Anda di halaman 1dari 20

0

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian
Skull defect merupakan suatu kelainan pada kepala ketika tidak adanya tulang
cranium/tulang tengkorak Skull defect menjadi suatu masalah sejak awal periode
kehidupan manusia. Skull defect sudah dapat ditemukan pada jaman neolitikum..
Skull effect adalah adanya pengikisan pada tulang cranium yang disebabkan oleh
adanya pengikisan yang disebabkan massa ekstrakranial atau intrakranial, atau juga
bisa berasal dari dalam tulang (Burgener & Kormano, 1997). Skull defect dapat
terjadi dari lahir atau kongenital pada bayi yang biasanya disebut dengan
anenchephaly dan juga skull defect yang dilakukan secara sengaja untuk membantu
pengeluaran cairan atau pendarahan atau massa yang ada di kepala atau otak.

2. Etiologi
Penyebab terjadinya skull defect diantara lain:
a. Fraktur cranium
b. Tumor
c. Penipisan tulang
d. Kelainan kongenital (enchephalocele)
e. Pengikisan massa ekstrakranial atau intrakranial
f. Post op trepanasi (Burgener & Kormano, 1997)
g. Trauma parah pada tengkorak dan tulang wajah
h. Reseksi tumor tengkorak
i. Hilangnya tulang akibat osteomyelitis (Ramamurthi, et al, 2007)

3. Patofisiologi/ Patologi
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2
proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera otak primer
adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma dan
merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak
banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang
sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang
terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi
1

substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan
trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem
dalam tubuh.
Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah
atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik
sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena
beberapa hal diantanya, bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya
leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh
darah. Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia,
hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler,
serta vasodilatasiarterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan
akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi namun bila
trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan
juga. Cidera kepala intrakranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan
kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial
terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.
Bagan dibuat

4. Manifestasi Klinik
Gejala yang nampak pada pasien skull defect dapat berupa:
a. Bentuk kepala asimetris
b. Pada bagian yang tidak tertutup tulang teraba lunak
c. Pada bagian yang tidak tertutup tulang dapat dilihat adanya denyutan atau
fontanela (pulsasi)
Sedangkan manifestasi klinis dari cedera kepala tergantung dari berat
ringannya cedera kepala yaitu berupa:
a. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat
dilihat dengan penggunaan GCS (Glasgow Coma Scale). Pada cedera kepala berat
nilai GCS nya 3-8.
b. Peningkatan TIK yang mempunyai trias klasik seperti: nyeri kepala karena regangan
dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan
pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
2

c. Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung


(bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).
d. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi), gurgling.

5. Pemeriksaan Penunjang
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan
fisik dan psikis, untuk keperluan skull defect perlu dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang yaitu:
a. CT-Scan
Fungsi CT Scan ini adalah untuk mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Untuk mengetahui adanya
infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri. Pada pasien
dnegan skull defect diperoleh hasil CT scan sebagai berikut:

Gambar 1. CT scan skull defect

b. Foto polos kepala (X-ray)


Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan kepala
karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi indikasi
pelaksanaan foto polos kepala meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka tembus
(tembak/tajam), adanya corpus alineum, deformitas kepala (dari inspeksi dan
palpasi), nyeri kepala yang menetap, gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran.
3

Hasil yag diperoleh pada foto kepala pasien dengan skull defect adalah sebagai
berikut:

Gambar 2. X-ray skull defect

c. MRI (Magnetik Resonance Imaging)


Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

Gambar 3. MRI skull defect


d. EEG (Elektroensepalogram)
Digunakan untuk melihat perkembangan gelombang yang patologis
4

Gambar 4. EEG skull defect

6. Penatalaksanaan dan Terapi


Fokus ke
Penatalaksanaan cranioplasty
Sign in (pasien masuk ok)

Persiapan alat
Ruangan
Alkes
Time out ( )
Opstek
Instek
Sign out
Pasien selesai op
Dekon
a. Observasi 24 jam (cek TTV)
b. Observasi tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
Peningkatan tekanan intrakranial (intracranial pressure,ICP) didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan dalam rongga kranialis. Kranium dan kanalis vertebralis yang
utuh, bersama-sama dengan durameter membentuk suatu wadah atau yang biasa
disebut ruang intrakranial yang ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan
serebrospinal.
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial adalah sebagai berikut:
1) Hipertensi
2) Bradikardi
3) Papiledema
4) Muntah proyektil
5) Nyeri kepala
c. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
d. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
e. Pasien diistirahatkan atau tirah baring.
f. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
5

g. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.


