Oleh :
NURADLINA (1 7 2 1 1 0 1 0 3 )
ANISA FADILAH (1 8 2 1 1 0 0 8 3)
AULIA MEILANI PUTRI (1 8 2 1 1 0 0 8 6 )
FARHANI EMHA NABILA (1 8 2 1 1 0 0 9 1 )
MAYANG ARMIYANTI (1 8 2 1 1 0 1 0 3 )
MELISA GISELLA (1 8 2 1 1 0 1 0 4 )
RINDU RACHMA YANTI (1 8 2 1 1 0 1 1 4 )
SISKA ANGGRAINI (1 8 2 1 1 0 1 1 7 )
Dosen :
Zulkifli, SKM, M.Si
Dengan menyebut nama Allah SWT yang pengasih lagi maha penyayang, kami
ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Mutu dan Keamanan Pangan tentang Defenisi, Faktor Penyebab, Kriteria
Pangan.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai sumber sehingga dapat mempelancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kirtik dan saran dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Kerukunan Hidup
beragama memberi manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
KELOMPOK 1
i
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang................................................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
3. Tujuan Penulisan................................................................................................................ 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penangulangan gizi pasca bencana................................................................................... 2
B. Surveilans Gizi Darurat..................................................................................................... 4
C. Tahap Penanganan Gizi Darurat....................................................................................... 6
D. Monitoring dan Evaluasi................................................................................................... 10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan ........................................................................................................................... 11
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dewasa ini, kesadaran konsumen pada pangan adalah memberikan perhatian
terhadap nilai gizi dan keamanan pangan yang dikonsumsi. Faktor keamanan
pangan berkaitan dengan tercemar tidaknya pangan oleh cemaran mikrobiologis,
logam berat, dan bahan kimia yang membahayakan kesehatan. Untuk dapat
memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi kesehatan, tidak cukup
hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja, tetapi juga diperlukan
adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem manajemen lingkungan, atau
penerapan sistem produksi pangan yang baik (GMP– Good Manufacturing
Practices) dan penerapan analisis bahaya dan titik kendali kritis
(HACCP- Hazard Analysis and Critical Control Point).
Keamanan pangan selalu menjadi pertimbangan pokok dalam
perdagangan, baik perdagangan nasional maupun perdagangan internasional. Di
seluruh dunia kesadaran dalam hal keamanan pangan semakin meningkat. Pangan
semakin penting dan vital peranannya dalam perdagangan dunia. Keamanan
pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri yang
meliputi produsen bahan baku, industri pangan dan distributor, serta konsumen.
Keterlibatan ketiga sektor tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
keamanan pangan. Kita tidak bisa hanya menyerahkan tanggung jawab kepada
pemerintah atau pihak produsen saj,a akan tetapi semua pihak termasuk konsumen
punya andil cukup penting dalam meningkatkan keamanan pangan.
2. Rumusan Masalah
1. Apa dafenisi dari keamanan pangan ?
2. Apa faktor penyebab ketidak amanan pangan ?
3. Apasaja kriteria pangan yang aman ?
3. Tujuan
1. Dapat mengetahui defenisi dari keamanan pangan
2. Mengetahui penyebab keamanan pangan
3. Untuk mengetahui kriteria pangan yang aman
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
sampai risiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan
(food additive) yang berbahaya (Syah, 2005).
4
tinggi (terutama memiliki aktivitas air di atas 0.90). Kapang umumnya
merusak bahan pangan yang banyak mengandung pektin, pati, dan
selulosa. Sedangkan kamir menyerang bahan pangan yang banyak
mengandung gula. Kerusakan mikrobiologi pada bahan pangan antara lain
ditandai dengan timbulnya kapang, bau yang menyimpang (busuk), lendir,
dan terjadinya perubahan warna.
Bakteri Clostridium putrefaciens dan Clostridium sporogenes dikenal
sebagai penebab kerusakan daging dan sayuran, terutama produk dalam
kaleng, karena bakteri bersifat proteolitik ananerobik. Proteus vulgaris
sering merusak telur dan daging. Micrococcus menyebabkan terbentuknya
lendir pada susu, Pseudomonas menyebabkan ketengikan susu
pasteurisasi. Lactobacillus sering menyebabkan kerusakan pada minuman
beralkohol. Micrococcus biasanya lebih tahan terhadap perubahan
lingkungan seperti suhu, garam, pengeringan, sehingga sering menyebakan
kerusakan makanan olahan, seperti susu yang telah dipasteurisasi, daging,
dan sayuran yang telah diasin.
