Preseptor
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
BAB I KONSEP MEDIS
A. Trauma Kepala
1. Definisi
Trauma merupakan penyebab terbanyak kematian pada usia di bawah
45 tahun dan lebih dari 50% merupakan trauma kapitis. Trauma kepala
merupakan salah satu bentuk cedera otak non degenerative yang disebabkan
oleh benturan, pukulan, ataupun hentakan mendadak pada kepala atau suatu
luka tembus di kepala yang mengganggu fungsi otak normal (Centers for
Disease Control and Prevention, 2015) dan dapat dapat menyebabkan
gangguan fisik dan mental yang kompleks, defisit kognitif, psikis,
intelektual, dan kain-lain yang bersifat sementara maupun menetap[ CITATION
Atm16 \l 1033 ]
3.
Penyebab cedera kepala terdiri dari kecelakaan kendaraan bermotor,
jatuh, kecelakaan industry, serangan dan yang berhubungan dengan
olahraga, serta trauma persalinan. Menurut Manjoer (2011), cedera kepala
penyebab sebagian besar kematian dan kecacatran utama pada kelompok
usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
4. Manifestasi Klinis
Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut:
a. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah:
1) Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os
mastoid)
2) Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga)
3) Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
4) Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
5) Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
b. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan;
1) Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat
kemudian sembuh.
2) Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
3) Mual atau dan muntah.
4) Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
5) Perubahan keperibadian diri.
6) Letargik.
c. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat;
1) Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan
di otak menurun atau meningkat.
2) Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
3) Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi
pernafasan).
4) Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan
atau posisi abnormal ekstrimitas
5. Komplikasi
Komplikasi akibat cedera kepala:
a. Gejala sisa cedera kepala berat: beberapa pasien dengan cedera kepala
berat dapat mengalami ketidakmampuan baik secara fisik (disfasia,
hemiparesis, palsi saraf cranial) maupun mental (gangguan kognitif,
perubahan kepribadian). Sejumlah kecil pasien akan tetap dalam status
vegetatif.
b. Kebocoran cairan serebrospinal: bila hubungan antara rongga
subarachnoid dan telinga tengah atau sinus paranasal akibat fraktur
basis cranii hanya kecil dan tertutup jaringan otak maka hal ini tidak
akan terjadi. Eksplorasi bedah diperlukan bila terjadi kebocoran cairan
serebrospinal persisten.
c. Epilepsi pascatrauma: terutama terjadi pada pasien yang mengalami
kejang awal (pada minggu pertama setelah cedera), amnesia
pascatrauma yang lama, fraktur depresi kranium dan hematom
intrakranial.
d. Hematom subdural kronik.
e. Sindrom pasca concusio : nyeri kepala, vertigo dan gangguan
konsentrasi dapat menetap bahkan setelah cedera kepala ringan. Vertigo
dapat terjadi akibat cedera vestibular (konkusi labirintin) Adams (2000)
dalam Putri (2017)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos kepala.
Foto polos kepala memiliki sensitivitas dan spesifisitas rendah dalam
mendeteksi perdarahan intracranial, oleh karena itu sejak ditemukannya
CT-scan Foto polos kepala sudah mulai ditinggalkan.
b. Spinal X-Ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau rupture atau fraktur)
c. Thorax X Ray
Untuk mengidentifikasi kondisi pulmo
d. Analisa gas darah
Menunjukkan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernapasan
e. CT-scan kepala.
CT-scan kepala merupakan standar baku untuk mendeteksi perdarahan
intrakranial. Semua pasien dengan GCS <15 sebaiknya menjalani
pemeriksaan CT-scan. CT-Scan digunakan untuk memperlihatkan
secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau ischemia serta posisi yang pasti Indikasi CT-scan:
1) Mata hanya membuka bila ada rangsang sakit (nilai GCS <12)
2) Terdapat penurunan kesadaran nilai GCS <14 dan tidak membaik
dalam 1 Kam setelah diobservasi ataupun 2 jam setelah trauma.
3) Terdapat fraktur atau depresi pada dasar tengkorak atau trauma
penetrasi.
4) Terdapat penurunan kesadaran atau tanda defisit neurologi baru.
5) Kesadaran penuh GCS 15 tanpa fraktur tetapi nyeri kepala berat
dan persisten terdapat setidaknya 2 kali muntah pada selang waktu
yang berbeda.
