TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
Skull defect merupakan suatu kelainan pada kepala ketika tidak adanya tulang
cranium/tulang tengkorak Skull defect menjadi suatu masalah sejak awal periode
kehidupan manusia. Skull defect sudah dapat ditemukan pada jaman neolitikum..
Skull effect adalah adanya pengikisan pada tulang cranium yang disebabkan oleh
adanya pengikisan yang disebabkan massa ekstrakranial atau intrakranial, atau juga
bisa berasal dari dalam tulang (Burgener & Kormano, 1997). Skull defect dapat
terjadi dari lahir atau kongenital pada bayi yang biasanya disebut dengan
anenchephaly dan juga skull defect yang dilakukan secara sengaja untuk membantu
pengeluaran cairan atau pendarahan atau massa yang ada di kepala atau otak.
2. Etiologi
Penyebab terjadinya skull defect diantara lain:
a. Fraktur cranium
b. Tumor
c. Penipisan tulang
d. Kelainan kongenital (enchephalocele)
e. Pengikisan massa ekstrakranial atau intrakranial
f. Post op trepanasi (Burgener & Kormano, 1997)
g. Trauma parah pada tengkorak dan tulang wajah
h. Reseksi tumor tengkorak
i. Hilangnya tulang akibat osteomyelitis (Ramamurthi, et al, 2007)
3. Patofisiologi/ Patologi
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2
proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera otak primer
adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma dan
merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak
banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang
sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang
terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi
1
substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan
trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem
dalam tubuh.
Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah
atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik
sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena
beberapa hal diantanya, bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya
leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh
darah. Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia,
hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler,
serta vasodilatasiarterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan
akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi namun bila
trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan
juga. Cidera kepala intrakranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan
kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial
terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.
Bagan dibuat
4. Manifestasi Klinik
Gejala yang nampak pada pasien skull defect dapat berupa:
a. Bentuk kepala asimetris
b. Pada bagian yang tidak tertutup tulang teraba lunak
c. Pada bagian yang tidak tertutup tulang dapat dilihat adanya denyutan atau
fontanela (pulsasi)
Sedangkan manifestasi klinis dari cedera kepala tergantung dari berat
ringannya cedera kepala yaitu berupa:
a. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat
dilihat dengan penggunaan GCS (Glasgow Coma Scale). Pada cedera kepala berat
nilai GCS nya 3-8.
b. Peningkatan TIK yang mempunyai trias klasik seperti: nyeri kepala karena regangan
dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan
pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
2
5. Pemeriksaan Penunjang
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan
fisik dan psikis, untuk keperluan skull defect perlu dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu:
a. CT-Scan
Fungsi CT Scan ini adalah untuk mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Untuk mengetahui adanya
infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri. Pada pasien
dnegan skull defect diperoleh hasil CT scan sebagai berikut:
Hasil yag diperoleh pada foto kepala pasien dengan skull defect adalah sebagai
berikut:
Persiapan alat
Ruangan
Alkes
Time out ( )
Opstek
Instek
Sign out
Pasien selesai op
Dekon
a. Observasi 24 jam (cek TTV)
b. Observasi tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
Peningkatan tekanan intrakranial (intracranial pressure,ICP) didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan dalam rongga kranialis. Kranium dan kanalis vertebralis yang
utuh, bersama-sama dengan durameter membentuk suatu wadah atau yang biasa
disebut ruang intrakranial yang ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan
serebrospinal.
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial adalah sebagai berikut:
1) Hipertensi
2) Bradikardi
3) Papiledema
4) Muntah proyektil
5) Nyeri kepala
c. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
d. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
e. Pasien diistirahatkan atau tirah baring.
f. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
5
7. Komplikasi
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini,
secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini
6
8. Diagnosa Keperawatan
Fokus craniplasty
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma kranial)
b. Resiko cedera berhubungan dengan faktor risiko trauma intracranial
c. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko luka post operasi dan prosedur
infeksi
d. Risiko perdarahan berhubungan dengan faktor risiko trauma: kranial, kerusakan
integritas jaringan pembuluh darah otak
e. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan faktor risiko
trauma kranial, gangguan serebrovaskular berhubungan dengan peningkatan TIK
7
TINJAUAN KASUS
A. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas pasien
Nama : Tn. BK
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Umbulsari Sumbermujur Candipuro Lumajang
Nomor register : 261957
Diagnosis medis : Skull Defect
2) Riwayat penyakit sekarang
Klien pernah melakukan operasi trepanasi dan sekarang akan mengembalikan
tulang tengkorak yang tertanam dalam kepala.
3) Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan tidak memiliki penyakit seperti darah tinggi, diabetes, dan
penyakit pernapasan.
