Disusun Oleh:
Firdausa Aminah Maharani (22020116120036)
Irfan Ardani (22020116130110)
Yuli Alifiana Rahmah (22020116120030)
Indriyani (22020116120042)
Evannando Anri Sakti (22020116140116)
A. Diagnosa Keperawatan
Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang
progresif dengan maninfestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah
(Sudung, 2010)
Berbagai manifestasi klinis dapat terjadi pada penyakit ginjal stadium akhir (PGSA)
seperti nausea, vomitus, lemas, pucat, uremic fetor, edema, pertumbuhan terlambat,
osteodistrofi, hipertensi, dan lain-lain. (Sudung, 2010)
Manifestasi klinis PGSA disebabkan oleh berbagai faktor akibat penurunan fungsi
ginjal dan penimbunan sisa metabolisme protein yang disebut toksin uremik. Banyak
penderita Penyakit Ginjal Kronik mengalami gangguan kulit, hal ini disebabkan oleh
peningkatan kadar ureum, peningkatan kadar ureum akan menyebabkan respon integumen
ureum pada jaringan kulit yang menyebabkan akumulasi toksin tertahan didalam kulit
yang menimbulkan pruritus, kulit kering dan pecah, sehingga menyebabkan masalah
kerusakan integritas kulit. (Darmawan, 2018)Kerusakan integritas kulit adalah kerusakan
pada epidermis dan/atau epidermis (Nanda, 2018)
Selain disebabkan oleh peningkatan kadar ureum, pasien gagal ginjal yang bed rest juga
dapat menglami decubitus. Decubitus dapat muncul akibat terlalu sering menerima
tekanan kuat dalam waktu singkat atau tekanan yang ringan dalam waktu yang lama.
Penekanan tersebut akan menyebabkan gangguan aliran darah ke kulit, sehingga jaringan
menjadi rusak dan membentuk luka. Hal ini juga akan menyebabkan pasien mengalami
kerusakan integritas kulit.
B. Etiologi
Etiologi yang dapat menjadi penyebab kerusakan integritas kulit adalah sebagai berikut
1. Eksternal
a. Agens cidera kimiawi
b. Ekskresi
c. Kelembapan
d. Hipertermia
e. Hipotermi
f. Lembap
g. Tekanan pada tonjolan tulang
h. Sekresi
2. Internal
a. Gangguan volume cairan
b. Nutrisi tidak adekuat
c. Faktor psikogenik
3. Kondisi terkait
a. Gangguan metabolisme
b. Gangguan pigmentasi
c. Gangguan sensasi
d. Gangguan turgor kulit
e. Pungsi arteri
f. Perubahan hormonal
g. Imunodefisiensi
h. Gangguan sirkulasi
(Nanda, 2014)
C. Pathways
D. Manifestasi klinis dan Batasan Karakteristik
Batasan karakteristik sesorang mengalami kerusakan integritas kulit adalah sebagai
berikut:
1. Nyeri akut
2. Gangguan integritas kulit
3. Pendarahan
4. Benda asing menusuk permukaan kulit
5. Hematoma
6. Area panas lokal
7. Kemerahan
(Nanda, 2014)
E. Dampak Lanjut
1. Anemia
Terjadi gangguan pada produksi hormon eritropoietin dalam mematangkan sel darah
merah, sehingga kadar sel darah merah dalam darah rendah, akibatnya tubuh
kekurangan energi, kerena seldarah merah untuk mengangkut oksigen ke seluruh
tubuh dan jaringan tidak mencukupi. Gejalanya pada penderita GGK adalah sering
terjadi kesemutan, kurang energi, cepat lelah, luka lebih lambat sembuh, dan rasa baal
pada kaki dan tangan (Alam & Hadibroto, 2007)
2. Osteodistrofi ginjal
Gagal ginjal kronis dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada metabolisme
mineral, akibatnya tulang mengalami kelainan karena kehilangan kadar kalsium
dalam tulang. Kadar kalsium dan fosfat dalam darah yang tinggi, akan mengakibatkan
terjadinya pengendapan garam kalsium fosfat di berbagai jaringan lunak yang akan
menimbulkan nyeri persendian, batu ginjal, pengerasan dan penyumbatan pembuluh
darah, gangguan irama jantung, dan gangguan penglihatan (Alam & Hadibroto, 2007).
3. Gagal jantung
Pada penderita gagal ginjal kronis, gagal jantung bermula pada kejadian anemia yang
mengakibatkan jantung harus bekerja lebih keras, sehingga terjadi pelebaran bilik
jantung kiri. lama-kelamaan otot jantung akan melemah dan tidak mampu memompa
darah sebagaimana mestinya (Alam & Hadibroto, 2007).
4. Disfungsi ereksi
Adalah ketidakmampuan pria untuk mempertahankan ereksinya dalam rangka
melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Hiperprolaktinemia yang terjadi
pada penderita menyebabkan efek inhibisi sekresi gonadotropin, penurunan kadar
prolaktin dapat dilakukan dengan pemberian bromokriptin yang dapat menimbulkan
efek samping berupa mual, muntah, mengantuk dan hipotensi postural (Rubenstein,
Wayne, & Bradley, 2007).
5. Penyakit vascular dan hipertensi
Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal kronik.
Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi mungkin merupakan faktor
risiko yang paling penting. Sebagaian besar hipertensi pada penyakit ginjal kronik
disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium dan air. Keadaan ini biasanya tidak
cukup parah untuk bisa menimbulkan edema, namun mungkin terdapat ritme jantung
tripel. Hipertensi seperti itu biasanya memberikan respons terhadap restriksi natrium
dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi ginjal memadai,
pemberian furosemid dapat bermanfaat. (Chris, 2007)
6. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air akibat
hilangnya kemampuan nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan
sebagian filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga mengekskresi urin yang
sangat encer, yang dapat menyebabkan dehidrasi. (Chris, 2007)
7. Kulit
Gatal merupakan keluhan kulit yang paling sering terjadi. Keluhan ini sering timbul
pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta dapat disebabkab oleh deposit
kalsium fosfat pada jaringan. Gatal dapat dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat
dan dengan krim yang mencegah kulit kering. Bekuan uremik merupakan presipitat
kristal ureum pada kulit dan timbul hanya pada uremia berat. (Chris, 2007)
8. Imunologis
Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering terjadi.
Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun. (Chris, 2007)
9. Lipid
Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat penurunan
katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang menjalani dialisis
peritoneal daripada pasien yang menjalanihemodialisis akibat hilangnya protein
plasma regulator seperti apolipoprotein A-1 di sepanjang membran peritoneal. (Chris,
2007)
F. Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal ginjal kronik
menurut Doeges (2000), dan Smeltzer dan Bare (2002) ada berbagai macam, meliputi :
1. Demografi
Lingkungan yang tercemar, sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal ginjal
kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak
perempuan, kebanyakan ras kulit hitam.
2. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, vaskuler hipertensif, gangguan kongenital dan
herediter, penyakit metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat menderita
penyakit gagal ginjal kronik.
4. Pola kesehatan fungsional
a. Pemeliharaan kesehatan
Personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi kalsium,
purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen, kontrol tekanan darah
dan gula darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi dan diabetes
mellitus.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat,
peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), nyeri
ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia), penggunanan
diuretic, demam karena sepsis dan dehidrasi.
c. Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.
e. Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, perubahan
tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki (memburuk pada
malam hari), perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, penglihatan kabur.
g. Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak, ansietas,
takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan menentukan
kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran.
h. Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD disesuaikan dengan stadium
penyakit pasien tersebut (National Kidney Foundation, 2010). Perencanaan tatalaksana
pasien CKD dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya paling tepat diberikan sebelum terjadinya
penurunan GFR sehingga tidak terjadi perburukan fungsi ginjal. Selain itu, perlu juga
dilakukan pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid dengan mengikuti dan
mencatat penurunan GFR yang terjadi. Perburukan fungsi ginjal dapat dicegah dengan
mengurangi hiperfiltrasi glomerulus, yaitu melalui pembatasan asupan protein dan terapi
farmakologis guna mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pencegahan dan terapi
terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting mengingat 40-45 %
kematian pada CKD disebabkan oleh penyakit kardiovaskular ini. Pencegahan dan terapi
penyakit kardiovaskular dapat dilakukan dengan pengendalian diabetes, pengendalian
hipertensi, pengendalian dislipidemia dan sebagainya. Selain itu, perlu dilakukan
pencegahan dan terapi terhadap komplikasi yang mungkin muncul seperti anemia dan
osteodistrofi renal (Suwitra, 2009).
1. DATA DEMOGRAFI
a. Biodata Klien
Nama : Ny S
Tempat tanggal lahir : Batang, 10 November 1961
Umur : 61 tahun
No. RM : 413053
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Blado
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Diagnosa Medis : CKD
b. Penanggung jawab
Nama : Tn S
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 62 tahun
Alamat : Blado
Pekerjaan : Penjaga sekolah
Hubungan : Suami
2. KELUHAN
a. Alasan masuk RS
Ny S datang dengan keluhan tidak bisa bicara sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan dirasakan tiba-tiba dan tidak membaik hingga saat diperiksa.
Sebelumnya Ny S jatuh di keramik 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Ny S juga
mengeluh lemah di anggota gerak kanan.
b. Keluhan saat pengkajian
Saat pengkajian, Ny S dalam kondisi bed rest. Ny S terpasang nasal kanul
3L/menit, NGT, dan terpasang DC serta di restraint ditangan kiri karena terus
menggaruk badannya yang gatal. Ny S dalam kondisi somnolen,,dan terdapat
luka decubitus di bokong kanan, dan luka di mata kaki kanan dan kiri.
3. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat penyakit sekarang
Menurut keluarga (Suami Ny S) 3 hari sebelum masuk rumah sakit, Ny S jatuh di
keramik, dengan luka bengkak di kaki kanan, tetapi masih bisa berjalan. Sesudah
di pijit kondisi kaki Ny S menjadi tidak bengkak lagi, akan tetapi keadaan Ny S
terus menurun karena Ny S tidak mau makan. 2 hari sebelum masuk rumah sakit
Ny S tidak dapat berbicara. Karena kondisi Ny S semakin menurun, Ny S
kemudian dibawa ke RS dan masuk di IGD pada tanggal 26 Mei 2019 pukul
19.00 WIB. Hasil lab menunjukkan Hemoglobin 6 gr/dl, hematocrit 18 %,
Kolesterol 246mg/dl , trigliseride 204 mg/dl, HDL 38mg/dl, LDL 167 mg/dl.
Hasil EKG di IGD menunjukkan sinus tachycardia, Q patologis VI, OMI inferior.
Ny S mengalami kelemahan di nervus ke VII (lidah ke kanan di luar) dan nervus
ke XI (lidah ke kiri di dalam). Diagnosa oleh dokter IGD CKD, SH, afasia
motoric, anemia. Pengobatan yang sudah diberikan di IGD yaitu Condansetron
1x16 mg, Amlodipin 1x10 mg, infus NaCl 0,9 % 20 tpm, injeksi citicolin 3x250
mg, injeksi ranitidine, dan transfuse PRC 2 kolf. Ny S kemudian di rawat inap di
ruang teratai. Kondisi umum Ny S semakin lemah dengan kondisi koma, E1 M1
V1, TTV 181/88, nadi 120, suhu 38,8o C, Ny S kemudian di rawat di ICU selama
22 hari. Ny S kemudian dipindah ke ruang Bougenvile pada tanggal 19 Juni 2019
pukul 17.00 WIB, dengan kondisi Ny S somnolen E3M5V2, tekanan darah
144/74, nadi 102x, RR 22x/menit, SPO2 99%. Ny S memiliki program HD 2 kali
seminggu. Saat pengkajian, Ny S sudah dilakukan HD sebanyak 7x.
