Disusun Oleh :
Senvi Fatnamartiana
220112180526
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN KANKER PAYUDARA
A. KONSEP TEORI
1. Definisi
Kanker Payudara adalah tumor ganas yang menyerang jaringan payudara yang
berasal dari kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara. Kanker
payudara terjadi karena adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan
diferensiasi sehingga sel ini tumbuh dan berkembang biak tanpa dapat dikendalikan
(National Cancer Institute, 2017). Atau dalam pengertian lain kanker payudara
merupkan tumor ganas yang terbentuk dari sel-sel payudara yang tumbuh dan
berkembang tanpa terkendali sehingga dapat menyebar di antara jaringan atau organ
di dekat payudara atau ke bagian tubuh lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Pengelompokan Stadium
Stadium T N M
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium IA T1 N0 M0
Stadium IB T0 N1mic M0
T1 N1mic M0
Stadium IIA T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
Stadium IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium IIIA T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1-N2 M0
Stadium IIIB T4 N1-N2 M0
Stadium IIIC Semua T N3 M0
Stadium Semua T Semua N M1
2. Etiologi
Segala sesuatu yang menyebabkan terjadinya kanker disebut karsinogen.
Karsinogen menimbulkan perubahan pada gen DNA sehingga sering bersifat
mutagenik. Dari berbagai penelitian dapat diketahui bahwa karsinogen dapat dibagi
menjadi 4 golongan, yaitu bahan kimia, virus, radiasi (ion dan non-ionasi) dan agen
biologik (Pringguoutomo, Himawan, & Tjarta, 2002). Selain itu, para ahli juga
mengemukakan bahwa etiologi dari penyakit kanker payudara belum dapat diketahui
secara pasti. Namun, banyak penelitian yang menunjukkan adanya beberapa faktor
yang berhubungan dengan peningkatan resiko atau kemungkinan untuk terjadinya
kanker payudara (Price & Lorraine, 2006).
Penelitian Yulianti (2016) menunjukkan bahwa ada beberapa faktor resiko yang
dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker payudara, diantaranya adalah:
1) Usia
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia reproduktif (15-49 tahun) memiliki
resiko 2,270 kali lebih tinggi untuk terkena kanker payudara. Hal tersebut diduga
berhubungan dengan paparan hormon estrogen dan progesteron yang berpengaruh
terhadap payudara.
2) Usia Menarke
Usia menarke yang lebih awal berhubungan dengan lamanya paparan hormon
estrogen dan progesteron pada wanita yang berpengaruh terhadap proses
proliferasi jaringan termasuk jaringan payudara.
3) Usia Menopause
Hasil penelitian menunjukkan wanita yang mengalami menopause >43 tahun
beresiko 1,17 kali lebih besar terkena kanker payudara. Hak tersebut berkaitan
dengan lamanya paparan hormon estrogen dan progesteron yang berpengaruh
terhadap proses poliferasi jaringan payudara.
4) Lama Pemakaian Kontrasepsi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang menggunakan kontarsepsi oral
>10 tahun memiliki resiko sebesar 85 % untuk terkena kanker payudara. Hal
tersebut dikarenakan berlebihnya proses poliferasi bila diikuti dengan hilangnya
kontrol atas poliferasi sel dan pengaturan kematian sel yang sudah terprogram
(apoptosis) akan mengakibatkan sel payudara berpoliferasi secara terus menerus
tanpa adanya batas kematian.
5) Lama Menyusui
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama menyusui 4-6 bulan memiliki resiko
kanker payudara lebih besar sebanyak 1,375 kali dibandingkan dengan lama
menyusui 7-24 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama menyusui dapat
mengurangi resiko terjadinya kanker payudara dari pada tidak pernah menyusui.
6) Pola Konsumsi Makanan Berserat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang jarang mengonsumsi makanan
berserat akan beresiko lebih tinggi terkena kanker payudara. Diet makanan
berserat berhubungan dengan rendahnya kadar sebagian besar aktivitas hormon
seksual dalam plasma, tingginya kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG),
serat akan berpengaruh terhadap mekanisme kerja penurunan hormon estradiol
dan testoteron.
7) Pola Konsumsi Makanan Berlemak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering mengonsumsi makanan
berlemak memiliki 1,105 lebih besar untuk terkena kanker payudara. Willet et al
(1997) melakukan studi prospektif selama 8 tahun tentang konsumsi makanan
berlemak ternyata ada hubungannya dengan resiko kanker payudara pada
perempuan umur 34 sampai dengan 59 tahun.
8) Obesitas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang obesitas memiliki resiko lebih
besar untuk terkena kanker payudara.
9) Pola Diet
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola diet memiliki resiko 2,63 kali lebih
besar untuk terkena kanker payudara. Penelitian yang berfokus pada pengaruh
aktifitas fisik, diet dan nutrisi pada kanker payudara dikarenakan gaya hidup
mengkonsumsi diet dan nutrisi yang baik serta melakukan aktifitas fisik secara
teratur dilakukan bukan hanya sebagai pencegahan agar tidak menderita kanker
payudara tetapi gaya hidup tersebut juga dapat dilakukan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup penderita kanker payudara.
10) Perokok Pasif
The U.S. Environmental Protection Agency, The U.S. National Toxicology
Program, The U.S. Surgeon General, dan The International Agency for Research
on Cancer perokok pasif dapat menyebabkan kanker pada manusia terutama
kanker paru-paru. Beberapa penelitian juga menemukan bahwa perokok pasif
diduga meningkatkan resiko kanker payudara, kanker rongga hidung, dan kanker
nasofaring pada orang dewasa serta resiko leukemia, limfoma, dan tumor otak
pada anak-anak.
11) Konsumsi Alkohol
Perempuan yang mengkonsumsi lebih dari satu gelas alkohol per hari memiliki
resiko terkena kanker payudara yang lebih tinggi.
12) Aktivitas Fisik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan aktifitas fisik yang rendah
memiliki resiko lebih besar untuk terkena kanker payudara dibandingkan dengan
wanita yang memiliki kebiasaan berolahraga atau aktifitas fisik yang tinggi.
Dengan aktivitas fisik atau berolahraga yang cukup akan dapat dicapai
keseimbangan antara kalori yang masuk dan kalori yang keluar. Olahraga
dihubungkan dengan rendahnya lemak tubuh dan rendahnya semua kadar hormon
yang berpengaruh terhadap kanker payudara dan akan dapat meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh. Aktivitas fisik atau olahraga yang cukup akan berpengaruh
terhadap penurunan sirkulasi hormonal sehingga menurunkan proses proliferasi
dan dapat mencegah kejadian kanker payudara (Enger SM, 2013). Dalam
mengurangi resiko kanker payudara aktivitas fisik dikaitkan dengan kemampuan
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, menurunkan lemak tubuh, dan
mempengaruhi tingkat hormon (Vogel 2010).
13) Riwayat Kanker Payudara Pada Keluarga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita yang memiliki riwayat kanker
payudara pada keluarga memiliki resiko lebih besar untuk terkena kanker
payudara dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat kanker
payudara pada keluarga. Hal tersebut karena adanya gen BRCA yang terdapat
dalam DNA yang berperan untuk mengontrol pertumbuhan sel agar berjalan
normal. Dalam kondisi tertentu gen BRCA tersebut dapat mengalami mutasi
menjadi BRCA1 dan BRCA2, sehingga fungsi sebagai pengontrol pertumbuhan
hilang dan memberi kemungkinan pertumbuhan sel menjadi tak terkontrol atau
timbul kanker. Seorang wanita yang memiliki gen mutasi warisan (termasuk
BRCA1 dan BRCA2) meningkatkan resiko kanker payudara secara signifikan
dan telah dilaporkan 5-10% kasus dari seluruh kanker payudara. Pada
kebanyakan wanita pembawa gen turunan BRCA1 dan BRCA2 secara normal,
fungsi gen BRCA membantu mencegah kanker payudara dengan mengontrol
pertumbuhan sel. Namun hal ini tak berlangsung lama karena kemampuan
mengontrol dari gen tersebut sangat terbatas (Lanfranchi, 2015).
3. Tanda Dan Gejala
Gejala dan pertumbuhan kanker payudara tidak mudah dideteksi karena awal
pertumbuhan sel kanker payudara tidak dapat diketahui dengan gejala umumnya baru
diketahui setelah stadium kanker berkembang agak lanjut, karena pada tahap dini
biasanya tidak menimbukan keluhan. Penderita merasa sehat, tidak merasa nyeri, dan
tidak mengganggu aktivitas (Wiknjosastro, 2009)
4. Patofisiologi
Kanker payudara memperlihatkan proliferasi keganasan sel epitel yang
membatasi ductus atau lobus payudara. Pada awalnya hanya terdapat hyperplasia sel
dengan perkembangan sel-sel yang atipikal. Sel-sel ini kemudian berlanjut menjadi
karsinoma in situ dan menginvasi stroma. Kanker membutuhkan waktu 7 tahun untuk
tumbuh dari satu sel menjadi massa yang cukup besar untuk dipalpasi (kira-kira
berdiameter 1 cm). Pada ukuran tersebut, sekitar 25% kanker payudara sudah
mengalami metastasis (Price & Wilson, 2006).
