melalui
arteri pulmonalis, di alveolus paru-paru, darah yang bercampur
karbon dioksida selanjutnya bertukar dengan darah yang
bercampun oksigen, kemudian akan dialirkan ke serambi kiri
jantung melalui vena pulmonalis.
k. Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung adalah kemampuan otot jantung untuk
menghantarkan impuls listrik secara otomatis dan berirama,
memungkan otot jantung mengalami depolarisasi sehingga jantung
dapat berkontraksi. Untuk menjamin rangsangan ritmik dan sinkron,
serta kontraksi otot jantung, terdapat jalur konduksi khusus dalam
mopkardium, jaringan konduksi ini memiliki sifat:
1) Otomatis : kemampuan menghasilkan impuls secara teratur
2) Ritme : pembangkitan impuls yang teratur
3) Konduktivitas : kemampuan serabut otot jantung menghantarkan
impuls
4) Daya rangsang: kemampuan untuk menanggapi rangsang

Sistem konduksi jantung : impuls jantung biasanya berasal dari Nodus


Sinoatrialis (SA). Nodus SA ini disebut sebagai “pemicu alami” jantung.
Nodus SA terletak di dinding posterior atrium kanan dekat muara vena
kava superior. Impuls jantung kemudian menyebar dari nodus SA menuju
jalur konduksi khusus atrium dank ke otot atrium. Suatu jalur antar atrium,
yaitu berkas Bachman mempermudah penyebaran impuls dari atrium
kanan ke atrium kiri. Jalur internoda – jalur anterior, tengah, dan posterior
menghubungkan nodus SA dengan Nodus Atrioventrikularis. Impuls listrik
kemudian mencapai Nodus Atrioventrikularis (AV) yang terletak di
sebelah kanan interatrial dalam atrium kanan dekat muara sinus koronaria.
Nodus AV merupakan jalur normal transisi impuls antara atrium dan
ventrikel. Hantaran impuls melalui serabut purkinje berjalan cepat sekali.
Dengan demikian urutan normal rangsangan melalui sistem konduksi
adalah Nodus SA – jalur-jalur atrium – Nodus AV – berkas his – cabang-
cabang berkas – serabut purkinje.

(Sari, 2018; Ramadhani, 2020; Wulansari, 2020)

3. Etiologi
Penyebab CHF menurut Aspiani, 2014 (dalam Wulansari, 2020):
a. Arteri koroner
Arterosklerosis arteri koroner merupakan penyebab utama gagal
jantung. Penyakit arteri koroner ini ditemukan pada lebih dari 60%
pasien gagal jantung.
b. Infark miokard
Infark miokard menyebabkan disfungsi miokardial akibat hipoksia
dan asidosis akibat akumulasi asam laktat. Sedangkan infark miokard
menyebabkan nekrosis atau kematian sel otot jantung. Hal ini
menyebabkan otot jantung kehilangan kontraktilitasnya, sehingga
menurunkan daya pemompaan jantung. Luasnya daerah infark
berhubungan langsung dengan berat-ringannya gagal jantung.
c. Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung dan dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu dilatasi, hipertrofi, dan restriktif.
Kardiomiopati dilatasi penyebabnya dapat bersifat idiopatik (tidak
diketahui penyebabnya). Namun demikian penyakit ini juga dapat
dipicu oleh proses inflamasi pada miokarditis dan kehamilan. Agen
sitotoksik seperti alkohol juga dapat menjadi faktor pemicu penyakit
ini. Sedangkan kardiomiopati hipertrofi dan kadiomiopati restriktif
dapat menurunkan disensibilitas dan pengisian ventrikuler (gagal
jantung diastolik), sehingga dapat menurunkan curah jantung.
d. Hipertensi
Hipertensi sistemik maupun pulmonary meningkatkan afterload
(tahanan terhadap ejeksi jantung). Kondisi ini dapat meningkatkan
beban jantung dan memicu terjadinya hipertrofi otot jantung.
Meskipun sebenarnya hipertrofi tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kontraktilitas sehingga dapat melewati tingginya
afterload, namun hal tersebut justru mengganggu saat pengisian
ventrikel selama diastole. Akibatnya curah jantung semakin turun dan
menyebabkan gagal jantung.
e. Penyakit katup jantung
Katup jantung berfungsi untuk memastikan bahwa darah mengalir
dalam satu arah dan mencegah terjadinya aliran balik. Disfungsi katup
jantung membuat aliran darah kea rah depan tersumbat, meningkatnya
tekanan dalam ruang jantung, dan meningkatnya beban jantung.
Beberapa kondisi tersebut memicu terjadinya gagal jantung diastolic.
4. Patofisiologi
Gagal jantung kronis disebabkan interaksi yang kompleks antara faktor
yang mempengaruhi kontraktilitas, yaitu:
a. Preload, yaitu derajat regangan miokardium sebelum kontraksi
b. Afterload, yaitu resistensi ejeksi darah dari ventrikel kiri
c. Respon kompensasi neurohormonal dan hemodinamika karena
penurunan ouput jantung,