6) Ada riwayat gangguan pembekuan darah seperti menggunakan obat
antikoagulan dan penurunan kesadaran amnesia dan tampak gejala
defisit neurologi.
f. Magnetic resonance imaging (MRI) kepala.
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Teknik
pencitraan ini lebih sensitif dibandingkan CT-scan namun pemeriksaan
MRI membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan CT-scan. (Perdossi,
2006)
7. Penatalaksanaan
Tatalaksana cedera Kepala Secara umum, pasien dengan cedera kepala
harusnya dirawat di rumah sakit untuk observasi. Pasien harus dirawat jika
terdapat penurunan tingkat kesadaran, fraktur kranium dan tanda
neurologis fokal. Cedera kepala ringan dapat ditangani hanya dengan
observasi neurologis dan membersihkan atau menjahit luka / laserasi kulit
kepala. Untuk cedera kepala berat, tatalaksana spesialis bedah saraf sangat
diperlukan setelah resusitasi dilakukan.
Aspek spesifik terapi cedera kepala dibagi menjadi dua kategori:
a. Bedah
1) Intrakranial: evakuasi bedah saraf segera pada hematom yang
mendesak ruang.
2) Ekstrakranial: inspeksi untuk komponen fraktur kranium yang
menekan pada laserasi kulit kepala. Jika ada, maka hal ini
membutuhkan terapi bedah segera dengan debridement luka
dan menaikkan fragmen tulang untuk mencegah infeksi lanjut
pada meningen dan otak.
b. Medikamentosa
1) Bolus manitol (20%, 100 ml) intravena jika terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Hal ini dibutuhkan pada tindakan darurat
sebelum evakuasi hematom intrakranial pada pasien dengan
penurunan kesadaran.
2) Antibiotik profilaksis untuk fraktur basis cranii.
3) Antikonvulsan untuk kejang.
4) Sedatif dan obat-obat narkotik dikontraindikasikan, karena
dapat memperburuk penurunan kesadaran
A. CRANIECTOMY
1. Definisi
Kraniotomi (craniotomy atau craniectomy) berasal dari kata
cranium yang berarti tengkorak/tulang kepala dan tomia yang berarti
memotong. Jadi, kraniotomi merupakan suatu prosedur pembedahan
yang dilakukan dengan membuka sebagian tulang kepala untuk
mendapatkan akses ke rongga kepala [ CITATION Ala19 \l 1033 ] .
Kraniotomi adalah prosedur pembedahan pada kranium, atau bagian
tengkorak yang melindungi otak. Pada kraniotomi, bagian tengkorak
yang bernama flap tulang (bone flap) akan dibuka atau diangkat untuk
menjangkau otak, melakukan biopsi, atau mengurangi tekanan
intrakranial. Apabila dikembalikan ke posisi semula, maka tulang akan
ditahan dengan baut dan plat logam. Jika flap tulang diangkat
permanen, maka prosedur ini disebut kraniektomi.
Kraniotomi dapat dikategorikan berdasarkan teknik bedah dan
bagian otak yang dibedah. Berdasarkan teknik, kraniotomi dapat
menggunakan teknik lubang kunci atau burr (melubangi tengkorak
dengan pengeboran) atau skull base, untuk pembedahan yang kompleks
atau riskan. Sedangkan untuk letak bagian otak, kraniotomi dibedakan
menjadi parietal, suboccipital, frontotemporal, dan temporal. Namun,
ada kasus di mana pembedahan dilakukan pada lebih dari satu bagian
otak [ CITATION Zha18 \l 1033 ]
Sebelum tindakan operasi, pasien dan keluarga perlu memahami
betul tentang diagnosa, rencana tindakan yang akan dilakukan, teknik
yang akan digunakan, tujuan tindakan dan manfaat yang diharapkan,
hingga risiko yang mungkin terjadi. Pasien/keluarga juga perlu
mengetahui apakah ada jalan lain yang dapat ditempuh selain operasi,
dan apa-apa yang mungkin terjadi apabila pasien/keluarga memilih
untuk tidak dilakukan operasi.