h. Pemberian obat-obat analgetik.
i. Pembedahan bila ada indikasi.
Pembedahan yang dilakukan untuk pasien cedera kepala adalah pelaksanaan
operasi trepanasi atau cranioplasty. Trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan
membuka tulang kepala yang bertujuan untuk mencapai otak untuk tindakan
pembedahan definitive (seperti adanya SDH (subdural hematoma) atau EDH
(epidural hematoma) dan kondisi lain pada kepala yang memerlukan tindakan
kraniotomi). Cranioplasty adalah memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan
menggunakan bahan plastic atau metal plate. Epidural Hematoa (EDH) adalah suatu
pendarahan yang terjadi diantara tulang dang dan lapisan duramater; Subdural
Hematoa (SDH) atau pendarahan yang terjadi pada rongga diantara lapisan
duramater dan dengan araknoidea. Pelaksanaan operasi trepanasi ini diindikasikan
pada pasien 1) Penurunan kesadaran tiba-tiba terutama riwayat cedera kepala akibat
berbagai faktor,2) Adanya tanda herniasi/lateralisasi,3) Adanya cedera sistemik yang
memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan.
Perawatan pasca bedah yang penting pada pasien post trepanasi adalah memonitor
kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada
hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan
dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.
Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma,
kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko
terjadinya infeksi nosokomial. Terapi konservatif meliputi bedrest total, pemberian
obat-obatan, observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran). Prioritas
perawatan adalah maksimalkan perfusi/fungsi otak, mencegah komplikasi,
pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal, mendukung
proses pemulihan koping klien/keluarga, pemberian informasi tentang proses
penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.

7. Komplikasi
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini,
secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini
6

penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative


state atau mati penderita pada masa vegetative statesering membuka matanya dan
mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun demikian
penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita
pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang sembuh.
b. Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya
sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian,
keadaan ini berkembang menjadi epilepsy.
c. Infeksi
Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen)
sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena
keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain.
d. Kerusakan saraf
Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus facialis.
Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk
pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda.
e. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat
mengalami masalah kesadaran.

8. Diagnosa Keperawatan
Fokus craniplasty
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma kranial)
b. Resiko cedera berhubungan dengan faktor risiko trauma intracranial
c. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor risiko luka post operasi dan prosedur
infeksi
d. Risiko perdarahan berhubungan dengan faktor risiko trauma: kranial, kerusakan
integritas jaringan pembuluh darah otak
e. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan faktor risiko
trauma kranial, gangguan serebrovaskular berhubungan dengan peningkatan TIK
7

f. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini: prosedur pembedahan


yang ditandai dengan batasan karakteristik perilaku agitasi, gelisah, tampak
waspada, afektif ragu, dan fisiologis peningakatan ketegangan dan keringan serta
tremot
g. Risiko syok berhubungan dengan faktor risiko hipovolemia, hipoksia pada
prosedur pembedahan
h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya faktor mekanik post
trauma
i. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi dan kurangnya
sumber pengetahuan
j. Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis: post trauma
kepala yang ditandai dengan batasan karakteristik ketidakmampuan mengingat
informasi faktual, ketidakmampuan mengingat perilaku tertentu yang pernah
dilakukan, ketidakmampuan mengingat peristiwa, mudah lupa

TINJAUAN KASUS

A. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas pasien
Nama : Tn. BK
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Umbulsari Sumbermujur Candipuro Lumajang
Nomor register : 261957
Diagnosis medis : Skull Defect
2) Riwayat penyakit sekarang
Klien pernah melakukan operasi trepanasi dan sekarang akan mengembalikan
tulang tengkorak yang tertanam dalam kepala.
3) Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan tidak memiliki penyakit seperti darah tinggi, diabetes, dan
penyakit pernapasan.
4) Keluhan utama
Klien mengatakan takut akan operasi
8