Penyebab kanker payudara belum dapat ditentukan namun terdapat beberapa
faktor risiko yang telah ditetapkan adalah, yaitu faktor risiko lingkungan dan genetik.
Faktor-faktor yang berkaitan dengan peningkatan risiko kanker payudara adalah
keadaan sosioekonomi rendah, ras, riwayat penyakit payudara proliferatif, awitan dini
menarche, terlambatnya kelahiran anak pertama, menopause yang terlambat, keadaan
nulipara, terapi hormon eksogen, terpajan radiasi, dan faktor-faktor makanan (obesitas
dan asupan alkohol yang tinggi).
Sebagian besar tumor payudara adalah adenokarsinoma. Terdapat dua jenis
utama histologis adenokarsinoma payudara, yang berasal dari ductus terminalis dan
unit-unit lobular. Karsinoma payudara in situ noninvasive atau karsinoma lobular in
situ adalah di dalam lumen ductus atau lobulus. Karsinoma invasive atau infiltrat telah
menyebar ke dalam stroma payudara dan ada kemungkinan penyebaran metastasis.
Karsinoma ductus invasive adalah jenis kanker yang paling sering, menyebabkan 80
hingga 85% dari semua kanker payudara. Karsinoma ductus invasive bermetastasis
jauh pada tulang, paru, hati atau otak. Selain itu, kanker payudara dapat menimbulkan
metastase ke organ limfe aksilaris dan terjadi benjolan, dari sel epidermis menjadi
invasi timbul krusta pada organ pulmo mengakibatkan ekspansi paru tidak optimal
(Price & Wilson, 2006).
Makanan
Hormon
Genetik (makanan yang Radiasi
(penggunaan obat
kontrasepsi oral / hormon mengandung lemak
esterogen jangka panjang) dan zat karsinogen)
Hyperplasia sel
Karsinoma in situ
Ca Mamae
Hipermetabolisme ke jaringan Metabolisme Anaerob Mendesak jaringan mammae Interupsi sel saraf Krisis situasi
Aliran darah terhambat
Suplai nutrisi ke jaringan lain ↓ ↓ Produksi ATP ↑ konsentrasi mammae Nyeri Kronis Hipoksia jaringan Stress psikologis
c. Histopatologi
Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik dengan menggunakan jarum yang
sangat halus maupun dengan jarum yang cukup besar untuk mengambil jaringan.
Kemudian jaringan yang diperoleh menggunakan metode insisi maupun eksisi
dilakukan pewarnaan dengan Hematoxylin dan Eosin. Metode biopsi eksisi
maupun insisi ini merupakan pengambilan jaringan yang dicurigai patologis
disertai pengambilan sebagian jaringan normal sebagai pembandingnya.
d. Mamogram
Mamogram adalah suatu prosedur skirining yang menggunakan mesin khusus
untuk mengambil gambar payudara dengan sinar X. Gambar yang diperoleh dari
sinar X memungkinkan untuk mendeteksi tumor yang bersifat kanker yang tidak
dapat dirasakan oleh tangan, atau benjolan pada payudara yang belum bersifat
kanker namun dapat berkembang menjadi tumor yang bersifat kanker. Saat ini
mamogram merupakan salah satu alat skrining yang paling terpercaya untuk
kanker payudara. Mamogram secara teratur dapat membantu mendeteksi kanker
payudara secara dini. Gambar hasil pemeriksaan mamogram;
Gambar diatas menunjukkan payudara normal (kiri) dan payudara dengan kanker
(kanan).
e. MRI
MRI (pencitraan resonansi magnetik) payudara merupakan prosedur skrining
khusus yang mengambil gambar payudara menggunakan medan magnetik yang
kuat dan gelombang radio. MRI payudara dapat digunakan untuk memberikan
informasi yang mendetil kepada dokter mengenai posisi kanker karena ia
menghasilkan gambar jaringan payudara. Ia juga digunakan untuk memeriksa
lokasi tersebut setelah pengobatan untuk melihat apakah masih terdapat kanker.
6. Fase Paliatif
a. Konsep Paliatif
Perawatan paliatif telah didefinisikan secara luas oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) sebagai pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasien dan
keluarga mereka yang menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit yang
mengancam jiwa, melalui penilaian pencegahan dan penilaian yang sempurna.
sakit dan masalah lainnya, fisik, psikososial, dan spiritual. (Rocque, 2013).
Pelayanan paliatif pasien kanker adalah pelayanan terintegrasi oleh tim paliatif
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan memberikan dukungan bagi
keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan kondisi pasien
dengan mencegah dan mengurangi penderitaan melalui identifikasi dini, penilaian
yang seksama serta pengobatan nyeri dan masalah-masalah lain, baik masalah
fisik, psikososial dan spiritual, serta pelayanan masa dukacita bagi keluarga
(Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Manfaat perawatan paliatif diantaranya adalah pertama perawatan paliatif
memiliki efek positif pada banyak hasil klinis, termasuk gejala kesusahan, kualitas
hidup, kepuasan, dan kelangsungan hidup. (Higginson, 2003 dan Temel, 2010).
Kedua koordinasi perawatan melalui paliatif interdisipliner tim perawatan dapat
membantu membatasi perawatan agresif dan memperbaiki diri hasil untuk pasien
kanker pada akhir kehidupan. (Rocque, Cleary, 2013). Ketiga paliatif tim
perawatan terdiri dari beberapa penyedia termasuk dokter, perawat, apoteker,
pendeta, dan social pekerja yang memberikan perawatan di berbagai setting dan
bisa membantu memfasilitasi kolaborasi antar individu yang terlibat dalam
perawatan pasien untuk mengidentifikasi '' jeda titik '' dan memutuskan langkah
selanjutnya yang sesuai. (Lee, 2010). Keempat koordinasi perawatan melalui tim
perawatan paliatif interdisipliner dapat membantu membatasi perawatan agresif
dan memperbaiki hasil pada pasien kanker pada akhir masa hidup. Kementerian
Kesehatan RI (2013) juga menjelaskan bahwa prinsip pelayanan paliatif pasien
kanker, yaitu: 1) menghilangkan nyeri dan gejala fisik lain, 2) menghargai
kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal, 3) tidak bertujuan
mempercepat atau menunda kematian, 4) mengintegrasikan aspek psikologis,
social dan spiritual, 5) memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif
mungkin, 6) memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita, 7)
menggunakaan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarganya, 8) menghindari tindakan sia-sia.
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2013) langkah –langkah yang perlu
diperhatikan oleh petugas kesehatan dalam melakukan perawatan paliatif, yaitu
1. Menentukan tujuan perawatan dan harapan pasien
2. Memahami pasien dalam membuat wasiat atau keinginan terakhir
3. Pengobatan penyakit penyerta dan aspek social
4. Tatalaksana gejala
5. Informasi dan edukasi
6. Dukungan psikologis, cultural dan social
7. Respon fase terminal
8. Pelayanan pasien fase terminal
Selain itu, kegiatan/aktivitas paliatif yang diberikan oleh petugas kesehatan kepada
pasien pada saat melakukan perawatan, yaitu :
1. Membantu penderita mendapat kekuatan dan rasa damai dalam menjalan i
kehidupan sehari-hari.
2. Memban tu kemampuan penderita untuk mentolerir penatalaksanaan medis.
3. Membantu penderita untuk lebih memahami perawatan yang dipilih.
B. PENATALAKSANAAN
1. Manajemen nyeri
1) Skrining Nyeri
a) NRS (numeric Rating Scale) : Tanyakan intensitas nyeri dengan
menggunakan angka 0-10, 0 berarti tidak nyeri dan 10 sangat nyeri
b) Categorial Scale : Dibagi atas : nyeri ringan – nyeri sedang – nyeri berat
c) Faces Rating Scale
2) Tata Laksana Nyeri:
Sesuai dengan penyebab yang ada dan prinsip tata laksana yang digunakan di
perawatan paliatif, modalitas yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
a) Medikamentosa : Analgetik; NSAID, Non opioid, Opioid; Adjuvant
(kortikosteroid, antidepresan, anti epilepsi, relaksan otot, antispas modik)
b) Non medikamentosa
- Fisik: kompres hangat, TENS
- Interupsi terhadap mekanisme nyeri: anestesi, neurolisis dan neurosurgery.
Modifikasi lingkungan dan gaya hidup: hindari aktifitas yang memacu
atau memperberat nyeri, immobilisasi bagian yang sakit dengan alat,
gunakan alat bantu untuk jalan atau kursi roda
- Psikologis: penjelasan untuk mengurangi dampak psikologis.