2. Tujuan Pembedahan
Kraniotomi dapat dilakukan dengan tujuan untuk [ CITATION
Zha18 \l 1033 ] [ CITATION Suw13 \l 1033 ]
b. Saat kraniotomi:
1) Pasien akan diminta mengenakan baju khusus bedah,
kemudian ia dibawa ke ruang bedah. Lalu, pasien akan
dibaringkan di meja operasi.
7) Hal pertama yang terlihat adalah dura mater atau lapisan luar
dari meninges otak. Dokter bedah akan membuka dura mater
secara perlahan, hingga otak terlihat.
10) Dokter bedah juga akan menjahit sayatan pada kulit serta
memperban kepala.
4. Indikasi
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial
adalah sebagai berikut :
a. Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata
b. Adanya tanda herniasi/lateralisasi
c. Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi,
dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan.
d. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
e. Mengurangi tekanan intrakranial.
f. Mengevakuasi bekuan darah .
g. Mengontrol bekuan darah,
h. Pembenahan organ-organ intrakranial,
i. Tumor otak,
j. Perdarahan (hemorrage),
k. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
l. Peradangan dalam otak
m. Trauma pada tengkorak
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan
intrakranial adalah sebagai berikut [ CITATION Sav12 \l 1033 ] :
a. Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata
b. Adanya tanda herniasi/lateralisasi
c. Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi,
dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan.
d. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
e. Mengurangi tekanan intracranial
f. Mengevakuasi bekuan darah
g. Mengontrol bekuan darah
h. Pembenahan organ-organ intracranial
i. Tumor otak,
j. Perdarahan (hemorrage),
k. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
l. Peradangan dalam otak
m. Trauma pada tengkorak
5. Tahapan Operasi Kraniotomi
Ada tiga tahap dalam operasi kraniotomi, yaitu praoperasi,
proses operasi, dan pasca operasi. Khusus pada tahapan pasca operasi,
pasien sangat diharapkan untuk mengikuti petunjuk dokter.
a. Praoperasi
Jika kondisi pasien memerlukan kraniotomi, hal pertama
yang akan Pasien jalani adalah melakukan pemeriksaan CT scan
guna melihat lokasi bagian otak pasien yang memerlukan prosedur
kraniotomi. Pada tahapan ini akan dilakukan juga pemeriksaan
fungsi saraf dan akan diminta menjalani puasa selama 8 jam.
Pastikan pasien sudah memberi informasi pengobatan yang sedang
dijalani, maupun riwayat alergi yang Pasien miliki.
b. Proses operasi
Pada proses operasi, kraniotomi akan dimulai dengan
menyayat lapisan kulit kepala yang kemudian dijepit dan ditarik
memperjelas kondisi di dalam. Kemudian tulang tengkorak akan
dibor. Setelah bagian tersebut selesai, tulang tengkorak akan
dipotong dengan menggunakan gergaji khusus. Langkah selanjutnya,
tulang diangkat dan dokter mulai mengakses bagian otak yang perlu
ditangani.Setelah pembukaan tulang tengkorak telah selesai, bagian
otak yang mengalami kerusakan atau masalah akan diperbaiki,
bahkan diangkat. Jika tindakan sudah selesai dilakukan, bagian
tulang dan kulit kepala akan direkatkan kembali dengan
menggunakan jahitan, kawat, atau staples bedah. Namun, jika Pasien
memiliki tumor pada tulang tengkorak atau tekanan rongga kepala
tinggi, maka penutupan tulang tersebut mungkin tidak langsung
dilakukan.
c. Pascaoperasi
Pada pascaoperasi, dokter akan memantau kondisi pasien dan
melakukan beberapa hal seperti, meminta pasien berbaring dengan
posisi kepala lebih tinggi daripada posisi kaki, untuk mencegah
kepala dan wajah bengkak. Setelah stabil, pasien akan dilatih
menghirup napas dalam-dalam untuk mengembalikan fungsi paru-
paru. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan dan memberikan
terapi untuk sistem saraf. Dan sebelum pasien pulang, dokter akan
mengajari beberapa cara untuk menjaga kebersihan area luka
operasi.
Selama pemulihan, pasien butuh banyak istirahat beberapa
minggu sampai energi pasien kembali pulih. Pasien juga perlu
memerhatikan baik-baik aktivitas yang dilakukan. Tidak boleh
mengendarai kendaraan atau mengangkat beban terlalu berat untuk
mencegah ketegangan pada bagian bekas sayatan. Tunggu sampai
dokter memperbolehkan pasien melakukan hal-hal tersebut.