Penurunan afterload mempercepat kontraktilitas jantung. Tekanan


yang tinggi atau peningkatan afterload mengurangi kontraktilitas dan
menyebabkan beban kerja jantung lebih tinggi.
Output jantung ditentukan oleh volume curah jantung dikali dengan
denyut jantung, volume curah jantung ditentukan oleh preload,
kontraktilitas, dan afterload. Hal ini dijelaskan (dalam Minartin, 2018)
dengan konsep persamaan CO = HR x SV (CO = Cardiac Output, HR =
Heart Rate, dan SV = Stroke Volume / Volume Sekuncup). Peningkatan
preload dapat meregangkan serat miokardium dan meningkatkan kekuatan
kontraktilitas. Namun peregangan yang berlebihan menyebabkan
penurunan kontraktilitas. Peningkatan kontraktilitas meningkatkan volume
curah jantung. Namun jika berlebihan maka kebutuhan oksigen
menyebabkan penurunan kontraktilitas. Peningkatan afterload dapat
mengurangi volume curah jantung. Denyut jantung yang dipengaruhi oleh
sistem saraf otonom dapat meningkatkan output jantung, sehingga denyut
jantung berlebihan (>160x/menit) dimana durasi distolik memendek, serta
mengurangi pengisian ventrikel dan volume curah jantung.
Sejumlah mekanisme kompensasi untuk mengurangi output jantung
teraktivasi. Pada awalnya, sistem saraf simpatis akan terstimulasi yang
menyebabkan peningkatan denyut jantung, kontraksi jantung,
vasokontraksi, dan sekresi hormone antidiuretik. Kontraksi vena dan
hormone antidiuretik meningkatkan preload. Mekanisme ini membantu
mengembalikan output jantung hingga melebihi batas, kemudian
kebutuhan oksigen miokard dan preload yang berlebihan menyebabkan
penurunan kontraktilitas dan dekompensasi.
Penurunan output jantung dengan penurunan perfusi jantung
berikutnya juga mengaktivasi sistem rennin – angiotensin – aldoteron,
yang menyebabkan vasokonstriksi dan retensi cairan. Kondisi ini
meningkatkan preload output jantung hingga preload berlebihan dan
terjadi dekompensasi (Asikin, 2018 dalam Wulansari, 2020).

5. Pathway

Disfungsi Miokard Beban Tekanan Beban Sistolik Peningkatan Beban Volume


(AMI) Miokarditis Berlebihan Berlebihan Kebutuhan Berlebihan
Metabolisme
Kontraktilitas Beban Sistole Preload Meningkat
Menurun Meningkat

Penyakit Jantung
Kontraktilitas
(Stenosis Katup
Menurun
AV, Stenosis
Katup Tamponade
Hambatan Perikardium,
Pengosongan Perikarditis
Ventrikel Konstruktif)

COP Menurun

Beban Jantung Aterosklerosis


Meningkat Koroner

Atrovil Serabut Gangguan Aliran


Otot Darah Ke Otot
Jantung

Hipertensi Gagal Jantung Disfungsi


Pulmonal Kongestif (CHF) Miokardium
Gagal Pompa Penurunan Gagal Pompa
Ventrikel Kiri Curah Jantung Ventrikel Kanan

Forward Failure Backward Failure

Suplai Darah Suplai Oksigen Renal Flow LEVD Meningkat

Jaringan Turun Otak Turun Menurun


Tekanan Vena
Pulmonalis
Metabolisme Sinkop RAA Meningkat
Meningkat
Anaerob
Perfusi Perifer Retensi Na + H2O
Penimbunan Asam Tidak Efektif Tekanan Kapiler