b. Riwayat penyakit dahulu
Suami Ny S mengatakan jika Ny S belum pernah dirawat di rumah sakit. Ny S
memiliki riwayat hipertensi >10 tahun yang lalu dan Ny S jarang control tekanan
darah dan kesehatannya.
c. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga Ny S ada yang mengalami penyakit CKD stage 5 yaitu kakaknya dan
sekarang sudah meninggal dunia. Keluarga memiliki riwayat hipertensi. Tidak
ada riwayat diabetes mellitus dan asma.
d. Genogram Ny.S
Keterangan:
: Laki-laki : Menikah
: Tinggal serumah
: Perempuan
: Meninggal
: Meninggal
sejak baru lahir
5. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Lemah
b. Kesadaran : Somnolen, GCS E 3 M 5 V 2 . Total: 10
c. Vital Sign
Tekanan darah : 164/98 mmHg
Suhu : 37,60 C
Nadi : 114x/menit
RR : 18x/menit
Saturasi O2 : 98%
d. Kepala
Kepala Keterangan
Inspeksi Rambut Ny S berwana hitam dan terdapat uban lebih dari ½ bagian
kepala, bentuk kepala mesocepal. Rambut kotor pendek bergelombang,
terdapat ketombe, tidak ada lesi, kulit kepala kotor.
Palpasi Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
e. Mata
Mata Keterangan
Inpeksi Mata simetris antara kiri dan kanan, sclera putih, konjungtiva anemis,
terdapat kotoran.
Palpasi Tidak ada nyeri tekan, maupun benjolan
f. Hidung
Hidung Keterangan
Inpeksi Hidung terpasasang nasal kanul dan NGT. Lubang hidung antara kanan
dan kiri simetris, lubang hidung terlihat kotor, tidak ada polip
Palpasi Tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema.
g. Mulut
Mulut Keterangan
Inpeksi Mukosa bibir kering dan mengelupas, simetris antara bawah dan atas,
tidak ada stomatitis
Palpasi Tidak ada nyeri tekan di sekitar mulut
h. Telinga
Telinga Keterangan
Inpeksi Bentuk telinga kanan dan kiri simetris, terdapat serumen pada telinga
bagian dalam, tidak ada keluar cairan pada lubang telinga, pendengaran
baik.
Palpasi Tidak ada nyeri tekan di sekitar telinga.
i. Leher
Leher Keterangan
Inpeksi Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Palpasi Tidak ada nyeri tekan di leher, tidak teraba benjolan
j. Jantung
Jantung Keterangan
Inpeksi Ictus cordis tidak tampak
Palpasi Tidak terdapat nyeri tekan.
Perkusi Terdengar suara pekak, batas jantung tidak ada pembesaran.
Auskultasi Suara jantung S1 – S2 tunggal reguler.
k. Paru - Paru
Paru paru Keterangan
Inpeksi Pergerakan dada simentris, statis dan dinamis.
Palpasi Tidak terdapat nyeri tekan.
Perkusi Bunyi sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi Terdengar bunyi ronki di paru bagian kanan. Terdengar bunyi gurgling di
tenggorokan.
l. Abdomen
Abdomen Keterangan
Inpeksi Tidak ada luka abdomen, tidak ada distensi dan terdapat asites.
Auskultasi Bissing usus 12x/menit
Palpasi Tidak terdapat nyeri tekan
I II
2
III IV
Perkusi Suara perkusi shifting dullnes (perkusi beda bergeser), adanya fluid wave
m. Genitalia
Genitalia Keterangan
Inpeksi Terpasang kateter urin. Menggunkan pampers. Terlihat adanya ruam
kemerahan di bagian selangkangan. Genitalia terlihat kotor.
n. Ekstremitas atas
Ekstremitas
Keterangan
atas
Inpeksi Kedua tangan tidak memakai cincin, dengan jumlah jari 10 dan kuku jari
kotor dan panjang.
Palpasi Tidak terdapat nyeri tekan. Edema tangan kanan dan kiri = 1-3 mm
kembali dalam waktu 3 detik (derajat 1)
Kekuatan Kekuatan otot ekstremitas lemah, hanya mampu melawan gaya gravitasi.
Otot
4 44
o. Ekstremitas bawah
Ekstremitas
Keterangan
bawah
Inpeksi Kedua kaki memiliki jari berjumlah 10 dengan kuku klien terlihat
panjang dan kotor.
Palpasi Tidak terdapat nyeri tekan. Edema kaki kanan dan kiri = 3-5 mm
kembali dalam waktu 5 detik (derajat II)
Kekuatan Kontraksi otot dapat dipalpasi tanpa gerakan persendian.