Pertumbuhan kapang pada makanan biasanya ditandai seperti kapas
yang dapat terlihat oleh mata. Kapang dapat tumbuh pada makanan
seperti keju, selai, dan buah-buahan yang busuk. Kapang yang termasuk
ordo Mucorales hidup dari sisa bahan pertanian (saprofit) dan biasanya
merupakan sumber kerusakan pada bahan-bahan yang telah dikeringkan,
misalnya jaeh, biji-bijian, kacang-kacangan, kulit, dan kayu. Jenis kapang
terpenting antara lain Rhizopus nigrificans yang dapat tumbuh pada roti
dan menimbulkan warna hitam yang tidak disukai.
Aspergillus flavus merusak makanan berkadar gula cukup tinggi
seperti jam, jeli, sirup dan manisan, serta dapat mengubah warna makanan,
misalnya dari kuning menjadi coklat kehitaman. Selain itu, Aspergillus
flavus ini juga memproduksi aflatoksin, yaitu suatu racun/toksin yang
berbahaya bagi manusia dan hewan, misalnya sering tumbuh pada kacang
tanah, kopra, jagung dan beras. Aspergillus glaucus biasanya tumbuh
pada buah-buahan yang dikeringkan yang berkadar gula tinggi seperti
pisang sale dan kurma.
5
Kamir Rhodotorulla bersifat fermentatif yang sering tumbuh pada
daging dan pickles (acar/asinan) yang dapat menyebabkan terjadikan
kerusakan produk dan perubahan warna.
Kontaminasi. Kontaminasi adalah masuknya zat asing ke dalam
makanan yang tidak dikehendaki atau diinginkan. Kontaminasi
dikelompokkan ke dalam empat macam, yaitu :
6
2. Rendahnya kondisi higiene dan sanitasi
Ruang Lingkup Higiene dan Sanitasi. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No.1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga adalah
upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap
makanan, baik yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan
peralatan agar aman dikonsumsi.
Higiene dan sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara
kebersihan individu. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi
kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring,
membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan
makanan secara keseluruhan.
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik
beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan
dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai
dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan tersebut
siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi
makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian
makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan
makanan yang akan merugikan pembeli, mengurangi kerusakan makanan
Tujuan utama dari penerapan aspek higiene sanitasi kantin di
perusahaan adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
Higiene Makanan
Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan
higienis serta berguna bila dimasukan ke dalam tubuh, dan makanan jadi
adalah makanan yang telah diolah dan atau langsung
disajikan/dikonsumsi.
Usaha untuk meminimalisasi dan menghasilkan kualitas makanan
yang memenuhi standar kesehatan, dilakukan dengan menerapkan prinsip-
prinsip sanitasi. Secara lebih terinci sanitasi meliputi pengawasan mutu
bahan makanan mentah, penyimpanan bahan, suplai air yang baik,
7
pencegahan kontaminasi makanan dari lingkungan, peralatan, dan pekerja,
pada semua tahap proses.
Menurut WHO (2006), sanitasi makanan dapat diartikan pula sebagai
upaya penghilangan semua faktor luar makanan yang menyebabkan
kontaminasi dari bahan makanan sampai dengan makanan siap saji.
Tujuan dari sanitasi makanan itu sendiri adalah mencegah kontaminasi
bahan makanan dan makanan siap saji sehingga aman dikonsumsi oleh
manusia.
Ada lima langkah berikut ini harus dilakukan dalam upaya
pemeliharaan sanitasi makanan:
1) Pertama adalah penggunaan alat pengambil makanan. Sentuhan
tangan merupakan penyebab yang paling umum terjadinya
pencemaran makanan. Mikroorganisme yang melekat pada tangan
akan berpindah ke dalam makanan dan akan berkembang biak dalam
makanan, terutama dalam makanan jadi.
2) Kedua adalah penjagaan makanan dari kemungkinan pencemaran.
Makanan atau bahan makanan harus disimpan di tempat yang
tertutup dan terbungkus dengan baik sehingga tidak memungkinkan
terkena debu.
3) Ketiga, penyediaan lemari es. Banyak bahan makanan dan makanan
jadi yang harus disimpan dalam lemari es agar tidak menjadi rusak
atau busuk.
4) Keempat, pemanasan makanan yang harus dimakan dalam keadaan
panas. Jika makanan menjadi dingin mikroorganisme akan tumbuh
dan berkembang biak dengan cepat.
5) Kelima, jangan menyimpan makanan tidak terlalu lama. Jarak waktu
penyimpanan makanan selama 3 atau 4 jam sudah cukup bagi
berbagai bakteri untuk berkembang
8
dan kemudahan pembersihan. Bahan yang digunakan untuk peralatan
pengolahan pangan merupakan bahan yang tidak
Bereaksi dengan bahan pangan. Pertimbangan kemudahan pembersihan
peralatan tergantung pada konstruksi alat tersebut.
