Anda di halaman 1dari 7

Laporan Pendahuluan ARDS

A. Definisi
Acute respiratory distress syndrom (ARDS) adalah gagal napas
yang terjadi tiba-tiba dan progresif yang ditandai dengan dispnea,
hipoksemia, difusi bilateral infiltrat (Black, 2002). ARDS diawali dengan
berbagai penyakit serius yang pada akhirnya mengakibatkan edema
paru difus nonkardiogenik yang khas. Istilah ini diperkenalkan oleh
Petty dan Ashbaugh pada tahun 1971 setelah mengamati gawat napas
yang akut dan mengancam nyawa pasien-pasien yang tidak menderita
penyakit paru sebelumnya.
Sindrom distress pernapasan dewasa (adult respiratory distress
syndrome, ARDS) adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan
luas alveolus dan atau membran kapiler paru. ARDS selalu terjadi
setelah suatu gangguan besar pada sistem paru, kardiovaskuler, atau
tubuh secara luas. (Elizabeth J. Corwin, 2009, hal. 552)
ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan
progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau
cedera serius. (Brunner & Suddarth, 2001, hal : 615).
B. Epidemiologi
Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap
tahunnya dan tingkat mortilitasnya 50 %.Sepsis sistemik merupakan
penyebab ARDS terbesar sekitar 50%, trauma 15 %, cardiopulmonary
baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan injeksi obat 5 %.
C. Etiologi
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau
alveolus. Namun, karena kapiler dan alveolus berhubungan sangat
erat, maka destruksi yang luas pada salah satunya biasanya
menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat pengeluaran

enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi peradangan yang
terjadi setelah cedera dan kematian sel. Contoh-contoh kondisi yang
mempengaruhi kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini.
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran
kapiler, maka akan terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah ke
ruang interstisium. Hal ini meningkatkan jarak yang harus ditempuh
oleh oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehingga kecepatan
pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di ruang interstisium
bergerak

ke

dalam

alveolus,

mengencerkan

surfaktan

dan

meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang diperlukan untuk


mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan
tegangan permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang
interstisium dapat menyebabkan atelektasis kompresi yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal
terjadinya kerusakan, maka luas permukaan yang tersedia untuk
pertukaran gas berkurang sehingga kecepatan pertukaran gas juga
menurun.

Penyebab

kerusakan

alveolus

antara

lain

adalah

pneumonia, aspirasi, dan inhalasi asap. Toksisitas oksigen, yang


timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga dapat menjadi
penyebab kerusakan membran alveolus melalui pembentukan radikalradikal bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia
sehingga semakin menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila
alveolus dan kapiler telah rusak, maka reaksi peradangan akan
terpacu yang menyebabkan terjadinya edema dan pembengkakan
ruang interstitium serta kerusakan kapiler dan alveolus di sekitarnya.
Dalam 24 jam setelah awitan ARDS, terbentuk membran hialin di
dalam alveolus. Membran ini adalah pengendapan fibrin putih yang
bertambah secara progesif dan semakin mengurangi pertukaran gas.

Akhirnya terjadi fibrosis menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi,


respirasi dan perfusi semuanya terganggu. Angka kematian akibat
ARDS adalah sekitar 50%. (Elisabeth J. Cowin, 2001, hal. 420-421).
Etiologi ARDS, antara lain:
1. Syok (hemoragik, kardiogenik, anafilatik, sepsis)
2. Trauma (luka, emboli lemak berkaitan dengan fraktur

tulang

panjang, cedera kepala, cedera dada langsung)


3. Infeksi (bacterial pneumonia, viral pneumonia, fungal pneumonia,
sepsis gram negatif, tuberculosis)
4. Inhalasi gas beracun (asap rokok, O2 konsentrasi tinggi (FiO2 >
50%) yang lama (>48 jam), NO2, NH2, Cl2)
5. Penggunaan obat-obatan (heroin, methadone, barbiturate, dextran
40, Thiazides, Ethchlorvynol, Fluorescein, Salicylates)
6. Metabolik (uremia, KAD)
FAKTOR RESIKO
Kerusakan (injury) langsung pada epitel alveolus :
1. Aspirasi isi gaster
2. Infeksi paru difus
3. Kontusio paru
4. Tenggelam
5. Inhalasi toksik
Kerusakan injury tidak langsung :
1. Sepsis
2. Trauma nontoraks
3. Transfusi produk darah berlebihan
4. Pankreatitis
5. Pintas Kardiopulmoner
D. Fase-fase ARDS
Tiga fase yang menggambarkan terjadinya ARDS, yaitu:

1. Fase I (Exudative)
Fase I terjadi 24 jam setelah kerusakan
endotel kapiler dan kebocoran cairan kedalam
interstisium pulmonal. Respon inflamasi disertai
kerusakan parenkim pulmonal, dan mengeluarkan
mediator toksik, aktivasi komplemen, mobilisasi
makrofag, dan pengeluaran substansi vasoaktif
dari mast cells.
2. Fase II (Proliferative)
Fase II dimulai pada hari ke 7-10. Sel
alveolus tipe 1 dan 2 telah rusak menyebabkan
penurunan produksi surfaktan, alveolus kolaps,
dan atelektasis yang mengakibatkan kerusakan
pertukaran gas.
3. Fase III (Fibrotic)
Fase ini terjadi pada minggu ke2-3. Pada fase ini
terjadi penurunan fibrin secara irreversible ke dalam paru
yang menyebabkan fibrosis paru yang lama-kelamaan
mengakibatkan

penurunan

kompliens

paru

dan

memperburuk hipoksemia. Hasil akhirnya mengakibatkan


rasio ventilasi dan perfusi (V/Q) tidak sebanding dan
hipoksemia arteri yang sangat besar
E. Patofisiologi