Laktat dan ATP Paru Meningkat


Hipervolemia

Fatigue
Edema Paru Beban Ventrikel

Intoleransi Kanan

Aktivitas Ronkhi Basah


Hipertropi
Iritasi Mukosa Ventrikel Kanan
Paru
Penyempitan

Penumpukan Reflek Batuk Lumen Ventrikel

Sekret Menurun Kanan

Gangguan
Pertukaran Gas Tidak Dapat Mengakomodasi Semua Tekanan Darah
Darah Yang Secara Normal Kembali Dari Diastol Naik
Sirkulasi Vena
Bendungan Atrium
Retensi Cairan Pada Ekstremitas Bawah Kanan
Gangguan
Integritas Kulit Pitting Edema
Bendungan Vena
Sistemik

Hepar Lien

Hepatomegali Splenomegali

Tekanan Pembuluh Mendesak


Portal Naik Diafragma

Sesak Nafas
Cairan Terdorong
Ke Rongga Pola Nafas Tidak
Abdomen Efektif

Asites

Ansietas

6. Manifestasi Klinis
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume
intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena
yang meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan jantung.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagaglan secara terpisah.
Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului daripada gagal ventrikel
kanan. Kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan
perfusi jaringan, tetapi manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada
kegagalan ventrikel mana yang terjadi (Karson, 2016 dalam Wulansari,
2020).

Menurut Aspiani, 2014 (dalam Wulansari, 2020) manifestasi pada


congestive heart failure (CHF) yaitu:
a. Gagal jantung kiri:
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel
kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru.
1) Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan
mengganggu pertukaran gas.
2) Batuk
3) Mudah lelah
4) Kegelisahan dan kecemasan
Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat
kesakitan bernafas, dan mengetahui bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik.
5) Sianosis
b. Gagal jantung kanan:
1) Kongestif jaringan perifer dan visceral
2) Edema ekstremitas bawah (edema dependen), biasanya edema
pitting, penambah berat badan
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen,
terjadi akibat pembesaran vena di hepar
4) Anorexia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
dalam rongga abdomen
5) Nokturia
6) Kelemahan

Sedangkan menurut Asikin, dkk tahun 2018 (dalam Wulansari, 2020)


manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan terhadap derajat
latihan fisik yang dapat menimbukan timbulnya gejala. Pada awalnya,
secara khas gejala hanya muncul saat melakukan aktivitas fisik. Namun
semakin berat kondisi gagal jantung, semakin menurun toleransi terhadap
latihan dan gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan.
Dampak dari curah jantung dan kongesti yang terjadi pada sistem vena
atau sistem pulmonal antara lain:
a) Sesak saat beraktivitas
b) Sesak saat berbaring dan membaik dengan melakukan elevasi kepala
menggunakan bantal (ortopnea)
c) Sesak di malam hari (paroxysmal nocturnal dyspnea)
d) Nyeri dada dan palpitasi
e) Anorexia
f) Mual, kembung
g) Penurunan berat badan
h) Letih, lemas
i) Oliguria / nokturia
j) Gejala otak bervariasi mulai dari ansietas hingga gangguan memori
dan konfusi.
7. Klasifikasi Gagal Jantung
Klasifikasi fungsional gagal jantung menurut New York Heart
Association (NYHA) (dalam Ramadhani, 2020), sebagai berikut:

Kelas 1 Tidak ada batasan: aktivitas fisik yang biasa tidak menyebabkan
dyspnea nafas, palpitasi, atau keletihan berlebihan
Kelas 2 Gangguan aktivitas ringan: merasa nyaman ketika beristirahat,
tetapi aktivitas biasa menimbulkan keletihan dan palpitasi
Kelas 3 Keterbatasan aktivitas fisik yang nyata: merasa nyaman ketika
beristirahat, tetapi aktivitas yang kurang dari biasa dapat
menimbulkan gejala
Kelas 4 Tidak dapat melakukan aktifitas fisik apapun tanpa merasa tidak
nyaman: gejala gagal jantung kongestif ditemukan bahkan pada
saat istirahat dan ketidaknyamanan semakin bertambah ketika
melakukan aktivitas fisik apapun

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien Congestive Heart
Failure (CHF) menurut Asikin, 2018 (dalam Wulansari, 2020):
a. EKG
Mengetahui hipertropi atrial atau ventrikuler, infark, penyimpanan
aksi, iskemia, dan kerusakan pola.
b. Tes Laboratorium Darah
1) Enzim hepar: meningkat dalam gagal jantung / kongesti
2) Elektrolit: kemungkinan berubah kerena perpindahan cairan,
penurunan fungsi ginjal
3) Oksimetri nadi: kemungkinan oksigen rendah
4) AGD: gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik
ringan atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2
5) Albumin: mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan
proterin.
c. Radiologis
Seismogram ekokardium, dapat menunjukkan pembesaran bilik
perubahan dalam fungsi struktur katup, penurunan kontraktilitas
ventrikel.
1) Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
dinding
2) Rontgen dada
Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi dan hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah
atau peningkatan tekanan pulmonal