5) Riwayat penyakit keluarga


Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mengalami sakit seperti
dirinya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada dasarnya dalam pemeriksaan fisik menggunakan pendekatan secara sistematik
yaitu: inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
1) Keadaan umum
Tanda-tanda vital
Tekanan darah 120/80 mmhg, Nadi 92 x/menit, Respiratori rate 22 x/menit, suhu
36,5 °C
2) Kesadaran
GCS : 456
3) Pemeriksaan head to toe
a) Kepala dan rambut
Bentuk kepala lonjong, tidak semetris terdapat cekungan di bagian kiri depan,
rambut pendek, terdapat bekas jahitan di kulit kepala.
b) Wajah
Warna kulit sawo matang, ekspresi wajah tegang.
c) Mata
Bentuk bola mata simetris, tidak ada gerakan kelainan pada bola mata.
d) Hidung
Semetris, bersih.
e) Telinga
Simetris, bersih dan tidak ada kelainan fungsi pendengaran.
f) Mulut dan bibir
Bibir simetrs, mukosa lembab, bersih.
g) Gigi
Jumlah gigi tidak lengkap, kurang bersih, tidak ada peradangan pada gusi.
h) Leher
Posisi trakea tidak deviasi, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid atau vena
jugularis.
i) Integumen
Warna sawo matang, bersih, turgor kembali 1 detik, tekstur kulit kenyal dan
9

lembab.
j) Thorax
Semetris, perkusi sonor, ekspansi dada simetris, tidak ada suara ronchi dan
whezzing.
k) Abdomen
Tidak ada distensi abdomen, asites, nyeri tekan.
l) Ektremitas atas dan bawah
Semetris, tidak ada oedema, pergerakan normal dan tonus otot 5555

B. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Cemas berhubungan dengan ancaman pada status terkini: prosedur pembedahan
Intra Operasi
1. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (trauma
jaringan, kulit tidak utuh)
2. Risiko perdrahan
3. Risiko hipotermia
4. Risiko syok hipovolemik
Post Operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Resiko cedera berhubungan dengan trauma intracranial
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
4. Risiko aspirasi
5. Risiko jatuh
6. Nyeri
10
11

C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan

Pre Operasi
1 Cemas NOC : Kontrol Cemas Kriteria hasil : NIC : Enhancement Coping 1. Memberikan informasi
berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan a. Monitor intensitas 1. Sediakan informasi yang selama perawatan yang
dengan ancaman tindakan keperawatan kecemasan sesungguhnya meliputi didapatkan pasien
pada status diharapkan kecemasan b. Rencanakan strategi diagnosis, treatment dan 2. Memberikan rasa
terkini: prosedur hilang atau berkurang. koping untuk prognosis nyaman
pembedahan mengurangi stress 2. Tetap dampingi kien 3. Memberikan rasa
c. Gunakan teknik relaksasi untuk menjaga nyaman pada pasien
untuk mengurangi keselamatan pasien dan 4. Mengurangi ansietas
kecemasan mengurangi
d. Kondisikan lingkungan 3. Instruksikan pasien
nyaman untuk melakukan ternik
relaksasi
4. Bantu pasien
mengidentifikasi situasi
yang menimbulkan
ansietas.
Intra Operasi
1 Resiko infeksi NOC : Pengenalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Pengendalian Infeksi 1. Mencegah terjadinya
berhubungan Tujuan : Pasien tidak Tidak menunjukkan tanda- 1. Pantau tanda / gejala infeksi
pertahan tubuh mengalami infeksi atau tanda infeksi infeksi 2. Mencegah invasi
primer tidak tidak terdapat tanda-tanda 2. Rawat luka operasi mikroorganisme
adekuat infeksi pada pasien. dengan teknik steril 3. Mencegah inos
3. Memelihara teknik 4. Mencegah inos
isolasi, batasi jumlah
pengunjung
4. Ganti peralatan
12