- Relaksasi, cognitive-behavioural terapy, psychodynamic terapy
3) Lain lain
Modifikasi terhadap proses patologi yang ada : diperlukan pada
kondisi emergency seperti Patah tulang karena metastase, resiko patah tulang
pada tulang penyangga tubuh, metastase ke otak, leptomeningeal atau
epidural, obstruksi memerlukan radioterapi dan infeksi memerlukan
antibiotik
4) Penggunaan obat
Penggunaan analgetik dan obat adjuvant sangat penting. Digunakan
pedoman WHO STEP LADDER sebagai dasar pemberian obat (WHO
Geneva, 1986 disesuaikan dengan obat yang tersedia di Indonesia)
a) Step 1 dengan skala nyeri 1 - 3
1. Non Opioid
Paracetamol: Digunakan untuk nyeri ringan, terutama untuk jaringan
lunak dan musculoskeletal serta penurun panas. Sebagai suplemen
opioid sehingga memungkinkan dosis opioid yang lebih kecil. Dosis
parcetamol adalah 500 mg – 1000 mg per 4-jam. Maksimum dosis
adalah 4 gram perhari.
2. NSAID
NSAID sangat efektif untuk menangani nyeri tulang. Selain itu,
dipakai pada nyeri akibat inflamasi dan kerusakan jaringan, nyeri
karena metastase tulang, demam neoplastik dan nyeri post operasi.
Golongan NSAID, dosis dewasa, interval dan dosis maksimum
b) Step 2 dengan skala nyeri 4 - 6 (nyeri sedang)
1. Opioid Lemah
Codein: Digunakan untuk nyeri sedang, dapat diberikan secara oral.
Dosis: 0,5- 1 mg/kg (Max 60 mg/dosis. Efek samping: sedasi,
konfusi, hipotensi, mual, muntah dan konstipasi. Efek samping berupa
konstipasi memerlukan laksatif secara rutin
2. Tramadol:
Tramadol memiliki efek samping yang minimal terhadap sedasi,
depresi pernafasan dan gastrointestinal. Dosis: 2 mg/kg (Max 8
mg/kg/hari). Efek samping: mual, muntah, gangguan sistem
kardiovaskular dan pernafasan (efek minimal)
c) Step 3 dengan skala nyeri berat 7 - 10 ( nyeri tetap - meningkat )
1. Opioid Kuat
Morfin Oral; Morfin adalah jenis obat lini pertama jika ada indikasi
pemberian opioid. Mulai dengan dosis kecil immediate release (IR)
PO: 2,5 – 5 mg tiap 4 jam kemudian lakukan titrasi sampai dosis yang
diperlukan. Tetap gunakan IR morfin untuk nyeri renjatan dan nyeri
insiden dengan dosis 1/6-1/10 total dosis 24 jam. Jika nyeri renjatan
atau incident terjadi, dosis harian (dosis dasar) tetap diberikan sesuai
jadwal.
Dosis morfin perlu dinaikkan 30% – 50% jika efek morfin hanya
sebagian atau durasinya sebentar. Dosis morfin perlu diturunkan 30%
- 50% jika efek samping yang muncul persisten. Dosis harian perlu
dinaikkan, bila renjatan nyeri terjadi 3x atau lebih dalam sehari,
dengan menjumlahkan dosis harian dan jumlah dosis renjatan untuk
hari berikutnya. Gantikan IR morfin dengan sustained release (SR)
morfin segera setelah dosis yang diperlukan tercapai: dosis 24 jam
immediate release dibagi 2 untuk diberikan 2x sehari. SR morfin
mempunyai kelebihan seperti tidak perlu minum di tengah malam,
efek samping mengantuk dan mual lebih ringan, dan rasa yang lebih
dapat diterima.
Berikan dosis SR pertama bersamaan dengan dosis IR terakhir. Tablet
SR jangan digerus, jangan dikunyah, harus ditelan utuh agar memiliki
efek kerja dan durasi yang diinginkan. Bila pasien tidak dapat
menelan, tablet dapat diberikan per rektal dengan dosis yang sama.
2. Parenteral Morfin
Pemberian morfin secara parenteral diperlukan jika pasien tidak dapat
menelan, mual muntah hebat atau ada obstruksi usus, kesadaran yang
menurun, kebutuhan dosis yang tinggi, nyeri harus segera diatasi dan
pada pasien yang tidak patuh untuk minum obat. Pemberian morfin
parenteral sebaiknya diberikan secara subkutaneus (SK) atau
intravena (IV). Pemberian intramuskuler sebaiknya dihindari karena
absorbsi yang tidak teratur dan nyeri pada saat penyuntikan.Dosis
morfin parenteral adalah 1/3 dosis oral. Dosis morfin parenteral 24
jam adalah jumlah dosis oral 24 jam (dosis dasar + dosis renjatan,
tidak termasuk dosis untuk nyeri insiden) dibagi 3. Pemberian morfin
SK atau IV dimulai dengan 1/3 dosis oral.
Pemberian morfin secara intermiten dengan dosis 1/6 dosis 24 jam,
diberikan tiap 4 jam.Pemberian SK atau IV secara kontinyu dimulai
dengan pemberian dosis loading 1/6 dosis 24 jam.
3. Fentanyl
Fentanyl tidak memiliki bentuk aktif metabolit. Efek samping
terhadap susunan saraf pusat lebih sedikit dibanding dengan morfin.
Efek konstipasi juga lebih ringan. Pemberian dapat melalui
transdermal atau parenteral. Pemberian IV atau SK memiliki durasi
singkat sehingga dapat digunakan untuk nyeri renjatan, insiden atau
prosedur. Kekurangan fentanyl adalah: tidak memiliki bentuk oral,
dosis yang besar tidak dapat diberikan melalui SK karena memiliki
volume yang besar, efek onset yang lama (18-24 jam), dosis
transdermal terbatas (12,5; 25; 50; dan 100 mikrogram per jam) dan
tidak dapat dipotong untuk mendapatkan dosis yang lebih kacil.
Kekurangan yang lain adalah bila pasien berkeringat, bentuk
transdermal mungkin kurang bermanfaat. Bila menggunakan
transdermal, dosis dasar opioid harus tetap diberikan pada 12 – 18
jam pertama. Dosis equivalen untuk 25 mikrogram per jam
trandermal fentanyl adalah 60 – 100 mg oral morfin/24 jam.
2. Manajemen Symptom
Program Paliatif pasien kanker adalah pendekatan terintegrasi oleh tim paliatif
untuk mencapai kualitas hidup pasien dan kematian yang bermartabat serta
memberikan dukungan bagi keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan
dengan kondisi pasien dengan mencegah dan mengurangi penderitaan melalui
identifikasi dini, penilaian yang seksama, serta pengobatan nyeri dan masalah
masalah lain, baik masalah fisik, psikososial dan spiritual, berikut management
symptom pada pasien paliatif;
1) Disfagia
Terdapat tiga fase yang diperlukan untuk menelan, yaitu fase bukal, faringeal
dan esophageal. Disfagia dapat terjadi pada ketiga fase tersebut. Penyebab disfagia
berbagai macam seperti obstruksi tumor, peradangan yang disebabkan oleh infeksi,
radiasi atau kemoterapi, xerostomia, gangguan fungsi neuromuskuler akibat
operasi, fibrosis karena radiasi, ganguan saraf kranial dan kelemahan umum.
Disfagia dapat disertai dengan odinofagia yang mempersulit keadaan pasien.
Tata laksana pada disfagia orofaringeal:
a. Edukasi cara makan seperti posisi duduk agar bisa menelan lebih mudah, dan
jenis makanan yang lembut dalam porsi kecil
b. Kortikosteroid sering bermanfaat pada disfagia yang disebabkan oleh obstruksi
intrinsik, infiltrasi pada saraf dan disfungsi saraf kranial.
c. Akumulasi air liur akibat obstruksi dapat dikurangi dengan obat antikolinergik
untuk mencegah aspirasi dan air liur yang mengalir terus menerus yang
mengganggu.
d. Nutrisi enteral: Pemberian makanan melalui rute lain seperti sonde lambung
(Nasogastic tube) atau gastrostomi subkutanius perlu dipertimbangkan manfaat
dan kerugiannya dilihat dari kondisi pasien.
Tata laksana pada disfagi esophageal:
a. Kortikosteroid yang diberikan pada waktu singkat: dexametason 8 mg 3 – 5
hari
b. Pemberian obat untuk mengurangi refluks asam lambung : omeprazole 1 x 20
mg : atau ranitidine 2x 300mg.
2) Mual/Muntah
Mual dan muntah adalah salah satu keluhan yang sangat menganggu pasien.
Penyebabnya biasanya lebih dari satu macam. Mual dapat terjadi terus menerus
atau intermiten. Muntah sering disertai dengan mual, kecuali pada obstruksi
gastrointestinal atau peningkatan tekanan intracranial. Tatalaksana Mual akibat
iritasi mukosa karena pemberian NSAID: omeprazole 20 mg PO Mual akibat
kemoterapi atau radiasi: 5-HT3 –reseptor antagonis: ondansetron 4 mg 1-
2x/hari Plus dexamethasone 4 mg pagi hari
3) Konstipasi
Terdapat berbagai penyebab konstipasi pada pasien dengan penyakit stadium
lanjut sbb: Diet rendah serat, kekurangan cairan, Imobilitas.