Sedangkan menurut Donges, 2018 (dalam Wulansari, 2020)


pemeriksaan penunjang pada Congestive Heart Failure (CHF) adalaj:

a. Elektrokardiogram (EKG)
Mencatat aktivitas listrik jantung, EKG abnormal dapat
menunjukkan penyebab dasar gagal jantung, seperti hipertrofi
ventrikel, disfungsi katup, iskemia, dan pola kerusakan miokardium.
b. Kateterisasi Jantung
Mengkaji kepatenan arteri koroner,mengungkapkan ukuran atau
bentuk jantung dan katup jantung yang tidak normal, serta
mengevaluasi kontraktilitas ventrikel. Tekanan dapat diukur dalam
setiap bilik jantung dan melintasi katup. Tekanan abnormal
mengindikasikan masalah fungsi ventrikel, membantu
mengidentifikasi stenosis atau insufisiensi katup dan diferensiasi gagal
jantung sisi kanan versus sisi kiri.
c. Foto Rontgen Dada
Dapat menunjukkan klasifikasi di area katup atau aorta,
menyebabkan obstruksi aliran darah, atau pembesaran jantung,
mengindikasikan gagal jantung.
d. Elektrolit
Elektrolit apat berubah karena perpindahan cairan dan penurunan
fungsi ginjal yang dikaitkan dengan gagal jantung dan medikasi
diuretic, inhibitor ACE yang digunakan dalam terapi gagal jantung.
e. Oksimetri Nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
f. Analisa Gas Darah (AGD)
Kegagalan ventrikel kiri ditandai oleh alkalosis respiratori ringan
(dini), asidosis respiratori, dengan hipoksemia, dan peningkatan PCO2,
dengan kegagalan kompensasi gagal jantung.
g. Blood Ureum Nitrogen (BUN) Dan Kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal
sebagaimana yang dapat terjadi pada gagal jantung atau sebagai efek
samping medikasi yang diresepkan (diuretic dan inhibitor ACE).
Peningkatan BUN dan kreatinin lazim terjadi pada gagal jantung.
h. Pemeriksaan Tiroid
Peningkatan ativitas tiroid menunjukkan hiperaktivitas tiroid
sebagai presipitator gagal jantung.

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi, yaitu sebagai
berikut (Ramadhani, 2020):
a. Terapi farmakologi
Terapi yang dapat diberikan antara lain golongan diuretic,
angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEH), beta bloker,
angiotensin receptor blocker (ARB), glikosida jantung, antagonis
aldosteron, serta pemberian laksarida pada pasien dengan keluhan
konstripasi.
b. Terapi nonfarmakologi
Terapi yang dapat diberikan yaitu antara lain tirah baring,
perubahan gaya hidup, pendidikan kesehatan mengenai penyakit,
prognosis, obat-obatan, serta pencegahan kekambuhan, monitoring,
dan kontrol faktor resiko.
10. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien Congestive Heart Failure (CHF)
adalah (Minartin, 2018):
a. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena
dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru/EP) dan emboli
sistemik tinggi, terutama pada Congestive Heart Failure (CHF) berat.
Bisa diturunkan dengan pemberian wafarin.
b. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada Congestive Heart
Failure (CHF) yang bisa menyebabkan perburuan dramatis. Hal
tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β
blocker dan pemberian wafarin)
c. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretic
dengan dosis tinggikan
d. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau
sudden cardiac death (25 – 50% kematian CHF). Pada pasien yang
berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang
ditanam mungkin turut mempunyai peranan.