Beberapa persyaratan lain terkait sarana dan peralatan untuk
pelaksanaan sanitasi makanan antara lain sebagai berikut:
a) Pertama, tersedia air bersih dalam jumlah yang mencukupi
kebutuhan dan memenuhi syarat Peraturan Menteri Kesehatan
RI.Nomor 01/Birhukmas/I/1 975.
b) Kedua, alat pengangkut/roda/kereta makanan dan minuman harus
tertutup sempurna, dibuat dari bahan kedap air, permukaannya halus
dan mudah dibersihkan.
c) Ketiga, rak penyimpanan bahan makanan/makanan harus mudah
dipindah menggunakan roda penggerak untuk kepentingan proses
pembersihan. Peralatan yang kontak dengan makanan, harus
memenuhi syarat antara lain :
Permukaan utuh (tidak cacat) dan mudah dibersihkan. Lapisan permukaan
tidak mudah rusak akibat dalamasam/basa atau garam-garam yang lazim
dijumpai dalam makanan Tidak terbuat dari logam berat yang dapat
menimbulkan keracunan, misalnya Timah hitam (Pb), Arsenium
(As),Tembaga (Cu), Seng (Zn), Cadmium (Cd) dan Antimoni(Stibium).
Wadah makanan, alat penyajian dan distribusi harus bertutup.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.1096 Tahun 2011 tentang
Higiene Sanitasi Jasaboga, tempat pencucian peralatan dan bahan
makanan harus memperhatikan syarat berikut :
1) Tersedia tempat pencucian peralatan, jika memungkinkan terpisah
dari tempat pencucian bahan pangan.
2) Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih/deterjen.
3) Pencucian bahan makanan yang tidak dimasak atau dimakan mentah
harus dicuci dengan menggunakan larutan Kalium Permanganat
(KMnO4) dengan konsentrasi 0,02% selama 2 menit atau larutan
kaporit dengan konsentrasi 70% selama 2 menit atau dicelupkan ke
9
dalam air mendidih (suhu 80°C -100°C) selama 1 – 5 detik.
4) Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan
dalam tempat yang terlindung dari pencemaran serangga, tikus dan
hewan lainnya.
3. Cemaran kimia
Kerusakan kimiawi dapat disebabkan oleh reaksi kimia, seperti
oksidasi lemak, pemecahan oleh enzim-enzim yang secara alami terdapat
10
dalam bahan pangan dan perubahan pH. Kerusakan kimiawi biasanya
ditandai dengan timbulnya bau yang menyimpang (misalnya tengik,
busuk), perubahan warna dan perubahan konsisten.
Adanya oksigen menyebabkan minyak menjadi tengik. Timbulnya
noda hitam pada makanan kaleng biasanya disebabkan oleh adanya FeS,
karena anamel pelapis kaleng bagian dalam tidak baik sehingga bereaksi
dengan H2S yang diproduksi oleh makanan tersebut. Beberapa jenis
pigmen dapat mengalami perubahan warna, misalnya klorofil dan
antioksianin yang disebabkan oleh perubahan pH.
Kerusakan kimiawi pada daging disebabkan oleh enzim-enzim yang
secara alami terdapat dalam daging. Kerusakan ini disebut pula dengan
autolisis dan disebut pula souring, yaitu perubahan yang menimbulkan
bau/rasa asam, yang disebabkan asam volatil, seperti asam format, asetat,
butirat, dan propionat. Pembusukan ini sulit dibedakan dengan
pembusukan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Proses
autolisis pada daging ini mendorong pertumbuhan mikroorganisme.
11
yang dilarang seperti atau BTP yang diperbolehkan seperti benzoat,
sakarin, dan siklamat namun penggunaannya melebihi batas, serta ada
yang tidak memenuhi uji cemaran mikroba karena mengandung
Escherichia coli. (BPOM).
Boraks merupakan garam natrium yang banyak digunakan di
berbagai industri nonpangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet
kayu, dan keramik. Boraks biasa berupa serbuk kristal putih, tidak
berbau, mudah larut dalam air, tetapi borakstidak dapat larut dalam
alkohol. Boraks biasa digunakan sebagai pengawet dan antiseptic kayu.
Daya pengawet yang kuat dari boraks berasal dari kandungan asam borat
didalamnya. Asam borat sering digunakan dalam dunia pengobatan dan
kosmetika. Misalnya, larutan asam borat dalam air digunakan sebagai
obat cuci mata dan dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga
digunakan sebagai obat kumur, semprot hidung, dan salep luka kecil.
Namun, bahan ini tidak boleh diminum atau digunakan pada luka luas,
karena beracun ketika terserap masuk dalam tubuh. Berikut beberapa
pengaruh boraks pada kesehatan.