6. Risiko Operasi Kraniotomi
Semua komplikasi yang mungkin terjadi harus dipertimbangkan
sebelum dimulainya pembedahan. Diperlukan persiapan untuk
pengobatan komplikasi ini. Komplikasi intraoperatif yang sering terjadi
adalah obstruksi jalan nafas, kejang, gelisah, mual-muntah, dan
diperlukannya anestesi umum. Komplikasi lain yang jarang terjadi
adalah emboli udara (pada operasi fossa posterior)[ CITATION Bis13 \l
1033 ]
a. Komplikasi Jalan Nafas
Bila pasien mengalami penurunan frekuensi nafas, SpO2 , atau
obstruksi total jalan nafas, dokter anestesi harus merencanakan
secara sistematis untuk mengatasi masalah ini. Bila masalahnya
adalah oversedasi, maka pemberian sedasi harus dihentikan dan
bila diperlukan bantuan jalan nafas dengan chin-lift atau dengan
mask dan bantuan nafas. Akan tetapi, bila hilangnya jalan nafas
disebabkan karena kejang, atau karena masalah intrakranial, maka
diperlukan intubasi. Teknik dan pemilihan insersi pipa endotrakhea
bergantung pada keahlian dokter anestesi tersebut. Bila pasien
bangun dapat diinduksi dengan propofol, opioid, tanpa atau dengan
pelumpuh otot.
b. Kejang
Kebanyakan kejang terjadi saat stimulasi listrik ketika melakukan
pemetaan cortical, tapi bila pasien mempunyai riwayat kejang
sebelum pembedahan, maka kejang dapat terjadi setiap saat.
Pengobatannya adalah segera membuat diagnosa dan terapi secepat
mungkin. Pasien memerlukan proteksi dari cedera terutama akibat
pergerakan saat kejang yang hebat. Bila kejang berlangsung lama,
jalan nafas harus dibebaskan. Kejang dapat dihentikan dengan
dosis kecil pentotal (50mg), propofol (20mg), atau midazolam 1–2
mg, dosis ulangan mungkin diperlukan bila kejang tetap
berlangsung. Antikonvulsan yang bekerja lama seperti fenitoin
mungkin diperlukan. Ada bukti yang nyata bahwa irigasi cortex
dengan larutan dingin dapat menolong.
c. Mual dan Muntah
Mual-muntah intraoperatif sering terjadi selama operasi epilepsi.
Akan tetapi, kejadian selama AC untuk operasi tumor sangat
rendah dan komplikasi yang terjadi pascabedah lebih sedikit
dibandingkan dengan anestesi umum. Bila terjadi mual-muntah
dapat diterapi dengan ondansetron.
d. Pasien tidak kooperatif
Kadang-kadang beberapa pasien menjadi sangat gelisah, agitasi,
atau tidak kooperatif selama prosedur walaupun nampaknya
penilaian prabedah adekuat dan diperkirakan pasien dapat
dilakukan AC. Pada beberapa pasien kejadian tersebut adalah
akibat dari pemakaian propofol. Terapinya adalah dengan
mendangkalkan level sedasi sehingga kita dapat berkomunikasi
dengan pasien, mengubah obat yang diberikan, mendalamkan level
sedasi, atau dirubah ke anestesi umum.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. KONSEP TEORI
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien
b. Masuk melalui dan dengan cara ?