Tata laksananya dengan mengatasi dasar penyebab:
a. Anjurkan makanan tinggi serat dan tingkatkan jumlah cairan
b. Anjurkan pasien untuk banyak bergerak bila mungkin
c. Berikan respon yang cepat bila pasien ingin buang air besar
d. Hentikan atau kurangi obat yang menyebabkan konstipasi
e. Koreksi hiperkalsemia
f. Atasi obstruksi bila mungkin
g. Gunakan penyangga kaki untuk meningkatkan kekuatan otot abdomeN
Medikamentosa :
a. Obat untuk mencegah konstipasi harus diberikan pada pasien yang
mendapat opioid.
b. Gunakan laksatif yang mengandung pelembut faeces dan stimulant
peristaltik.
c. Bila konstipasi telah terjadi: bisacodyl 10 mg dan glyserin supositoria.
Jangan berikan laxative stimulant pada obstruksi.
d. Gunakan laksatif pelembut feses atau osmotik pada obstruksi partial.
e. Jika pemberian laksatif gagal, lakukan Rectal Touch: Jika feses encer:
berikan 2 tablet bisacodyl atau microlax, Jika feses keras, berikan 2 gliserin
supositoria, dan Jika rectum kosong, lakukan foto abdomen.
4) Gangguan pernafasan
Gangguan pada sistem pernafasan merupakan salah satu keluhan yang sangat
mengganggu pasien dan keluarganya. Prinsip penanganannya seperti keluhan
yang lain, yaitu mengatasi penyebabnya. Sesak nafas merupakan gejala yang
menakutkan pasien, karena dihubungkan dengan waktu kematian yang sudah
dekat. Sesak nafas dapat merupakan gejala kronis seiring dengan progresifitas
penyakit, namun bisa juga merupakan gejala akut. Sesak nafas akut merupakan
gejala yang biasanya lebih dapat diatasi dibanding dengan sesak nafas yang
terjadi secara kronis. Penilaian sesak nafas terhadap pasien melalui anamnesa
meliputi:
a. Tingkat beratnya sesak nafas: ringan, sedang, berat, Akut atau kronik
b. Frekwensi sesak nafas
c. Kualitas sesak nafas: kesulitan inspirasi/ ekspirasi
d. Faktor yang memperberat atau memperingan
Selain itu, perlu diketahui pengertian pasien terhadap gejala ini, efek yang
timbul akibat sesak nafas nafas dan beratnya efek tersebut dan dampaknya
terhadap fungsi Tata laksana:
a) Atasi Penyebab :
1. kanker: radiasi, kemoterapi
2. Efusi pleura: pungsi, pleurodosis
3. Penyempitan bronkus:stent
4. Anemia: transfusi
5. Penyakit penyerta: jantung atau kelainan paru
6. Infeksi: antibiotik
b) Non Medikamentosa:
1. Dukungan psikososial: bahas tentang kecemasan dan ketakutan dengan
mendengarkan secara aktif, pemberian penjelasan dan yakinkan.
2. Atur posisi dengan nyaman
3. Ajarkan cara menggunakan dan menyimpan energi
4. Fisioterapi: cara bernafas
5. Relaxasi: terapi musik, aromaterapi
6. Aliran udara segar: buka jendela
c) Medikamentosa
1. Opioid: morfin menurunkan sensasi sesak nafas tanpa menyebabkan
depresi pernafasan. Pada pasien yang telah mendapat morfin
sebelumnya, berikan dosis dasar. Bila berlanjut, naikkan dosisi dasar 30
– 50%.
2. Oksigen: bila terjadi hipoksia
3. Cemas dan panik: Alprazolam 0,125 PO 2x sehari atau klonazepam 0,25
PO 2x/hari atau diazepam 2 mg PO, 2x sehari. Bila tidak berhasil:
midazolam 2.5 mg SC
4. Nebulizer
5. Bronkodilator: salbutamol bila terjadi obstruksi
6. Korticosteroid: pada limfangitis karsinomatosa, obstruksi bronkus atau
pneumonitis radiasi
7. Diuretik: Gagal Jantung Kongestif dan edema paru
8. Antikolinergik: untuk sekresi yang berlebihan.
5) Luka Kanker
Luka kanker banyak dijumpai pada kanker payudara, dan kanker pada kepala
dan leher, Tata laksana :
1. Antikanker: radioterapi radiasi paliatif sangat bermanfaat untuk mengurangi
gejala yang ada
2. Terapi topikal: Dressing secara teratur dan sering sangat diperlukan untuk
menjaga kebersihan, tetap kering dan bebas infeksi. Rendam dengan air
hangat atau waktu mandi. Pada luka bersih gunakan saline. Pada jaringan
mati gunakan campuran hidrogen peroksida dan salin atau larutan enzim.
Pada luka infeksi gunakan antiseptik.
3. Hentikan perdarahan dengan alginte atau dengan adrenalin yang diencerkan.
Pada luka yang berbau berikan metronidazole 400 mg/ 8 jam PO.
3. Aspek Psikologis
Dampak psikososial yang dialami oleh penderita kanker payudara adalah
distress yang akan memengaruhi kualitas hidup mereka (Costa-Requena, et.al,
2013). Hinen et.al (2007) juga menjelaskan bahwa penderita kanker payudara akan
mengalami ansietas terutama terhadap respon pasangannya karena dirasa sudah
tidak menarik lagi dan tidak diinginkan. Ansietas dan depresi seringkali dirasakan
ketika berada pada tahap lanjut, menjalani pengobatan, dan menunggu hasil uji
diagnostik. Sedangkan pemicu stress biasanya berasal dari hilangnya kemandirian
dan kontrol diri, keputusasaan, ketidakberdayaan, perubahan citra dirri dan fungsi
tubuh, serta menjelang kematian (Costa-Requen, 2013; Lund-Nielsen, 2011;
Murtiwi, 2005).
Masalah psikososial muncul akibat dari keparahan penyakit, untuk
mengatasinya diperlukan manajemen koping yang adaptif. Manajemen koping
merupakan salah satu faktor faktor psikologis yang dapat mengurangi atau
menahan stress. Terutama pada penderita dengan stadium lanjut yang mengalami
penolakan diri berat sehingga memperburuk keadaan penderita (Wulandari, 2013).
Aspek dukungan sosial menrupakan bentuk bantuan yang dapat menumbuhkan
perasaan nyaman, percaya diri, semangat, serta meningkatkan kesehatan mental
penderita melaui hubungan intrapersonal. Sumber dukungan sosial terbesar berasal
dari keluarga, pasangan, sahabat, serta rekan kerja. Dukungan ini dapat
mengurangi tingkat kecemasan, gangguan umum, somatimasi, dan depresi. Bentuk
dukungan dapat berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
instrumental, dukungan informasi, dan dukungan jaringan sosial (Sarafino &
Smith, 2012).
4. Aspek Keluarga
Diagnosis kanker memiliki dampak signifikan pada pasien yang menyebabkan
gangguan kehidupan secara signifikan yang sering dikaitkan dengan perawatan
kanker, efek samping yang ditimbulkan oleh pengobatan, konsekuensi sosial dan
masalah keuangan. Selain itu, dampak diagnosis kanker mempengaruhi seluruh
keluarga pada berbagai tingkatan. Tantangan utama bagi keluarga pada anggota
keluarga yang terkena kanker melibatkan kebutuhan untuk menjadi peran pengasuh
yang dapat menimbulkan stres dan seringkali mengubah hidup. Dengan kemajuan
dalam diagnosis kanker, terobosan dalam pengobatan kanker, perawatan paliatif
diperkenalkan di awal perawatan, pasien kanker dapat bertahan lebih lama, dan
lamanya periode pengasuhan telah diperpanjang dari hari atau minggu ke bulan
atau tahun. Perkembangan ini dalam bidang perawatan kanker berarti bahwa
keluarga dihadapkan dengan tanggung jawab baru dalam bidang medis, emosional,
dan praktis (Ullgren, Tsitsi, Papastavrou, & Charalambous, 2018).
Keluarga akan dihadapkan pada tugas dalam melakukan perawatan-perawatan
pada pasien kanker. Aspek keluarga sangat penting bagi pasien kanker dimana
mereka diharapkan dapat memberikan dukungan dalam berbagai hal seperti
manajemen obat, perawatan fisik, manajemen keuangan, dan dukungan emosional.
Namun, tanpa aspek dukungan keluarga yang tepat,keluarga akan merasa terbebani
yang jika dibiarkan dapat menyebabkan kualitas hidup yang lebih buruk dan
tingkat stres yang lebih tinggi pada pasien (Ullgren, Tsitsi, Papastavrou, &
Charalambous, 2018). Meskipun ada variasi substansial di antara gejala yang
dialami oleh pasien dengan jenis kanker yang berbeda, pasien sering mengalami
gejala umum akibat kanker dan perawatan terkait. Oleh karena itu keluarga diminta
untuk mengelola gejala umum ini di rumah dengan intervensi farmakologis atau
nonfarmakologis. Gejala umum tersebut termasuk kelelahan, nyeri, kecemasan,
sesak napas, mual dan kehilangan nafsu makan dan dapat meningkat pada akhir
hidup (Barbera, et al., 2010)
Pasien kanker yang diberikan dukungan keluarga berupa dukungan emosional,
dukungan informasional dan dukungan penilaian maka kualitas hidupnya
meningkat (Henriksson & Arestedt, 2013). Dukungan keluarga pada pasein kanker
yang menjalani terapi akan menimbulkan pengaruh positif bagi kesejahteraan fisik
maupun psikis. Seseorang yang mendapatkan dukungan keluarga merasa
diperhatikan, disayangi, merasa berharga dapat berbagi beban, percaya diri dan
menumbuhkan harapan sehingga mampu menangkal atau mengurangi stress
(Grant, et al., 2013). Dukungan keluarga merupakan proses yang terjadi sepanjang
masa kehidupan. Peran keluarga bagi proses pengobatan klien kanker sangat besar.
