Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN CHRONIC HEART FAILURE


NYHA II DI RUANG ELANG PUTRI RSUP dr. KARIADI SEMARANG

DISUSUN OLEH:
VITA DWI FUTMASARI
P1337420919050

Disahkan Oleh
Pembimbing Klinik

(Wayan Wardiana, S.Kep., Ns.)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020

1
ABSTRAK

Latar belakang : Penyakit gagal jantung dapat mengakibatkan berbagai kerusakan terutama
pada baroreflek arteri. Dampaknya penurunan saturasi oksigen dan menurunkan aktivitas
fisik hingga kematian. Oleh karena itu membutuhkan intervensi dalam mengatur mekanisme
baroreflek arteri.
Tujuan : mengindentifikasi respon sebelum dan sesudah dilakukan latihan napas dalam
dengan alat spirometri secara mandiri
Hasil : Ny. S mengatakan rutin mengonsumsi obat penurun tekanan darah yaitu Valsartan
160mg secara oral. Pengkajian awal tekanan darah 130/90mmhg dan setelah dilakukan
asuhan keperawatan menjadi 120/80mmhg.
Simpulan : Latihan napas dalam menggunakan spirometri dapat mengontrol tekanan darah
dan pernapasan yang toleran terhadap aktivitas.

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Congestive heart failure (CHF) merupakan ketidakmampuan jantung memompa
darah yang cukup ke seluruh tubuh yang ditandai dengan sesak nafas saat beraktifitas
atau saat tidur terlentang tanpa bantal. Data yang diperoleh dari World Health
Organization (WHO) tahun 2016 menunjukkan bahwa pada tahun 2015 terdapat 23 juta
atau sekitar 54% dari total kematian disebabkan oleh Congestive Heart Failure (CHF).
Penelitian yang telah dilakukandi Amerika Serikat menunjukkan bahwa resiko
berkembangnya Congestive Heart Failure (CHF) adalah 20% untuk usia ≥ 40 tahun
dengan kejadian > 650.000 kasus baru yang diagnosis Congestive Heart Failure (CHF)
selama beberapa dekade terakhir. Kejadian Congestive Heart Failure (CHF) meningkat
dengan bertambahnya umur. Tingkat kematian untuk Congestive Heart Failure (CHF)
sekitar 50% dalam kurun waktu lima tahun (Arini, 2015).
Congestive Heart Failure (CHF) telah meningkat dan menjadi peringkat pertama
sebagai penyebab utama kematian di Indonesia. Prevalensi Congestive Heart Failure
(CHF) di Indonesia menurut Riskesdas (2016) sebesar 0,3% dari total jumlah penduduk
di Indonesia. Prevalensi gagal jantung berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi DI
Yogyakarta (0,25%), disusul Jawa Timur (0,19%), dan Jawa Tengah (0,18%).
Penyakit jantung dan pembuluh darah berperan atas total kasus kematian di
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 66,51% (806.208 kasus) dari total
1.212.167 kasus kematian yang ada (Rikesdas, 2013). Jumlah pasien CHF di RSUP dr.
Kariadi Semarang pada bulan Februari 2015 sebanyak 47 pasien, mengalami kenaikan
pada bulan Maret 2015 sebanyak 69 pasien, dan mengalami penurunan pada bulan April
dengan jumlah 62 pasien.
Pada penderita gagal jantung kongestif akan terjadi gangguan yaitu menurunnya
kontraktilitas miokard, karena suplai oksigen berkurang yang berakibat pada perubahan
status hemodinamik. Jantung yang mengalami ketidakmampuan untuk memompa darah
secara adekuat dalam memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi bagi jaringan tubuh maka
akan menimbulkan sensasi yang subyektif berupa nafas pendek, berat, dan rasa tidak
nyaman. Akibat dari ketidakmampuan jantung dalam memompa darah secara adekuat ke
seluruh tubuh akan menyebabkan penurunan kapasitas fungsional pada pasien CHF.
Aktivitas sehari-hari dari pasien akan terganggu dengan memburuknya gejala. Pasien-
pasien CHF sering kembali ke rumah sakit akibat adanya kekambuhan. Sebagian besar
3
kekambuhan diakibatkan karena pasien tidak memenuhi terapi yang dianjurkan, misalnya
tidak mampu melaksanakan terapi pengobatan dengan tepat, melanggar pembatasan diet,
tidak mematuhi tindak lanjut medis, melakukan aktivitas fisik yang berlebihan, dan tidak
dapat mengenali gejala kekambuhan dari CHF (Smeltzer, 2013).
Penyakit gagal jantung dapat mengakibatkan berbagai kerusakan yang berdampak
pada kualitas hidup penderita. Salah satu kerusakan yang terjadi adalah kerusakan pada
baroreflek arteri. Baroreflek arteri merupakan mekanisme dasar yang terlibat dalam
pengaturan tekanan darah. Kerusakan baroreflek arteri berhubungan dengan kematian
pada penyakit kardiovaskuler. Kerusakan lain yang biasa terjadi pada penyakit gagal
jantung adalah kerusakan fungsi paru-paru. Kerusakan fungsi paru-paru dapat secara
tidak langsung berkontribusi pada penurunan saturasi oksigen dan menurunkan aktivitas
fisik (Fadli, 2016).
Oksigenasi merupakan kebutuhan yang esensial karena secara patofisiologis
gangguan kebutuhan oksigenasi dapat menyebabkan hipoksia sel. Hipoksia sel dapat
menyebabkan kematian pada sel dan menurunkan fungsi organ. Kematian sel pada sel
jantung dapat memperburuk gagal jantung karena menyebabkan penurunan kerja pompa
jantung. Penurunan kerja pompa jantung mengakibatkan gangguan sirkulasi dan
berakibat pada kurang terpenuhinya kebutuhan oksigenasi tubuh. Dampak oksigenasi
yang buruk berupa intoleransi aktivitas serta syok kardiogenik dan kematian (Damayanti,
2013).
Sehingga penulis tertarik untuk membahas asuhan keperawatan pada Ny. S
dengan CHF Nyha II post operasi MVR di ruang Elang Putri RSUP dr. Kariadi
Semarang.
1.2 WOC
Terlampir