4) Keluhan utama
Klien mengatakan takut akan operasi
8
lembab.
j) Thorax
Semetris, perkusi sonor, ekspansi dada simetris, tidak ada suara ronchi dan
whezzing.
k) Abdomen
Tidak ada distensi abdomen, asites, nyeri tekan.
l) Ektremitas atas dan bawah
Semetris, tidak ada oedema, pergerakan normal dan tonus otot 5555
B. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Cemas berhubungan dengan ancaman pada status terkini: prosedur pembedahan
Intra Operasi
1. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (trauma
jaringan, kulit tidak utuh)
2. Risiko perdrahan
3. Risiko hipotermia
4. Risiko syok hipovolemik
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Resiko cedera berhubungan dengan trauma intracranial
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
4. Risiko aspirasi
5. Risiko jatuh
6. Nyeri
10
11
C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan
Pre Operasi
1 Cemas NOC : Kontrol Cemas Kriteria hasil : NIC : Enhancement Coping 1. Memberikan informasi
berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan a. Monitor intensitas 1. Sediakan informasi yang selama perawatan yang
dengan ancaman tindakan keperawatan kecemasan sesungguhnya meliputi didapatkan pasien
pada status diharapkan kecemasan b. Rencanakan strategi diagnosis, treatment dan 2. Memberikan rasa
terkini: prosedur hilang atau berkurang. koping untuk prognosis nyaman
pembedahan mengurangi stress 2. Tetap dampingi kien 3. Memberikan rasa
c. Gunakan teknik relaksasi untuk menjaga nyaman pada pasien
untuk mengurangi keselamatan pasien dan 4. Mengurangi ansietas
kecemasan mengurangi
d. Kondisikan lingkungan 3. Instruksikan pasien
nyaman untuk melakukan ternik
relaksasi
4. Bantu pasien
mengidentifikasi situasi
yang menimbulkan
ansietas.
Intra Operasi
1 Resiko infeksi NOC : Pengenalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Pengendalian Infeksi 1. Mencegah terjadinya
berhubungan Tujuan : Pasien tidak Tidak menunjukkan tanda- 1. Pantau tanda / gejala infeksi
pertahan tubuh mengalami infeksi atau tanda infeksi infeksi 2. Mencegah invasi
primer tidak tidak terdapat tanda-tanda 2. Rawat luka operasi mikroorganisme
adekuat infeksi pada pasien. dengan teknik steril 3. Mencegah inos
3. Memelihara teknik 4. Mencegah inos
isolasi, batasi jumlah
pengunjung
4. Ganti peralatan
12
D. Implementasi
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan
Pre Operasi
1 Cemas NOC : Kontrol Cemas Kriteria hasil : NIC : Enhancement Coping 1. Memberikan informasi
berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan a. Memonitor intensitas 1. Menyediakan informasi selama perawatan yang
dengan ancaman tindakan keperawatan kecemasan yang sesungguhnya didapatkan pasien
pada status diharapkan kecemasan b. Merencanakan strategi meliputi diagnosis, 2. Memberikan rasa
terkini: prosedur hilang atau berkurang. koping untuk mengurangi treatment dan prognosis nyaman
pembedahan stress 2. Tetap mendampingi kien 3. Memberikan rasa
c. Menggunakan teknik untuk menjaga nyaman pada pasien
relaksasi untuk keselamatan pasien dan 4. Mengurangi ansietas
mengurangi kecemasan mengurangi
d. Mengkondisikan 3. Menginstruksikan pasien
lingkungan nyaman untuk melakukan ternik
relaksasi
4. Membantu pasien
mengidentifikasi situasi
yang menimbulkan
ansietas.
Intra Operasi
1 Resiko infeksi NOC : Pengendalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Pengendalian Infeksi 1. Mencegah terjadinya
berhubungan Tujuan : Pasien tidak Tidak menunjukkan tanda- 1. Memantau tanda / gejala infeksi
pertahan tubuh mengalami infeksi atau tanda infeksi infeksi 2. Mencegah invasi
primer tidak tidak terdapat tanda-tanda 2. Merawat luka operasi mikroorganisme
adekuat infeksi pada pasien. dengan teknik steril 3. Mencegah inos
3. Memelihara teknik 4. Mencegah inos
isolasi, batasi jumlah
pengunjung
4. Menganti peralatan
15
E. Evaluasi
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan hilang atau
berkurang.
2. Pasien tidak mengalami infeksi atau tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada pasien.
3. Pasien tidak mengalami dehidrasi atau cairan tubuh pasien adekuat.
4. Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat
diterima
5. Pasien mengalami stress minimal pada sisi operasi
18
DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Mosby:
Elsevier.
Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan).
Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.
Cetakan I.
Burgener, Francis A & Kormano, Martti. 1997. Bone And Joint Disorder. New York:
Thieme.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.
Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. Mosby:
Elsevier.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.
19
Judul diperbaiki
Asuhan keperawatan pada tn BK dengan SKULL Defect dengan tindakan cranioplasty
autograf
Fokus ke cranioplasty