Otot
1 1
f. Oksigenasi
Sebelum sakit : Ny S mengatakan bernapas normal dan tidak mengalami gangguan
Saat sakit : Ny S menggunakan bantuan napas menggunakan kanul 3
L/menit
g. Eliminasi
BAK BAB
No. Parameter Sebelum Saat Sebelum Saat sakit
sakit sakit sakit
1 Frekuensi Tidak 3-5 kali 1x dalam 1 BAB 1 kali
terkaji - 2 hari sehari
menggunakan
pampres
2 Warna Kuning Kuning Kuning Kuning
kecoklatan kecoklatan
3 Bau Bau khas Bau Bau khas Bau khas
khas
4 Konsistensi Cair Cair Padat Cair
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal pemeriksaan :21 Juni 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Interpretasi Rasional
Normal
Hemoglobin 10,3 13,2-17,3 Rendah Mengalami
gr/dL gangguan
Leukosit 8,32/ul 3.8-10.6 Normal Tidak mengalami
gangguan
Eritrosit 3,59 /uL 4.4-5.9 Rendah Mengalami
gangguan
Trombosit 235/ul 150-440 Normal Tidak mengalami
gangguan
Hematokrit 31,3% 40-52 Rendah Mengalami
gangguan
MCV 87,2 Fl 80,0- Normal Tidak mengalami
100,0 gangguan
MCH 28,7 pg 26,0-34,0 Normal Tidak mengalami
gangguan
MCHC 32,9g/dL 33,2-35,3 Normal Tidak mengalami
gangguan
RDW-SD 45 fL 37-54 Rendah Mengalami
gangguan
RDW CV 14,5 11-16 Normal Tidak mengalami
mm/jam gangguan
Kreatinin 7,5 mg/dl 0,6-1,2 Tinggi Mengalami
gangaguan
Ureum 178 10-50 Tinggi Mengalami
gangguan
Hasil Lab Radiologi : X Foto GENU Dextra AP-lateral (28 Mei 2019)
a. Struktur tulang baik
b. Eminentia intercondilaris os tibia dextra tampak meruncing
c. Tampak osteofit pada condylus medial dan lateral os femur dan os tibia dextra
serta pada os patella dextra
d. Sela sendiri femoro patella dan femoro tibia dextra tak menyempit
e. Tampak sklerotik condylus lateral os femur dan os tibia dextra
Kesan: Osteoarthritis Genu Dextra Grade 2-3 (Kellgren Lawrence)
Status
6. Mental
- Lansia menyadari kondisi dirinya 0 15
- Lansia mengalami keterbatasan daya ingat 15
Total Nilai 75
Pelaksanaan intervensi
pencegahan jatuh
Risiko rendah 25 - 50 standar
6. JUMLAH 1= kering 1 1 1
EKSUDAT 2= moist
3= sedikit
4= sedang
5= banyak
7. WARNA 1= pink atau normal 1 1 1
KULIT 2= merah terang jika
SEKITAR ditekan
LUKA 3= putih atau pecat atau
hipopigmentasi
8. JARINGAN 1= no sweeling atau 1 1 1
YANG edema
EDEMA 2= non pitting edema
kurang dari < 4m disekitar
luka
3= non pitting edema >
4cm disekitar luka
4= pitting edema kurang
dari < 4cm disekitar luka
5= krepitasi atau pitting
edema >4cm
9. JARINGAN 1= kulit utuh atau stage 1 2 2 2
GRANULASI 2= terang 100% jaringan
granulasi
3= terang 50% jaringan
granulasi
4= granulasi 25%
5= tidak ada jaringan
granulasi
10. EPITELISASI 1= 100% epitelisasi 4 3 3
2= 75% - 100% epitelisasi
3= 50% - 75% epitelisasi
4= 25% - 50% epitelisasi
5= < 25% epitelisasi
SKOR TOTAL 16 15 15
PARAF DAN NAMA PETUGAS
C. RENCANA KEPERAWATAN
Nama Klien : Ny.S
No.Rekam Medik : 413053
Ruang Rawat : Bugenvil
Hari, No. Tujuan dan
Rencana Tindakan Rasional
tgl Dx Kriteria Hasil
Selasa, 1. Setelah dilakukan Bed Rest Care (0740) Bed Rest Care (0740)
18 Juni tindakan keperawatan 1. Tinggikan teralis 1. Menjaga pasien agar
2019 selama 7x24 jam tempat tidur tidak jatuh
mobilitas klien di 2. Letakkan meja di 2. Agar makanan yang
tempat tidur tidak samping tempat tidur akan di berikan
terganggu dengan klien berada dalam kepada klien dalam
kriteria hasil: jangkauan pasien jangkauan
Posisi Tubuh :
Berinisiatif Sendiri Peningkatan Mekanika Peningkatan Mekanika
(0203) Tubuh (0140) Tubuh (0140)
1. Berpindah dari satu 1. Edukasi pentingnya 1. Meningkatkan
sisi ke sisi lain sambil postur yang benar pengetahuan
berbaring untuk mencegah pasien/keluarga
kelelahan, dalam mengubah
Penampilan Mekanik ketegangan atau postur dengan benar
Tubuh (1616) injuri 2. Mengukur kondisi
1. Mempertahankan 2. Kaji kesadaran pasien dan kemampuan
kekuatan otot tentang abnormalitas muskuloskeletal
2. Mempertahakan muskuloskeletalnya
fleksibilitas sendi dan efek yang Pengaturan Posisi
3. Menggunakan mungkin timbul pada (0840)
postur yang benar jaringan otot dan 1. Informed consent
untuk berbaring postur pada pasien
2. Melatih pasien
Pergerakan Pengaturan Posisi menggunakan
Sendi:Pasif (0207) (0840) kemampuannya
1. Ekstremitas atas 1. Jelaskan pada klien 3. Memaksimalkan
2. Ekstremitas bawah bahwa badan pasien ekspansi dada/paru
akan di balik 4. Mengurangi tekanan
2. Dorong pasien untuk dan mencegah
terlibat dalam decubitus
perubahan posisi 5. Merelaksasikan otot
3. Posisikan klien semi dan melatih kekuatan