Sedangkan menurut Kasron, 2016 (dalam Wulansari, 2020)


menyatakan bahwa komplikasi yang terjadi pada pasien Congestive Heart
Failure (CHF) yaitu:
a. Syok kardiogenik
b. Episode tromboemboli karena pembentukan vena karena statis darah
c. Efusi dan tramponade pericardium
d. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Pengkajian Primer
a. Airway
Batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot
pernafasan, oksigen.
b. Breathing
Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal
c. Circulation
Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katub jantung,
anemia, syok dll. Tekanan darah, nadi, frekuensi jantung, irama
jantung, nadi apical, bunyi jantung S3, gallop, nadi perifer
berkurang, perubahan dalam denyutan nadi juguralis, warna
kulit, kebiruan punggung, kuku pucat atau sianosis, hepar ada
pembesaran, bunyi nafas krakles atau ronchi, oedema

b. Pengkajian Sekunder
a. Aktifitas/istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea
saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital
berubah saat beraktifitas.
b. Integritas ego
Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung
c. Eliminasi
Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada
malam hari, diare / konstipasi
d. Makanana/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB
signifikan. Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam
penggunaan diuretic distensi abdomen, oedema umum, dll
e. Hygiene
Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
f. Neurosensori
Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
g. Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah.
h. Interaksi social
Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane
alveolus – kapiler pada kondisi gagal jantung kongestif (D.0003)
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload –
afterload pada kondisi gagal jantung kongestif (D.0008)
c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri dan/atau vena pada kondisi gagal jantung kongestif (D.0009)
d. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan aliran balik vena pada
kondisi gagal jantung kongestif (D.0022)
e. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan pada kondisi
gagal jantung kongestif (D.0056)
3. Intervensi dan Implementasi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1. Gangguan Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi
pertukaran gas (L.01003) (I.01014)
(D.0003) Setelah dilakukan Tindakan :
perawatan 3x24 jam. Observasi
Diharapkan klien dapat 1. Monitor frekuensi,
bernafas dengan nyaman, irama, kedalaman dan
dengan kriteria hasil : upaya napas
1. Dispnea 2. Monitor pola nafas
2. Bunyi nafas tambahan (seperti bradipnea,
3. Pusing takipnea,
4. Nafas cuping hidung hiperventilasi,
5. Takikardi kussmaul, cheyne-
6. Sianosis stokes, biot, ataksik)
7. Pola nafas 3. Monitor adanya
8. Warna kulit sumbatan jalan nafas
4. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
5. Auskultasi bunyi
napas
6. Monitor saturasi
oksigen
7. Monitor nilai AGD
Terapeutik
1. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Kolaborasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Terapi Oksigen
(I.01026)
Tindakan :
Observasi
1. Monitor kecepatan
aliran oksigen
2. Monitor aliran oksigen
secara periodic dan
pastikan fraksi yang
diberikan cukup
3. Monitor efektifitas
terapi oksigen (missal,
oksimetri, analisa gas
darah)
4. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
5. Monitor integritas
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan
trakea
2. Pertahankan
kepatenan jalan napas
3. Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
4. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan oksigen
saat aktivitas/tidur
2. Penurunan curah Curah Jantung Perawatan Jantung
jantung (D.0008) (L.020008) (I.02075)
Setelah dilakukan Tindakan :
perawatan 3x24 jam. Observasi
Diharapkan keadekuatan 1. Identifikasi
jantung klien meningkat, tanda/gejala primer
dengan kriteria hasil : penurunan curah
1. Kekuatan nadi perifer jantung (meliputi
2. Palpitasi dipsnea, kelelahan,
3. Bradikardi edema, ortopnea dan
4. Takikardi peningkatan CVP)
5. Gambaran EKG 2. Identifikasi
aritmia tanda/gejala sekunder
6. Edema penurunan curah
7. Dispnea jantung (meliputi
8. Pucat/Sianosis peningkatan BB,
9. Suara jantung S3 hepatomegaly, distensi
10. Suara jantung S4 vena jugularis,
11. Tekanan darah palpitasi, ronkhi
12. CRT basah, oliguria, batuk,
kulit pucat)
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor saturasi
oksigen
5. Monitor EKG keluhan
nyeri dada (intensitas,
lokasi, radiasi, durasi)