4
BAB II
LAPORAN KASUS

Tanggal Pengkajian : Senin, 10 Februari 2020 Ruang/RS : Elang Putri


Jam : 07.30 WIB RSUP dr. Kariadi Semarang

A. BIODATA
1. Biodata Pasien
a. Nama : Ny. S
b. Umur : 52 tahun
c. Alamat : Mijen, Semarang
d. Pendidikan : SMTA
e. Pekerjaan : Pegawai Swasta
f. Tanggal Masuk : 3 Februari 2020
g. Catatan Masuk : Klien datang dari poli elang membawa surat rujukan dari RS
Swasta untuk program yang sudah terjadwal yaitu operasi MVR. Klien datang
diantar oleh anak kandung dengan kendaraan pribadi.
h. Diagnosa Medis : CHF Nyha II
i. No. Rekam medis : C689xxx
j. No. register : 10695xxx
k. Jaminan : JKN PBI
2. Biodata Penanggung Jawab
a. Nama : Tn. L
b. Umur : 32 tahun
c. Alamat : Semarang
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : Pegawai swasta
f. Hubungan dg klien : Anak Kandung
B. KELUHAN UTAMA
Ny. S mengatakan sesak napas saat berjalan jauh dan makin berat, jantung berdebar
kencang, dan nyeri dada hebat. Kemudian disarankan saat kontrol di poli jantung RSUP
Dr. Kariadi untuk dilakukan operasi agar kebocoran jantung tidak semakin parah.

5
C. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat Keperawatan Sekarang
Klien datang dari poli elang RSUP Dr. Kariadi membawa surat rujukan dari RS
Swasta untuk program yang sudah terjadwal yaitu operasi MVR. Klien datang diantar
oleh anak kandung dengan kendaraan pribadi.
Kemudian di ruang Elang Putri, dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
persiapan operasi MVR Trikus Valve Repair tanggal 5 Februari 2020. Setelah itu, klien
dirawat di ICCU karena perbaikan kondisi yang membutuhkan ventilator.
Setelah itu, tanggal 9 Februari 2020 klien kembali dirawat di Ruang Elang
dengan kondisi lemas, GCS 15, terpasang WSD, pigtail urinary catheter, CVC, tanpa
menggunakan terapi oksigen.
2. Riwayat Keperawatan Dahulu
Klien pernah dirawat di ruang Elang pada tanggal 27 Mei 2018 dan terdeteksi
penyakit jantung dan diabetes mellitus type 2. Sejak saat itu, klien melakukan rawat
jalan di RSUP Dr. Kariadi Semarang.
3. Riwayat Keperawatan Keluarga
Dalam keluarga klien yaitu ayahnya menderita serangan jantung dan sudah
meninggal. Kedua orang tua klien memiliki hipertensi namun hanya keluarga dari Ibu
klien yang memiliki riwayat diabetes mellitus.
4. Riwayat Alergi
Ny. S mengatakan tidak memiliki alergi pada makanan maupun obat-obatan.
5. Genogram

Ny. S
usia 52
tahun
Tn. M
usia 60
tahun

Keterangan :

: laki-laki : tinggal serumah

: perempuan : pasien/klien

6
: garis keturunan

: meninggal
D. PENGKAJIAN MENGACU POLA FUNGSIONAL GORDON
1. Pola manajemen dan persepsi kesehatan
Keluarga klien mengatakan saat ada keluarga yang sakit langsung dibawa ke
pelayanan terdekat seperti puskesmas untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.
2. Pola nutrisi dan metabolism
a. Sebelum sakit :Klien mengatakan makan secara teratur 3x sehari dengan menu
nasi, sayur, lauk, gorengan dan teh, tidak mempunyai alergi ataupun pantangan
terhadap makanan.
b. Saat sakit : Klien mengatakan makan 3x sehari sesuai dengan diet lunak
rendah garam yang diberikan. Klien sangat suka minum teh hangat daripada air
putih
Antropometri
BB : 59 kg
TB : 160 cm
IMT = 59kg/ (1.6x1.6)m2= 23 (normal)
Biochemical
Hb 11gr/dL
GDS 129mg/dl
Clinical Sign
Tanda umum : Ny. S mengatakan tidak mual muntah, tidak mengalami kesulitan
dalam makan maupun minum.
Kulit : Turgor kulit baik dan kembali dengan cepat serta tidak ada edema.
Mulut: bibir klien lembab, mulut bersih, tidak ada sariawan.
Mata : conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Dietary
Klien mendapatkan diit lunak rendah garam dengan buah pepaya
INPUT OUTPUT
Minum : 600 cc BAK: 850cc
Infus : 720 cc IWL : 15x59= 885
Makan : 200 cc Drain : 30cc
Jumlah : 1520cc Jumlah : 1765 cc
Balance Cairan : Input –Output

7
:1520cc-1765cc = -245 cc
3. Pola eliminasi
a. Sebelum sakit : klien BAB 1x/ hari dengan konsistensi lembek, berwarna
kuning dengan bau khas. Pasien BAK 10 x/ hari.
b. Saat sakit : klien belum BAB setelah operasi, BAK terukur dengan
kateter urin
4. Pola istirahat dan tidur
a. Sebelum sakit : kebutuhan tidur klien tercukupi yaitu 6-8 jam/hari.
b. Saat sakit : Klien mengatakan tidur dengan baik
5. Pola aktivitas dan latihan
a. Sebelum sakit : klien dapat melakukan aktifitas secara mandiri saat bekerja
maupun di rumah.
b. Saat sakit : Klien melakukan aktivitas dibantu total oleh anaknya
Penilaian mobilisasi
Ny. S mengatakan selalu melibatkan anak bila ingin duduk di atas tempat tidur dan
miring kanan kiri
Tingkat
Kategori
Aktivitas/Mobilisasi
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh.
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat.
Memerlukan bantuan atau pengawasan orang
Tingkat 2
lain.
Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,
Tingkat 3
dan peralatan.
Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
Tingkat 4
atau berpartisipasi dalam perawatan.
Ny. S skor 4 dalam melakukan aktivitas
Penilaian Kekuatan Otot
Skala Kategori
0 Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
1 Hanya mengalami kontraksi otot bukan sendi
Adanya kekuatan otot sendi seperti fleksi namun tidak bisa melawan
2
gravitasi