perawatan pasien sesuai


dengan protap
2 Resiko NOC : Fluid balance Kriteria hasil : NIC : Manajemen cairan 1. Mengetahui balance
kekurangan Tujuan : Pasien tidak a. Kulit dan membran 1. Catat intake dan output cairan
volume cairan mengalami dehidrasi atau mukosa lembab 2. Monitor status hidrasi 2. Antisipasi tanda
berhubungan cairan tubuh pasien adekuat. b. Tidak terjadi demam, seperti membran dehidrasi
dengan TTV normal mukosa, nadi, tekanan 3. Mengatur balance
kehilangan darah dengan cepat. cairan
cairan 3. Beri cairan yang sesuai
dengan terapi
Post Operasi
1 Nyeri NOC : Tingkat Nyeri Kriteria hasil : NIC : Menejemen Nyeri 1. Mengurangi stressor
berhubungan Tujuan : Pasien tidak a. Tidak menunjukkan Intervensi : yang dapat
dengan prosedur mengalami nyeri, antara lain tanda-tanda nyeri 1. Berikan pereda nyeri memperparah nyeri
bedah penurunan nyeri pada b. Nyeri menurun sampai dengan manipulasi 2. Mengurangi nyeri
tingkat yang dapat diterima tingkat yang dapat lingkungan (misal 3. Meminimalkan nyeri
diterima ruangan tenang, batasi 4. Mengurangi rasa nyeri
pengunjung). yang dirasakan pasien
2. Berikan analgesia sesuai
ketentuan
3. Cegah adanya gerakan
yang mengejutkan
seperti membentur
tempat tidur
4. Cegah peningkatan TIK
2 Resiko tinggi NOC : Pengendalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Positioning 1. Menerikan posisi yang
cedera Tujuan : Pasien mengalami a. Stress minimal pada sisi 1. Konsul dengan ahli tepat sehingga
berhubungan stress minimal pada sisi operasi bedah mengenai mengurangi risiko
dengan trauma operasi b. Pasien tetap pada posisi pemberian posisi, cedera
intrakranial yang diinginkan termasuk derajat fleksi 2. Mengurangi
leher. peningkatan TIK
13

2. Posisikan pasien datar 3. Mencegah terjadinya


dan mirirng, bukan cedera
terlentang atau tinggikan 4. Mencegah peningkatan
kepala TIK
3. Balikkan pasien dengan
hati-hati
4. Hindari posisi
trendelenburg
3 Resiko infeksi NOC : Pengenalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Pengendalian Infeksi 5. Mencegah terjadinya
berhubungan Tujuan : Pasien tidak Tidak menunjukkan tanda- 5. Pantau tanda / gejala infeksi
dengan luka post mengalami infeksi atau tanda infeksi infeksi 6. Mencegah invasi
operasi tidak terdapat tanda-tanda 6. Rawat luka operasi mikroorganisme
infeksi pada pasien. dengan teknik steril 7. Mencegah inos
7. Memelihara teknik 8. Mencegah inos
isolasi, batasi jumlah
pengunjung
8. Ganti peralatan
perawatan pasien sesuai
dengan protap
14

D. Implementasi
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan

Pre Operasi
1 Cemas NOC : Kontrol Cemas Kriteria hasil : NIC : Enhancement Coping 1. Memberikan informasi
berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan a. Memonitor intensitas 1. Menyediakan informasi selama perawatan yang
dengan ancaman tindakan keperawatan kecemasan yang sesungguhnya didapatkan pasien
pada status diharapkan kecemasan b. Merencanakan strategi meliputi diagnosis, 2. Memberikan rasa
terkini: prosedur hilang atau berkurang. koping untuk mengurangi treatment dan prognosis nyaman
pembedahan stress 2. Tetap mendampingi kien 3. Memberikan rasa
c. Menggunakan teknik untuk menjaga nyaman pada pasien
relaksasi untuk keselamatan pasien dan 4. Mengurangi ansietas
mengurangi kecemasan mengurangi
d. Mengkondisikan 3. Menginstruksikan pasien
lingkungan nyaman untuk melakukan ternik
relaksasi
4. Membantu pasien
mengidentifikasi situasi
yang menimbulkan
ansietas.
Intra Operasi
1 Resiko infeksi NOC : Pengendalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Pengendalian Infeksi 1. Mencegah terjadinya
berhubungan Tujuan : Pasien tidak Tidak menunjukkan tanda- 1. Memantau tanda / gejala infeksi
pertahan tubuh mengalami infeksi atau tanda infeksi infeksi 2. Mencegah invasi
primer tidak tidak terdapat tanda-tanda 2. Merawat luka operasi mikroorganisme
adekuat infeksi pada pasien. dengan teknik steril 3. Mencegah inos
3. Memelihara teknik 4. Mencegah inos
isolasi, batasi jumlah
pengunjung
4. Menganti peralatan
15

perawatan pasien sesuai


dengan protap
2 Resiko NOC : Fluid balance Kriteria hasil : NIC : Manajemen cairan 1. Mengetahui balance
kekurangan Tujuan : Pasien tidak a. Kulit dan membran 1. Mencatat intake dan cairan
volume cairan mengalami dehidrasi atau mukosa lembab output 2. Antisipasi tanda
berhubungan cairan tubuh pasien adekuat. b. Tidak terjadi demam, 2. Memonitor status hidrasi dehidrasi
dengan TTV normal seperti membran mukosa, 3. Mengatur balance
kehilangan nadi, tekanan darah cairan
cairan dengan cepat.
3. Memberi cairan yang
sesuai dengan terapi
Post Operasi
1 Nyeri NOC : Tingkat Nyeri Kriteria hasil : NIC : Menejemen Nyeri 1. Mengurangi stressor
berhubungan Tujuan : Pasien tidak a. Tidak menunjukkan Intervensi : yang dapat
dengan prosedur mengalami nyeri, antara lain tanda-tanda nyeri 1. Memberikan pereda nyeri memperparah nyeri
bedah penurunan nyeri pada b. Nyeri menurun sampai dengan manipulasi 2. Mengurangi nyeri
tingkat yang dapat diterima tingkat yang dapat lingkungan (misal 3. Meminimalkan nyeri
diterima ruangan tenang, batasi 4. Mengurangi rasa nyeri
pengunjung). yang dirasakan pasien
2. Memberikan analgesia
sesuai ketentuan
3. Mencegah adanya
gerakan yang
mengejutkan seperti
membentur tempat tidur
4. Mencegah peningkatan
TIK
2 Resiko tinggi NOC : Pengendalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Positioning 1. Menerikan posisi yang
cedera Tujuan : Pasien mengalami a. Stress minimal pada sisi 1. Berkonsultasi dengan tepat sehingga
berhubungan stress minimal pada sisi operasi ahli bedah mengenai mengurangi risiko
dengan trauma operasi b. Pasien tetap pada posisi pemberian posisi, cedera
16

intrakranial yang diinginkan termasuk derajat fleksi 2. Mengurangi


leher. peningkatan TIK
2. Memposisikan pasien 3. Mencegah terjadinya
datar dan mirirng, bukan cedera
terlentang atau tinggikan 4. Mencegah peningkatan
kepala TIK
3. Membalikkan pasien
dengan hati-hati
4. Menghindari posisi
trendelenburg
3 Resiko infeksi NOC : Pengenalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Pengendalian Infeksi 1. Mencegah terjadinya
berhubungan Tujuan : Pasien tidak Tidak menunjukkan tanda- 1. Memantau tanda / gejala infeksi
dengan luka post mengalami infeksi atau tanda infeksi infeksi 2. Mencegah invasi
operasi tidak terdapat tanda-tanda 2. Merawat luka operasi mikroorganisme
infeksi pada pasien. dengan teknik steril 3. Mencegah inos
3. Memelihara teknik 4. Mencegah inos
isolasi, batasi jumlah
pengunjung
4. Mengganti peralatan
perawatan pasien sesuai
dengan protap
17

E. Evaluasi
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan hilang atau
berkurang.
2. Pasien tidak mengalami infeksi atau tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada pasien.
3. Pasien tidak mengalami dehidrasi atau cairan tubuh pasien adekuat.
4. Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat
diterima
5. Pasien mengalami stress minimal pada sisi operasi
18

DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Mosby:
Elsevier.

Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan).
Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.
Cetakan I.

Burgener, Francis A & Kormano, Martti. 1997. Bone And Joint Disorder. New York:
Thieme.

Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC.

Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC.

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.

Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. Mosby:
Elsevier.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan


Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Ramamurthi, Ravi, et al. 2007. Textbook of Operative Neurosurgery. New Delhi: BI


Publications.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 3 volume 8.


Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.
19

Judul diperbaiki
Asuhan keperawatan pada tn BK dengan SKULL Defect dengan tindakan cranioplasty
autograf

Fokus ke cranioplasty

Anda mungkin juga menyukai