fowler untuk otot dan sendi
mengurangi dypsnea
4. Sokong bagian tubuh
yang mengalami
edema
5. Dorong latian ROM
pasif
Selasa, 2. Setelah dilakukan Manajemen Manajemen
18 Juni tindakan keperawatan elektrolit/cairan (2080): elektrolit/cairan (2080):
2019 selama 7 x 24 jam 1. Monitor perubahan 1. Mengetahui adanya
kelebihan volume status paru yang perubahan kondisi
cairan dapat diatasi menunjukkan paru pasien
dengan kriteria hasil : kelebihan cairan 2. Mengetahui tanda
Keseimbangan Cairan 2. Pantau adanya tanda dan gejala kelebihan
(0601) : dan gejala overhidrasi volume cairan
1. Intake dan output yang memburuk 3. Mengetahui nilai Hb,
dalam 24 jam 3. Dapatkan specimen Ur, Cr
ditingkatkan dari laboratorium (Hb, Ur, 4. Mengetahui hasil
skala 3 (cukup Cr) untuk laboratorium yang
terganggu) menjadi pemantauan relevan
4 (sedikit perubahan cairan dan 5. Mengetahui status
terganggu) elektrolit hemodinamika
2. Edema 4. Monitor hasil 6. Menjaga
ditingkatkan dari 3 laboratorium yang keseimbangan cairan
(sedang) menjadi 4 relevan dengan 7. Mengurangi retensi
(ringan) keseimbangan cairan cairan
Fungsi Ginjal (0504): 5. Monitor TTV yang 8. Membantu ginjal
1. Elektrolit urine sesuai mengeluarkan cairan
ditingkatkan dari 6. Batasi input dan berlebih
skala 3 (cukup output elektrolit dan 9. Mengganti fungsi
terganggu) menjadi cairan ginjal sementara
4 (sedikit 7. Berikan edukasi untuk mensekresikan
terganggu) kesehatan mengenai hasil metabolism
Tanda tanda vital diet rendah garam tubuh
(0802): 8. Kolaborasi pemberian
1. Tekanan darah diuretic (Anggraini &
sistolik normal Putri, 2016)
(120-140) 9. Konsultasikan
2. Tekanan darah pemberian tindakan
diastolik normal HD
(50-90)
Selasa, 3. Setelah dilakukan Manajemen pruritus Manajemen pruritus
18 Juni tindakan keperawatan (3550): (3550):
2019 selama 7x24 jam 1. Anjurkan penggunaan 1. Meningkatkan
diharapkan masalah pakaian yang sesuai kenyamanan pasien
kerusakan integritas 2. Mempertahankan 2. Mencegah timbulnya
kulit dapat teratasi lingkungan yang rasa semakin gatal
dengan kriteria hasil: tidak terlalu kering 3. Memberikan suasana
Keseimbangan Cairan 3. Kolaborasi pemberian lembab
(0601) emollient 4. Menstimulus rasa
1. Kadar ureum moisturizing relaks
menurun dari 135 (Pardede, 2010) 5. Mencegah pruritus
mg/dl menjadi 75 4. Instruksikan pasien uremik
mg/dl. mandi/sibin dengan
Integritas jaringan : air hangat Perawatan Luka Tekan
kulit dan membran 5. Anjurkan pasien (3520)
mukosa (1101) untuk diet rendah 1. Mengetahui
1. Lesi pada jaringan protein (Ma'shumah, perkembangan
kulit membaik Bintanah, & kondisi luka secara
(luka mengering Handarsari, 2014) kontinyu
tidak ada 2. Mengetahui
kemerahan ) Perawatan Luka Tekan perkembangan
2. Integritas kulit (3520) kondisi luka secara
menjadi sedikit 1. Catat karakteristik kontinyu dan
terganggu. luka tekan setiap hari mengetahui tanda-
meliputi ukuran tanda infeksi
(panjang x lebar x 3. Mendukung
dalam), tingkatan luka lingkungan yang
(I-IV), lokasi, mempercepat
eksudat, granulasi, penyembuhan
atau jaringan nekrotik 4. Menstimulus
dan epitalisasi pertumbuhan jaringan
2. Monitor warna, suhu, baru dan mencegah
edema, kelembapan, nekrosis
dan kondisi area 5. Menghindari infeksi
sekitar luka
3. Jaga luka agar tetap Bed Rest Care (0740)
lembab dan 1. Mencegah decubitus
mempercepat proses 2. Mengetahui ada
penyembuhan tidaknya luka tekan
4. Lakukan debridemen
jika diperlukan
5. Bersihkan luka
dengan cairan yang
tidak berbahaya
dengan sirkuler dari
dalam ke luar
Memberikan injeksi IV S: -
O : Ny. S terlihat menyengir
kesakitan
S:-
Memberikan makan lewat
O : Ny. S diberikan susu
NGT
rendah protein 4 x 150
ml lewat NGT
21.00 Memeriksa TTV S:-
- O:
07.00 - TD : 137/73
- N : 91
- S : 36,3
Memberikan makan S : -
melawati NGT (susu rendah O : Ny. S diberikan susu
protein) rendah protein 4 x 150
ml lewat NGT
Memberikan Infus S : -
14.00 Paracetamol O : - Suhu tubuh kembali
- normal (36,5 – 37,5
21.00 dalam celcius
Memberikan injeksi IV S: -
O : Ny. S terlihat menyengir
kesakitan
Memberikan makan S : -
melawati NGT (susu rendah O : Ny. S diberikan susu
protein) rendah protein 4 x 150
ml lewat NGT
E. EVALUASI
Nama Klien : Ny.S
No.Rekam Medik : 413053
Ruang Rawat : Bugenvil
No.
Tgl Jam Evaluasi Sumatif/ Soap Paraf
Dx
Jumat, 1 07.00- S : Suami Ny. S mengatakan bahwa istrinya sudah
28 14.00 mampu menggerakkan tangan dan kakinya dan mampu
Juni WIB memeringkaan badannya.