3 Otot mampu melawan gravitasi tetapi tidak bisa mempertahankan posisi

Otot mampu melawan gravitasi, mempertahankan posisi lalu diberi


4
benda jatuh

8
Otot mampu melawan gravitasi, mempertahankan posisi lalu diberi benda
5
tidak jatuh
Observasi Ny. S mampu kontraksi dengan kekuatan otot
5 5
5 5
ADL menurut indeks barthel
N INDIKATOR SKAL KETERANGAN
O A
1. Personal hygiene 1
2. Mandi 1
3. Makan 5
4. Toileting 2
5. Naik turun tangga 0
6. Berpakaian 2
7. Kontrol BAB 0
8. Kontrol BAK 0
9. Ambulasi atau memakai 0
kursi roda
10. Transfer kursi roda ke bed 0
TOTAL 11 Ketergantungan total (1-24)
Ketergantungan berat (25-49)
Ketergantungan sedang (50-74)
Ketergantungan ringan (75-90)
Ketergantungan minimal (91-99)
6. Pola peran dan hubungan
Setelah sakit klien tidak dapat menjalankan perannya dengan maksimal sebagai
istri dan ibu untuk keluarganya. Hubungan dengan keluarga baik. Klien diantarkan ke
RS oleh anak.
7. Pola persepsi kognitif dan sensori
a. Persepsi dan Sensori :
- Penglihatan Baik
- Pendengaran Baik
- Penciuman Baik
- Pengecapan Baik
- Perabaan Baik
b. Kognitif
Ny. S mampu menyebutkan tempat,waktu, jam dan orang disekitarnya. Ny. S
mengatakan mengetahui kondisinya saat ini.
9
8. Pola persepsi diri dan konsep diri
a. Body Image : Klien percaya diri dengan seluruh tubuhnya
b. Identitas Diri : Klien adalah seorang perempuan
c. Harga Diri : Klien ingin cepat sembuh dan tidak ada masalah dengan
jantungnya.
d. Peran Diri : Ny. S adalah seorang istri dan ibu dengan 5 anak. Klien
bekerja sebagai pegawai swasta dan saat sakit klien ijin untuk tidak bekerja. Selain
itu, klien mengalami gangguan saat bekerja karena sakit yang dirasakannya,
aktivitas klien terbatas.
e. Ideal Diri : Klien tetap yakin akan sembuh dari penyakitnya dan ingin
cepat pulang supaya bisa menjalani perannya sebagai istri dan ibu dengan nyaman
dan tidak ada gangguan jantung yang membuat klien mengalami keterbatasan
aktivitas.
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi.
10. Pola mekanisme koping
Klien selalu terbuka dengan perawat maupun dengan keluarganya. Terbukti kalau
ditanya oleh perawat tentang apa yang dirasakan saat ini klien selalu terbuka untuk
menjawab. Klien dalam memutuskan suatu permasalahan diskusi dengan keluarganya.
Saat ini klien menghadapi permasalahannya dengan bertanya kepada ahlinya dan tidak
menghindari permasalahan mengenai penyakitnya.

10
11. Pola nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit, klien masih menjalankan ibadah setiap hari layaknya kewajiban sebagai
seorang muslim dan selama sakit klien tetap melaksanakan kewajiban untuk ibadah dan
berdo’a semoga lekas sembuh.
12. Kebutuhan Aman dan Nyaman
Saat pengkajian didapatkan VAS 6. Klien terlihat meringis menahan nyeri di luka
operasi yang dirasakannya dengan deskripsi sebagai berikut:
Provokatif : Nyeri pada luka post operasi dan memberat saat bergerak
Quality : cekot-cekot
Region : dada
Scale : 6
Time : Hilang timbul
Saat nyeri timbul, klien berfokus terhadap nyeri yang dirasakan serta terbaring lemah di
tempat tidur.
E. PENGKAJIAN TAMBAHAN
1. Pengkajian Resiko Jatuh
Tanggal
Penilaian Resiko Jatuh Score
10-2-2020
Riwayat Jatuh :
Jatuh satu kali atau lebih dalam
Kecelakaan Kerja atau 25 0
kurun waktu 6 bulan terakhir
Rekreasional
Diagnosis sekunder 15 15
Alat Bantu Benda di sekitar, kursi, dinding, dll 30 0
Kruk, tongkat, tripod, dll 15 0
Terapi intravena kontinyu/Heparin/Pengencer Darah 20 20
Gangguan/Bedrest/ Kursi Roda 20 20
Gaya Berjalan Lemah 10 0
Normal 0 0
Agitasi/Konfusi 15 0
Status Mental
Demensia 15 0
SKOR TOTAL 55
KETERANGAN Tinggi

Interpretasi The Morse Fall Scale (MFS)


Resiko Tinggi : 45 atau lebih
Resiko Sedang : 25-45
Resiko Rendah : 0-24
Kesimpulan:

11
Klien Tn.T mendapatkan skor 25 dan dalam kategori resiko jatuh sedang.
2. Pengkajian Luka
Luka Post Operasi MVR (Mitral Valve Replacement) Repair Trikus Valve
Balutan luka post operasi memanjang di dada ±25 cm dengan balutan luka bersih,
tidak rembes cairan pus atau darah. Terpasang WSD dengan perdarahan 30cc/24jam.
F. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : lemah
Kesadaran : E4V5M6 composmentis
2. Tanda-tanda vital
Nadi : 78 x/ menit
Pernapasan : 21x/ menit dengan irama irreguler, SpO2 96%
Suhu tubuh : 36,60 C
Tekanan darah : 130/90 mmHg
3. Kulit : Turgor kulit baik (kembali dengan cepat), tidak ada pitting edema,
warna kulit tidak sianosis.
4. Kepala : Ukuran kepala mesochepal, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
massa/benjolan, kulit kepala bersih, tidak pusing / nyeri kepala
5. Leher : Tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid, tidak ada lesi. JVP:5 cm
+ 2cm.
6. Mata : Sklera tidak ikterik, mata simetris, konjungtiva tidak anemis, pupil
isokor +3/+3 dan reflek cahaya baik.
7. Hidung : Simetris, tidak ada polip, tidak ada secret, tidak terdapat lesi pada
hidung.
8. Telinga : Simetris, tidak terdapat sekret.
9. Mulut : Mukosa bibir lembab, gigi lengkap tidak terdapat stomatitis.
10. Dada:
a. Jantung
I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis teraba di IC 5
P : redup
A : Suara jantung I,II regular. Murmur (-), Gallop (-).
b. Paru-paru
I : expansi dada simetris
P : pergerakan dinding dada sama, tactil fremitus teraba
12
P : sonor
A : vesikuler, ronchi (-)
11. Abdomen:
a. Inspeksi : simetris, datar, asites (-)