6. Monitor aritmia
7. Periksa tekanan darah
dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah
melakukan aktivitas
dan pemberian obat
(beta blocker, ACE
inhibitor, calcium
channel blocker,
digoksin)
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi
fowler atau fowler
dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman
2. Berikan diet jantung
yang sesuai (missal,
batasi asupan kafein,
natrium, kolesterol
dan makanan tinggi
lemak)
3. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi gaya hidup
sehat
4. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti
merokok
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
3. Perfusi perifer tidak Perfusi Perifer Perawatan Sirkulasi
efektif (D.0009) (L.02011) (I.02079)
Setelah dilakukan Tindakan :
perawatan 3x24 jam. Observasi
Diharapkan aliran darah 1. Periksa sirkulasi
klien dapat normal perifer (missal, nadi
kembali, dengan kriteria perifer, edema,
hasil : pengisian kapiler,
1. Denyut nadi perifer warna, suhu, amkle
2. Warna kulit pucat brachial index)
3. Edema perifer 2. Identifikasi factor
4. Kelemahan otot risiko gangguan
5. Akral skala sirkulasi (missal,
6. Turgor kulit diabetes, perokok,
7. Tekanan darah sistolik orang tua, hipertensi
8. Tekanan darah dan kadar kolestrol
diastolic tinggi)
Terapeutik
1. Hindari pemasangan
infus atau
pengambilan darah di
area keterbatasan
perfusi
2. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan
dan pemasangan
tourniquet pada area
yang cedera
4. Lakukan pencegahan
infeksi
Edukasi
1. Anjurkan berhenti
merokok
2. Anjurkan berolahrga
rutin
3. Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan
darah, antikoagulan
dan penurun kolesterol
4. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat (misal,
melembabkan kulit
kering pada kaki)
5. Anjurkan prograram
rehabilitasi vascular
6. Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (missal,
rendah lemak jenuh,
minyak ikan omega 3)
4. Hipervolemia Keseimbangan Cairan Manjemen hipervolemia
(D.0022) (L.03020) (I.03114)
Setelah dilakukan Tindakan :
perawatan 3x24 jam. Observasi
Diharapkan keseimbangan 1. Periksa tanda dan
cairan klien dapat normal gejala hipervolemia
kembali, dengan kriteria (missal, ortopnea,
hasil : dyspnea, edema,
1. Asupan cairan JVP/CVP meningkat,
2. Edema suara napas tambahan)
3. Tekanan darah 2. Indentifikasi penyebab
4. Membran mukosa hipervolemia
5. Mata cekung 3. Monitor status
6. Turgor kulit hemodinamik (missal,
7. Berat badan frekuensi jantung,
tekanan darah, MAP,
CVP, PAP,PCWP,
CO,CI)
4. Monitor intake dn
output cairan
Terapeutik
1. Timbang berat badan
setiap hari
2. Batasi asupan cairan
dan garam
3. Tinggikan kepala
tempat tidur 30-40
derajat
Edukasi
1. Anjurkan melapor jika
haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6
jam
2. Anjurkan melapor jika
BB bertambah >1 kg
sehari
3. Ajarkan cara
mengukur dan
mencatat asupan dan
haluan cairan
4. Ajarkan cara
membatasi cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
diuretic
2. Kolaborasi pergantian
kehilangan kalium
akibat diuretic
3. Kolaborasi pemberian
continuous renal
replacement therapy
(CRRT)
5. Intoleransi Aktivitas Tingkat keletihan Manajemen Energi
(D.0056) (L.05046) (I.05178)
Setelah dilakukan Observasi :
tindakan keperawatan 1. Identifikasi gangguan
selama 3x 24 jam fungsi tubuh yang
diharapkan tingkat mengakibatkan
keletihan pasien dapat kelelahan
menurun dengan kriteria 2. Monitor kelelahan fisik
hasil: dan emosional
1. Verbalisasi kepulihan 3. Monitor pola dan jam
energy tidur
2. Tenaga 4. Monitor lokasi dan
3. Kemampuan ketidaknyamanan
melakukan aktivitas selama melakukan
rutin aktivitas
4. Verbalisasi lelah Terapeutik :
5. Lesu Lakukan latihan rentang
6. Sakit kepala gerak pasif dan atau aktif
7. Frekuensi nafas Edukasi :
8. Pola nafas Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
DAFTAR PUSTAKA

Minartin, D. (2018) “Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Gangguan Sistem


Cardio Vaskuler Congestive Heart Failure (CHF) Di Ruang ICCU RSU
Bahteramas Kendari.”

Ramadhani, F. N. (2020) Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gagal Jantung


Kongestif (CHF) Yang Ada Di Rumah Sakit.

Sari, D. I. T. A. (2018) “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Congestive


Heart Failure (CHF) Di Ruang Flamboyan RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru.”

Wulansari, R. (2020) “Asuhan Keperawatan Pada Klien Congestive Heart Failure


(CHF) Dengan Pola Nafas Tidak Efektif Di Ruangan Melati 3 Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Soekardjo Tasikmalaya.”

Anda mungkin juga menyukai