2019 O:
Dilakukan ROM aktif dan pasif 1 hari sekali
setiap pagi
Kekuatan otot ekstermitas atas : 5 (sebelum
dilakukan ROM aktif : 4)
Kekuatan otot ekstermitas bawah : 3 (sebelum
dilakukan ROM pasif : 1)
Ny. S nampak mengikuti perintah untuk
berbaring kesebelah kanan atau kiri saat
dilakukan verbed setiap pagi
Ny. S nampak inisiatif mengerakkan tangan
ketika perawat memakaikan baju
A : Masalah keperawatan hambatan mobilitas tempat
tidur teratasi sebagian
P : Lanjutkan semua rencana intervensi
ACTION
Menganjurkan penggunaan pakaian yang sesuai,
mempertahankan lingkungan yang tidak telalu kering,
menginstruksikan pasien mandi/sibin dengan air
hangat
Menganjurkan pasien untuk diet rendah protein
Mencatat karakteristik luka tekan setiap hari,
memonitor warna, suhu, edema, kelembapan, dan
kondisi area sekitar luka
Menjaga kondisi luka agar tetap lembab dan
mengubah posisi setiap 1-2 jam sekali
RESPOND
S : Suami Ny. S mengatakan bahwa istrinya sudah mampu
menggerakkan tangan dan kakinya dan mampu
memeringkaan badannya.
O:
Dilakukan ROM aktif dan pasif 1 hari sekali setiap
pagi
Kekuatan otot ekstermitas atas : 5 (sebelum dilakukan
ROM aktif : 4)
Kekuatan otot ekstermitas bawah : 3 (sebelum
dilakukan ROM pasif : 1)
Ny. S nampak mengikuti perintah untuk berbaring
kesebelah kanan atau kiri saat dilakukan verbed setiap
pagi
Ny. S nampak inisiatif mengerakkan tangan ketika
perawat memakaikan baju
A : Masalah keperawatan hambatan mobilitas tempat tidur
teratasi sebagian
P : Lanjutkan semua rencana intervensi
2. Kelebihan DATA
volume cairan bd. DO:
Gangguan Hasil pemeriksaan laboratorium:
mekanisme Kreatinin 7,5 mg/dl
regulasi (00026) Ureum 178
Tekanan darah: 164/98 mmHg
Ny S menggunakan bantuan napas menggunakan kanul 3
L/menit
Terdengar bunyi ronki di paru bagian kanan dan gurgling
di tenggorokan
Pada pemeriksaan abdomen, terdapat asites, shifting
dullness, dan fluid wave
Edema tangan kanan dan kiri = 1-3 mm kembali dalam
waktu 3 detik (derajat 1)
Edema kaki kanan dan kiri = 3-5 mm kembali dalam
waktu 5 detik (derajat II)
ACTION
Memonitor perubahan status paru yang menunujukkan
kelebihan cairan, memantau adanya tanda dan gejala
overhidrasi yang memburuk, memonitor hasil
laboratorium yang relevan dengan keseimbangan
cairan, memonitor TTV yang sesuai
Membatasi intake dan output elektrolit dan cairan,
memberikan edukasi rendah garam, dan memberikan
kolaborasi diuretic
Mengevaluasi pemberian tindakan HD
RESPOND
S : Suami Ny. S mengatakan bahwa istrinya hanya
mendapatkan minum ± 5 gelas dalam sehari
O:
Intake cairan : Ny. S telah diberikan program terapi
berupa infus jenis RL 500 ml, Albumin: 100 ml , infus
Paracetamol: 100 ml, Eas primer : 250 ml, Susu 6 x
150 ml , Paracetamol 50 ml, Ranitidin: 2 ml,
Furosemid : 2ml, Meropenem : 10 ml, Catapres : 42,5
ml
Edema ekstermitas atas Ny. S nampak berkurang dari
derajat 1 menjadi edema derajat 0
Edema ekstermitas atas Ny. S nampak berkurang dari
derajat 2 menjadi edema derajat 1
Asites pada abdomn Ny. S nampak berkurang
Balance cairan :
Tekanan Darah : 128/65
A : Masalah keperawatan kelebihan volume cairan teratasi
sebagian
P : Lanjutkan semua rencana intervensi
3. Kerusakan DATA
integritas kulit bd. DO:
Tekanan pada Ny.S terus menggaruk badannya yang gatal
tonjolan tulang Terdapat luka decubitus di bokong kanan
(00046) Skor pengkajian luka= 16
Lesi di bagian kanan masih basah, sedangkan lesi dikaki
kiri sudah kering
Terlihat adanya ruam kemerahan di bagian selangkangan
Kulit tampak kering
Hasil pemeriksaan laboratorium:
Kreatinin 7,5 mg/dl
Ureum 178
DS:-
ACTION
Meningkatkan teralis tempat tidur, meletakkan meja di
samping tempat tidur klien berada dalam jangkauan
pasien
Mengedukasi pentingnya postur yang benar untuk
mencegah kelelahan, ketegangan atau injuri dan
mengkaji kesadaran pasien tentang abnormalitas
muskoloskeletal dan efek yang mungkin timbul pada
jaringan otot dan postur
Menjelaskan pada klien bahwa badan pasien akan
dibalik. Mendorong pasien untuk terlibat dalam
perubahan posisi, memposisikan klien semi fowler,
mendorong latian ROM pasif
RESPOND
S : Suami Ny. S mengatakan bahwa istrinya masih suka
menggaru-garuk tubuhnya, namun intensitasnya sudah
berkurang
O:
Hasil lab ureum Ny. S : 178
Ny. S terlihat menggaruk garuk bagian leher, badan,
bokong dengan intensitas jarang
Telah dilakuakan tindakan keperwatan : manajemen
ruangan (verbed, ganti pakaian, menjaga lingkungan
tetap kering)
Ny, S mendapatkan perawatan kulit dengan sibin
setiap pagi, pemberian bedak salisyl
Intervensi medicasi luka dekubitus setiap pagi
Luka dekubitus pada area bokong telah mengalami
perubahan dari warna merah tmenjadi merah muda
Intervensi pengaturan posisi tirah baring setiap 2 jam
sekali
A : Masalah keperawatan kerusakan integritas kulit teratasi
sebagian
P : Lanjutkan semua rencana intervensi
4. Defisit perawatan DO:
diri: mandi bd. Keadaan umum : Lemah
Kelemahan DS:
(00108) Ny S belum pernah mandi sejak di bougenvile, hanya di
sibin oleh keluarga 1x sehari
Ny S diberikan oral hygine oleh perawat setiap 1 hari
sekali
ACTION
Membantu memandikan pasien
Membantu dalam perawatan perineal
Memberikan bedak kering pada lipatan kulit yang
dalam
Memonitor fungsi kemampuan saat mandi
Melakukan oral hygine
RESPOND
S : Suami Ny. S mengatakan bahwa istrinya mendapatkan
sibin setiap pagi hari
O:
Ny, S mendapatkan perawatan kulit dengan sibin
setiap pagi, pemberian bedak salisyl setiap hari
Ny. S mendapatkan perawatan oral hygiene setiap 1
kalli sehari setiap pagi
Ny. S mendapatkan perawatan : ganti baju setiap pagi
A : Masalah keperawatan deficit perawatan diri teratasi
sebagian
P : Lanjutkan semua rencana intervensi
BAB IV
PEMBAHASAN
Ny. S. pasien berusia 61 tahun dirawat di ruang rawat inap bangsal Bougenvile
RSUD Batang dengan diagnosa medis CKD (Chronic Kidney Disease) atau biasa
disebut dengan penyakit gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik adalah suatu
penyakit dimana ginjal tidak mampu mengangkut sampah – sampah sisa metabolisme.