c. Keluhan utama : mual, muntah, sakit kepala, penurunan kesadaran,
gangguan penglihatan, kejang, perubahan status mental
d. Riwayat keluarga apakah ada keluarga yang menderita kasus yang
sama
e. Riwayat penyakit yang diderita
f. Riwayat operasi
g. Psikososial/ekonomi
h. Pemeriksaan fisik
1) Mata : penglihatan kabur atau mengalami kebutaan
2) Hidung :adanya gangguan penciuman
3) Telinga : adanya gangguan pendengaran
4) Respirasi : tampak sesak
5) Kardiovaskuler : takikardi
6) Gastrointestinal : mual, muntah, intoleransi makan
7) Nutrisi : terdapat malnutrisi, dekubitus
8) Neurologi : sakit kepala hebat, letargi, koma, paralise, kelemahan,
vertigo
9) Integument : warna kulit kemerahan, atrifi/deformitas
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini
2) Risiko Jatuh
b. Intra
Operasi
1) Risiko Cedera
2) Risiko Perdarahan
3) Risiko Hipotermia
c. Post
Operasi
1) Nyeri Akut
2) Risiko Jatuh
-Faktor genetik Pertumbuhan Massa
- paparan bahan sel otak Tumor otak dalam otak
kimia abnormal bertambah
Luka
Hidrochepalus Penurunan suplai insisipembedahan
O2 kejaringan
otak akibat
Kerusakan aliran obstruksi sirkulasi Port
darah keotak otak d’entrymikroorgani
sme
Hipoksia serebral
Perpindahan cairan Risikoinfeksi
kejaringan serebral
Peningkatan volume
intrakranial
Resiko Tubuh melakukan
ketidakefetiktifan kompensasi
perfusi jaringan otak
Peningkatan TIK Gangguan sistem
Kompensasi (butuh pernafasan
waktu lama)
Weezing / Mengi
Nyeri kepala Tidak terkompensasi
Kehilangan auto
regulasi serebral
Fungsi otak menurun
Kerusakan neuro Iritasi pusat vegal
mototik dimedula oblongata Meransang
Mual /
Kelemahan otot Ketidaks
rerfluks
muntah
progresif eimbanga
Gangguan sistem (Nervus IX
n nutrisi
Hambatan mobilitas pencernaan dan X)
kurang
fisik dari
kebutuha
Risiko jatuh n tubuh
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF (PNDS)
PRE OP
INTRA OP
2. Domai 1 Safety Risk for injury O. 10 : Patient is free from signs and Identifies physiological status (A.210)
X29-00035 symptoms of injury related to Evaluates buccal membranes, sclera,
thermal sources and skin (eg, dryness, cyanosis,
Patient’s skin condition, other jaundice)
than the surgical incision, is Report deviation in diagnostic study result
unchanged between admission (A.340)
and discharge from the OR or Communicates physiological health
procedure room status (eg, verbal reports, patient
Patient reports comfort at the record) to appropriate team members
thermoregulation device site Collaborates with other health care
Patient’s neuromuscular status providers regarding diagnostic study
is unchanged between results or assessment findings
admission and discharge from Assesses baseline skin condition (A.240)
the OR or procedure room Evaluates presences of peripheral
pulses, solicits patient’s perception of
pain, and identifies mobility
impairments while patient is awake
Assesses patient’s skin condition
Assesses patient’s risk for skin injury
related to thermal sources
Assesses skin for injury from invasive
devices (eg, tubes, drains, indwelling
catheters, cables)
Identifies the nursing diagnoses that
describe the patient’s degree of risk for
skin injury related to thermal hazards.
Applies safety devices (Im.80)
Examines the surgical environment for
equipment or conditions that pose a
safety risk and takes corrective action
Selects safety devices based on the
patient’s needs and the planned
operative or invasive procedure
Applies safety devices on the patient
according to the plan of care,
applicable practice guidelines, facility
policies, and manufacturers
documented instructions.
Ensures that safety devices are readily
available, clean, free of sharp edges,
padded as appropriate, and in working
order before use
Monitor psychological parameters (Im. 370)
Monitor vital sign (eg, blood pressure,
heart monitor or EGC rate and rhythm,
respiratory rate, temperature
Monitor patient for changes in skin
integrity (eg, peripheral pulses, skin
color, temperature, turgor, capillary
refill, as appropriate)
Evaluates for signs and symptoms of
physical injury to skin and tissue (E.10)
Inspects and evaluates the patient’s
skin, bony prominences, pressure sites,
prepped area, and adjacent tissue for
signs of irrigation or injury (eg,
discoloration, rash, abrasions, blisters,
raised areas)
Solicits for complaints of pain or
discomfort in areas other than the
surgical incision
Solicits for complaints of numbness or
tingling (eg, thermoregulation device
site, site of positioning aids)
Reports unexpected variance to
appropriate members of the health care
team.