Hal yang khas pada ARDS ini adalah terjadinya edema alveolar
yang disebabkan oleh berbagai etiologi salah satunya adalah aspirasi
bahan kimia atau inhalasi gas berbahaya langsung toksik terhadap
epitel alveolar. Kondisi ini menyebabkan epitel rusak dan terjadi
peningkatan permeabilitas membran kapiler alveolar dan akhirnya
menyebabkan edema interstesial. Membran kapiler alveolar dalam
keadaan normal tidak mudah ditembus partikel-partikel. Tetapi, dengan
adanya cedera maka terjadi perubahan pada permeabilitasnya,
sehingga dapat dilalui oleh cairan, sel darah merah, sel darah putih,
dan protein darah. Mula-mula cairan akan berkumpul pada interstisium
dan jika melebihi kapasitas dari interstisium cairan akan berkumpul di
dalam alveolus, sehingga mengakibatkan atelektasis kongestif.
http://www.scribd.com/doc/70184988/Askep-ARDS-IntensifCare
http://belajaraskep.blogspot.com/2012/02/askep-ardssepsis.html
F. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinik ARDS, antara lain:
1. Peningkatan RR dan dispnea 1-24 jam setelah cedera
2. Auskultasi dada mungkin tidak terdengar, dan jika terdengar akan
mengeluarkan suara crackles.
3. Hasil AGD menunjukkan peningkatan hipoksemia (PaO2 <60
mmHg).
4. Pada awal fase, respirasi alkalosis dikarenakan hiperventilasi.
Kemudian asidosis metabolic yang terjadi dari peningktakan kerja
pernapasan dan hipoksemia.
5. Rontgen dada biasanya tergambar tersebar, bilateral dan secara
progresif alveolar infiltrate/intersisial.
G. Komplikasi

Kegagalan

pernapasan

dapat

timbul

seiring

dengan

perkembangan penyakit dan individu harus bekerja lebih kerja untuk


mengatasi penurunan compliance paru. Akhirnya individu kelelahan
dan ventilasi melambat. Hal ini menimbulkan asidosis respiratorik
karena

terjadi

penimbunan

karbon

dioksida

di

dalam

darah.

Melambatnya pernapasan dan penurunan PH arteri adalah indikasi


akan datangnya kegagalan pernapasan dan mungkin kematian.
Pneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya
penimbunan cairan di paru dan kurangnya ekspansi paru. Akibat
hipoksia dapat terjadi gagal ginjal dan tukak saluran cerna karena
stress (stress ulcers). Dapat timbul koaguiasi intravaskular diseminata
akibat banyaknya jaringan yang rusak pada ARDS. (Elizabeth J.
Cowin, 2001, hal. 422).
H. Prognosis
Mortalitas sekitar 40%. Prognosis dipengaruhi oleh :
1. Faktor risiko, ada tidaknya sepsis, pasca trauma, dan lain-lain
2. Penyakit dasar
3. Adanya keganasan
4. Adanya atau timbulnya disfungsi organ multiple
5. Usia
6. Riwayat penggunaan alkohol
7. Ada atau tidaknya perbaikan dalam indeks pertukaran gas, seperti
rasio PaO2 / FiO2 dalam 3-7 hari pertama
Pasien yang membaik akan mengalami pemulihan fungsi paru
dalam 3 bulan dan mencapai fungsi maksimum yang dapat dicapai
pada bulan keenam setelah ekstubasi. 50% pasien tetap memiliki
abnormalitas, termasuk gangguan restriksi dan penurunan kapasitas
difusi. Juga tejadi penurunan kualitas hidup.
I. Pemeriksaan Penunjang

1. Sinar X dada ,terdapat infiltrsi jaringan parut lokasi terpusat pada


region perihilir paru .Pada tahap lanjut , interstisial bilatareral difus
dan alveolar infiltrate menjadi bukti dan dapat melibatkan semua
lobus paru .Ukuran jantung normal,berbeda dari edema paru
kardogenik .
2. Gas

darah

arteri

seri

membedakan

gambaran

kemajuan

hipoksemia,hipokabniadapat terjadi pada tahap awal sehubungan


dengan hierventilasi .Alkalosis respiratorik dapat terjadipada tahap
dini dan pada tahap lanjut terjadi asidosis metabolik.
3. Tes fungsi paru ,Pengukuran pirau, dan kadar asam laktat
meningkat (Doenges1999 Hal 218 219 ).
http://kumpulaskep.blogspot.com/
http://lisna-andreawati.blogspot.com/2011/11/askep-ards.html
http://indahnursing.blogspot.com/2008/12/akut-respiratori-distressindrom.html
http://kumpulaskep.blogspot.com/2012/09/askep-ards.html

http://gintingleo.blogspot.com/2011/05/acute-respiratorydistress-syndrom-ards.html

Anda mungkin juga menyukai