b. Auskultasi : bising usus (+)


c. Perkusi : timpani

d. Palpasi : tidak ada nyeri tekan


12. Ekstremitas :
Atas : klien terpasang infus NaCl 0,9% dengan dosis 8 tpm di CVC, turgor kulit
baik. Tidak terdapat edema dan tidak terdapat clubbing finger.
Bawah : Tidak terdapat edema dan tidak terdapat clubbing finger, tidak terdapat lesi.
13. Genetalia :
Tidak ada lesi, bersih.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Laboratorium
10 Februari 2020
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan Keterangan
Kimia klinik
Glukosa Sewaktu 129 mg/dL 80-160
Ureum 85 mg/dL 15-39 Tinggi
Kreatinin 1,29 mg/dL 0,6-1,3
Magnesium 1,07 mmol/L 0,74-0,99 Tinggi
Calcium 2,44 mmol/L 2,12-2,52
Elektrolit
Natrium 137 mmol/L 136-145
Kalium 4,1 mmol/L 3,5-5
Chloride 102 mmol/L 95-105
Koagulasi
Partial Tromboplastin Time (PTTK)
Waktu tromboplastin 32,2 detik
27,7-40,2
APTT Kontrol 30,9 detik
INR 1,56

Echocardiogram (TTE Hemodinamik)


6 Februari 2020
Hasil :
- LA-LV-RV dilatasi

13
- Fungsi sistolik LV 52%, fungsi RV TAPSE 10mm
- TR mild, MV Max PG 5,6 mmhg, mean PG 2,4 mmhg, leackage (-)
- LVOT 20 mm, VTI 24cm, MAP 90, IVC 25/22 (15)
- SV 75cc, CO 5,1 lpm, SVR 1176mmhg

X Foto Thorax AP Semierect


Klinis : post MVR, TV Repair
Kesan :
- Endotracheal tube terpasang dengan ujung distal setinggi corpus vertebra thorax 3
- Central venous catheter terpasang dengan ujung distal super posisi corpus vertebra
thorax 7-8
- Cardiomegaly LV, LA (apeks jantung bergeser ke laterocaudal dan pinggang jantung
mendatar disertai elevasi main bronkus kiri)
- Tampak terpasang 3 sternal wire dan 1 ring valve
- Tampak penebalan fisura minor dengan hemidiafragma kanan setinggi costa 10
posterior
- Efusi pleura kiri relative sama (sinus kostofrenikus kanan lancip, kiri suram relative
sama)

14
H. PROGRAM TERAPI
10 Februari 2020
TERAPI RUTE FUNGSI
Inf. NaCl 0,9% 8 tpm Intravena Mengganti elektrolit dan cairan yang
hilang di intravaskuler dan menjaga
cairan ekstra seluler dan elektrolit
Spironolactone 25mg/24jam Oral Menghambat penyerapan natrium
berlebih dalam tubuh dan menjaga
kalium dalam darah agar tidak terlalu
rendah sehingga tekanan darah dapat
ditekan.
Concor 2,5 mg/24 jam Oral Antihipertensi golongan beta blocker
dengan menghambat reseptor beta 1
adrenergik reseptor dengan
memperpanjang konduksi
atrioventricular node (AV node) dan
periode refrakter AVnode dengan
stimulasi atrial yang cepat
Simarc 4mg/24jam Oral Mengandung warfarin sebagai
antikoagulan dengan menghambat
koagulasi dan mencegah reduksi
vitamin K secara enzimatik di dalam
hati sehingga aktivasi factor pembekuan
tidak terganggu juga sebagai profilaksis
embolisasi jantung
Herbesser 20mg/24jam Oral Mengatasi angina pektoris
Paracetamol 1gr/8jam Oral Obat yang biasanya digunakan untuk
mengobati rasa nyeri ringan hingga
sedang
Metoclopramide 10mg/8jam Oral Meredakan mual muntah post operasi
dengan mendorong makanan lebih cepat
dari lambung ke usus
Valsartan 160mg/12jam Oral Angiotensin reseptor blocker dengan
menghambat angiotensin II yang
menyebabkan penurunan tekanan darah
sehingga pembuluh darah dapat melebar

15
dan rileks.
Vitamin C 300mg/8jam Oral Mencegah penggumpalan pembuluh
darah dan menurunkan kadar kolesterol
Glimepiride 2mg/24jam Oral Mengendalikan kadar gula darah tinggi
pada DM tipe 2 dengan mendorong
pancreas untuk memproduksi insulin
dan menggunakan insulin secara efisien
N-asetylsistein 200mg/8jam Oral Menurunkan kekentalan dan
mengencerkan dahak serta mengobati
overdosis parasetamol
Meropenem 5g/8jam Intravena Antibiotik dengan menghambat
pertumbuhan bakteri spectrum luas
terutama pada luka post operasi
Furosemide 20mg/12jam Intravena Mengatasi penumpukan cairan pada
jantung, hati maupun ginjal dengan
membuang garam berlebih di dalam
tubuh melalui urin dan meredakan
pembengkakan pada gagal jantung

16
DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
No Tanggal / Masalah
Data Fokus Ttd
. jam Keperawatan
1. 10 Data subjektif Penurunan curah
Februari Ny. S mengatakan jantung berdebar kencang, jantung
ϗ
2020 dan nyeri dada hebat.
08.00 Data objektif
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nilai ureum 85 mg/dL dan magnesium 1,07
mmol/L
Hasil echocardiogram
LA-LV-RV dilatasi
Fungsi sistolik LV 52%, fungsi RV TAPSE
10mm
Hasil fotothorax
Cardiomegaly LV, LA (apeks jantung
bergeser ke laterocaudal dan pinggang
jantung mendatar disertai elevasi main
bronkus kiri)
2. 10 Data subjektif Nyeri akut
Februari Ny. S mengatakan saat nyeri timbul, klien
ϗ
2020 berfokus terhadap nyeri yang dirasakan serta
08.00 terbaring lemah di tempat tidur
Provokatif : Nyeri pada luka post operasi dan
memberat saat bergerak
Quality : cekot-cekot
Region : dada
Scale : 6
Time : Hilang timbul
Data objektif
Klien terlihat meringis menahan nyeri di luka
operasi
VAS 6
3. 10 Data subjektif Kerusakan
ϗ
17
Februari Ny. S mengatakan badannya lemas integritas jaringan
2020 Data objektif
08.00 Balutan luka post operasi MVR (Mitral
Valve Replacement) Repair Trikus Valve
memanjang di dada ±25 cm dengan balutan
luka bersih, tidak rembes cairan pus atau
darah. Terpasang WSD dengan perdarahan
30cc/24jam
4. 10 Data subjektif Intoleransi aktivitas
Februari Ny. S mengatakan sesak napas saat berjalan
ϗ
2020 jauh dan makin berat
08.00 Data objektif
Skor 4 (sangat tergantung) dalam melakukan
mobilisasi
Indeks barthel 11
RR : 21x/ menit dengan irama irreguler
SpO2 96%
Morse Fall Scale (MFS) : 55

PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan tekanan darah tinggi pada perubahan
afterload dan menurunnya kontraktilitas
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik post operasi
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan agens cidera
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen

18
RENCANA KEPERAWATAN
Tangga Diagnosa Tujuan Intervensi TTD
l / Jam Keperawatan
10 Penurunan Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan semifowler dengan
Februari curah jantung
asuhan keperawatan selama
elevasi kepala 30°
ϗ
3x24 jam diharapkan masalah
2020 berhubungan penurunan curah jantung dapat 2. Catat urine dan anjurkan tetap
teratasi dengan kriteria hasil :
08.00 dengan bedrest
1. Tidak terjadi edema
tekanan darah 2. Tekanan darah sistolik 100- 3. Kaji lingkungan yang tenang bagi
130 mmhg dan diastolik 60-
tinggi pada klien
80mmhg
perubahan 3. Ukuran jantung tidak 4. Monitor hidrasi cairan
mengalami pembesaran
afterload dan 5. Monitor terapi oksigen bila perlu
menurunnya 6. Monitor EKG, frekuensi nadi dan
kontraktilitas suara tambahan di jantung
7. Ambil specimen urin, darah vena
dan arteri untuk menganalisa
kehilangan asam basa
8. Kolaborasi dengan dokter untuk
memberikan obat sesuai indikasi
9. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
memberikan makanan lunak dan diit
rendah garam
10 Nyeri akut Setelah melakukan tindakan 3x Manajemen Nyeri:
Februari berhubungan
24 jam diharapkan masalah
1. Kaji nyeri secara komprehensif
ϗ
nyeri dapat teratasi dengan
2020 dengan agens kriteria hasil: (lokasi, karakteristik, onset/durasi,
1. Skala nyeri menurun
08.00 cidera fisik frekuensi, kualitas, intesitas dan
menjadi skala 3
post operasi 2. Menunjukkan perasaan faktor pencetus)
nyaman dan rileks.
2. Posisikan klien senyaman
3. Dapat melakukan teknik
nonfarmakologis berupa mungkin
distraksi dan relaksasi untuk
3. Kontrol lingkungan yang dapat
mengurangi nyeri yang
dirasakan mempengaruhi nyeri
4. Ajarkan teknik nonfarmakologi
Tarik napas dalam dan mengalihkan
dengan berbincang bincang
5. Kolaborasikan pemberian obat

19
analgetik
10 Kerusakan Setelah melakukan tindakan 1. Jaga kulit agar tetap bersih dan
Februari integritas
3x24 jam diharapkan masalah
kering
ϗ
integritas jaringan dapat
2020 jaringan teratasi dengan kriteria hasil: 2. Monitor kulit akan adanya
1. Tidak ada bengkak,
08.00 berhubungan kemerahan
kemerahan
dengan agens 2. Suhu 36-37℃ 3. Monitor status nutrisi pasien
3. Lesi ringan
cidera 4. Kaji lingkungan dan peralatan
yang menyebabkan tekanan
5. Tidak terjadi syok hipovolemik
6. Observasi luka : lokasi, dimensi,
kedalaman luka, karakteristik,warna
cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal
7. Lakukan teknik perawatan luka
dengan steril
8. Kolaborasi ahli gizi pemberian
diet TKTP, vitamin
9. Kolaborasi pemberian obat
antiinflamasi, antibiotik
10 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji batasan kegiatan dan
Februari aktivitas
asuhan keperawatan selama
tentukan jenis aktivitas yang
ϗ
3x24 jam diharapkan masalah
2020 berhubungan intoleran aktivitas dapat membuat lelah
teratasi dengan kriteria hasil :
08.00 dengan 2. Monitor kemampuan dalam
1. Tidak sesak napas saat
ketidakseimba aktivitas ringan perawatan diri
2. Memahami mobilisasi
ngan suplai 3. Kaji tingkat ketergantungan
bertahap
dan 3. Toleran dan ikut terhadap 4. Ajarkan keluarga untuk
aktivitas ringan
kebutuhan memotivasi klien mandiri dan
oksigen membantu apabila klien tidak
mampu melakukan sendiri
5. Lakukan mobilisasi dari miring
kanan kiri hingga berjalan
(Gloria, 2016), (Nanda, 2015)
TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal / Diagnosa Tindakan Respon TTD

20
jam Keperawatan Keperawatan
10 Penurunan curah Memposisikan S
Februari jantung semifowler dengan Ny. S mengatakan lebih
ϗ
2020 berhubungan elevasi kepala 30° rileks
08.30 dengan tekanan Melakukan O
darah tinggi pada pemeriksaan EKG Ekokardiogram sinus rythm
perubahan Memberikan cairan
afterload dan infus Nacl 0,9% 8 tpm
menurunnya
kontraktilitas
10 Memberikan obat O
Februari oral : Spironolactone Obat masuk tanpa
ϗ
2020 25mg, Herbesser 20mg menimbulkan alergi
12.00
10 Memonitor urine O
Februari Melakukan 120/80 mmhg
ϗ
2020 pengukuran tekanan Urine 300cc
13.30 darah
10 Memberikan obat O
Februari intravena : furosemide Obat masuk tanpa
ϗ
2020 20mg dan oral : menimbulkan alergi
18.00 valsartan 160mg, vit. C
300mg
10 Memonitor urine O
Februari Urine 250cc
ϗ
2020
20.30
11 Melepas pigtail urinary O
Februari dan pemantauan Urine 300cc
ϗ
2020 drainase pada WSD Drain 10cc/24jam
06.30
11 Memposisikan S
Februari semifowler dengan Ny. S mengatakan rileks dan
ϗ
2020 elevasi kepala 30° lebih nyaman semua alat
08.30 Melakukan pelepasan terlepas
CVC, WSD.