Keluarga berperan besar dalam menunjang motivasi klien untuk menjalani terapi.
Keluarga juga mempunyai pengaruh dalam berbagai tindakan medis yang
dilakukan seperti pengobatan dan perawatan (Eom, et al., 2013)
1) Pengkajian
a) Identitas Pasien
Terdiri dari nama, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku bangsa, pelaku rawat, alamat, DPJP, diagnosis, serta tanggal masuk RS
dan tanggal pengkajian.
b) Identitas Orangtua/Wali/Pelaku Rawat Lain
Identitas pelaku rawat sangat penting terutama bagi pasien paliatif, untuk
pengambilan keputusan serta support system bagi pasein, adapun data tersebut
antara lain: nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat dan nomer
telepon.
c) Identitas Saurada Kandung
Identitas sauara pun sama pentingnya, selain sebagai orang terdekat pasien,
perawat juga dapat mengientifikasi keterkaitan penyakit pasien/keluarga,
adapun data tersebut antara lain: nama, usia, serta status kesehatan saat ini.
d) Genogram
Untuk mengetahui gambaran keluarga dengan riwayat kanker, terutama
bila ada riwayat kanker payudara pada anggota keluaga. Hal ini disebabkan
adanya gen warisan (BRCA) yang jika gen tersebut mengalami mutasi dapat
menjadi faktor timbulnya kanker. Genogram diharapkan dibuat minimal 3
generasi disertai dengan keterangan seperti contoh di bawah ini :
Keterangan:
: Laki-laki : Hubungan Perkawinan
: Perempuan : Hubungan Keluarga
: Meninggal : Tinggal Satu Rumah
: Pasien
e) Keluhan Utama yang mungkin muncul dan dominan dirasakan oleh pasien
1) Nyeri area payudara
2) Mual muntah akibat kemoterapi
3) Sesak nafas
4) Lemas dan lelah
5) Sulit tidur
f) Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Saat ini
Dikaji keluhan saat ini yang dijabarkan dengan metode PQRST serta
perjalanan penyakit hingga dibawa ke RS.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Dikaji secara mendalam kebiasaan/gaya hidup dahulu. Kebiasaan makan,
pola tidur, konsumsi rokok/kopi/alkohol, pengelolaan stress dan
aktivas/olahraga. Serta adakah penyakit yang diderita di masa lalu yang
berhubungan/memperberat kondisi saat ini.
3) Riwayat Obstetri Ginekologi
Riwayat paritas, riwayat kehamilan dan kelahiran yang lalu, penggunaan alat
kontrasepsi, kaji siklus menstruasi (frekuensi dan durasi), menarke,
menopause, riwayat tumor sebelumnya.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji riwayat penyakit keturunan, penyakit infeksi, dan riwayat kelurga
dengan tumor.
g) Pengkajian Psikososialekonomi dan Spiritual
1) Ekspresi wajah
2) Kemampuan berbicara/mengungkapkan perasaan
3) Mekanisme Koping
4) Perubahan pola ibadah
5) Respon akibat sakit
6) Tanggapan diri setelah sakit
7) Dukungan Lingkungan/Sosial
8) Konsep Diri (Body image, identitas diri, ideal diri, peran diri, harga diri)
a) bagaiamana klien memandang tubuhnya, apakah ada perasaan malu
karena perubahan bentuk payudara atau kehilangan payudara karena
mastektomi, keadaan tubuh akibat radiasi dan kemoterapi);
b) Identitas diri (kaji bagaimana respek terhadap diri, mampu bagaimana
klien menguasai diri, mengatur diri dan menerima diri);
c) Peran diri (kaji peran klien di keluarga, masyarakat, di komunitas
tertentu, kaji apakah peran klien terganggu akibat penyakitnya);
d) Harga diri (kaji harga diri klien, apakah klien memiliki perasaan malu
karena kondisinya);
e) Ideal diri (kaji harapan klien terkait kondisinya).
9) Pola persepsi manajemen kesehatan
10) Persepsi kognitif terhadap penyakit
11) Status ekonomi keluarga
h) Pemeriksan Fisik
1) Kondisi Umum
Keadaan umum/penampilan pasien, kesadaran/GCS, skala nyeri
2) Tanda-tanda Vital
Tekanan darah, nadi, respirasi rate, suhu, MAP, saturasi oksigen
3) Antopometri
Berat badan, tinggi badan, IMT, status gizi
4) Kebutuhan Cairan dan Nutrisi
Dikaji dan dihitung menggunakan rumus Harrist Benedict/Mifflin
5) Pengkajian Fisik Head to Toe
a) Pemeriksaan kepala
- Inspeksi : bentuk, kulit kepala, berwarna rambut, berkutu/rontok, lesi,.
- Palpasi : nyeri tekan ada/tidak
b) Wajah
- Inspeksi : bentuk/simetris, lesi
- Palpasi : nyeri tekan ada/tidak
c) Mata
- Inspeksi : mata simetris, edema palpebra, lesi, konjugtiva anemis/tidak,
warna iris, sklera ada/tidak ikterik
- Palpasi : nyeri tekan ada/tidak, keluaran dari kelenjar lakrimalis ada/tidak
d) Hidung
- Inspeksi : lesi, perdarahan, pembengkakan polip, ada/tidak pernapasan
cuping hidung, terpasang alat bantu napas/tidak
- Palpasi : nyeri tekan ada/tidak
e) Mulut
- Inspeksi : lesi, sianosis, mukosa bibir, warna lidah, karies gigi, mukositis.
f) Telinga
- Inspeksi: kebersihan, lesi, sekresi
- Palpasi: nyeri tekan ada/tidak
g) Leher
- Inspeksi: bentuk leher/simetris, lesi.
- Palpasi: nyeri tekan, nyeri menelan
h) Dada/ Thoraks
- Inspeksi : bentuk simetris, retraksi otot bantu nafas, susunan ruas tulang
normal, tidak/ada deformitas
- Palpasi : taktil fremitus getaran antara kanan dan kiri tidak/sama
- Perkusi : Perkusi apeks paru jika memungkinkan
- Auskultasi : Suara nafas
i) Payudara
- Inspeksi : bentuk simetris, warna areola coklat kehitaman, ulkus, benjolan,
kemerahan, keluaran cairan, kondisi kulit payudara, (kondisi ulkus: warna,
bau, luas) jika memungkinkan
- Palpasi : nyeri tekan, massa abnormal di payudara
j) Jantung
- Inspeksi : pembesaran Jantung tidak/ada
- Auskultasi : irama reguler, bunyi jantung S1 dan S2
k) Abdomen
- Inspeksi : bentuk simetris, asites ada/tidak, striae tidak ada, lesi tidak ada
- Auskultasi : bising usus
- Palpasi : nyeri tekan, distensi kandung kemih
l) Ekstremitas
- Inspeksi : lesi, edema, kuku, deformitas, clubbing finger, sianosis , nadi
perifer teraba/tidak, pergerakan ekstremitas atas dan bawah normal
- Kekuatan otot
- Palpasi : CRT <2 detik
m) Genitalia & Anus
- Inspeksi : lesi, hemoroid, keluaran dari vagina
n) Kulit
- Inspeksi : integritas kulit, kondisi kulit, warna kulit, turgor,
hiperpigmentasi
i) Pengkajian ADL / Activity Daily Living
Kaji pola kbiassan pasien sebelum dan saat di rumah sakit seperti kebiasaan
makan dan minum, eliminasi (BAB/BAK), pola istirahat, kebersihan diri, serta
aktivitas.
j) Pengkajian-Pengkajian Khusus
1) Skrining nutrisi
No Risiko Nilai Skor
1 Apakah klienmengalami penurunan BB yang tidak direncanakan?*
Tidak (tidak terjadi penurunan BB dalam 6 bulan terakhir) 0
Tidak yakin (tanyakan apakah baju/celana terasa longgar?) 2
Ya, berapa penurunan BB (kg)?