3. Domai 1 Safety Risk for O.280 : Patient is free from signs Assesses susceptibility for infection (A.350)
infection and symptoms of infection Classifies surgical wound (A.350.1)
X28-00004 The patient’s wound is free Class II (clean-contaminated) wounds:
from signs and symptoms of Operative wounds in which the
infection and pain, redness, respiratory, alimentary, genital, or
swelling, drainage, or delayed urinary tract in entered under controlled
healing at time of discharge conditions and without unusual
The patient has a clean, contamination. Specially procedures
primarily closed surgical involving the biliary tract, appendix,
wound covered with dry, vagina, and oropharynx are included in
sterile dressing at discharge this category, provide no evidence of
from the OR infection or major break in technique is
The patient has a class III encountered
wound covered with a dry, Implements aseptic technique (Im.300)
sterile dressing Establishes and maintains the sterile
The patient’s wound is intact field
and free from signs of Applies principles of aseptic technique
infection 30 days following Performs skin preparation
surgery Ensures perioperative environmental
The patient’s immune status sanitation
remains within expected level Adheres to standard and transmission-
5 days following surgery based precaution
The patient’s white blood cell Dresses wound at completion of
count remains within level 5 procedure
days following surgery Cares for incision sites, invasive-
The patient is afebrile and free devices sites (eg, endotracheal tube,
from signs and symptoms of tracheostomy tube, drainage tube,
infection percutaneous catheter, vascular access
Preoperative and postoperative devices), urinary drainage systems, and
antibiotics given according to other drainage systems.
recommended guidelines Protects from cross-contamination
(Im.300.1)
Minimize cross-contamination by
understanding and implementing
infection control practices when
preparing instruments and supplies for
use
Follows established protocols for high
level disinfection
Implements aseptic technique
Monitors the sterile field
Environment
Work with facilities engineers and
managers to provide for ventilation and
air filtration system that meet local,
state and federal regulations and
recommendation
Ensure the doors to the OR remind
closed expect for necessary patient and
personnel traffic
Contain contamination by developing
and implementing appropriate traffic
patterns based on design of surgical
suite or procedure room.
Personnel
promotes personnel health and hygiene
excludes personnel with acute infection
or skin lesions from the practice setting
performs hand hygiene
wears clean, dry, freshly, laundered
surgical attire intended for use in the
surgical suite
wears long-sleeved jacked that is
snapped or buttoned closed when not
scrubbed
covers head and facial hair, including
sideburns, to minimize microbial
dispersal within the environment
wears single high-efficiency mask
when open sterile supplies and
equipment are present or where
scrubbed persons may be located
Keeps fingernails short, clean, healthy,
and free of artificial or acrylic nails.
Wears shoes covers when gross
contamination of the feed can be
reasonably expected
Performs surgical hand antiseptic
Initiates traffic control (Im.300.2)
Keep doors to OR or procedure rooms
closed except during movement of
patients, personnel, supplies, and
equipment
Restricts access to surgical suite to
authorized personnel only
Record names of all individuals who
participate in the operative or invasive
procedure and those who are present in
the OR or procedure room, whether
directly or indirectly, participating in
the operative or invasive procedure (ie,
industry representative students)
Maintains unidirectional traffic pattern
for items to be reprocessed for the
surgical suite or procedure room;
moves items from decontamination
area to processing area, and after
processing, to storage areas.
Prevents soiled materials from entering
restricted area
Move supplies from restricted area, if
present, through ORs or procedure
room to semi-restricted corridor.
Administers prescribed antibiotic therapy
as ordered (Im.220.2)
Determine if physician order for
antibiotic therapy have been written
and coincide with current best practices
or evidence-based practice
Confirm patient compliance with
prescribed prophylactic therapies
ordered to be self-administered
Assesses patient before administering
and delays or withholds medication if
necessary
Confirms correct medication is
administered to the right patient, in the
right dose, via the right route, at the
right time
Note expiration date
Recognizes and identifies adverse
effects, toxic reactions, and medication
allergies
Evaluates the patient’s response to
medication administered
Request order from physician for repeat
doses of prophylactic antibiotic if
surgical procedure lasts longer than
four hours or major blood loss occurs.