21
11 Memberikan obat O
Februari oral : Spironolactone Obat masuk tanpa
ϗ
2020 25mg, Herbesser 20mg menimbulkan alergi
12.00
11 Melakukan O
Februari pengukuran tekanan 110/80 mmhg
ϗ
2020 darah
13.30
11 Memberikan obat O
Februari intravena : furosemide Obat masuk tanpa
ϗ
2020 20mg dan oral : menimbulkan alergi
18.00 valsartan 160mg, vit. C
300mg
12 Mendaftakan jadwal
Februari echocardiografi
ϗ
2020
06.30
12 Memberikan obat O
Februari oral : Spironolactone Obat masuk tanpa
ϗ
2020 25mg, Herbesser 20mg menimbulkan alergi
12.00
12 Melakukan O
Februari pengukuran tekanan 100/80 mmhg
ϗ
2020 darah
13.30

10 Nyeri akut Mengkaji nyeri secara S


Februari berhubungan komprehensif (lokasi, Provokatif : Nyeri pada luka
ϗ
2020 dengan agens karakteristik, post operasi dan memberat
08.00 cidera fisik post onset/durasi, saat bergerak
operasi frekuensi, kualitas, Quality : cekot-cekot
intesitas dan faktor Region : dada
pencetus) Scale : 6
Time : Hilang timbul
Mengajarkan teknik O

22
nonfarmakologi Tarik VAS 6
napas dalam

10 Memberikan obat O
Februari analgesic Paracetamol Obat masuk tanpa
ϗ
2020 1gr menimbulkan alergi
14.00
10 Memberikan obat O
Februari analgesic Paracetamol Obat masuk tanpa
ϗ
2020 1gr menimbulkan alergi
22.00
11 Memberikan obat O
Februari analgesic Paracetamol Obat masuk tanpa
ϗ
2020 1gr menimbulkan alergi
06.00
11 Mengkaji nyeri secara S
Februari komprehensif (lokasi, Provokatif : Nyeri pada luka
ϗ
2020 karakteristik, post operasi
08.00 onset/durasi, Quality : cekot-cekot
frekuensi, kualitas, Region : dada
intesitas dan faktor Scale : 4
pencetus) Time : Hilang timbul
O
Mengajarkan teknik VAS 4
nonfarmakologi Tarik
napas dalam
11 Memberikan obat O
Februari analgesic Paracetamol Obat masuk tanpa
ϗ
2020 1gr menimbulkan alergi
14.00
11 Memberikan obat O
Februari analgesic Paracetamol Obat masuk tanpa
ϗ
2020 1gr menimbulkan alergi
22.00
12 Memberikan obat O
Februari analgesic Paracetamol Obat masuk tanpa
ϗ
23
2020 1gr menimbulkan alergi
06.00
12 Mengkaji nyeri secara S
Februari komprehensif (lokasi, Provokatif : Nyeri pada luka
ϗ
2020 karakteristik, post operasi
08.00 onset/durasi, Quality : senut-senut
frekuensi, kualitas, Region : dada
intesitas dan faktor Scale : 2
pencetus) Time : Hilang timbul
O
VAS 2
Klien tampak ceria
12 Memberikan obat O
Februari analgesic Paracetamol Obat masuk tanpa
ϗ
2020 1gr menimbulkan alergi
14.00

10 Kerusakan Melakukan observasi O


Februari integritas jaringan luka Luka kering
ϗ
2020 berhubungan Perdarahan minimal
08.00 dengan agens Melakukan teknik
cidera perawatan luka dengan
steril
10 Motivasi makan diet O
Februari lunak yang disediakan Obat masuk tanpa
ϗ
2020 menimbulkan alergi
12.00 Memberikan obat oral Klien habis 1 porsi tanpa
simarc 4mg buah papaya
10 Memberikan obat O
Februari intravena meropenem Obat masuk tanpa
ϗ
2020 5gr menimbulkan alergi
14.00

24
10 Memberikan obat O
Februari intravena meropenem Obat masuk tanpa
ϗ
2020 5gr menimbulkan alergi
22.00
11 Memberikan obat O
Februari intravena meropenem Obat masuk tanpa
ϗ
2020 5gr menimbulkan alergi
06.00
11 Melakukan observasi O
Februari luka Luka kering
ϗ
2020 Melakukan teknik Tidak ada perdarahan
08.00 perawatan luka dengan
steril
11 Motivasi makan diet O
Februari lunak yang disediakan Obat masuk tanpa
ϗ
2020 menimbulkan alergi
12.00 Memberikan obat oral Klien habis 1 porsi dengan
simarc 4mg buah papaya

10 Intoleransi Membantu mobilisasi O


Februari aktivitas miring kanan dan Mobilisasi tingkat 4
ϗ
2020 berhubungan miring kiri Indeks barthel 11
08.00 dengan
ketidakseimbangan Mengkaji kemampuan
suplai dan dalam perawatan diri
kebutuhan oksigen dan tingkat
ketergantungan
11 Membantu mobilisasi O
Februari duduk dan berjalan Mobilisasi tingkat 2
ϗ
2020 rembetan Indeks barthel 55
08.00
Mengkaji kemampuan
dalam perawatan diri
dan tingkat
ketergantungan

25
12 Mengobservasi O
Februari berjalan selama 6 Mobilisasi tingkat 0
ϗ
2020 menit Indeks barthel 84
08.00 SpO2 98%
Mengkaji kemampuan
dalam perawatan diri
dan tingkat
ketergantungan

26
EVALUASI
Tanggal / Diagnosa Subjektif, Objektif, Assasment, Planning, TTD
jam Keperawatan SOAP
12 Februari Penurunan curah S
2020 jantung berhubungan Ny. S mengatakan tidak pusing
ϗ
14.30 WIB dengan tekanan darah O
tinggi pada perubahan Tekanan darah 110/80mmhg
afterload dan Tidak ada edema pada ekstremitas
menurunnya A
kontraktilitas Masalah belum teratasi
P
Lakukan pemeriksaan echocardiografi untuk
menilai adanya pembesaran jantung
Lakukan edukasi perawatan di rumah dan
persiapan kontrol rawat jalan
12 Februari Nyeri akut S
2020 berhubungan dengan Ny. S mengatakan nyeri pada luka sudah
ϗ
14.30 WIB agens cidera fisik post berkurang
operasi Provokatif : Nyeri pada luka post operasi
Quality : senut-senut
Region : dada
Scale : 2
Time : Hilang timbul
O
VAS 2
Klien mampu relaksasi secara mandiri
A
Masalah teratasi
P
Lanjutkan pengobatan rawat jalan
12 Februari Kerusakan integritas S
2020 jaringan berhubungan Ny. S mengatakan di luka bekas operasi tidak
ϗ
14.30 WIB dengan agens cidera terasa bengkak dan tidak mengganggu aktivitas
O