Sering mengonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan
gangguan otak, hati, lemak, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks
menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang
sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah
turun, kerusakan ginjal, pingsan, bahkan kematian.
Sedangkan formalin merupakan cairan tidak berwarna yang digunakan
sebagai desinfektan, pembasmi serangga, dan pengawet yang digunakan
dalam industri tekstil dan kayu. Formalin memiliki bau yang sangat
menyengat, dan mudah larut dalam air maupun alkohol.
Boraks dan formalin akan berguna dengan positif bila memang
digunakan sesuai dengan seharusnya, tetapi kedua bahan itu tidak boleh
dijadikan sebagai pengawet makanan karena bahan-bahan tersebut sangat
berbahaya, seperti telah diuraikan diatas pengaruhnya terhadap kesehatan.
Walaupun begitu, karena ingin mencari keuntungan sebanyak-banyaknya,
banyak produsen makanan yang tetap menggunakan kedua bahan ini dan
12
tidak memperhitungkan bahayanya.. Beberapa contoh makanan yang
dalam pembuatannya sering menggunakan boraks dan formalin adalah
bakso, ikan, tahu,dan mie,.Formalin dan boraks merupakan bahan
tambahan yang sangat berbahaya bagi manusia karena merupakan racun.
Bila terkonsumsi dalam konsentrasi tinggi racunnya akan mempengaruhi
kerja syaraf.
Boraks dan formalin biasanya terdapat pada produk makanan : tahu,
bakso, ikan asin, mie, lontong, legendary (Winarno, 2004). Selain formalin
dan boraks, beberapa jenis bahan makanan juga mengandung bahan
berbahaya seperti pewarna tekstil, kertas, dan cat (Rhodamin B), methanil
yellow, amaranth. Pemakaian ini sangat berbahaya karena bisa memicu
kanker serta merusak ginjal dan hati. Payahnya lagi, bahan-bahan ini
ditambahkan pada jajanan untuk anak-anak seperti es sirop atau cendol,
minuman ringan seperti limun, kue, gorengan, kerupuk, dan saus sambal.
13
c) Zat kimia, yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk ke
dalam tubuh dalam jumlah membahayakan.
14
kimia berbahaya lain seperti formalin, borax dll. Tanpa kerja sama yang baik antara
semua stake holder pangan, pangan indonesia yang baik mustahil untuk diraih.
3. Bahaya fisik, yaitu cemaran benda asing seperti tanah,rambut dan kerikil
BAB III
15
PENUTUP
Keamanan pangan adalah keadaan dimana pangan tidak
membahayakan konsumen bila disiapkan sesuai kebutuhan . keamanan
makanan berarti bahwa pada saat dikonsumsi , makanan tidak
mengandung kontaminan dalam kadar yang dapat membahayakan
kesehatan ( WHO 2000).
Beberapa faktor yang menyebabkan ketidak amanan pangan;
1. Cemaran mikroba
2. Rendahnya kondisi higiene dan sanitasi
a) Higiene Makanan
b) Higiene Sarana dan Peralatan
c) Higiene Perorangan/Penjamah Makanan (Food Handler)
3. Cemaran kimia
4. Penggunaan BTP melebihi batas maksimal
Keracunan dapat terjadi karena :
b) Infeksi mikroba,
c) Zat kimia,
d) Alergi,
16
DAFTAR PUSTAKA
FOODHACCP. 2005. The WHO golden rules for safe food preparation.
http://www. foodhaccp .com./who-rules.
Food Agriculture Organization/World Health Organization. 2000. Codex
Alimentarius Commission. Procedural Manual. 11th Edition. Joint FAO/WHO
Food Standard Programme. FAO, Rome. Food Agriculture Organization/World
Health Organization. 2004.
The five keys for safe food: WHO’s community food safety activities. Second
Global Forum of Food Safety Regulators, Bangkok 12−14 October 2004. FAO,
Rome. Gorris, L.G.M. 2005.
Food safety objective: An integral part of food chain management. Food Control
16: 801−809.
Griffith, C. 2003. Good practices for food handlers and consumers. In C.W.
Blackburn and P.J. McClure (Eds.).
Foodborne Pathogens. Hazards, risk analysis and control. CRC Press. p. 257−276.
Nurlaela, E. 2011. Keamanan pangan dan perilaku penjamah makanan di instalasi
gizi rumah sakit. Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Hasanuddin, Makasar.
Randell, A.W. and A.J. Whitehead. 1997. Codex Alimentarius: food quality and
safety standards for international trade. Rev. Sci.Tech. Off. Int. Epiz. 16(2):
313−321.
Soejitno, J. 2002. Pesticides residues on foodcrops and vegetables in Indonesia.
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 21(4): 124−132.
17