Monitor for signs and symptoms of infection
(Im.360)
Minimize the length of invasive procedure
by planning care (Im. 760)
Administers care to wound sites (Im.290)
Dresses wound at completion of
procedure
Selects dressing materials based on
clinical needs
Observes characteristics of wound
drainage
Changed dressings over closed wounds
Assesses wound if patient has signs and
symptoms of infection (eg, fever,
unusual wound pain, redness and head
at the wound site, edema)
Cleans all areas of the wound as order
prescribe using antiseptic technique
Aseptically removes skin suture or
staples according to physician orders
from the healed wound
Evaluates progress of wound healing
(E.200)
Identifies and evaluates patient’s risk
factors that impair wound healing
Evaluates wound status
Monitors temperature for elevation
Provides wound care consist with
wound class
Report signs and symptoms of infection
4. Domain 2 Risk for O300 : Patient’s fluid, electrolyte, Identifies factors associated with an
Physiologic deficient fluid and acid-base balances are increased risk for hemorrhage or fluid and
response volume maintained at or improved from electrolyte imbalance (A.310)
X18-00028 baseline levels Establishes and verified nursing
The patient’s vital signs and Assesses vital sign
within expected range at Assesses patient condition related to
discharge from the OR, traumatic injury or abnormal bleeding
procedure room, or post Confers with physician or anesthesia
anesthesia care unit (PACU) care provider if unusual assessment
The patient’s blood pressure data or signs and symptoms of fluid,
and pulse are within expected electrolyte, or acid-base imbalances are
range and remain stable with noted
position change at time of Identifies and verifies availability of
transfer to PACU and blood or plasma replacement
discharge from PACU Identifies physiological status (A.210)
The patient’s urinary output is Evaluates buccal membranes, sclera
within expected range at and skin (eg, dryness, cyanosis,
discharge from the OR, jaundice)
procedure room, or PACU. Implements hemostasis technique (Im.340)
Provides supplies, instrumentation, and
appropriate surgical techniques as
needed to control hemorrhage
Monitors physiological parameters (Im.370)
Monitors physiological parameters
including intake and output, arterial
blood gases, electrolyte levels,
hemodynamic status, and arterial
oxygen concentration (SaO2)
Monitors vital signs
Monitors for signs hypovolemia and
hypervolemia
Monitors fluid loss (eg, bleeding,
diarrhea, perspiration, urine output,
vomiting)
Estimates blood and fluid loss
Monitors wound drainage
Establishes IV access (Im.200.1)
Establishes and maintains peripheral IV
access to administer IV fluids,
medications, and blood products per
physician order
Collaborates in fluid and electrolyte
management (Im.210.1)
Verifies procedure and anticipates and
recognizes fluid loss
Anticipates replacement requirements
for large volume, fluid loss procedures
Administers or prepares for
administration of fluid therapy
Monitors intake and output
Evaluates patient’s response to fluid
management
Evaluates response to administration of
fluids and electrolyte (E.220)
Monitors intake and output, arterial
blood gases, electrolyte levels,
hemodynamic statuses, and SaO2)
Estimates blood and fluid loss
Monitors for signs and symptoms of
fluid volume excess or deficit
Monitors patient’s response to
prescribed fluid and electrolyte therapy
POST OP
A'la, M. Z., Dewi, P. D., & Siswoyo. (2019). Analisis Masalah Keperawatan pada
Pasien Post Kraniotomi di RSD Dr.Soebandi Jember (Studi Retrospektif
Januari 2016-Desember 2017). Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta,
Volume 3 Nomor 3, 677-683..
Centers for Disease Control and Prevention. (2015). Traumatic Brain Injury In
the United States: Epidemiology and Rehabilitation. Atlanta: GA : Author.
Zhang, K., & Gelb, W. A. (2018). Awake craniotomy: indications, benefits, and
techniques. Rev Colomb Anestesiol, 46–51.
DAFTAR PUSTAKA
A'la, M. Z., Dewi, P. D., & Siswoyo. (2019). Analisis Masalah Keperawatan pada
Pasien Post Kraniotomi di RSD Dr.Soebandi Jember (Studi Retrospektif
Januari 2016-Desember 2017). Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta,
Volume 3 Nomor 3, 677-683..
Centers for Disease Control and Prevention. (2015). Traumatic Brain Injury In
the United States: Epidemiology and Rehabilitation. Atlanta: GA : Author.
Zhang, K., & Gelb, W. A. (2018). Awake craniotomy: indications, benefits, and
techniques. Rev Colomb Anestesiol, 46–51.