27
Tidak ada bengkak maupun kemerahan
Lesi ringan
Tidak timbul perdarahan
Suhu 36,5 ℃
A
Masalah teratasi
P
Lakukan perawatan luka steril per 2 hari dengan
tenaga kesehatan
12 Februari Intoleransi aktivitas S
2020 berhubungan dengan Ny. S mengatakan tidak sesak napas saat berjalan
ϗ
14.30 WIB ketidakseimbangan 6 menit namun sedikit kelelahan
suplai dan kebutuhan O
oksigen RR 20x/menit dengan irama irregular
SpO2 98%
Mobilisasi tingkat 0
Indeks barthel 84
A
Masalah teratasi
P
Lakukan pemeriksaan spirometri
Anjurkan olahraga ringan

28
BAB III
PEMBAHASAN
1.1 Analisa Kasus
Ny. S dengan pengkajian sebagai berikut :
Data subjektif
Ny. S mengatakan jantung berdebar kencang, dan nyeri dada hebat.
Ny. S mengatakan sesak napas saat berjalan jauh dan makin berat
Data objektif
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nilai ureum 85 mg/dL dan magnesium 1,07 mmol/L
Hasil echocardiogram
LA-LV-RV dilatasi
Fungsi sistolik LV 52%, fungsi RV TAPSE 10mm
Hasil fotothorax
Cardiomegaly LV, LA (apeks jantung bergeser ke laterocaudal dan pinggang jantung
mendatar disertai elevasi main bronkus kiri)
Skor 4 (sangat tergantung) dalam melakukan mobilisasi
Indeks barthel 11
RR : 21x/ menit dengan irama irreguler
SpO2 96%
Morse Fall Scale (MFS) : 55
CHF adalah Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh
akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang
jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh
tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu
memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak
mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan
menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa
organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi
bengkak (congestive) (Udjianti, 2010). New York Heart Association (NYHA) membuat
klasifikasi fungsional dalam 4 kelas: 
- kelas 1 :  Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan

29
- kelas 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan.
- kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
- kelas 4 :  Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan
harus tirah baring. (Panchal et al., 2018).
Magnesium merupakan salah satu nutrien paling penting untuk kesehatan
jantung. Tugas utama magnesium adalah membantu otot jantung untuk relaksasi. Fungsi
ini berlawanan dengan fungsi mineral kalsium yang membuat jantung berkontraksi.
Menurut US Departement of Health and Human Service, hipomagnesemia sering
ditemukan pada penderita tekanan darah tinggi. Kadar kalsium di dalam darah penting
karena kalsium juga memiliki peranan penting dalam pengaturan tekanan darah dengan
cara membantu kontraksi otot-otot pada dinding pembuluh darah serta memberi sinyal
untuk pelepasan hormon-hormon yang berperan dalam pengaturan tekanan darah. Kerja
duet dari magnesium dan kalsium inilah yang berguna untuk mempertahankan irama
jantung tetap normal dengan relaksasi dan kontraksi otot jantung. Asupan Magnesium
dan kalsium dapat juga berpengaruh terhadap tekanan darah, namun pengaruhnya akan
terlihat jika digabung antara asupan magnesium dan kalsium. Begitu juga yang
direkomendasikan oleh DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension), diet kaya
magnesium, kalsium merupakan komponen yang efektif untuk menurunkan tekanan
darah (Panchal et al., 2018)
1.2 Analisa Intervensi Keperawatan
Berdasarkan permasalahan klien, penulis mengangkat diagnosa utama
keperawatan yaitu penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload.
Penurunan curah jantung terjadi akibat perubahan struktur dan fungsi jantung. Perubahan
struktur jantung terjadi akibat proses kompensasi yang terus menerus sehingga
menyebabkan terjadinya remodeling. Remodelling merupakan hasil dari hipertrofi sel
otot jantung dan aktivasi sistem neurohormonal yang terus menerus dengan melakukan
dilatasi ventrikel yang mengakibatkan pengerasan dinding ventrikel oleh hipertrofi otot
jantung. Hal ini tampak dari hasil foto rontgen dada dan echocarduogram yang
menunjukkan adanya kardiomegali dan pembesaran pada ventrikel kiri. Remodelling
jantung juga dapat mengakibatkan disfungsi ventrikel kiri yang dapat mengakibatkan
terjadinya bunyi gallop atau S3. Bunyi S3 merupakan bunyi yang dihasilkan oleh
perubahan aliran volume darah akibat perubahan struktur ventrikel (penurunan
elastistisitas) sehingga tidak mampu menampung seluruh darah yang masuk ke ventrikel
30
dan menyebabkan getaran pada katup jantung sehingga dapat menyebabkan penebalan
dari katup hingga dilakukan Mitral Valve Replacement and Repair Katup Trikuspidalis.
Keluhan sesak yang timbul merupakan akibat kegagalan fungsi sistolik untuk
memompakan darah ke jaringan secara adekuat. Kegagalan ini menyebabkan jumlah sisa
darah di ventrikel kiri pada akhir diastolik meningkat sehingga menurunkan kapasitas
ventrikel untuk menerima darah dari atrium. Kondisi tersebut tidak memungkinkan untuk
menerima seluruh darah yang datang dari vena pulmonalis dan tekanan di atrium kiri
meningkat. Hal tersebut mengakibatkan aliran balik darah di vena pulmonalis ke paru-
paru karena jantung tidak mampu menyalurkannya sehingga terbentuk bendungan darah
di paru-paru (Panchal et al., 2018). Bendungan ini akan mengganggu proses pertukaran
gas yang mengakibatkan keluhan sesak. Pasien diberikan tidur dalam posisi high fowler
pada awal masuk untuk mengurangi sesak dan semi fowler seiring terjadi pebaikan
sesak.
Perasaan lelah sepanjang waktu dan kesulitan untuk melakukan kegiatan sehari-
hari merupakan hal yang biasa didapati pada pasien CHF. Hal tersebut dikarenakan
jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh
sehingga terjadi ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada fase tersebut
terjadi aktivitas simpatis yang terus menerus. Aktivitas simpatis yang terjadi yang
bertujuan untuk meningkatkan curah jantung, akan tetapi aktivitas tersebut justru
meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen, serta memperberat kerusakan
jantung. Hal ini terlihat dari manifestasi klinis yang di dapat pada pasien berupa
kelelahan, baik tanpa maupun setelah beraktivitas, pucat, akral dingin, napas dan denyut
nadi cepat. Pembatasan aktivitas merupakan intervensi yang diberikan untuk mengurangi
aktivitas dan kebutuhan oksigen. Pengurangan kebutuhan oksigen diharapkan dapat
mengurangi aktivitas saraf simpatis. Vasodilatasi pembuluh darah akibat penurunan
aktivitas saraf simpatis diharapkan dapat menurunkan preload dan afterload sehingga
meningkatkan curah jantung (Smeltzer, 2013)
Penurunan aktivitas saraf simpatis bermanfaat untuk mengurangi kebutuhan
oksigen sehingga kerja pernapasan juga akan menurun. Penurunan kerja pernapasan akan
ditandai dengan penurunan jumlah napas dalam satu menit. Pernapasan yang cepat atau
pendek akan meninggalkan udara dengan jumlah lebih besar dengan nilai oksigen yang
rendah dan karbondioksida yang tinggi karena transfer oksigen ke dalam darah dan
karbondioksida dari darah ke udara sangat berkurang. Rendahnya saturasi saat
melakukan aktivitas menunjukkan ketidakadekuatan pernapasan. Oleh karena itu,
31
bernapas lambat dapat menjadi alternatif yang dapat dilakukan untuk mengadekuatkan
pernapasan sehingga mengurangi intoleransi aktivitas (Smeltzer, 2013).
Aktivitas simpatis akan meningkat dengan tingkat pernapasan yang cepat dan
akan menurun dengan tidal volume yang lebih tinggi. Penurunan tekanan darah dan
reflek kemoreseptor juga dapat teramati selama menghirup napas secara lambat dan
dalam. Bernapas lambat dalam juga ditemukan mampu meningkatkan saturasi oksigen
karena peningkatan pergerakan otot pernapasan dan diafragma sehingga dapat
meningkatkan kemampuan aktivitas dengan menurunkan timbulnya dispnea dan
kelelahan. Bernapas lambat dalam merupakan sebuah metode baru, mudah, dan tidak
mahal untuk meningkatkan sensitivitas baroreflek dan aktivitas vagal pada pasien dengan
CHF. Metode ini juga dapat meningkatkan saturasi oksigen, meningkatkan efisiensi
ventilasi dan toleransi aktivitas, serta menurunkan aktivitas simpatis yang berlebihan.
Oleh karena itu, latihan napas lambat dalam ini sangat baik untuk dikenalkan dan
diberikan pada pasien CHF (Smeltzer, 2013).
Perubahan pada tekanan darah bisa terjadi akibat latihan napas dalam. Adanya
peningkatan aktivitas parasimpatis yang menyebabkan penurunan tekanan sistolik.
Peningkatan sistolik pada pasien dapat menunjukkan adanya peningkatan curah jantung
yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas parasimpatis. Perbaikan perfusi dan fungsi
pernapasan dimanifestasikan oleh penurunan keluhan sesak dan peningkatan toleransi
aktivitas pasien. Hasil intervensi ini menunjukkan bahwa latihan napas lambat dalam
dapat mengatasi intoleransi aktivitas dengan meningkatkan sensitivitas baroreflek arteri.
Meskipun demikian, peningkatan toleransi aktivitas pada pasien sejalan dengan
perbaikan kondisi yang dialami sebagai efek pengobatan yang diberikan. Latihan napas
lambat dalam untuk mengatasi intoleransi aktivitas, dengan meningkatkan sensitivitas
baroreflek arteri. Pemberian latihan napas lambat dalam biasanya diberikan oleh perawat
ketika pasien mengeluh nyeri atau cemas (Fadli, 2016).