Bahan yang seharusnya di eliminasi melalui urin tertimbun dalam tubuh, akibat
gangguan ginjal ini terjadi masalah pada fungsi endokrin dan metabolik, cairan,
elektrolit dan asam basa. Fungsi ginjal yang tidak dapat pulih, menyebabkan ketidak
seimbangan metabolic dan cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau terdapat
penumpukan ureum dalam darah (Ma'shumah, Bintanah, & Handarsari, 2014). Selain
mengalami gagal ginjal kronik, Ny. S mengalami Stroke Hemorraghic, yang
mengakibatkan Ny. S mengalami masalah keperawatan yaitu hambatan mobilitas
fisik. Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakkan fisik tubuh atau
satu lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.
Hambatan mobilitas fisik diangkat menjadi masalah keperawatan utama,
berdasarkan hasil pengkajian : Ny S dalam kondisi bed rest, Ny S terpasang nasal
kanul 3L/menit, NGT, dan terpasang DC serta di restraint ditangan kiri, Ny S dalam
kondisi somnolen E3M5V2 = 10, Keadaan umum: Lemah, Kekuatan otot ekstremitas
lemah, hanya mampu melawan gaya gravitasi= 4, Kontraksi otot dapat dipalpasi tanpa
gerakan persendian= 1, Ny S memiliki ketergantungan total berdasarkan pengkajian
barthel indeks (skor=0). Tindakan atau intervensi yang dilakukan yaitu
penatalaksanaan terapi latihan. Salah satu yang menjadi program untuk memperbaiki
fungsi mobilisasi fisik pada pasien stroke hemoragic adalah latihan pergerakan sendi
atau range of motion (ROM). Range of motion (ROM) dilakukan 1 kali sehari dipagi
hari. Range of motion pada ekstremitas atas dilakukan ROM aktif karena pasien
masih bisa menggerakkan ekstremitas atasnya. Sedangkan ekstermitas bawah
dilakukan ROM pasif dengan bantuan perawat. Range of motion adalah latihan
gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana
klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara
aktif ataupun pasif. ROM baik pasif maupun aktif memberikan efek pada fungsi
motorik pada anggota ekstremitas atas pada pasien pasca stroke.
Diagnosa kelebihan volume cairan ditegakkan berdasarkan hasil pengkajian yang
menunjukkan kurangnya output urin, terdapat udema, dan natrium yang tinggi yaitu
158 mEq/L, sedangkan nilai normal natrium adalah 135 – 144 mEq/L (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Anggraini tindakan yang perlu dilakukan untuk mengatasi kelebihan volume cairan
dengan membatasi input dan output elektrolit dan cairan untuk membatasi asupan
natrium yang bertujuan untuk tidak memperparah retensi natrium. Kolaborasi
pemberian diuretic ini bertujuan untuk mengurangi udema, dan konsultasikan
pemberian tindakan HD supaya natrium kembali ke nilai normal (Anggraini & Putri,
2016). Hal yang perlu di evaluasi setelah diberikan tindakan antara lain adalah
memonitor perubahan cairan dan elektrolit.
Masalah keperawatan kerusakan integritas kulit ditegakkan berdasarkan
pengkajian pada Ny. S nampak menggaruk-garuk tubuhnya karena terasa gatal, hal ini
merupakan salah satu manifestasi klinis dari penyakit gagal ginjal kronik. Pruritus
uremik adalah pruritus yang terjadi pada gagal ginjal yang disebabkan oleh toksin
ureum, dengan prevalensi berkisar antara 20% - 50%. Ureum merupakan sisa dari
metabolisme protein dalam tubuh. Protein di dapat dari daging, sayuran kacang, dan
ikan. Semakin tinggi konsumsi protein semakin tinggi pula ureum dalam tubuh hal ini
di buktikan dengan penelitian Ma'shumah, Bintanah, & Handarsari tahun 2014 tentang
Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Ureu dengan p Value 0,019 <0,05 yang
memiliki makna terdapat hubungan positif antara konsumsi protein dengan level
ureum. Pembatasan konsumsi protein dapat menurunkan produksi ureum dalam darah,
sehingga pruritis uremik tidak terjadi atau berkurang (Ma'shumah, Bintanah, &
Handarsari, 2014). Terapi yang sedang dijalani Ny. S berupa diet rendah protein dengan
mengkonsumsi 150 cc x 6 kali sehari yang dimasukkan melalui selang NGT
(Nasogastric Tube). Selain memlakukan diet rendah protein, pasien pruritus biasanya
memerlukan suasana yang sejuk sehingga perlu di lakukan manajemen lingkungan
yaitu pemeberian pakaian yang sesuai atau sejuk di kulit, mengatur kelembaban
lingkungan, mandi/ sibin menggunakan air yang hangat, serta menghindari konsumsi
manakan pedas dan alkohol.