o 1-5 1
o 6-10 2
o 11-15 3
o >15 4
o Tidak yakin 2
2 Apakah asupan makanan klienburuk akibat nafsu makan menurun (misalnya asupan
makanan hanya ¾ dari biasanya)**
Tidak 0
Ya 1
3 Sakit berat ?***
Tidak 0
Ya 1
Total Skor
Kesimpulan dan tindak lanjut
Total skor ≥ 2 rujuk ke dietisien untuk arassement gizi
Totalskor < 2 skrining ulang 7 hari
Keterangan :
Total skor ≥ 2 : risiko maksimal
*Malnutrisi yang dimaksud dalam hal ini adalah kekurangan gizi
**Asupan makanan yang buruk juga dapat terjadi karena gangguan mengunyah atau menelan
Penurunan berat badan yang tidak direncanakan pada kliendengan kelebihan berat badan atau obesitas dapat berisiko
terjadinya malnutrisi
***Penyakit yang berisiko terjadinya gangguan gizi diantaranya: dirawat di HCU/ICU, penurunan kesadaran,
kegawatan abdomen (perdarahan, ileus, peritonitis, asites massif, tumor intraabdomen besar, post operasi), gangguan
pernafasan berat, keganasan dengan komplikasi, gagal jantung, gagal ginjal kronik, gagal hati, diabetes mellitus, atau
kondisi sakit berat lain
2) Skrining dekubitus
Aspek 1 2 3 4 Skor
Persepsi Sensori Keterbatasan Sangat terbatas Keterbatasan ringan Tidak ada
penuh keterbatasan
Kelembapan Lembab terus - Sangat lembab Kadang-kadang Tidak ada lembab
menerus lembab
Aktivitas Di tempat tidur Diatas kursi Kadang-kadang Sering berjalan
berjalan
Mobilisasi Tidak dapat Pergerakan sangat Keterbatasan ringan Tidak ada
bergerak terbatas keterbatasan
Status Nutrisi Sangat buruk Tidak adekuat Adekuat Baik sekali
Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa sering anda telah mengalami hal-hal berikut ini
dalam empat minggu terakhir.
Tidak Sedikit Dalam Sangat Dalam
sama jumlah sering jumlah
sekali sedang berlebihan
3. Seberapa jauh rasa sakit fisik anda
mencegah anda dalam beraktivitas
sesuai kebutuhan anda?
4. Seberapa sering anda membutuhkan
terapi medis untuk dapat berfungsi
dalam kehidupan sehari-hari anda?
5. Seberapa jauh anda menikmati hidup
anda?
6. Seberapa jauh anda merasa hidup
anda berarti?
7. Seberapa jauh anda mampu
berkonsentrasi?
8. Secara umum, seberapa aman anda
rasakan dalam kehidupan anda
sehari-hari?
9. Seberapa sehat lingkungan dimana
anda tinggal (berkaitan dengan
sarana dan prasarana)
Pertanyaan berikut ini adalah tentang seberapa penuh anda alami hal-hal berikut ini dalam 4
minggu terakhir?
Tidak sama Sedikit Sedang Seringkali Sepenuhnya
sekali dialami
10. Apakah anda memiliki vitalitas
yang cukup untuk beraktivitas
sehari-hari?
11. Apakah anda dapat menerima
penampilan tubuh anda?
12. Apakah anda memiliki cukup
uang untuk memenuhi kebutuhan
anda?
13. Seberapa jauh ketersediaan
informasi bagi kehidupan anda
dari hari ke hari?
14. Seberapa sering anda memiliki
kesempatan untuk bersenang-
senang / rekreasi?
Pertanyaan berikut merujuk pada seberapa sering anda merasakan atau mengalami hal-hal berikut
dalam empat minggu terakhir.
Tidak Jarang Cukup Sangat Selalu
pernah sering sering
26. Seberapa sering anda memiliki
perasaan negatif seperti „feeling blue‟
(kesepian), putus asa, cemas dan depresi
Q8 + Q9 + Q12 + Q13 +
DOMAIN 4
Q14 + Q23 + Q24 + Q25
Pada setiap jawaban pertanya an dikonversikan dalam skala 0 -100 untuk interpretasi standar :
► (1 = 0) ; (2 = 25) ; (3= 50) ; (4= 75) ; (5 = 100)
Nilai total dihitung dengan menjumlahkan nilai pertanyaan yang mendapat jawaban dibagi dengan
jumlah pertanyaan yang dijawab pada semua bidang. Hasil dipersentasikan dengan cara pemberian
skor dan diinterpretasikan dengan menggunakankriteria sebagai berikut :
► 0-20 = Kualitas Hidup Sangat Buruk
► 21-40 = Kualitas Hidup Buruk
► 41-60 = Kualitas Hidup Sedang
► 61-80 = Kualitas Hidup Baik
► 81-100 = Kualitas Hidup Sangat Baik
(Anastasi & Urbina, 1997) dalam (Nofitri, 2009)
k) Data Penunjang
Lampirkan seluruh data penunjang yang bermakna bagi pasien seperti hasil
pemeriksaan darah, urine, mamografi, USG abdomen, ro thorax, CT scan, hasil patologi
EKG dan seluruh pemeriksaan terkait pasien untuk menunjang terapi dan pelayanan yang
akan diberikan.
l) Terapi yang Diberikan
Lampirkan terapi medis/kmoterapi yang sedang dijalankan oleh pasien dengan jelas,
baik nama obat, dosis serta rute dan jam pemberian.
3. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada kanker payudara adalah sebagai
berikut:
a. Nyeri kronis berhubungan dengan agens pencedera: kanker payudara
b. Kerusakan integritas jaringan b.d gangguan sirkulasi
c. Keletihan berhubungan dengan kondisi penyakit: kanker payudara
d. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi pleura akibat
metastasis kanker
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis: kanker payudara
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh
h. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan
i. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
j. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik: nyeri
k. Distress spiritual berhubungan dengan proses penyakit
l. Ketidakefektifan pola seksualitas berhubungan dengan perubahan struktur, fungsi
organ, terapi medis
4. Intervensi Keperawatan
Kerusakan Setelah dilakukan perawatan 1. Anjurkan pasien menggunakan pakaian 1. Pakaian yang longgar meningkatkan sirkulasi yang
integritas selama 3 x 24 jam, diharapkan yang longgar baik dan menghindari rasa nyeri akibat pakaian yang
jaringan integritas jaringan mengalami terlalu ketat
berhubungan perbaikan, dengan kriteria hasil: 2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering 2. Meminimalisir kerusakan integritas yang meluas dan
dengan infeksi pada area luka
gangguan 1. Perfusi jaringan normal 3. Monitor kulit akan adanya kemerahan 3. Mengidentifikasi adanya tanda-tanda infeksi
sirkulasi 2. Tidak ada tanda-tanda infeksi 4. Monitor status nutrisi dan kolaborasi 4. Nutrisi yang adekuat meningkatkan daya tahan tubuh
3. Ketebalan dan tekstur pemberian nutrisi agar tiddak mudah terserang patogen, dan
jaringan normal mempertahankan masa otot dan lemak
4. Menunjukkan terjadinya 5. Observasi luka: lokasi, dimensi 5. Mengidentifikasi luka agar perawatan luka dilakukan
proses penyembuhan luka kedalaman luka, jaringan nekrotik, sesuai dengan kondisi luka
tanda-tanda infeksi lokal
6. Lakukan teknik perawatan luka dengan 6. Menghindari luka terpapar bakteri serta membantu
teknik steril proses penyembuhan luka lebih cepat
7. Berikan posisi pasien senyaman 7. Posisi yang nyaman dapat memberikan sirkulasi
mungkin yang baik serta mengurangi tekanan pada luka
Keletihan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya faktor yang menyebabkan 1. Mengkaji faktor-faktor terkait dapat mengenali
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam keletihan penyebab potensial keletihan
dengan diharapkan keletihan berkurang 2. Monitor nutrisi dan sumber energi yang 2. Keletihan salah satu gejala dalam kekurangan gizi
kondisi dengan kriteria hasil: adekuat protein, defisiensi vitamin, atau kekurangan zat besi
penyakit: 3. Monitor pasien akan adanya kelelahan 3. Kondisi emosional dapat meningkatkan tingkat
kanker 1. Memverbalisasikan fisik dan emosi secara berlebihan keletihan pasien
payudara peningkatan energi dan 4. Monitor pola tidur dan lamanya 4. Perubahan pola tidur merupakan salah satu faktor
merasa lebih baik tidur/istirahat pasien pendukung dalam pengembangan kelelahan
2. Kecemasan menurun 5. Dukung pasien dan keluarga untuk 5. Dukungan dapat mendorong partisipasi aktif dalam