32
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Pemberian napas dalam dengan menggunakan pengujian spirometri secara
mandiri dilakukan pasien, dapat mengontrol tekanan darah dan penurunan sesak napas.
Peningkatan aktivitas simpatis yang terjadi yang bertujuan untuk meningkatkan curah
jantung, akan tetapi aktivitas tersebut justru meningkatkan beban kerja jantung dan
kebutuhan oksigen, serta memperberat kerusakan jantung. Sehingga tujuan dari napas
dalam secara mandiri menggunakan spirometri, mengatasi intoleransi aktivitas, dengan
meningkatkan sensitivitas baroreflek arteri dimana memicu penurunan aktivitas saraf
simpatis bermanfaat untuk mengurangi kebutuhan oksigen sehingga kerja pernapasan
juga akan menurun.
4.2 Saran
1. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan pembelajaran klinik keperawatan medikal bedah berdasarkan evidence
based nursing pada kasus CHF di lapangan kerja.
2. Bagi perawat klinis
Perlu adanya kajian lebih lanjut terkait latihan napas dalam melalui pengujian
spirometri.

33
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti. (2013). Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Atau Congestive Heart Failure (CHF). Jakarta :
Universitas Indonesia
Fadli. (2016). Pengaruh latihan nafas dalam terhadap sensitivitas barorefleks arteri pada klien
gagal jantung kongestif di rsud labuang baji kota makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis, 9(2), 222–226. Retrieved from https://www.google.co.id/search?
q=pemberian+terapi+slow+deep+breathing+untuk+menurunkan+kecemasan+pada+pasi
en+gagal+jantung&safe=strict&ei=wDXSW7egHpn5rQGF0b3QAg&start=10&sa=N&b
iw=1366&bih=608#
Gloria, D. (2016). Nursing Interventions Classifications and Nursing Outcome
Classifications Edisi Bahasa Indonesia (VI). Yogyakarta: Mocomedia.
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 (10th ed.).
Jakarta: EGC.
Panchal, A. R., Chair, Berg, K. M., Kudenchuk, P. J., Rios, M. Del, Hirsch, K. G., …
Donnino, M. W. (2018). 2018 American Heart Association Focused Update on
Advanced Cardiovascular Life Support Use of Antiarrhythmic Drugs During and
Immediately After Cardiac Arrest. AHAjournals, 1(138).
https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000613
Smeltzer, S. C. (2013). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth (8th ed.).
Jakarta: EGC.

34

Anda mungkin juga menyukai