Berdasarkan hasil penggkajian, Ny. S mengalami dekubitus pada area bokong.
Dekubitus merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien dengan penyakit
kronis, pasien yang sangat lemah, dan pasien yang lumpuh dalam waktu lama, bahkan
saat ini merupakan suatu penderitaan sekunder yang banyak dialami oleh pasien-pasien
yang dirawat di rumah sakit (Morison 2003 dalam (Henny, Siregar, & G, 2017)).
Terkait dengan peran perawat dalam upaya pencegahan luka tekan, terdapat ada 3
(tiga) area intervensi keperawatan utama dalam pencegahan luka tekan yakni (pertama)
perawatan kulit yang meliputi perawatan hygiene dan pemberian topikal, (kedua)
pencegahan mekanik dan dukungan permukaan yang meliputi penggunaan tempat tidur,
pemberian posisi dan kasur terapeutik dan (ketiga) edukasi. Pengaturan posisi,
pengaturan atau perubahan posisi ini dilakukan setiap dua sampai tiga jam sekali.
Dimulai dari tidur terlentang, miring kekiri maupun miring kekanan. Pengaturan atau
perubahan pasisi ini bertujuan untuk mencegah terjadinya luka tekan pada pasien.
Masalah keperawatan defisit perawatan diri pada Ny. S, ditegakkan berdasarkan
hasil pengkajian : Ny S belum pernah mandi sejak di bougenvile, hanya di sibin oleh
keluarga 1x sehari, Ny S diberikan oral hygine oleh perawat setiap 1 hari sekali.
Intervensi yng diberikan kepada Ny. S berupa verbed setiap pagi, mengganti pakaian,
sibin setiap pagi hari, dan perawatan oral hygiene 1 kali sehari di pagi hari.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal tahap akhir yang menyebabkan
gangguan fungsi normal ginjal yang disebabkan oleh beberapa faktor. Pada kasus Ny. S
ini, gagal ginjal kronis yang dialaminya disebabkan oleh adanya riwayat hipertensi
menahun dan DM. Setelah melakukan pengkajian fisik, kebutuhan dasar manusia,
pemeriksaan laboratorium dan diagnostic penulis mampu mengangkat diagnosa
keperawatan diantaranya : Hambatan mobilitas di tempat tidur bd. Kekuatan otot tidak
memadai (00091), Kelebihan volume cairan bd. Gangguan mekanisme regulasi (00026),
Kerusakan integritas kulit bd. Tekanan pada tonjolan tulang (00046), dan Defisit
perawatan diri: mandi bd. Kelemahan (00108). Dalam memberikan asuhan keperawatan
gagal ginjal kronik lebih diutamakan monitoring keseimbangan cairan, intake dan output
dengan tujuan untuk meminimalkan komplikasi lainnya. Intervensi lainnya yang
ditekankan adalah melatih ROM, melakukan pengecekan GDS dan TTV terkait riwayat
DM dan hipertensi, medikasi luka decubitus, dan memfasilitasi personal hygiene pasien.
Evaluasi dilakukan secara formatif dan sumatif yang kontinyu serta sistematis.
B. Saran
1. Untuk perawat diruang Bugenvil RSUD Batang, hendaknya penanganan pasien gagal
ginjal kronik lebih ditingkatkan lagi kerja sama antar petugas pelayanan kesehatan
dalam hal diit makan untuk pasien gagal ginjal kronik dan memonitor intake dan
output. Tindakan keperawatan selalu menjaga prinsip aseptic agar tidak terjadi
infeksi.
2. Untuk Mahasiswa S1 Keperawatan Undip, hendaknya dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan pasien gagal ginjal kronik lebih ditingkatkan lagi dalam menambah ilmu
pengetahuan tentang penyakit gagal ginjal kronik agar dalam menangani pasien
tersebut dapat dilakukan secara optimal.
3. Untuk pasien gagal ginjal kronik hendaknya bisa hidup tegar dengan menerima
kondisi penyakit dengan ikhlas. Hidup sehat dengan pola baru yaitu dengan penuh
kesadaran. Mawas diri, ikuti diit rendah kalori, batasi input cairan, kelola stress,
berhentilah konsumsi suplemen.
4. Untuk keluarga memberikan support dan motivasi untuk menumbuhkansemangat
hidup, serta bersedia menanggung sumber dana, mengingat biaya terapi yang cukup
mahal.
.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan RI. InfoDATIN : Situasi Penyakit Ginjal kronis. Jakarta; 2017.
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin%20ginja
l%202017.pdf – Diakses Juni 2019
2. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_2018/Hasil%20Ri
skesdas%202018.pdf – Diakses Juni 2019
3. Anggraini, F., & Putri, A. F. (2016). Pemantauan Intake Output Cairan Pada Pasien Gagal
Ginjal Kronik Dapat Mencegah Overload Cairan.
4. Henny, S., Siregar, L., & G, D. (2017). Metode Pencegahan Luka Decubitus Pada Pasien
Bedrest Total Melalui Perawatan Kulit. Idea Nursing Journal, Viii(2).
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Pedoman Interpretasi Data Klinik.
6. Ma'shumah, N., Bintanah, S., & Handarsari, E. (2014). Hubungan Asupan Protein Dengan
Kadar Ureum, Kreatinin, Dan Kadar Hemoglobin Darah Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik
Hemodialisa Rawat Jalan Di Rs Tugurejo Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah
Semarang.