3. Glukosa darah adekuat mengungkapkan perasaan, berhubungan perencanaan, penerapan, dan evaluasi manajemen
4. Kualitas hidup meningkat dengan perubahan hidup yang terapeutik untuk mengurangi keletihan
5. Istirahat cukup disebabkan keletihan
6. Bantu aktivitas sehari-hari sesuai 6. Kelelahan dapat membatasi kemampuan pasien
dengan kebutuhan dalam melakukan aktivitas
7. Tingkatkan tirah baring dan 7. Tirah baring dan pembatasan aktivitas dapat
pembatasan aktivitas mengurangi tingkat keletihan
Ketidakefekti Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan 1. Meningkatkan kenyamanan klien serta membantu
fan pola keperawatan selama 3x24 jam ventilasi memenuhi kebutuhan O2 dan meringankan sesak
napas pasien menunjukkan keefektifan nafas
berhubungan pola nafas,dibuktikan dengan 2. Monitor respirasi dan status O2 2. Menilai adanya gangguan pernafasan
dengan kriteria hasil: 3. Informasikan pada pasien dan keluarga 3. Salah satu teknik relaksasi yaitu nafas dalam dapat
penurunan tentang tehnik relaksasi untuk meningkatkan ventilasi maksimal agar
ekspansi 1. Mendemonstrasikan memperbaiki pola nafas memperlancar oksigen ke paru-paru
pleura akibat batuk efektif dan suara nafas 4. Kolaborasi pemberian Oksigen 4. Oksigen dapat menurunkan rasa sesak pada pasien
metastasis yang bersih terutama dengan kanker
kanker (mampumengeluarkan
sputum, mampu bernafas dg
mudah,tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien
tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal,
tidak ada suara nafas
abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)
Ketidakseim Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan diet cair 1. Untuk memudahkan klien memenuhi asupan
bangan keperawatan selama 3x24 jam makanan serta memudahkan klien menelan
nutrisi nutrisi kurang teratasi dengan makanan
kurang dari indikator: 2. Kolaborasi pemberian antiemetik atau 2. Membantu meningkatkan nafsu makan
kebutuhan stimulan untuk meningkatkan nafsu
tubuh 1. Nafsu makan bertambah makan
berhubungan 2. Hasil laboratorium dalam 3. Anjurkan klien untuk makan sedikit 3. Mengurangi rangsangan mual dan muntah akibat
dengan batas normal (protein, tapi sering makanan yang masuk dan membuat perut tetap
faktor albumin dan Hb) terisi
biologis: 3. Klien tidak mengalami 4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 4. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, dan
kanker penurunan BB yang drastis menentukan jumlah kalori dan jenis membantu memudahkan pasien dalam memilih
payudara nutrisi yang dibutuhkan makanan yang dianjurkan sesuai catatan gizi ketika
dirumah
Ansietas Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 1. BHSP dengan menggunakan prinsip 1. Hubungan antar perawat pasien ini bertujuan untuk
dengan kecemasan berkurang dgn komunikasi terapeutik mengungkapkan masalah klien dan memudahkan
perubahan kriteria hasil: perawat menentukan intervensi
status 2. Libatkan keluarga untuk 2. Keluarga merupakan orang terdekat klien dan bisa
kesehatan 1. Klien mampu mendampingi klien jadi suport sistem yang menumbuhkan semangat
mengidentifikasi dan klien
mengungkapkan gejalacemas 3. Instruksikan pada pasien untuk 3. Mengurangi kecemasan dengan cara relaksasi dan
2. Mengidentifikasi serta menggunakan tehnik relaksasi menciptakan suasana nyaman
mengungkapkan dan 4. Bantu pasien mengenal situasi yang 4. Menghindari hal-hal yang menimbulkan kecemasan
menunjukkan tehnik menimbulkan kecemasan serta menentukan intervensi yang sesuai
untuk mengontol cemas 5. Ajarkan kepada klien terapi relaksasi 5. Penelitian terkait relaksasi otot progresif ini mampu
3. Vital sign dalam batas otot progresif untuk mengurangi mengurangi kecemasan pada klien dengan kanker
normal kecemasan (Nova, 2018)
4. Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat
aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Body image enhancement
citra tubuh keperawatan selama 3x24 jam
berhubungan gangguan body image pasien 1. Kaji secara verbal dan nonverbal 1. Mengetahui pandangan klien terhadap dirinya saat
dengan teratasi dengan kriteria hasil: respon klien terhadap tubuhnya ini guna membantu melakukan perawatan dan
perubahan intervensi yang diberikan
fungsi tubuh 1. Body image positif 2. Jelaskan tentang pengobatan, 2. Memberikan informasi mengenai keadaan penyakit
2. Mampumengidentifikasikekuat perawatan, kemajuan dan prognosis yang diderita saat ini dan memotivasi untuk selalu
an personal penyakit semangat dalam menjalani treatment
3. Mendiskripsikan secarafaktual 3. Dorong klien mengungkapkan 3. Membantu mengurangi beban dengan menjadi
perubahanfungsi tubuh perasaannya pendengar aktif
4. Mempertahankan interaksi
sosial
Resiko Setelah dilakukan 1. Pertahankan teknik aseptik 1. Menjaga keadaan luka
infeksi tindakankeperawatan selama 2. Batasi pengunjung bila perlu 2. Mencegah kontaminasi silang dari
berhubungan 3x24 jam pasien tidak pengunjung/lingkungan luar
dengan mengalami infeksi dengan 3. Cuci tangan setiap sebelum dan 3. Menjaga area luka atau sekitarnya dalam kondisi
kerusakan kriteria hasil: sesudah tindakan keperawatan bersih dan terbebas dari bakteri yang ditimbulkan
jaringan jika tidak mencuci tangan
1. Klien bebas dari tanda dan 4. Tingkatkan intake nutrisi 4. Nutrisi mempercepat proses penyembuhan luka
gejala infeksi 5. Kolaborasi pemberian antibiotik 5. Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi bakteri
2. Menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi
3. Jumlah leukosit dalam batas
normal
4. Menunjukkan perilaku hidup
sehat
Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi adanya pembatasan klien 1. Mengetahui sejauh mana klien mampu melakukan
aktivitas keperawatan selama 3x24 jam dalam melakukan aktivitas aktivitas
berhubungan Pasien bertoleransi terhadap 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan 2. Menghindari dari penyebab kelelahan pada pasien
dengan aktivitas dengan kriteria hasil : kelelahan
ketidakseimb 3. Monitor nutrisi dan sumber energi 3. Nutrisi sangat penting untuk menambah energy dan
angan antara 1. Berpartisipasi dalam yang adekuat tenaga dalam aktivitas yang dilakukan
suplai dan aktivitasfisik tanpa disertai 4. Kaji kesesuaian aktivitas & istirahat 4. Terlalu lama bedrest dapat memberi kontribusi pada
kebutuhan peningkatan tekanan klien sehari-hari intoleransi aktivitas
oksigen darah,nadi dan RR 5. Bantu untuk memilih aktivitas 5. Mempertahankan aktifitas yang mungkin dapat
2. Mampu melakukan aktivitas konsisten yang sesuai dengan dilakukan klien tanpa ada gejala perburukan dari
sehari hari (ADLs) secara kemampuan fisik, psikologi kondisi/perubahan status hemodinamik
mandiri
3. Keseimbangan aktivitas dan
istirahat
Gangguan Setelah dilakukan tindakan Sleep Enhancement
pola tidur keperawatan selama 3x24 jam 1. Fasilitasi untuk mempertahankan 1. Merangsang klien untuk istirahat/tidur
berhubungan gangguan pola tidur pasien aktivitas sebelum tidur (membaca
dengan teratasi dengan kriteria hasil: alquran, mendengarkan musik)
ketidaknyam 2. Ciptakan lingkungan yang nyaman 2. Lingkungan yang nyaman meningkatkan kondisi
anan fisik: 1. Jumlah jam tidur dalam batas klien untuk bisa rileks dan tenang
normal 3. Batasi pengunjung selama periode 3. Memudahkan dalam mendapatkan tidur yang
nyeri 2. Pola tidur, kualitas dalam istirahat yang optimal (mis; setelah optimal.
batas normal makan).
3. Perasaan fresh sesudah 4. Kaji faktor yang menyebabkan 4. Untuk mengidentifikasi penyebab aktual dari
tidur/istirahat gangguan tidur (nyeri, takut, stress, gangguan tidur
4. Mampu mengidentifikasi hal- ansietas, imobilitas, gangguan
hal yang meningkat kantidur eliminasi seperti sering berkemih)
Distress Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pelaksanakan praktek atau ritual 1. Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada doa
spiritual keperawatan selama 3x24 jam keagamaan atau spiritual yang atau praktek spiritual lainnya, praktek ini dapat
berhubungan spiritual pasien meningkat diinginkan bila yang memberi memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi
dengan dengan kriteria hasil: kesempatan pada klien untuk sumber kenyamanan dan kekuatan
proses 1. Mampu mengontrol melakukannya
penyakit kecemasan 2. Ekspesikan pengertian dan penerimaan 2. Menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu
2. Mampu mengontrol tingkat tentang pentingnya keyakinan dan mengurangi kesulitan klien dalam mengekspresikan
depresi dan level stress praktik religius atau spiritual klien keyakinan dan prakteknya
3. Mampu memperoleh 3. Berikan privasi dan ketenangan untuk 3. Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan
informasi ritual spiritual sesuai kebutuhan klien yang memudahkan ketenangan dan perenungan
4. Penerimaan atau kesiapan dapat dilaksanakan
menghadapi kematian 4. Anjurkan untuk berdoa bersama klien4. Perawat meskipun yang tidak menganut agama atau
5. Berpartisipasi dalam lainnya atau membaca buku keagamaan keyakinan yang sama dengan klien dapat membantu
pengambilan keputusan klien memenuhi kebutuhan spritualnya
6. Mampu beradaptasi terhadap 5. Tawarkan untuk menghubungkan 5. Tindakan ini dapat membantu klien mempertahankan
ketidakmampuan fisik pemimpin religius atau rohaniwan ikatan spiritual dan mempraktikkan ritual yang
7. Menunjukkan arti harapan rumah sakit untuk mengatur kunjungan penting
hidup
Ketidakefekti Setelah dilakukan tindakan 1. Tetapkan lamanya hubungan konseling 1. Memberi waktu untuk pasien dalam mengungkapkan
fan pola keperawatan selama 3x24 jam perasaannya
seksualitas terdapat peningkatan keefektifan 2. Berikan privasi dan jaminan 2. Menjamin kerahasiaan data dan keluhan
berhubungan pola seksual, dengan kriteria kerahasiaan
dengan hasil: 3. Informasikan pada pasien di awal 3. Memberikan pengetahuan kepada pasien tantang
perubahan 1. Menunjukkan harga diri hubungan bahwa hubungan seksual kebutuhan seksual dan faktor-faktor yang
struktur, 2. Menunjukkan perasaan adalah bagian penting dari kehidupan mempengaruhi
fungsi organ, mampu memberdayakan diri dan bahwa penyakit, obat-obatan dan
terapi medis 3. Menunjukkan hubungan stres sering merubah fungsi seksual
interpersonal yang positif 4. Diskusikan efek dari suatu penyakit, 4. Membantu pasien dalam mengetahui efek dari
4. Menunjukkan ekspresi efek obat tentang seksualitas, dan efek penyakit atau obat terhadap kehidupan seksual
adanya harapan dari perubahan seksualitas pada orang
lain yang signifikan
5. Diskusikan tingkat pengetahuan pasien 5. Mengetahui bagaimana pandangan pasien terhadap
tentang seksualitas pada umumnya seksual
6. Bantu pasien untuk mengekpresikan 6. Membantu pasien dalam mengekspresikan masalah
kesedihan dan kemarahan tentang yang dialaminya
perubahan dalam fungsi tubuh/
penampilan
7. Diskusikan bentuk-bentuk alternatif 7. Memberikan alternatif pemecahan masalah
dari ekspresi seksual yang diterima terghadap masalah pasien
pasien
DAFTAR PUSTAKA
Avryna1, Wahid, & Fauzar. 2019. Invasive Carcinoma Mammae dengan Metastasis
Orbita, Tulang dan Paru. Jurnal Kesehatan Andalas
Barbera, L., Seow, H., Howell, D., Sutradhar, R., Earle, C., Liu, Y., . . . Dudgeon, D.
(2010). Symptom Burden and Performance Status in A Population-Based
Cohort of Ambulatory Cancer Patients. Cancer
Breast Cancer Risk Factors Vary by Tumor Subtype". BREASTCANCER.ORG.
Diakses tanggal 2011-07-21
Costa-Requena, G., Rodríguez, A., & FernándezOrtega, P. (2013). Longitudinal
assessment of distress and quality of life in the early stages of breast cancer
treatment. Scandinavian Journal of Caring Sciences, 27 (1), 77-83.
doi:10.1111/j.1471-6712.2012.01003.x
Enger SM, Ross RK, PaganiniHill A, Carpenter CL, Bernstein L. Body size, physical
activity, and breast cancer hormone receptor status: results from two case-
control studies. American Association for Cancer Research. 2013. Volume 9
Issue 7, pp. 681-687
Eom, C.-S., Shin, D. W., Kim, S. Y., Yang, H. K., Jo, H. S., Kweon, S. S., . . . Park,
J.-H. (2013). Impact of Perceived Social Support On The Mental Health and
Health-Related Quality of Life in Cancer Patients: Result from Nationwide,
Multicenter Survey in South Korea. Psycho-Oncology.
Grant, M., Sun, V., Fujinami, R., Sidhu, R., Otis-Green, S., Juarez, G., . . . Femell, B.
(2013). Family Caregiver Burden, Skills Preparedness, And Quality of Life in
Non-Small Cell Lung Cancer. Oncology Nursing Forum.
Henriksson, A., & Arestedt, K. (2013). Exploring Factors and Caregiver Outcomes
Associated With Feelings of Preparedness for Caregiving in Family Caregivers
in Palliative Care: A Correlational, Cross-Sectional Study. Palliative Medicine.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi
dan Klasifikasi 2018-2020, Ed. 11. Jakarta: EGC.
Hinnen, C., Hagedoorn, M., Sanderman, R., & Ranchor, A. (2007). The role of
distress, neuroticism and time since diagnosis in explaining support behaviors in
partners of women with breast cancer: Results of a longitudinal analysis.
Psycho-Oncology, 16 (10), 913-919. DOI: 10.1002/pon.1153
Hui, D., Kim, S. H., Roquemore, J., Dev, R., Chisholm, G., & Bruera, E. (2014).
Impact of timing and setting of palliative care referral on quality of end‐ of‐ life
care in cancer patients. Cancer, 120(11), 1743-1749.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Iskandar. 2017. Diagnostik dan Terapi Kanker Payudara. Nasional Symposium &
Workshop
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Kanker Pembunuh Papan Atas. Jakarta:
Mediakom. Edisi 55.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Pedoman Nasional Program Paliatif Kanker.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Nasional Program Paliatif Kanker.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara.
Komite Penanggulanangan Kanker Nasional
KEMENKES RI. 2013. Breast Cancer. 2019. Parkway Holdings Limited.
https://www.mountelizabeth.com.sg/id/facilities-services/centre-
excellence/cancer/breast-cancer
Lanfranchi A and Brind J. 2015. Breast Cancer : Risk and Prevention, The Edition,
Pounghkeepsie, New York.
Lund-Nielsen, B. (2011). Malignant wounds in patients with advanced stage cancer.
[Disertasi]. University of Copenhagen.
Murtiwi, M., Nurachmah, E., & Nuraini, T. (2005). Kualitas hidup klien kanker yang
menerima pelayanan hospis atau homecare: Suatu analisis kuantitatif. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 9 (1), 13-18. http://dx.doi.org/10. 7454/ jki.v9i1.154
National Cancer Institute. 2017. Breast Cancer.
National Cancer Institute. 2017. Breast Cancer
Treatment.https://www.cancer.gov/types/breast/patient/breast-treatment-pdq
Nova, R. R., & Tumanggor, R. D. (2018, October). Pengaruh Terapi Relaksasi Otot
Progresif Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Kanker Payudara di RSUP Haji
Adam Malik, Medan. In Talenta Conference Series: Tropical Medicine (TM)
(Vol. 1, No. 1, pp. 59-66).
Nugroho, S. T., Anggorowati, A., & Johan, A. (2016). Pengaruh Intervensi Teknik
Relaksasi Lima Jari Terhadap Fatigue Klien Ca Mammae Di Rs Tugurejo
Semarang (Doctoral dissertation, Faculty of Medicine).
Pedoman Nasional Program Paliatif kanker_ Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. 2015
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Pringgoutomo, Sudarto. 2002. Buku Ajar Patologi I (Umum) edisi ke-1. Jakarta:
Sagung Seto
Rahman, Z. (2018). Pengaruh Madu dalam Tindakan Oral Care Terhadap Perubahan
Mukositis pada Pasien Kanker yang Dilakukan Kemoterapi.
Roberts JR, Custalow CB, Thomsen TW and Hedges JR. Roberts and Hedges‟
Clinical Procedures in Emergency medicine, Sixth Edition. Elsevier Saunders.
Philadelpia. 2014. Pedoman Teknis Pelayanan Paliatif Kanker
Ross-KublerElisabet. (1998). On Death and Dying Kematian Sebagai Bagian
Kehidupan. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2012). Health psychology: Biopsychosocial
interactions (7th Ed.). New York: John Wiley & Sons, Inc.
Sari, 2015.Pengalaman kehilangan (Loss) dan berduka (Grief) ibu preeklampsi
kehilangan bayinya. http://eprints.undip.ac.id/47270/1/bagia n_awal-bab_3.pdf.
Treatment. https://www.cancer.gov/types/breast/patient/breast-treatment-pdq
Ullgren, H., Tsitsi, T., Papastavrou, E., & Charalambous, A. (2018). How Family
Caregivers of Cancer Patients Manage Symptoms At Home: A Systematic
Review. INternational Journal Nursing Studies.
Vogel VG. 2010. Breast cancer prevention: A review of current evidence. Cancer
Journal for Clinicians 50(3):156-170.
Wiknjosastro, Hanifa. 2009, Buku Acuan Nasional Pelayanan KesehatanMaternal,
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka,
Willet Walter C, Fat Energy and Breast Cancer, American Society for Nutritional
Science, 1997.
World Health Organization. 2004. Palliative Care: symptom management and end-of-
life care
Wulandari, P. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian depresi pada pasien
kanker payudara di RSUPN DR Cipto Mangunkusumo Jakarta (Tesis, tidak
Dipublikasi). Depok: Fakulas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Yulianti, Iin. 2016. Faktor – Faktor Risiko Kanker Payudara. JURNAL
KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 4, Nomor 4, Oktober 2016
(ISSN: 2356-3346) http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm